Angin pagi berhembus sepoi. Dev dan Kamalia melangkah di tepi pantai sambil memperhatikan Gaffi yang berlarian di depan mereka.Suasana belum begitu ramai. Ada satu rombongan anak-anak sekolah yang baru sampai. Mereka menyerbu pantai untuk berfoto ketika sang mentari belum beranjak naik.Dev dan Kamalia duduk di pasir pantai, di dekat Gaffi yang bermain pasir."Besok sore kita langsung ke kota saja. Senin pagi Mas ada meeting.""Hu um.""Mbak Mita tidak jadi datang, karena Dokter Nasir lagi ada tugas jaga di rumah sakit."Dev berdiri, mendekati Gaffi, keduanya mulai membangun istana pasir. Sesekali Kamalia mengambil foto mereka. Sambil menunggu suami dan anaknya bermain, ia iseng membuka kembali akun media sosialnya. Password-nya masih diingat betul. Hari ulang tahunnya.Banyak inbox masuk. Pesan yang dikirimkan bertahun yang lalu. Beberapa pesan dari teman kuliahnya, juga yang paling banyak dari Willy.Rupanya pria itu tetap mencoba menghubunginya sejak mereka berpisah. Banyak penjel
Habis Maghrib Dev mendapatkan telepon dari papanya Imelda. Akhirnya malam itu Dev mengajak istri dan anaknya memenuhi undangan makan malam di rumah Pak Hamdan.Suasana sudah berbeda. Bu Tantri sangat ramah dan telah berhijab. Rupanya mereka baru pulang umroh beberapa bulan yang lalu.Pak Hamdad juga cerita kalau telah bertemu kedua putranya. Pertemuan pertama kali setelah hampir tiga puluh tujuh tahun berpisah. Itu juga pertemuan pertama Bu Tantri sebagai mama tiri mereka. Sayang saja, Imelda saja yang belum bertemu langsung dengan kedua kakaknya.Bu Tantri juga mengungkapkan rasa prihatin, karena putri satu-satunya berulang kali menolak perjodohan yang diatur keluarga. Wanita itu memutuskan untuk tidak menikah dalam waktu dekat, mungkin ... suatu hari nanti. Jika bertemu dengan pria yang bisa membuat hatinya tertambat.🌷🌷🌷Waktu terus berjalan, Dev menyelesaikan meeting tepat waktu. Banyak keputusan yang tidak terduga. Kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya, banyak mengalami
"Wah, Bu Lia dan suami datang ke sini ini pasti membawa kabar gembira. Sudah postive kan, Bu Lia?" Dokter Ani menyambut dengan ramah pasien yang sudah duduk di kursi depannya.Kamalia tersenyum sambil memandang dokter langganannya."Sudah saya duga. Mari saya periksa."Seorang suster membantu Kamalia berbaring dan lebih dulu memeriksa tensi. Dokter Ani mendekat untuk pemeriksaan USG.Dokter spesialis kandungan itu mengoleskan gel di perut Kamalia. Selanjutnya, transduser ditempelkan dan diputar di permukaan perut bagian bawah untuk mendapatkan visualisasi janin yang baik."Janinnya sudah dua bulan ini, Bu Lia. Berarti sejak lepas kontrasepsi hari itu langsung jadi, ya."Baik Kamalia atau pun Dev memperhatikan layar USG. Kegembiraan menyeruak di hati pasangan itu, saat melihat janin yang bergerak di rahim Kamalia."Apa enggak merasakan mual atau morning sickness?""Enggak, Dok. Cuman cepat lelah saja.""Baguslah itu."Kamalia bangun dan membenahi bajunya, lantas kembali duduk di sebela
Setelah itu menuju ke pusat perbelanjaan untuk mencari kado buat Willy. Cukup lama mereka berkeliling sambil mencari ide untuk memilih kado. Dev yang tidak suka bertele-tele, sebenarnya menyarankan untuk memberi uang saja, daripada bingung mau ngasih kado apa.Satu set bed cover motif floral akhirnya di pilih Kamalia. Dikarenakan sudah terlalu capek berjalan, Dev menyarankan itu saja buat kado.Jam sepuluh malam mereka sampai di vila. Sumi langsung mengganti baju Gaffi, gosok gigi, dan mengajaknya tidur di kamar bocah itu setelah ikut berjamaah Salat Isya dengan orang tuanya.Dev memeluk dari belakang sambil mengusap perut buncit istrinya. Setelah di elus begitu Kamalia baru bisa tidur. Giliran Dev yang terjaga. Padahal sejak sore tadi, ia ingin bermesraan malam itu. Tapi ... ya, sudahlah. Mungkin menjelang subuh nanti kalau mood istrinya terlihat baik.🌷🌷🌷Pagi itu Kamalia sibuk menyetrika baju yang akan di pakai mereka untuk ke rumah Willy. Minggu siang ini ada acara syukuran di
Tepat jam tiga sore, Kamalia terbangun. Sejak pulang dari rumah Willy tadi ia langsung tidur. Kamar sepi. Terdengar suara Dev dan Gaffi bermain di luar kamar.Perlahan Kamalia bangkit, memeriksa ponselnya sebentar sebelum keluar kamar. Ada pesan dari Yana.[Terima kasih, untuk kadonya Lia.] Emot senyum.Kamalia segera membalasnya.[Sama-sama.]Segera Kamalia keluar kamar. Menghampiri Dev yang menemani anaknya bermain hot wheel di lantai ruang tengah."Gimana, sudah enakan?" tanya Dev pada istrinya."Iya. Kok sepi, Mas? Mama kemana?""Belanja sama Mbok Tini. Ben lagi keluar juga. Tadi Mama sudah bilang, masuk kehamilan delapan bulan, Lia harus pindah sementara ke sini."Kamalia memandang suaminya. "Mas, sendiri bagaimana?""Tidak apa-apa. Nanti seminggu sekali Mas akan ke sini. Daripada nanti lahiran di tengah jalan seperti Gaffi dulu."Kamalia mengangguk pelan. Bagaimanapun ia juga harus setuju. Meski rasanya berat berjauhan dengan Dev. Sejak hamil kedua ini bawaannya memang manja. Me
Jam tiga sore, Dev bersiap hendak mengantarkan Gaffi ke TPA. Ia menunggu anaknya selesai mandi di teras."Mau ke mana, Mas?" tanya Willy yang baru saja pulang jalan-jalan dari halaman belakang bersama Yana."Mau ngantar Gaffi ngaji.""Ngaji di mana?""Di TPA dekat rumah Ragil. Mau ikut?""Enggak, Mas. Besok saja aku ajak Yana mampir ke sana kalau mau pulang."Sudah lama Willy tidak main ke rumah Ragil, karena padatnya pekerjaan setelah setahun lalu proyek kilang selesai ia dipindahkan ke kantor pusat yang ada di kotanya."Oke."Kamalia datang sambil menggandeng Gaffi yang berbaju koko dan membawa ransel kecil di punggungnya."Puding ini nanti kasihkan Mbak Eva, Mas." Kamalia memberikan tas plastik ukuran sedang kepada suaminya.Bocah kecil itu mencium tangan sang Mama sebelum berangkat. Tanpa di suruh pun Gaffi juga menyalami Willy dan Yana."Pinternya anak ganteng," puji Yana.Setelah itu mobil meluncur pergi meninggalkan vila. Kamalia segera menyuruh Yana dan Willy mandi sebelum ud
"Nyenyak enggak tidurnya tadi malam?" tanya Kamalia kepada Yana pagi itu. Ketika Yana ikut menyiapkan sarapan pagi di ruang makan."Iya, sampai malas mau bangun. Subuh aja hampir kelewatan. Kalau enggak mendengar Mbok Darmi nyetekin kompor di dapur. Biasanya kalau di rumah Willy kan kami mendengar suara azan.""Makanya kami selalu membunyikan alarm di ponsel tiap masuk waktu Maghrib dan Subuh."Kamalia memperhatikan teman yang mengeluarkan kue cucur dan mendut dari plastik, kemudian menyusunnya di piring oval. Rambutnya kering. Apa mereka cuma tidur aja dalam suasana tempat baru? Ah, kenapa ia sibuk memperhatikan."Kira-kira betah enggak tinggal di pegunungan begini?"Yana tersenyum. "Kalau semua tersedia seperti kamu gini, ya, betah aja Lia. Tapi kalau semua harus dikerjakan sendiri, mau ke mana-mana mesti sendiri so pasti aku enggak bakalan kerasan.""Aku kalau lagi bosan, hampir seharian main ke rumah Mbak Eva. Tapi jarang juga, sih. Paling sebulan sekali aku ke sana."Setelah sara
Selesai sarapan Dev, Kamalia, dan Gaffi langsung pamitan ke orang-orang rumah. Seluruh barang bawaan telah masuk ke dalam mobil."Hati-hati, ya, Nduk," pesan Mbok Darmi.Kamalia mengangguk sambil tersenyum.Mereka jadi teringat peristiwa empat tahun lalu, yang mana setelah pamitan tidak lama kemudian Kamalia pulang lagi. Mbok Darmi malah berharap kalau kejadian itu akan terulang lagi kali ini.Beliau menganggap Kamalia sudah seperti putrinya sendiri dan kelucuan Gaffi pasti akan di rindukan mereka yang di vila.Mbok Darmi, Pak Karyo, dan Sumi mengantar kepergian mereka hingga ke halaman vila. Melihat mobil Dev yang bergerak pergi dan hilang di tikungan depan."Mainan kesukaan Gaffi di bawain semuanya, 'kan?" tanya Dev."Iya, daripada nanti dia rewel di sana," jawab Kamalia sambil menoleh ke belakang. Dimana Gaffi duduk di car seat-nya sambil melihat pemandangan di sisi sebelah kiri. Ketika mobil telah melewati hutan pinus dan berada di area persawahan dekat jalan ke desa, Dev menepik