Sore itu Gaffi mulai rewel. Sama sekali tidak mau turun dari gendongan. Badannya agak menghangat, mungkin karena efek imunisasi tadi. Di samping bekas suntikan yang sakit kalau tersenggol."Lia, kamu mandi saja dulu. Biar kugendong Gaffi," ujar Sumi ketika mendekati Kamalia yang menggendong Gaffi di teras."Iya, aku juga mau salat ashar juga."Setelah Gaffi di gendong Sumi, Kamalia bergegas naik dan segera mandi. Dev masuk kamar saat istrinya selesai salat."Kata Sumi, Gaffi rewel, ya?" tanya Dev."Iya. Badannya agak panas setelah imunisasi tadi. Sejak Mas pergi ke perkebunan, dia enggak mau diturunkan. Minta gendong saja. Setengah hari tadi Mbak Mita yang gendong.""Obatnya sudah diminumkan?""Sudah siang tadi. Malam nanti aku minumkan lagi."Kamalia melipat mukena dan meletakkan di sofa pojok kamar. "Mas, buruan mandi, akan kuambilkan baju ganti."Dev mengambil handuk kemudian masuk ke kamar mandi. Sementara Kamalia menyiapkan pakaian. Ia menunggu sampai suaminya selesai mandi."Su
Sehari menjelang pernikahan Mita. Kesibukan sangat terasa di vila. Tenda sudah dipasang oleh pihak WO. Beberapa kerabat jauh sudah ada yang datang dan menginap. Mereka ikut bahagia kalau akhirnya Mita sembuh dan menemukan jodohnya lagi."Teman-temanmu dari kota jadi datang kapan, Dev?" tanya Bu Rahma kepada Dev yang duduk di teras bersama Ben."Minggu depan, Ma.""O, kupikir sekalian besok.""Perempuan yang membuatmu kena tusuk itu juga ikut, Mas?" tanya Ben."Aku tidak tahu, tidak tanya juga.""Enggak usah diajak sajalah. Daripada bikin masalah. Sepertinya dia penggemar militanmu."Pembicaraan kakak adik itu tiba-tiba terhenti karena Kamalia muncul dari dalam sambil menggendong Gaffi."Ayo, berangkat!" ajak Kamalia. Mereka memang sudah janjian kalau mau ke kota untuk membelikan hadiah buat kakaknya."Mama, ikut enggak?" tanya Ben."Enggak usah, kalian saja yang pergi. Masa saudara-saudara di sini Mama ikut pergi."Akhirnya mereka berempat dengan Gaffi pergi menaiki mobil mamanya. Be
Vila tambah sepi setelah pernikahan Mita. Sebab wanita itu sekarang ikut pindah ke rumah suaminya. Paviliun kalau malam hanya ditempati Pak Karyo dan Mbok Darmi.Pagi itu Mbok Darmi sama Sumi langsung bersih-bersih rumah dan mengganti seprai dan selimut di setiap kamar setelah pulang dari pasar. Siang nanti teman-teman Dev akan datang."Mereka mau nginap berapa lama di sini, Lia?" tanya Sumi."Aku belum tahu, Sum.""Jam berapa ya kira-kira mereka sampai?""Siang kata Mas Dev.""O, syukurlah. Karena ini ayam gorengnya sama ikan gurami belum di goreng.""Sudah santai aja."Baru saja Kamalia berhenti bicara, terdengar suara mobil memasuki halaman. Kamalia melihat ke depan. Mereka sudah datang. Ada tiga mobil di sana.Dev yang menemani anaknya di ruang tengah segera berdiri sambil menggendong Gaffi ke luar. Kamalia menyusul di belakang.Dari mobil warna hitam keluar Yaksa dan istri serta anaknya. Adi dan Galih berada di satu mobil yang sama. Sementara dari mobil sedan warna metalik itu mu
Minggu pagi suasana masih ceria di vila. Adi dan Galih membawa istri dan anaknya jalan-jalan di antara tanaman teh. Sedangkan Yaksa memangku sang anak di bangku dekat paviliun. Di sebelahnya Yuli duduk sambil memperhatikan jauh ke perbukitan sana. Mereka tampak kaku meski berdekatan.Kamalia hendak turun setelah selesai memakai hijabnya. Tangan Dev meraih lengannya."Lia, Mas ingin bicara sebentar.""Bicara apa?""Mas minta maaf.""Kalau tidak ketahuan, Mas pasti enggak akan minta maaf dan mau cerita, bukan? Jadi ... lupakan saja. Teruskan saja dengan apa yang menurut Mas sudah benar." Kamalia pergi setelah berkata demikian.Dev menghela napas berat dan menyugar kasar rambutnya. Beberapa kali terlibat salah paham dengan Imelda dan selalu di maafkan, apakah kali ini ia bisa mendapatkan maaf Kamalia lagi?"Sum, Gaffi mana?" tanya Kamalia pada Sumi. Karena Sumi yang mengajaknya tadi."Diajak sama Mbak Imel. Ada di belakang.""Bawa ke mari. Aku mau memberinya ASI."Sumi mencuci tangannya
Hening. Sejak kejadian tadi siang Kamalia memilih diam daripada meluapkan emosi dengan marah-marah karena rasa kecewanya kepada Dev. Bukan kecewa lagi, tapi lebih dari itu.Ia duduk di sebelah box bayinya, bersandar pada tempat tidur. Memperhatikan sang anak yang terlelap sejak habis Maghrib."Lia, ayo makan dulu. Nanti kamu lapar, sejak tadi siang tidak makan," rayu Dev untuk yang kesekian kali. Kamalia bergeming.Selera makannya lenyap entah kemana. Lapar pun tidak. Padahal Gaffi perlu minum ASI, karena bayi itu belum sempat dikasih susu formula yang dibeli kemarin."Mas ambilin, ya?"Kamalia menggeleng, kemudian berdiri dan berbaring di tempat tidur. Memejam dan tidak peduli Dev yang masih memperhatikan.Seandainya ia masih memiliki Ibu, akan ditumpahkan rasa sedihnya, kecewanya, dan mencari ketenangan di pangkuan beliau. Namun sekarang ia tidak memiliki siapa-siapa. Kakak? Kamalia tidak akan mengadukan nasibnya pada Eva.Ketika dihina, justru yang membela orang lain. Bukan suami y
Kamalia sedang mengajak anaknya bercanda sambil mengganti diaper di kamar. Bayi berusia dua bulan itu bersemangat dengan menggerakkan kaki dan tangannya. Mata beningnya menatap sang Mama."Uda ciang, Gaffi. Habis ganti popok, nenen, dan bobok, ya?" Diciuminya pipi lembut Gaffi, senyumnya selalu merekah setiap bersama anaknya. Namun, ia langsung terdiam ketika Dev masuk kamar."Hai, Sayang," sapa Dev sambil menutup kembali pintu kamar.Kamalia tidak menjawab. Ia memangku Gaffi dan memberinya ASI. Dev duduk disebelahnya sambil memainkan kaki anaknya."Mau tidur, ya, anak Papa." Dev mencium pipi Gaffi, kemudian dengan cepat mencium pipi istrinya. Kamalia yang tidak menyadari sebelumnya hanya diam saja. Tidak peduli.Dev masuk kamar mandi untuk mandi, wudhu, kemudian salat Zhuhur baru makan siang. Begitu kebiasaannya setiap hari.Baru sebentar saja minum ASI, Gaffi sudah terlelap. Kamalia memindahkan anaknya di box. Ia mengambilkan baju ganti untuk Dev yang sedang salat zhuhur. Biasanya
Dev baru saja masuk ke mobilnya ketika ponselnya berdering. Benda pipih di ambil dari saku celana. Ada nama Pak Hamdad di layar."Assalamu'alaikum, Om," sapanya."Wa'alaikumsalam. Om minta maaf atas ulah Imel di vila. Adi dan Galih sudah cerita kemarin. Sampaikan maaf Om pada istrimu. Kalau diizinkan Om ingin bicara langsung padanya.""Nanti saja saya sampaikan.""Adi bilang kamu ingin keluar dari kerjasama kita.""Ya, itu keputusan final saya, Om."Terdengar embusan napas berat di seberang. "Ya, Om paham. Tapi kamu masih mau membantu Om untuk mengurus jual beli tanah kebun yang kemarin itu, 'kan?""Orang kepercayaan saya yang akan membantu, Om. Namanya Tony. Dia yang akan membantu Om sampai semua urusan beres.""Ya, enggak apa-apa. Terima kasih, Dev. Sekali lagi Om minta maaf, ya.""Tidak apa-apa, Om. Lain kali kita bisa ngobrol lagi. Sekarang saya masih ada urusan.""Ya, Dev. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Dev meletakkan ponsel di dashboard. Menyalakan mesin mobil, membiarkan
Gerimis turun sejak sore tadi. Hawa dingin menyebar, membuat acara aqiqahnya Aisyah sedikit kalang kabut. Mereka tidak mengira gerimis turun malam itu, karena sejak pagi cuaca sangat cerah.Kamalia jadi ikut ribet mempersiapkan hidangan di belakang. Gaffi ditidurkan di ranjang rotan milik Aisyah yang terletak di kamar yang difungsikan sebagai ruang salat.Sebentar lagi suaminya pasti datang dan mengajaknya pulang. Setelah dipikir-pikir, memang lebih baik dia pulang. Di sini pun merasa tidak enak jika merepotkan. Walaupun orang tua Ragil sudah menganggapnya seperti keluarga dan beliau yang memintanya untuk datang.Jam delapan lebih tiga puluh menit acara selesai. Dev langsung menemuinya yang sedang membantu beres-beres di ruang tengah. "Kita pulang," ajaknya.Kamalia ke belakang untuk mencuci tangan. Setelah berpamitan mereka segera menuju mobil untuk pulang."Pulang, Lia," tegur Willy yang baru saja datang."Iya, kenapa telat?" tanya Kamalia sebelum masuk ke mobil. "Lembur tadi.""O