Angin malam yang berhembus sepoi membuat suasana makin terasa dingin. Di angkasa bintang bertaburan dengan bulan separuh yang tertutup awan.
Devin mematikan rokok di asbak ketika Kamalia menghampiri sambil membawakan segelas jahe hangat dan diletakkan di atas meja balkon.
"Ini minumnya."
"Terima kasih."
Kamalia hendak masuk lagi, tapi lengannya di tahan Devin. "Tunggu sebentar," cegahnya.
"Duduklah dulu, ada yang ingin aku tanyakan."
Kamalia duduk di kursi yang berseberangan dengan Devin.
"Tadi siang mampir ke rumah kakakmu, ya?" tanya Devin pelan dan dingin. Kamalia menghindari tatapan tajam suaminya. Pasti Devin tahu karena tanya ke Pak Karyo. Kalau Sumi tidak mungkin cerita.
"Ya."
"Untuk apa?" Setelah membaca pesan-pesan Eva dan Willy, juga pertemuan tadi siang dengan Ragil membua
Kamalia memulai paginya dengan menyiapkan baju ganti Devin untuk pergi dua hari. Biasa pria itu bertanya apakah dia mau ikut apa tidak. Namun sejak usai salat subuh tadi diam saja. Bahkan langsung tidur usai bercinta.Devin masuk kamar sambil membawa laptop dalam tas."Aku turun dulu, akan kusiapkan sarapan," kata Kamalia."Siapkan roti bakar saja biar kumakan sambil jalan. Aku buru-buru karena harus mampir ke Bank.""Iya."Kamalia bergegas turun ke dapur. Membakar empat keping roti, mengolesinya dengan margarin, dan memasukkan ke dalam bekas makan."Apa Tuan tidak sarapan, Lia?" tanya Sumi yang menghampirinya."Tidak. Dia buru-buru mau pergi. Tolong ambilkan tumbler, biar kubikinkan teh untuk dibawa."Sumi menuju rak kaca, mengambil apa yang diminta Kamalia.Devin yang s
Ben melangkah malas sambil menguap dan membuka pintu depan."Hai, sorry ganggu," ucap Devin melenggang masuk rumah."Kenapa telat banget sih, Mas. Katanya siang dah sampe rumah, enggak tahunya sampe jam sebelas malam." Ben mengikuti kakaknya hingga ke ruang makan."Jalanan macet tadi. Malam Minggu, hujan lagi. Apalagi ada kecelakaan beruntun yang bikin macet total."Devin mengambil air hangat di dispenser. Lantas duduk dan minum."Mama enggak bisa pulang. Ada acara di kampus." Ben memberitahu."Iya. Mama sudah telepon aku tadi.""Kenapa enggak ngabari kalau pulang telat. Ditunggu Kamalia sampe ngantuk-ngantuk duduk di sofa. Akhirnya kusuruh tidur di kamar."'Ditunggu? Tidak biasanya Kamalia menunggu. Sama-sama di rumah pun kadang dia tidur duluan.' Ah, ada apa, Lia?
"Lia, ganti bajumu, kita ke kota sekarang. Mungkin kamu ingin beli sesuatu atau makan sesuatu," ajak Dev pada Kamalia yang sedang membaca di balkon kamar."Aku belum ingin beli apa-apa.""Ayo, ikut saja! Besok aku mulai sibuk, mungkin jarang bisa menemani belanja."Devin masuk kembali ke kamar. Mau tak mau Kamalia akhirnya berdiri. Masuk ke ruang baju untuk mengambil pakaian ganti."Pakai gaun saja, Lia. Lagi hamil jangan pakai celana jeans" tegur Dev sambil memakai kaosnya."Celana ini longgar. Nggak apa-apa kupakai dulu.""Ganti aja."Kamalia kembali masuk ke ruang pakaian. Mengganti celana dengan setelan blouse putih dan rok plisket warna hijau lumut sebatas betis.Cuaca cerah saat mereka keluar. Sesekali mobil bersimpangan dengan beberapa petani yang membawa rumput pulang dari ladang.
Sore itu Devin menemani Kamalia duduk di balkon kamar. Sambil memandang kabut yang turun dari pegunungan dan menyebar ke seluruh penjuru perkebunan.Dingin pun mulai terasa. Kamalia mengancingkan sweater warna abu-abu yang dipakainya. Sedangkan Devin memakai hoodie warna biru tua. Cuaca biasanya tidak sedingin ini.Kamalia mendekat ke pagar balkon. Lampu-lampu di gudang sudah dinyalakan. Ia melihat gerobak bakso yang biasa suka datang ke gudang karena di pesan oleh para karyawan."Itu gerobak bakso Pak Anwar, 'kan?" tanya Kamalia kepada Devin.Devin bangkit dan mendekati istrinya."Iya, kamu mau. Biar kutelepon Bik Siti, agar Pak Anwar disuruh kemari.""Iya. Aku mau.""Panggil Mas dulu kalau begitu."Kamalia tersenyum sambil mengernyitkan dahi. Memandang Dev yang lurus melihat ke depan.&nbs
Setelah makan siang, Devin, Adi, Galih, dan Imelda berkumpul di rumah kontrakan mereka. Sambil membahas berbagai perencanaan untuk memulai bisnis."Yakin ini, Yaksa enggak usah diajak? Padahal kita butuh dana lagi ini," tanya Devin."Dianya yang enggak minat. Aku sudah tanya beberapa hari yang lalu. Katanya sudah terlalu banyak yang diurusnya," jawab Galih."Ngurusin sekretarisnya itu mungkin," sahut Adi yang disambut gelak tawa mereka kecuali Devin.Pria itu mengambil rokok milik Adi dan menyalakan."Tumben kehabisan, Bro, biasanya jadi gudang rokok," kata Galih."Ya, lupa beli tadi.""Tumben. Biasanya enggak pernah telat.""Kurangi, Bro. Biar istrimu lekas hamil," kata Galih."Biar enggak impo**n gitu, maksudmu," seloroh Adi.Galih tertawa. Imelda yang si
Kamalia mendesah pelan. Kecewa, beberapa kali telepon Devin tapi tidak dijawab. Apa sesibuk itu hingga tidak sempat mengangkat panggilan? Ponselnya pun tidak mungkin jauh darinya.Diletakkan ponsel di nakas, lantas berdiri dan keluar kamar."Belum tidur?" tanya Sumi saat Kamalia duduk disebelahnya. Ikut nonton TV."Baru jam delapan. Belum ngantuk. Apa Mbok Darmi sudah ke paviliun?""Sudah, baru saja. Aku mau bikin teh, mau dibuatin enggak?""Enggak usah. Aku minum air putih saja.""Bentar aku ambilin."Sumi ke dapur. Dengan cekatan ia membuat segelas teh dan mengambilkan air hangat buat Kamalia. Malam itu, mereka hanya tinggal berdua saja di vila.Baru saja memberikan air putih dan duduk di sofa. Ponselnya di atas meja berbunyi. Sumi segera melihat siapa yang menelepon."Lia, i
Untuk mengisi waktu, Kamalia menyusun baju di ruang pakaian. Melihat koleksi jam tangan milik suaminya yang tersimpan di laci kaca yang tersekat-sekat berbentuk persegi. Jadi satu kotak cukup untuk meletakkan satu arloji.Jam tangan itu masih hidup semua. Bahkan mungkin ada yang jarang di pakai, atau tidak pernah dipakai sama sekali. Ada dua jam tangan couple, dengan tali dari kulit warna coklat dan yang satunya dengan tali stainless steel.Dia beli itu buat siapa?Kamalia mengambil satu jam tangan Rolex Submarine. Diperhatikan dengan seksama. Willy juga memiliki itu. Sama persis. Willy sering memakainya.Puas merapikan area jam tangan. Kamalia ke arah pakaian. Di hanger lemari yang jarang dibuka ada mantel tebal untuk dipakai saat musim dingin. Ada beberapa warna dan model.Di ruangan itu ataupun di ruang kerja yang dibersihkan empat bulan yang lalu tid
"Kenapa ponselnya dibiarkan habis baterai? Bikin kepikiran saja," tanya Devin pelan."Iya, kelupaan tadi mau nge-charge."Kamalia segera berdiri dan meraih ponselnya. Membuka pesan masuk. Kemudian ia memandang ke arah Devin. Semua pesannya sudah terbaca semua."Kenapa Willy masih sering mengirim pesan?" tanya Dev mendekat."Hanya kadang-kadang saja, tanya kabar.""Mas tak suka," ucap Dev tegas.Kamalia memandang suaminya. Iya, Dev boleh bilang tidak suka. Tapi apa dirinya juga boleh bilang tidak suka ketika melarang pria itu kerja sama dengan Imelda, yang hanya sekedar teman. Bukan mantan seperti dirinya dan Willy."Bagaimana jika Mas mengganti nomermu?""Iya, enggak apa-apa," jawab Kamalia pelan dan keberatan sambil meletakkan ponsel di meja.Padahal dalam hati ia ingin sekali tahu