Hujan turun deras menjelang Isya. Bahkan beberapa kali petir menyambar. Kamalia berulang kali melihat ke luar lewat jendela kaca ruang tamu. Devin belum pulang dari perkebunan. Apa teman-temannya tadi belum pada pulang, ya?
Makan malam di meja sudah tersaji sejak tadi. Kamalia hanya tinggal berdua dengan Sumi. Sebab Mbok Darmi sudah ke paviliun sejak gerimis. Dan Sumi pun sedang menyetrika baju Mbak Mita di kamar.
Biasanya Mbak Mita akan ketakutan kalau mendengar petir yang berulang-ulang. Makanya Mbok Darmi buru-buru ke depan.
Setengah jam kemudian Devin pulang.
"Aku sudah siapin baju di kamar. Biar aku panaskan lauknya dulu."
"Tidak perlu. Dingin tak apa-apa."
Devin mandi dengan cepat. Kamalia juga sudah selesai membuatkan teh panas.
"Teman-temannya baru pulang, ya?" tanya Kamalia sambil makan.
"
Kamalia masih termangu di tengah tangga, tapi lega karena ponselnya tergeletak di meja dan Devin sedang serius nonton pertandingan bola.'Semoga saja tidak membaca pesan-pesan dari Mbak Eva.'"Mau kubuatkan minum?" tanya Kamalia setelah berdiri di belakang sofa. Devin menoleh sejenak."Boleh.""Teh atau wedang jahe?""Kopi saja.""Kopi?" Kamalia heran karena Devin tidak suka minum kopi di malam hari."Iya, karena aku tidak ingin tidur malam ini.""Sebentar aku buatkan."Kamalia ke dapur. Rasa heran menjejali hati, kenapa Devin tidak ingin tidur? Apa dia akan begadang nonton pertandingan bola.Diambilnya teko untuk merebus air dan menyiapkan cangkir kecil. Sumi mungkin sudah tidur. Biasanya kalau malam-malam terdengar ia di dapur, gadis itu akan
Devin duduk termenung di dekat jendela kantornya. Memandang keluar dengan perasaan ... entah. Peristiwa di kamar tadi menimbulkan denyar yang masih terasakan nyerinya. Ditolak saat jiwanya telah membara dan garang.Pantang baginya menunjukkan kekalahan. Dia punya ego yang tidak bisa direndahkan. Kamalia harus membayar mahal, apa yang dilakukan tadi.'Lihat nanti, Kamalia.'"Dev," panggil Tony dari ambang pintu."Ya, ada apa?""Tuh, diluar ada Imelda. Dia nyetir sendirian kesini.""Untuk apa?" tanya Devin heran sambil berdiri."Keluar dan temui dia. Kusuruh masuk enggak mau. Kayaknya frustasi banget."Devin melangkah cepat ke halaman. Imelda yang berdiri di samping mobilnya segera berlari dan memeluknya. Wanita itu terisak di pundak Devin."Ayo, masuk. Tidak enak dil
"Kenapa kamu tidak jujur, telah mengganti bajuku waktu pingsan?" tanya Kamalia setelah keduanya berada di kamar. Devin sudah rebahan dan Kamalia masih duduk di kursi meja rias."Karena kamu pasti langsung marah kalau aku jujur. Tidak enak marahan pas kita liburan. Masih pengantin baru pula."Kamalia berdecak lirik."Lagian kamu, 'kan, istriku. Jadi apa salahnya aku yang mengganti bajumu. Coba bayangkan, apa aku harus minta tolong sama karyawati hotel? Sudahlah, tidak perlu di bahas lagi. Ayo, tidur!"Kamalia berdiri, kemudian mendekati jendela. Menyingkap sedikit gorden dan melihat ke luar. Suasana gelap karena lampu jalan depan vila mati beberapa biji dan gerimis turun pula malam itu."Kenapa tadi siang langsung main pulang saja waktu ngantar makan siang?" Devin melanjutkan tanya sambil duduk."Aku tidak enak jika mengganggu kalian. Ada w
Kamalia menunjukkan wajah cerah saat sarapan dengan mamanya, apalagi saat berbincang. Namun, tatapannya datar ketika memandang Devin.Untungnya Ben belum bangun, jadi selamatlah mereka dari adiknya yang suka usil.Bu Rahma menanyakan kondisi perkebunan, juga rencana Devin yang waktu itu sempat di tawari sebagai pemasok teh di sebuah perusahaan baru. Devin menjabarkan banyak pertimbangan."Mungkin setelah resmi pensiun dua tahun lagi, Mama belum pulang ke sini dulu, Dev. Mama masih tetap ngajar. Lumayan dapat gaji tambahan. Sekalian dampingi adik kamu sampai wisuda.""Mama, tidak capek?""Belum. Nanti Mama akan berhenti kalau sudah bosan. Tinggal sama kalian di sini sambil momong cucu."Devin memandang Kamalia yang menunduk menikmati sarapannya."Iya. Tapi Mama jangan memaksakan diri juga. Ngukur kemampuan dan ingat usia, Ma.
"Aku akan ke luar kota pagi ini, mungkin menginap dua malam. Ada kerjaan dan ketemuan sama teman. Siapkan bajuku." Devin berkata setelah mereka selesai sarapan.Kamalia mengangguk. "Iya."Mereka menaiki tangga untuk sama-sama menuju kamar.Kamalia mengeluarkan tas ukuran kecil, lantas menyiapkan pakaian. Tidak lupa pouch kecil diisi, sisir, minyak wangi, sikat gigi, pasta gigi, dan sabun cair.Dengan santainya Devin berganti baju di hadapan Kamalia. Membuat wanita itu memalingkan wajahnya. Kaos kerah warna navy, celana jeans hitam telah rapi dipakai. Tidak lupa jam tangan Casio melingkar di pergelangan tangannya.Kehidupan mereka dijalani seperti semula. Seminggu setelah malam pertama dilalui Devin lebih banyak menghabiskan malamnya di ruang kerja. Demi menjaga dirinya tetap waras saat has***nya sebagai pria dewasa menuntut untuk dituntaskan.
Rumah Yaksa sangat besar dengan beberapa kamar dan ruangan. Pekarangannya juga sangat luas. Istrinya tidak suka rumah tingkat, jadi rumah diperluas saja.Wanita yang sedang hamil enam bulan itu sangat ramah dan baik. Devin sangat menyayangkan kalau Yaksa telah menduakannya."Istrimu mirip banget sama kakaknya. Pantesan enggak dapat kakak, adek pun jadi."Devin tidak menanggapi ucapan temannya, ia malah menoleh kepada istrinya yang sedang ngobrol dengan istri Yaksa di karpet tidak jauh darinya. Yakin kalau Kamalia pasti mendengar ucapan tadi.Jam sembilan malam Devin mengajak Kamalia kembali ke hotel."Kawan-kawanmu sudah tahu tentang Mbak Eva. Seperti apa hubungan kalian dulu?" tanya Kamalia setelah selesai salat Isya dan mengganti bajunya dengan piyama."Seperti yang kamu tahu saja dan aku tidak ingin membahasnya."Se
"Kenapa nikah enggak mau bilang-bilang," kata seorang teman pria."Biar dikira masih jomlo, Bro." Goda teman yang lain."Biar masih bisa lirak-lirik cewek," sahut yang satunya pula."Kupikir saat loe ngelanjutin S2 ke Australia, pulang bakalan bawa bini bule," seloroh teman yang lain."Bulepotan."Tawa pecah seketika. Devin hanya menggelengkan kepala. Memandang Kamalia yang menunduk di sebelah istrinya Yaksa."Ceritanya ini sekalian honeymoon ya?"tanya seorang teman perempuan."Iyalah, masih anget-angetnya ini," jawab Yaksa."Kalian ini nggak bisa jaga perasaan banget, sih. Ada istrinya ini lho," tegur Era."Sorry, ya, Lia. Teman-teman Dev memang pada gila semua." Adi menimpali.Kamalia menoleh sambil tersenyum hambar. "Enggak apa-apa."
Kamalia kembali mematikan ponselnya. Air mata menganak sungai tidak terbendung. Tubuhnya jatuh pada tempat tidur. Meratapi nasib yang tidak berpihak baik padanya. Andaian demi andaian membuatnya beku.Jam sepuluh malam Kamalia segera bangkit untuk menggosok gigi dan mencuci muka.Tepat setelah selesai salat Isya, pintu kamar terbuka. Devin tersenyum kemudian mengunci kembai pintu.Kamalia segera menutup hidungnya saat mencium aroma al*ohol."Kamu minum, ya?""Tidak.""Bohong, baunya aja menyengat gini.""Aku tidak minum, Lia.""Enggak usah bohong."Devin mendekat, mengangkat dagu istrinya dan mencium bibir bahkan melumatnya kasar. Kamalia mendorong tubuh Devin kuat-kuat, tapi bergerak pun tidak. Akhirnya Devin yang melepaskan."Apaan, sih?" Kamalia mengusap