“Abahnya Athena meninggal, kamu udah tahu, mas?” tanya Ayu, sementara dirinya menyisir rambut di depan meja rias.Jelas Ayu hidup bahagia dengan Bima. Ekonomi bima sekarang jauh lebih baik, karena sekarang ia punya dua rumah bagus, punya usaha katering dengan ibunya, juga semua isi rumah yang komplit.“Tahu. Tetangga pada cerita, tapi gak ada yang dateng melayad katanya males,” jawab Bima setikit terkekeh geli, seolah kabar itu adalah lelucon yang lucu.“Kamu gak takut? Abahnya Athena kan meninggal setelah dipukulin kamu, mas. Waktu itu, kan, kamu juga sempet disiksa pak mandor.”Bima mengangkat bahunya ringan. “Ngapain takut. Bapaknya si Athena udah mati, sayang... orang mati gak akan ngomong.”Bima terbahak-bahak, sementara Ayu diam menatap bingung ke arahnya.“Tapi, pak Mandor gak mungkin tinggal diam, Mas. Apalagi itu soal pak Abimanyu... mertuanya tuan Brian,” tandas Ayu dengan kekhawatiran besar yang tercipta di wajahnya.
Satu bulan kemudian….“Kamu gak apa-apa di rumah sendirian?” tanya Brian saat Athena selesai memakaikan jas kepadanya.Hari ini adalah hari yang dijanjikan oleh Adnan, dimana Brian akan diajak untuk rapat dengan dewan direksi untuk mengumumkan bahwa kedepannya Brian lah yang akan memimpin perusahaan.“Gak apa-apa kok, aku bisa nungguin, Mas, di kamar aja.”Brian menghela napas berat, lalu memgak kedua bahu Athena.“Kalo ada apa-apa, langsung hubungi nomor aku, oke? Kamu udah bisa kan pake hp android?” tanya Brian khawatir. “Bukannya aku lebay atau pun ragu kamu bisa jaga diri kamu sendiri, tapi di rumah ini cuma ada Sandra dan Fani, mereka selalu punya banyak ide buat ngusik aku. Apa lagi Ismail lagi pulang ke desa dulu karena urusan penting soal perkebunan,” tambahnya.“Iya, Mas. Kamu tenang aja, aku bakal jaga diri aku baik-baik.” Athena menebar senyum manisnya pada Brian, mencoba meyakinkan suaminya itu kalau dirinya bena
Sore harinya, Brian baru pulang ke rumah setelah agenda rapatnya di perusahaan bersama dengan Adnan. Raut wajahnya terlihat sangat lelah ketika masuk ke dalam kamar dan mengulurkan sebuah plastik putih pada Athena.“Buat kamu,” kata Brian datar.Kemudian, ia melepaskan dasinya dan membuka setelan jasnya dan melemparnya ke dalam keranjang cucian. Brian tak malu sama sekali saat kini ia bertelanjang dada setelah melepas pakaian di depan Athena.“Ini apa?” tanya Athena meneliti bingkisan itu tanpa berani mencoba membukanya.“Buka aja, itu martabak manis. Kemarin kamu nonton acara kuliner di TV sampe kayak mau nelen TV-nya,” kata Brian dengan nada suaranya yang terdengar datar. Wajahnya pun tetap tanpa ekspresi, seolah ia memang tidak peduli pada Athena.Namun, justru sikap Brian terlihat sebaliknya. Kemarin setelah nonton TV, Athena memang ingin sekali makan martabak, tapi tidak berani memintanya pada Brian. Ia terl
“Kedepannya aku bakal sibuk di kantor, dan kita bakalan terus tinggal di rumah ini sampe keadaannya terkendali,” ujar Brian memecah kecanggungan di antara mereka.“Iya, saya gak masalah.” Athena menyahut tenang.Kemudian, keduanya pun kembali terjebak dalam kecanggungan setelah pembicaraan itu. Lidah Brian seolah kelu, sementara Athena kebingungan harus membicarakan apa, yang pada akhirnya mereka pun memilih untuk saling diam.Baik Athena atau pun Brian, keduanya lagi-lagi tidak bisa tidur. Mata mereka masih segar, sekalipun waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari. Athena perlahan memejamkan matanya untuk berusaha tidur, sementara Brian terus-menerus bergerak gelisah di sampingnya.Ah, sepertinya Athena tidak akan bisa tidur jika Brian terus bergerak seperti itu.“Boleh saya nyalain TV?” tanya Athena meminta izin.Brian mengangguk. “Tinggal nyalakan aja. Remote-nya ada di kamu, kan?&rdqu
“Apa bisa sedikit dipercepat presentasinya? Cukup langsung ke intinya saja, jangan berputar-putar. Waktuku jadi terbuang sia-sia, padahal aku harus pulang lebih cepat karena istriku sudah menunggu di rumah.” Brian mengecek arlojinya dengan kesal, tak memperdulikan semua pasang mata yang menatap ke arahnya dengan takjub.“Wah, pak Brian sepertinya sangat mencintai istrnya, bikin iri saja.” Suara dari seorang wanita muda yang menjabat sebagai salah satu pimpinan direksi.Namun, Brian tidak menggubrisnya. Ia tetap pada keputusannya untuk meminta rapat itu dipercepat.“Lima belas menit, selesaikan rapatnya dalam jangka waktu segitu. Kalau lebih, aku akn pergi meninggalkan rapat ini,” tegasnya tanpa bisa lagi diganggu gugat.Pada akhirnya, rapat itu pun benar-benar selesai dalam kurun waktu lima belas menit pas, tanpa kurang atau pun lebih. Kemudian, Brian pun benar-benar pergi meninggalkan ruang rapat tanpa sibuk berbasa-basi dulu dengan pimpinan yang lainnya.Ia buru-buru masuk ke dalam
Hidup itu seperti apel yang jatuh dari pohonnya ketika matang.Kita tidak tahu kapan kita lahir, dan kita tidak bisa memilih kehidupan seperti apa yang ingin kita jalani nanti. Tuhan hanya memberikan kita nyawa untuk hidup menjalani setiap skenario buatannya, lalu pergi dan mati, ketika waktu kita sudah benar-benar habis.***"Apa di kantor tuan– eh, Mas Brian kesulitan beradaptasi di kantor?" tanya Athena sedikit gelagapan setelah mengoreksi kalimatnya.Ia sempat hampir salah bicara karena lupa kalau di dalam mobil ini ia tidak hanya berdua saja dengan Brian, tapi juga bersama dengan sopir pribadi ayah mertuanya."Sedikit, tapi untungnya aku bisa beradaptasi," jawab Brian lalu dengan sengaja mengusap lembut pipi Athena.Kali ini ia melakukannya dengan kesadaran penuh, karena ingin menunjukan pada sopir pribadi ayahnya itu, bahwa hubungan pernikahannya dengan Athena benar-benar harmonis.Ibaratnya, mata dan mulut itu adalah penyebar berita paling cepat. Jadi, Brian meminjam mata dan
"Nanti mau dibawain oleh-oleh apa? Kamu pengen makan sesuatu gak?" tanya Brian datar seraya memasang sendiri dasinya, sementara Athena terlihat masih berbalutkan jubah mandi dan tengah memilih pakaian untuk dikenakannya."Mau sate ayam sama pie apel, boleh?”“Boleh. Nanti sepulang dari kantor aku belikan buat kamu,” kata Brian lalu melenggang pergi begitu saja keluar kamar tanpa berpamitan pada Athena.Untuk sejenak, Athena mematung di tempatnya, merasa sedikit kecewa sekaligus sakit hati dengan sikap dingin Brian. Padahal biasanya Athena tidak merasa sakit hati sampai seperti ini, tapi kali ini berbeda. Ia jadi lebih sensitif dan jadi lebih mudah menangis.Kemudian, ia pun duduk di tepi tempat tidur dan terisak-isak sendirian untuk hal yang sebenarnya sangat remeh.***Dari kejauhan, Ismail memantau gerak-gerik Bima. Ia mengira-ngira, sekiranya kapan waktu yang tepat untuk melancarkan rencananya."Gimana? hidu
“Cantik,” gumam Dante pelan, sangat pelan sampai terdengar seperti sebuah bisikan.Ia menatap ke arah bingkisan di tangannya sejenak, lalu kemudian beralih memandang ke arah Athena dengan seulas senyum tipis di wajahnya.Dengan langkah lebar, Dante pun melangkahkan kakinya menuju dapur, di mana Athena tampak melamun sambil memakan eskrim di meja makan."Pamali, sore-sore melamun," ujar Dante sengaja mengejutkan Athena lalu mendengus geli saat Athena berjengit terkejut karena ulahnya."Ya Tuhan...." Athena buru-buru mengusap dada karena detik itu ia merasa kalau jantungnya hampir saja melompat keluar.Kemudian, ia menoleh ke samping untuk sekadar menemukan Dante yang tersenyum puas sambil mengulum senyumnya. Kentara sekali kalau ia sedang menahan diri untuk tidak tertawa."Gak lucu," keluh Athena menatap kesal ke arah Dante.Ada hal yang membuat Athena merasa sedikit aneh dengan Dante... kini pria itu lebih punya ekspresi d