Petang menjelang. Kirani berdiri di halaman rumah menunggu Genta menjemputnya. Hilma dan Gamma sedang menginap di rumah teman mereka, sehingga Kirani bosan sendirian di rumah dan memilih menunggu di luar menikmati udara malam musim panas. Sembari menunggu, Kirani membuka internet melawan rasa takutnya sendiri mencari berita tentang rumor pernikahan Genta Adikara.Pantas saja Tania kehilangan semangatnya tadi pagi. Gadis itu tentu sama terkejutnya dengan Kirani ketika membuka laman internet, trending topic dipenuhi berita pernikahan Genta. Bahkan tak sedikit laman yang menambahkan foto-foto pria itu ketika memasuki toko perhiasan dari berbagai sudut. Statement dari salah seorang pegawai toko perhiasan yang menjadi acuan aktor itu datang untuk membeli sepasang cincin memperkuat isi berita.Kirani terus membuka halaman yang baru hingga tak menyadari Genta telah berdiri di dekatnya. Pria itu mengintip apa yang tengah Kirani lihat melalui ponsel dan tersenyum sendiri setelah mengetahuinya.
Sekuat tenaga Kirani berusaha menepis cengkraman Genta di lengannya, Kirani menatap nanar pria itu. Siapa dirinya hingga berani ikut campur begitu dalam di hidup Kirani? Akhirnya usaha Kirani membuahkan hasil, cengkeraman Genta terlepas, dan Kirani berlari keluar.Genta mengendarai mobil dengan kecepatan terendah yang pernah ia lakukan, karena Genta harus mencari keberadaan Kirani sekarang. Genta yakin gadis itu tak mungkin segera pulang ke rumah, pilihan itu terlalu mudah. Kemungkinan besar Kirani sedang menenangkan diri di suatu tempat, dan Genta tak tahu tempat itu. Selama ini, gadis itu yang selalu mendatanginya. Sehingga Genta tak pernah tahu tempat-tempat yang sering Kirani kunjungi selain rumahnya.Genta mencoba menghubungi ponsel Kirani, dan sekali lagi ia hanya mendengar suara mesin operator. Mata pria itu memicing ketika melihat siluet seorang gadis yang mirip Kirani tengah berjalan cepat di deretan pertokoan, kepala gadis itu menunduk melihat ponsel di tangan. Genta segera
Kirani menatap tangan kiri Genta yang dibungkus perban. Untunglah masih ada salep otot milik Hilma, sehingga dapat sedikit meredakan sakit di tangan Genta. Selama membalut tangan Genta, Kirani tak henti menggumamkan kata maaf dan ditanggapi pria itu dengan delikan tajam.“Apa sebaiknya tak ke rumah sakit?” Tanya Kirani.Genta menatap lekat Kirani, pertanyaan Kirani sama seperti yang gadis itu tanyakan dua tahun lalu ketika ia berkelahi dengan Taracandra. Kalau diingat-ingat Kirani selalu ada untuknya, berbuat baik padanya tak peduli sekasar apapun perlakuan Genta padanya.“Kau ingin aku muncul di berita besok pagi dengan Judul : Genta Adikara, cedera terjepit pintu pagar setelah makan malamnya bersama seorang gadis gagal. Silahkan saja, dan kalau itu terjadi aku tak akan membiarkanmu kabur. Kau harus bertanggungjawab!” Ancam Genta diikuti lengkingan anjing tetangga.“Cih! Salahmu sendiri tiba-tiba muncul dari semak-semak.”“Siapa yang bilang dari semak-semak? Kau tak melihat Rossie?”
“Aruna, Presdir memanggilmu.” Kalimat itu mendengung menemani langkah Aruna menuju ruang pemilik Osric Corp. Titik-titik kecil keringat muncul di pelipis bukan karena cuaca panas, melainkan karena rasa gugup dan takut. Aruna gugup karena ia hanya seorang staff internship yang tentunya tak memiliki alasan kuat hingga membuatnya dapat berhadapan langsung dengan orang seperti Dennis Daniswara. Dan gadis itu takut karena mengetahui predikat yang melekat pada pria itu. Selain pintar menjalankan perusahaan, Dennis juga pintar memilih dan memainkan hati perempuan. Dalam hati Aruna berdoa, semoga
“Sudah pulang?” Aruna mengerjap kaget, tanpa sadar kakinya melangkah membawa Aruna ke rumah, bukan ke kantor seperti seharusnya. Aruna mendengus, memangnya ia masih memiliki kewajiban untuk datang kesana setelah ini. Dennis tentu sudah melayangkan surat pemecatan untuknya sekarang. Kalaupun belum, Aruna sudah siap untuk mengajukan surat pengunduran diri. Keputusannya untuk bekerja di Osric Corp sungguh sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. “Runa, kamu baik-baik saja?” Tanya Sara khawatir, Aruna mengulas senyum terpaksa, “Aku baik-baik saja, hanya sedikit merasa tidak enak badan
“Kita menikah” Gelegar bunyi petir terdengar dari luar, tak berselang lama hujan pun turun cukup deras. Bau tanah basah menyelinap masuk melalui jendela kamar yang terbuka sedikit. Aruna bangun dan menutup rapat jendela dengan sebelah tangan, karena satu tangannya yang lain masih memegang ponsel di telinga, meski tadi ia sempat ingin melempar ponsel itu begitu Damar mengatakan kalimat yang membuatnya entah melayang entah jatuh terperosok, akal sehat Aruna masih berjalan dan mengingatkannya berapa lembar Rupiah yang harus ia keluarkan untuk mendapatkan benda ini.“Kamu mabuk.” Decak Aruna kesal.“
“Kenapa tak bertanya aku akan membawamu kemana?” Tanya Damar begitu mereka keluar dari lingkungan rumah Aruna.“Aku tak peduli, kemana pun tak akan ada yang berubah.”“Aku tahu kamu akan menjawab seperti itu.”“Pintar.”“Maaf.”Aruna diam, sejak dulu ia memang mengharapkan pria ini meminta maaf padanya. Meminta maaf atas semua yang pernah terjadi di antara merek
Gadis itu mendecak kesal ketika hembusan angin membuat helaian rambutnya terlepas dari ikatan, dengan tergesa-gesa ia mengikat ulang ikat ekor kudanya sambil berlari dan berusaha agar ia tak sampai terjatuh mengingat kakinya kini memakai sepatu high heels. “Runa, cepat!” Teriak Kirei dari puncak tangga, Kirei bersama empat temannya yang lain menunggu Aruna tak sabar untuk mengambil gambar bersama. Hari ini upacara kelulusan Aruna dan Kirei dari universitas, dan kesemua sahabat-sahabat mereka sengaja meluangkan waktu untuk menyaksikan peristiwa bersejarah itu, hanya satu yang tak ada. Sejak pembukaan acara, Aruna terus berdoa agar pria