Sore hari di taman kota."Kenapa Lo ajak gue ketemuan di luar? Apa Lo sengaja mau langsung seret gue?"Diko memaki orang suruhannya yang saat itu berita pencariannya telah menyebar di seluruh media yang ada di negara itu.Meski datang dengan menggunakan masker juga topi guna menutupi wajahnya. Diko tetap panik jika akan ada yang mengenali orang yang tengah bersamanya."Gue gak mau ketangkep! Lo harus bantu gue buat pergi ke luar negeri!" pekik orang suruhan Diko, yang mengakibatkan satu buah bogeman Diko daratkan di rahang tegas orang suruhannya itu."Bicara yang bener!" maki Diko."Lo bisa pake indentitas gue yang palsu!" orang suruhan Diko masih terus menyerukan keinginannya pergi ke luar negeri. Tidak perduli jika akan mendapat satu pukulan lagi dari Diko.Diko menoleh ke kanan dan ke kiri. Memastikan sekitaran mereka aman, kemudian mengambil kartu identitas palsu milik orang suruhannya."Gue akan coba urus! Tapi jangan sampai Lo sangkut pautkan gue, kalo ternyata tetep ketahuan!"
Jangan ditanya Alan se_khawatir apa saat ini. Pria itu langsung menangkap kondisi jika ada orang yang menerobos masuk ke unit apartemen sang istri.Dengan cepat Alan mengambil pistol yang memang tersedia untuk berjaga jaga di kamarnya. Mengecek peluru kemudian berlari menghampiri Jasmine yang saat ini berada di balkon.Ketika sadar dari pingsan Jasmine sudah bergelantungan pada pembatas balkon."Gak bakal ada yang bisa tolong kamu di sini!"Pria penguntit itu berhasil membuat Jasmine bergelantungan di pembatas balkon hanya dengan seutas tali yang tersangkut di pembatas balkon. Jika tali itu terputus sudah pasti Jasmine akan terjatuh dari gedung itu."Lepaskan dia!"Pekik Alan yang tiba di balkon dengan pistol yang siap menembak.Karena terperanjat akan kehadiran Alan yang tiba-tiba. Belati yang di pegang sang penguntit berhasil menggores tali yang mengikat Jasmine separuhnya."Alan!""Tolong!""Tidaaak! Tidak! Alan!"Jasmine terus meracau meminta pertolongan.Sedang sang penguntit yan
"Jadi? Yang gue lumpuhkan tadi adalah yang bikin Lo terluka?"Tio ingin memastikan pengamatannya pada Alan langsung."Laki-laki itu pakai topeng karet! Dia yang nusuk gue waktu itu!"Alan berucap pelan, sebab menahan sakit di luka bekas operasinya. Pria itu melihat sang penguntit langsung mengenali orang yang sama dengan yang menusuknya."Nanti lagi bahas dia. Lebih baik sekarang fokus ke luka kamu dulu!"Jasmine tidak tega melihat Alan dalam kondisi sakit seperti ini, masih memikirkan sang pelaku.Tio menurut, tidak banyak berucap lagi. Pria Itu memilih fokus pada laju mobilnya agar lekas sampai di rumah sakit terdekat.Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di rumah sakit terdekat. Tio mengambil alih Alan dari Jasmine, membantunya berjalan menuju ruang IGD. Sedang Jasmine pergi ke bagian resepsionis untuk mendaftarkan Alan.Alan langsung mendapatkan penanganan pertama di instalasi gawat darurat rumah sakit itu. Lukanya harus di jahit lagi karena kembali robek ulah pergerakan p
"Dia meninggal pak!" seru sang detektif dari seberang telepon sana. Panggilan di loadspeaker sehingga Alan langsung bisa ikut mengomentarinya ," jangan bercanda kamu!" pekik Alan. Pria itu naik pitam mendapati orang yang bisa menjadi saksi justru mati sebelum di interogasi olehnya langsung. "Baru saja kami temukan dia tewas dengan mulut penuh busa," terang sang detektif.Hening beberapa detik usai mendengar penerangan sang detektif. Baik Alan maupun Tio sibuk dengan isi pikiran masing-masing."Kita sampai di lokasi sebentar lagi. Sampai bertemu di sana," ucap Tio pada sang detektif. Kemudian pria itu mematikan panggilannya."Dia di racun ... tapi siapa yang melakukannya," cicit Tio pelan, hampir tidak terdengar. Namun, masih sampai di telinga Alan.Alan mengusap wajah kasar dengan tangan kananya. Merasa frustasi dengan sikon yang seperti tidak mendukungnya."Istighfar bro! Pasti ada cara lain. Pengecekan ulang sidik jari belum keluar hasilnya. Masih ada kesempatan menemukan bukti un
Hari ketiga setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan memutuskan untuk memulai kembali aktifitasnya seperti biasa.Dua hari istirahat saja di rumah dengan Jasmine yang sampai dua tiga kali pulang ke apartemennya guna memastikan kondisi suaminya baik-baik saja, nyatanya membuat pria itu tidak tahan lagi."Kamu yakin sudah tidak papa? Kita kontrol dulu ke rumah sakit, ya!" Jasmine terlihat sibuk menyiapkan pakaian kerja Alan, setelah mendapati suaminya itu akan pergi ke kantor.Alan berjalan mendekat pada Jasmine yang masih berada di walk in closet. Memeluk wanitanya dari belakang."Al!" Pergerakan Jasmine seketika terhenti. Wanita itu memilih berbalik badan menghadap pada Alan."Kita mampir ke dokter dulu buat kontrol, hem!" Jasmine mengulang seruannya pada Alan.Alan bukannya langsung menjawab. Memilih menyingkirkan anak rambut ke belakang telinga Jasmine terlebih dahulu. Pria itu tidak ingin ada yang menghalangi pandangannya menyelisik wajah cantik sang istri. Kemudian Alan kem
"Dia meninggal pak!" seru sang detektif dari seberang telepon sana. Panggilan di loadspeaker sehingga Alan langsung bisa ikut mengomentarinya ," jangan bercanda kamu!" pekik Alan. Pria itu naik pitam mendapati orang yang bisa menjadi saksi justru mati sebelum di interogasi olehnya langsung. "Baru saja kami temukan dia tewas dengan mulut penuh busa," terang sang detektif.Hening beberapa detik usai mendengar penerangan sang detektif. Baik Alan maupun Tio sibuk dengan isi pikiran masing-masing."Kita sampai di lokasi sebentar lagi. Sampai bertemu di sana," ucap Tio pada sang detektif. Kemudian pria itu mematikan panggilannya."Dia di racun ... tapi siapa yang melakukannya," cicit Tio pelan, hampir tidak terdengar. Namun, masih sampai di telinga Alan.Alan mengusap wajah kasar dengan tangan kananya. Merasa frustasi dengan sikon yang seperti tidak mendukungnya."Istighfar bro! Pasti ada cara lain. Pengecekan ulang sidik jari belum keluar hasilnya. Masih ada kesempatan menemukan bukti un
Hari ini adalah hari di mana Jasmine akan diangkat sebagai pimpinan baru Fatma Grub. Akhirnya, isi dari surat wasiat yang pernah almarhum bunda Fatma tulis sebelum kepergiannya saat ini terpenuhi.Aris yang menempati posisi komisaris sementara tidak bisa menahan amarah. Sebab berbagai cara yang selama ini dirinya lakukan untuk menyingkirkan Jasmine selalu gagal karena Alan yang dulunya pengawal Jasmine justru menikahinya."Semua janji kamu bohong, mas!" Ara masuk ke ruang kerja Aris dengan membanting pintu."Aku selama ini sudah percaya sama kamu. Tapi apa nyatanya? Wanita jal*ng itu hari ini memenangkan semua!" suara Ara, adik dari Aris memekikkan telinga."Lebih baik kamu diam! Kamu tidak tahu seberapa payah aku berjuang."Aris menanggapi masih dengan kepala dingin. Laki-laki setengah baya itu tidak ingin sampai salah langkah lagi jika terbawa emosi."Jika kamu sungguh-sungguh. Apa yang menjadi milik kita, pasti saat ini sudah tergapai semua," timpal Ara, lagi. Wanita itu mendudukka
Bahkan Ara sampai beranjak dari duduknya. Mengikis jarak dari Jasmine hendak menamparnya. Beruntung Alan berhasil mencegahnya. Mencengkeram tangan wanita yang usianya beberapa tahun ada di atasnya. "Berani pukul Jasmine, saya akan buat perhitungan dengan anda!" Ara menepis kasar tangan Alan yang mencengkeramnya. Mengumpat penuh ancaman, kemudian pergi dari sana, "kamu belum menang jal*ng! Awas kamu!" Aris yang menyaksikan perdebatan adiknya dengan Jasmine menampilkan wajah datar yang begitu sulit diartikan. Tidak banyak bicara pria setengah baya itu bersama sang istri ikut meninggalkan ruangan. Hufh! Baik Alan maupun Jasmine kompak mendengkuskan napas kasar mengurai ketegangan yang baru terjadi di sana. "Kira-kira apa yang akan mereka rencanakan selanjutnya?" tanya Jasmine pada Alan. Wajahnya agak mendongak menatap Alan yang posisinya saat itu berdiri tegap di samping kursi yang didudukinya. Cup! Alan mencuri satu kecupan agak lama di kening istrinya itu sebelum menjawabnya. "Y