Jangan lupa, klik Vote sebagai dukungan untuk novel ini, ya :)
“Ray, bangunlah. Sudah pagi.” Kevin menepuk-nepuk pipi istrinya yang masih bergelung di bawah selimut tebalnya sepagi ini, oh tapi jam 9 tidak bisa dikatakan pagi baginya. Bahkan sinar matahari sudah cukup terasa panas sengatannya saat dia memotong rumput sambil berjemur di halaman rumahnya tadi. “Ayo turun, kita sarapan bareng,” lanjutnya sambil mengguncang lengan Raya. “Jam berapa sekarang?” Raya mengulet dan mengucek mata. “Jam 9 lewat.” Tangan Raya menggapai-gapai nakas, mengambil ponselnya. “Ahh, kan hari Minggu, Kev. Santai kenapa, sih?” protes Raya karena Kevin menyingkap selimut dan membuat kulit tubuhnya yang berbalut piyama satin meremang dingin tersapu hawa AC. “Nggak cukup apa, semalam main hape sampai begadang?” tegur Kevin sambil geleng-geleng kepala. Padahal Kevin sangat ingin punya waktu tidur malam yang cukup, tetapi karena pekerjaan yang terus-terusan menumpuk, dia terpaksa begadang sampai lewat tengah malam, hampir setiap hari. Sedangkan istrinya yang punya wakt
Mei terbangun karena sebuah tangan membelai-belai bokongnya yang telanjang tapi kemudian meremasnya dengan kuat. “Junaa, ... jangan rese!” omel Mei sambil menggeliat bangun, namun tangan itu malah bergerak meremasi bagian tubuhnya yang lain lagi. Dan pada saat Mei membuka lagi mulutnya untuk mengomel, bibir Juna sudah keburu membungkamnya dengan ciuman yang panas dan dalam. “Please. Badan gue rasanya remuk redam,” keluh Mei saat Juna mulai menindih tubuhnya. Mei heran bagaimana bisa pria ini masih memiliki stamina setelah apa yang mereka lakukan semalaman. Bahkan Mei masih merasakan nyeri yang menyengat di area kewanitaannya yang telah ditembus Juna dalam percintaan mereka yang pertama. “Elu wajib olahraga rutin mulai sekarang. Bercinta itu butuh energi dan stamina yang stabil, Maemunah. Jangan pasrah diam-diam aja kayak gedebog pisang. Come on, mana Mei yang erotis macam penari gurun semalam?” Mei mencubit pinggang Juna dan membuat pria itu terkekeh dan berguling dari atas tubuhnya
Kevin baru saja menyelesaikan sarapannya saat Raya turun setelah mandi selama hampir satu jam. Entah apa saja yang dilakukannya di kamar mandi dengan waktu selama itu. Untung saja ada beberapa kamar mandi di rumah mereka yang besar ini, sehingga Kevin tak perlu mengantre menunggu istrinya selasai mandi baru dia mandi. “Letakkan dulu hapenya,” kata Kevin sambil mengambil gawai dari tangan Raya. Raya memberengut, tapi menurut. Wajah cantik itu tersenyum melihat Kevin menyendokkan nasi beserta lauk pauknya. “Ini namanya kamu sarapan sekalian makan siang,” tutur Kevin seraya menyodorkan sepiring makanan kepada istrinya. “Makasih, Sayang.” Raya mengedipkan sebelah mata. Kevin tersenyum melihat Raya yang lahap menyantap makanan, melupakan dietnya. Mungkin karena pembantu baru mereka yang jago sekali masak. “Mubazir kalau cuma dicicip dikit,” seloroh Raya sambil menambahkan lagi lauk-pauk ke dalam piringnya. “Makan yang banyak, awas jangan sampai tersedak.” Kevin mengisi lagi gelas minu
“Ray. Please. Be wise. Jangan libatkan mantan dan masa lalu dalam rumah tangga kita. Juna ya Juna, aku ya aku. Kami orang yang berbeda. Dan dia itu mantan, sedangkan aku suamimu. Hargailah aku. Jangan membanding-bandingkan kami.” Kevin menegur dengan nada suara yang dibuat setenang mungkin, meskipun dalam hatinya menahan marah. Dia sungguh terkejut dan kecewa melihat sikap Raya yang kekanakan ini. Kevin juga masih sulit melupakan Mei, tapi setidaknya dia masih sadar diri dengan tidak pernah menyeret-nyeret Mei dalam permasalahan pribadinya dengan Raya.Raya bersedekap dan memandangi suaminya dengan tatapan kesal. “Kev, maksudku ..., perempuan juga butuh dilayani dan diperhatikan. Ingat seperti apa kau memperlakukan Mei dulu? Kau bahkan rela menerima hukuman dari papamu, asal kau tetap bisa mengantar-jemput Mei setiap hari, biar dia nggak perlu keluar ongkos gara-gara orangtuanya bangkrut dan tak sanggup memberinya uang saku lebih. Nah, bisakah kau bersikap seperti itu kepadaku sekarang
Juna mengarahkan mobil ke McD Sarinah Thamrin yang buka 24 jam, tempat legendaris yang kerap menjadi tongkrongan anak-anak muda di masa itu. Begitu mobil selesai terparkir, Mei buru-buru mengajak Sarah dan Tania turun lebih dulu. “Jun, tolong elu bantuin turun Raya, ya? Sementara kita mau cari tempat duduk dulu,” katanya diikuti Sarah dan Tania yang mengikuti inisiatif Mei yang tampaknya berniat sekali mencomblangi Raya dengan Juna. “Tungguin gue, ‘napa?” cegah Raya tak rela ditinggal berdua saja dengan Juna yang senyum-senyum senang. “Kaki elu kan sakit, Ray, pelan-pelan aja turunnya biar dibantuin Juna,” sahut Mei. “Nggak ah, kalian aja sini yang bantuin gue,” protes Raya. “Sorry, gue kebelet pipis, Ray. Mau buru-buru ke toilet.” Sarah menjawab sambil menyikut Tania. “Sama, gue juga. Sementara kita berdua ke toilet, Mei biar take in tempat duduk dulu. Elu sama Juna aja deh yang nggak ngapa-ngapain,” timpal Tania sambil melambaikan tangan kepada Raya. Kemudian ketiga gadis itu p
Juna mengulum senyum kala memandangi instastory di akun I*-nya. Juna sengaja melakukan unggahan secara bertubi-tubi dan mendapatkan viewers berjumlah ratusan. Sejak pesta pernikahannya dengan Meilani digelar, sepertinya makin banyak orang yang kepo akan kehidupan pribadinya saat ini. Tapi Juna tak peduli pada kekepoan mereka semua, yang Juna targetkan untuk melihat instastory ini hanyalah Raya dan Kevin, maka setelah target melihat Juna pun segera menghapus seluruh unggahan instastory itu. “Maemunah, sini-sini!” panggil Juna melihat Mei muncul dengan membawa baki. Mei mendekat sambil menyuguhkan secangkir teh dan kudapan untuk suaminya yang sejak tadi asyik bermain smartphone. “Ini, Jun, diminum dulu,” kata Mei sambil duduk di sebelah Juna. “Thank you, Mei.” Juna nyengir, lalu menarik Mei agar lebih dekat padanya. “Mei, elu kok belum upload di WA story or I* elu sih foto-foto kita yang tadi?” Lalu pria itu berdecak kecewa karena Mei menggeleng dan bilang tidak ingin mengunggah apap
“Apa-apaan ini?” Mei bergumam panik, sebab tak menemukan piyama kesayangannya yang bermotif kelinci. Padahal itu pakaian tidurnya yang paling nyaman. “Jaga baik-baik ya, ini motif kelinci bukan sembarang kelinci. Ini Chooky BT21, karakternya Jungkook BTS. Limited edition. Asal lo tau aja, susah banget dapetin ini, so ... ini spesial for you,” tutur Adel kala menghadiahkannya kepada Mei di hari ulang tahunnya 4 tahun silam. Dan ternyata selain lucu, piyama itu sangat nyaman sehingga Mei kerap memakainya sampai lusuh, dan makin lusuh semakin nyaman di kulitnya. Tetapi sekarang lingerie-lingerie seksilah yang menggantikan posisi piyama kesayangannya itu di lemari. Dan Mei juga tak menemukan pakaian-pakaian lama miliknya yang lain. Tangannya membolak-balik seluruh pakaian yang tergantung dan juga yang sudah terlipat rapi, semuanya masih baru dan bermerk mahal, sudah rapi, wangi, dan siap pakai. Tangan Mei terkepal menahan kesal, pakaian yang memenuhi lemarinya sekarang memang jauh lebih
Mei melirik Juna di sebelahnya. Dan lagi-lagi jantungnya bergedup cepat setiap kali matanya bertemu tatap dengan sepasang mata bermanik gelap milik Juna yang ternyata juga meliriknya, kemudian mereka berbagi senyum. Mereka sudah berkali-kali bercinta, tetapi Mei tetap saja merasakan kecanggungan bersama Juna. Seperti ada tembok tinggi tak kasat mata di antara mereka, tetapi Mei belum tahu itu apa. Mungkin perbedaan status sosial mereka yang ternyata bagai langit dan bumi. Namun sebenarnya itu tak jadi soal sebab Juna dan Opa Tomo menerimanya dengan baik. Juna bahkan niat sekali meng-upgrade dirinya agar terlihat setara, tak hanya up grade penampilan tetapi juga selera dan pengetahuan. Juna juga selalu mengajak Mei mendampinginya hadir ke acara-acara elit, berjumpa orang-orang elit yang tak pernah Mei bayangkan sebelumnya, seperti hari ini, sebuah acara amal yang diramaikan para pengusaha dan sosialita. Wajah yang biasa Mei lihat di televisi atau majalah bisnis dan fashion, kini terpamp