Juna mengarahkan mobil ke McD Sarinah Thamrin yang buka 24 jam, tempat legendaris yang kerap menjadi tongkrongan anak-anak muda di masa itu. Begitu mobil selesai terparkir, Mei buru-buru mengajak Sarah dan Tania turun lebih dulu. “Jun, tolong elu bantuin turun Raya, ya? Sementara kita mau cari tempat duduk dulu,” katanya diikuti Sarah dan Tania yang mengikuti inisiatif Mei yang tampaknya berniat sekali mencomblangi Raya dengan Juna. “Tungguin gue, ‘napa?” cegah Raya tak rela ditinggal berdua saja dengan Juna yang senyum-senyum senang. “Kaki elu kan sakit, Ray, pelan-pelan aja turunnya biar dibantuin Juna,” sahut Mei. “Nggak ah, kalian aja sini yang bantuin gue,” protes Raya. “Sorry, gue kebelet pipis, Ray. Mau buru-buru ke toilet.” Sarah menjawab sambil menyikut Tania. “Sama, gue juga. Sementara kita berdua ke toilet, Mei biar take in tempat duduk dulu. Elu sama Juna aja deh yang nggak ngapa-ngapain,” timpal Tania sambil melambaikan tangan kepada Raya. Kemudian ketiga gadis itu p
Juna mengulum senyum kala memandangi instastory di akun I*-nya. Juna sengaja melakukan unggahan secara bertubi-tubi dan mendapatkan viewers berjumlah ratusan. Sejak pesta pernikahannya dengan Meilani digelar, sepertinya makin banyak orang yang kepo akan kehidupan pribadinya saat ini. Tapi Juna tak peduli pada kekepoan mereka semua, yang Juna targetkan untuk melihat instastory ini hanyalah Raya dan Kevin, maka setelah target melihat Juna pun segera menghapus seluruh unggahan instastory itu. “Maemunah, sini-sini!” panggil Juna melihat Mei muncul dengan membawa baki. Mei mendekat sambil menyuguhkan secangkir teh dan kudapan untuk suaminya yang sejak tadi asyik bermain smartphone. “Ini, Jun, diminum dulu,” kata Mei sambil duduk di sebelah Juna. “Thank you, Mei.” Juna nyengir, lalu menarik Mei agar lebih dekat padanya. “Mei, elu kok belum upload di WA story or I* elu sih foto-foto kita yang tadi?” Lalu pria itu berdecak kecewa karena Mei menggeleng dan bilang tidak ingin mengunggah apap
“Apa-apaan ini?” Mei bergumam panik, sebab tak menemukan piyama kesayangannya yang bermotif kelinci. Padahal itu pakaian tidurnya yang paling nyaman. “Jaga baik-baik ya, ini motif kelinci bukan sembarang kelinci. Ini Chooky BT21, karakternya Jungkook BTS. Limited edition. Asal lo tau aja, susah banget dapetin ini, so ... ini spesial for you,” tutur Adel kala menghadiahkannya kepada Mei di hari ulang tahunnya 4 tahun silam. Dan ternyata selain lucu, piyama itu sangat nyaman sehingga Mei kerap memakainya sampai lusuh, dan makin lusuh semakin nyaman di kulitnya. Tetapi sekarang lingerie-lingerie seksilah yang menggantikan posisi piyama kesayangannya itu di lemari. Dan Mei juga tak menemukan pakaian-pakaian lama miliknya yang lain. Tangannya membolak-balik seluruh pakaian yang tergantung dan juga yang sudah terlipat rapi, semuanya masih baru dan bermerk mahal, sudah rapi, wangi, dan siap pakai. Tangan Mei terkepal menahan kesal, pakaian yang memenuhi lemarinya sekarang memang jauh lebih
Mei melirik Juna di sebelahnya. Dan lagi-lagi jantungnya bergedup cepat setiap kali matanya bertemu tatap dengan sepasang mata bermanik gelap milik Juna yang ternyata juga meliriknya, kemudian mereka berbagi senyum. Mereka sudah berkali-kali bercinta, tetapi Mei tetap saja merasakan kecanggungan bersama Juna. Seperti ada tembok tinggi tak kasat mata di antara mereka, tetapi Mei belum tahu itu apa. Mungkin perbedaan status sosial mereka yang ternyata bagai langit dan bumi. Namun sebenarnya itu tak jadi soal sebab Juna dan Opa Tomo menerimanya dengan baik. Juna bahkan niat sekali meng-upgrade dirinya agar terlihat setara, tak hanya up grade penampilan tetapi juga selera dan pengetahuan. Juna juga selalu mengajak Mei mendampinginya hadir ke acara-acara elit, berjumpa orang-orang elit yang tak pernah Mei bayangkan sebelumnya, seperti hari ini, sebuah acara amal yang diramaikan para pengusaha dan sosialita. Wajah yang biasa Mei lihat di televisi atau majalah bisnis dan fashion, kini terpamp
Dilla memejamkan mata ketika kekejamannya kepada Mei di masa lalu tiba-tiba saja berputar dalam ingatannya dengan begitu jemawa. Membuat tangis Dilla kian menjadi, alangkah teganya dia dulu kepada keponakannya yang baik itu. Ke mana hati nuraninya? Dan kenapa hatinya baru terketuk sekarang? “Meilani!” bentak Dilla kala itu, ketika Mei baru saja pulang dari kampus, “dari mana saja kamu? Ditelepon dari tadi nggak diangkat!” sambutnya begitu Mei memasuki rumah dengan membawa map berisi tugas-tugas kuliahnya. “Maaf, Tan. Hape Mei kan udah lebih dari seminggu ini rusak,” jawab Mei seraya menunduk sedih. Ponselnya pecah gara-gara dibanting Dilla saat marah. Entah ... setan apa yang merasuki pikirannya hari itu, Dilla justru mendorong Mei hingga isi mapnya berhamburan di lantai lalu dia memukuli Mei seperti anak kecil, bahkan anak kecil saja tak patut menerima pukulan semacam itu. Dan Mei hanya menangis tanpa suara sambil memunguti kertas-kertas tugasnya. Dan dengan kejamnya Dilla menginja
Seperti biasa, Raya hanya bisa diam jika Nila sudah mulai mengoceh tentang banyak hal. Serba salah, kalau jauh dengan mamanya dia kangen, tapi kalau dekat begini kesal juga mendengar mamanya mengoceh terus. Apalagi ocehan sang mama kali ini terkait dengan masa lalunya dengan Juna, sang mantan. Ocehan itu mengganggu, meski sebenarnya Raya sudah lama move on, setelah dia memutuskan Juna secara sepihak jelang keberangkatannya ke Amerika dulu. Juna menggenggam tangan Raya erat-erat. “Ray, come on. Please! Gue nggak masalah elu mau kuliah ke ujung dunia mana pun, asal kita tetap bisa komunikasi. Gue siap LDR-an, kok,” tolak Juna seraya menggeleng tegas kala Raya mengucap kata putus dengan alasan akan melanjutkan study pasca sarjana ke Amerika untuk jangka waktu cukup lama. Kali itupun Raya menggeleng tegas, yang berarti putus. “Sorry. Gue nggak bisa, Jun.” Raya melepaskan tangannya dari genggaman Juna, tetapi Juna balas mendekapnya dengan begitu erat. “Elu bisa, Ray. Selama elu masih pun
Tangan Mei gemetar memandangi halaman instagramnya. Dia punya banyak sekali follower sejak malam amal bersama teman-teman sosialitanya sebulan yang lalu, dan setiap saat jumlah followernya terus bertambah. Jika umumnya orang lain senang dengan populatitas, tetapi tidak dengan Mei. Dia takut kehidupan pribadinya bakal terekspose. “Kenapa, Mei? Something wrong?” tegur Juna yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya. Mei mendongak dan menemukan Juna sudah rapi dengan setelan jas hitam yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Menunjukkan sisi lain dari seorang Juna yang sama sekali berbeda dari sosok Juna yang dulu dikenal Meilani. Ya, tentu saja, sebab Mei baru mengetahui jika Juna ternyata bukan rakyat jelata sepertinya, jelang beberapa minggu pernikahan mereka. Siapa sangka Juna ternyata termasuk sekian persen orang saja di Indonesia yang memiliki kekayaan di atas rata-rata, namun selama ini pria itu dengan baik menyembunyikan identitas aslinya dan sukses mengelabui orang-orang di sekeli
Selesai sarapan, Juna memanggil Jonathan dan menanyakan beberapa hal terkait pekerjaan dan memastikan lagi agendanya hari ini. Jonathan membuka ipad dan membacakan beberapa catatan khusus, sekaligus meminta persetujuan Juna mengenai beberapa hal. Jonathan mendengar setiap arahan dari Juna dengan saksama. Membuat Mei tersenyum melihat sisi serius seorang Juna, tak menyangka jika Juna ternyata orang yang teliti dan sanggup berpikir strategis, berbanding terbalik dengan penampilan luar yang diperlihatkannya selama ini, slengekan dan masa bodoh. Padahal Juna punya kecakapan intuisi sejak lahir, juga memiliki leadership yang unggul, yang membuatnya mampu menjalankan fungsinya sebagai CEO dari anak perusahaan Utomo Group, dan sebentar lagi akan diangkat menjadi Direktur di perusahaan induk, sebab Utomo harus mempersiapkan Juna sebagai pucuk pimpinan perusahaannya sebaik-baiknya. Dan posisi Juna sebagai CEO anak perusahaan Utomo Group nantinya akan digantikan oleh Anjani. “Mei, gue berangkat