Ra ...." Gilang melepas perlahan pelukan, lantas melihat Rara yang menunduk. Gamis berwarna cokelat bahkan telah berubah agak gelap karena ditetesi air mata."Aku hanya tidak ingin kamu menderita karena terperangkap pernikahan denganku di saat wanita lain banyak yang menunggumu, Lang. Aku juga takut saat sudah membuka hati malah kamu tinggal pergi karena terpesona wanita lain. Aku tidak rela, Lang. Hatiku tidak sekuat wanita lain," lanjut Rara. Makin terdengar pilu saja. Pundaknya bahkan terguncang hebat."Ra, aku tidak begitu. Aku telah memilihmu. Aku tidak akan lepas tanggung jawab begitu saja apalagi tergoda wanita lain seperti apa yang kamu bilang tadi. Meski tidak bisa memastikan takdir, Aku pasti akan berusaha keras untuk setia. Aku memilihmu karena Allah, tidak mungkin aku menyia-nyiakan kamu. Kamu harus tau itu."Penjelasan Gilang ini membuat Rara mengangkat kepala dan sungguh bahagia saat melihat senyum Gilang. Senyum yang paling manis diantara ribuan kelopak bunga yang sedan
"Subhanallah, kamu tidak sedang meledekku, kan, Ra?" Tangan Gilang gemetaran hebat mendengar jawaban Rara. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Tidak. Ini bukan mimpi. Gilang yakin kata itu keluar dari bibi Rara asli.Dan, anggukkan kepala Rara membuat mata pria itu berbinar senang. "Tapi ajarin ya, soalnya aku belum tahu caranya begituan!" Dia menyembunyikan wajah malunya di dada Gilang."Untuk hal itu aku juga belum pengalaman, Ra. Tapi aku usahakan tidak akan mengecewakan!" ucap Gilang penuh keyakinan sebelum gadis itu berubah pikiran. Ia membuat Rara mendongak dan menatapnya, lalu mengecup kedua mata almond gadis itu."Belum pengalaman, tapi aku tahu kok, tangan kamu suka aktif kalau malam."Sontak Gilang terperangah. Kali ini Rara berani menggoda setelah mereka saling cerita dengan terbuka.Gilang menggigit bibir bawahnya. Malu karena ketangkap basah."Maaf ya, jadi tidak enak kalau sudah tertangkap basah seperti ini! Tapi aku kan hanya pegang tangan, belum sampai melakukan hal yan
***“Bismillahi wassalamu’ ala rasulillah. Assalamu’ alaikum.”Dia mengucapkan salam dan dijawab pelan oleh sang istri. Setelah memastikan pintu terkunci rapat-rapat Gilang bergerak naik ke atas ranjang, duduk dan kemudian meraih kedua bahu Rara yang sejak tadi duduk mepet di bibir tempat tidur."Jangan takut, Ra! Dibawa santai saja," goda Gilang. Dia merasakan tubuh Rara mulai gemetar seperti orang ingin kabur.Maklumlah, ini adalah pengalaman pertamanya. Gilang paham dengan apa yang dirasakan gadis itu.Belum ada sepuluh detik tangannya menyentuh bahu Rara, gadis itu sudah menangkis tangan Gilang karena risi."Kenapa?" tanya Gilang hati-hati sekali."Ump, aku malu, Lang. Dandananku jelek banget tahu! Aku tidak terbiasa dandan. Jangan terus-terusan dilihat begitu!" Rara itu menutup mata Gilang dengan kedua tangannya, lalu tertunduk malu, dan segera menaruh wajahnya dalam-dalam di dada bidang Gilang."Masya Allah. Siapa yang bilang jelek? Kamu cantik banget kok, Ra." Gilang menarik du
Gilang mengelus puncak kepala Rara selembut mungkin. Membawa tubuh mungilnya perlahan ke dalam pelukan hangatnya yang sangat kuat.Ia terus menenangkan Rara dengan cara membelai tubuhnya penuh kasih sayang.Bibirnya masih setia menempel apik di telinga Rara. Lalu Gilang pun berbisik lembut,"Bismillahil 'aliyyil 'azhim. Allahummaj'alhu dzurriyyatan thayyibah in qaddarta an takhruja min shulbi. Allahumma jannibnis syaithana wa jannibis syaithana ma razaqtani."(Dengan nama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Tuhanku, jadikanlah ia keturunan yang baik bila Kau takdirkan ia keluar dari tulang punggungku. Tuhanku, jauhkan aku dari setan, dan jauhkan setan dari benih janin yang Kau anugerahkan padaku.)Rara perlahan mulai memejamkan mata, mengikuti nalurinya tubuhnya, dan mulai mengikuti doa yang Gilang sempat ajarkan sebelum masuk ke dalam kamar tadi.Perlahan, tangan Gilang merambat ke segala penjuru hingga Rara memekik ketakutan. Tubuhnya bergetar-getar, merasakan setiap sentuhan le
***Seperti ada yang meledak-ledak dalam diri dan minta segera dituntaskan saat ini juga.Setelah adegan senda gurau dan pembukaan dirasa cukup, Gilang mulai memposisikan diri.Ia membuat Rara tidur berbaring di bawahnya, kemudian menelungkupkan badannya di atas tubuh Rara dalam keadaan kepala lebih rendah dari bagian bawah pinggang. Tak lupa, Gilang juga menaruh bantal kecil di bawah sana agar Rara lebih nyaman menghadapi perkara ranjang untuk pertama kalinya.Tidak ada gaya-gaya aneh yang Gilang terapkan. Posisi terbaik ketika suami istri berjimak adalah tubuh suami berada tepat di atas istrinya. Posisi seperti ini menurut Ibnul Qayyim menunjukkan kepemimpinan suami atas istrinya, sebagaimana firman Allah:'Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.' (QS. An Nisa’ : 34)Juga berdasarkan firman Allah:'Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka' (QS. Al Baqarah : 187)‘Pakaian’ yang paling sempurna, menurut Ibnul Qayyim, adalah ketika posisi suami di
Beberapa menit kemudian.Kesadaran mulai pulih, Rara memilih bergulung menghadap tembok setelah babak pertama usai. Ia menarik selimut untuk menutupi wajahnya.Sementara Gilang, lelaki itu masih terus memeluk sang istri dari belakang dengan manja. Tampak gemas seolah Rara adalah boneka kesayangannya."I Love you Rara, istriku, Sayang." Gilang membisikan kalimat paten legendaris tepat di telinga Rara sampai kepala anak itu menggeliat geli."Eum. Love you more!" Wajah gadis yang baru saja diambil malam pertamanya itu merona seketika. Sangat merah saat kesadarannya baru dijatuhkan kembali dari awang-awang.Apa yang aku lakukan tadi? Kenapa aku bisa mendadak tidak tahu malu begitu? Bagaimana kalau Gilang jadi ilfeel karena sikap menjijikkan ku barusan? Rara bermonolog dalam hati.Adegan selanjutnya adalah hening.Cukup lama, sekitar sepuluh menit mereka tak melakukan apa-apa selain larut dalam pikirannya masing-masing."Ra!" Gilang memanggil karena sudah merasa jenuh sekali. Nahas tak ada
***"Suka nggak?" Bertanya yang kedua kalinya dengan alis naik turun menunggu jawaban.Rara terpaksa mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai jawaban iya."Alhamdulillah kalau suka!" Kini ciuman sayang Gilang jatuh dan mendarat di bibir. "Makasih sekali lagi ya.""Tapi beneran kamu engga ilfeel sama aku, Lang?" telisik Rara penuh penekanan. Memastikan sekali lagi karena takut Gilang berpikir macam-macam tentang dirinya."Beneran sayang.""Makasih ya, Lang." Rara mulai berani membalas tatapan Gilang walau masih agak malu-malu. "Kalau nanti aku minta lagi boleh, kan?"Eh, ngomong apa tadi? Gilang tidak salah dengar kan? Minta lagi? Hahaha. Otak usil Gilang jadi berkelana lagi, 'kan!"Masya Allah, ini serius kamu nanya kaya begini?" Pria itu mendadak heboh sendiri seperti orang gila."Salah ya, Lang? Emangnya engga boleh kalau aku minta lagi?" tanya gadis itu. Matanya berkerling-keling merasa bingu
Setelah sekian lama menunggu dengan penuh kesabaran, akhirnya Gilang berhasil melepas keperjakaannya. Tanpa kendala sedikitpun ia sukses menjebol pertahanan Rara. Walau baru pertama kali tetap saja Gilang sukses mendapatkan itu tanpa kesulitan yang berarti.Keduanya banjir keringat di malam syahdu itu. Dengan nama Allah dan dengan keikhlasan, keduanya mereguk surga dunia untuk pertama kali. Ya walaupun Gilang agak tidak menyangka akhirnya bisa melakukan itu di rumah mertuanya.Tanpa siapa pun tahu Gilang tahu banyak tentang ini. Ia telah paham tentang adab, doa sampai apa saja yang harus dilakukan. Ia juga bisa menenangkan saat istrinya itu diselimuti kegugupan.Rasa bahagia itu tidak bisa Gilang lukiskan dengan kata-kata. Terlalu indah, terlalu bahagia membuat lelaki itu terus saja tersenyum, mengucap syukur dalam hati karena bisa mendapatkan Rara secara utuh. Karena menikah sejatinya tidak sekadar pemenuhan kebutuhan biologis, naluri, dan fitrah. Menikah adalah ibadah yang dapat men