"Tidak apa-apa, kalau kau belum siap membahas masalah itu. Aku akan menunggu beberapa hari lagi."Melihat reaksi istrinya membuat Serkan terpaksa untuk menunda. Meski rasanya ingin menjebloskan Dilara dan Deniz ke penjara. Namun, ia tidak bisa mengambil keputusan itu sendirian. Bahkan ia merasa harus mengikuti keputusan Guzel apa pun yang terjadi."Tidak, Mas, kita bisa membahasnya sekarang juga. Hanya saja ...."Guzel sengaja menggantung kalimatnya. Ia merasa ragu untuk mengatakan hal itu karena takut sang suami akan kecewa."Apa kau ingin membiarkan mereka berdua tanpa melaporkannya pada polisi?" tanya Serkan menebak.Mendengar pertanyaan yang suaminya lontarkan membuat Guzel mengangkat pandangan. "Apa boleh?"Ia berharap, putrinya tidak dilaporkan ke polisi meski kesalahannya tidak bisa dimaafkan. Ibu mana yang tega menjebloskan anaknya sendiri ke dalam penjara? Terlepas dari kesalahan besar yang telah diperbuat, tidak ada ibu di dunia ini yang akan melakukan hal itu. Mereka akan m
"Bagaimana, Rigel? Kau sudah melakukan apa yang telah aku perintahkan, bukan?"["Ya, Pak. Sebelumnya saya sudah menyiksanya dan sekarang saya sedang menempelkan senjata di kepala Dilara. Hanya perlu menekan pelatuk dan boom ... nyawa bajingan kecil ini akan melayang."Setelah berhasil menenangkan istrinya, Serkan langsung pergi ke ruang kerja dan menghubungi Rigel. Ia meminta asisten pribadinya itu untuk memberi Dilara pelajaran. Dan sekarang, setelah lima jam berlalu, Serkan menagih hasilnya."Bagus. Berikan ponselmu dan aku ingin mengatakan sesuatu padanya." Serkan berjalan ke arah jendela. Menatap ke arah luar di mana bulan dan bintang memamerkan kilaunya.["Baik, Pak," sahut Rigel tegas.Sepersekian detik kemudian, terdengar suara nafas yang memburu. Serkan sudah bisa menebak kalau ponsel Rigel sudah berpindah tangan pada Dilara."Halo, bajingan kecil. Bagaimana? Apa kau terkejut dengan hadiah yang aku berikan?" Serkan tersenyum menyeringai membayangkan betapa takutnya Dilara saat
Selama satu bulan penuh, Serkan dan Guzel rajin sekali membuat adik untuk Jerome. Arash yang menginginkan banyak cicit memilih pindah rumah untuk menemani cicit pertamanya. Begitu pula dengan Lunara dan Asker. Jadi, rumah itu tak lagi sepi karena mereka bertiga selalu memperebutkan Jerome."Bagaimana? Positif, kan?" tanya Arash tidak sabaran.Satu Minggu terakhir, Guzel merasa nafsu makannya meningkat pesat. Memang, ia selalu lapar karena menyusui. Namun, ia merasa bukan karena hal itu. Akhirnya, ia meminta sang suami untuk membeli alat tes kehamilan."Kenapa diam saja?" tanya Asker lebih tidak sabaran lagi."Tidak apa-apa kalau negatif. Kalian masih bisa berusaha lebih keras lagi. Untuk Jerome, biar kami yang urus," kata Lunara menenangkan.Ekspresi Guzel sangat kusut, begitu pula dengan Serkan. Hal itu membuat Lunara berpikir kalau menantunya tidak hamil. Meskipun demikian, ia tidak terlalu khawatir karena sudah ada Jerome, pewaris keluarga mereka."Tidak, Ma, bukan ini." Guzel meng
Enam bulan kemudian, lahirlah Callum Serzel Aslan. Anak kedua pasangan Guzel dan Serkan yang berjenis kelamin perempuan. Kebahagiaan keluarga mereka benar-benar tidak bisa digambarkan."Sepertinya kita harus membeli rumah baru, Yang," kata Serkan sambil melirik ke arah Arash, kakeknya. Padahal, ia berbicara pada istrinya.Rumah yang saat ini mereka tinggali hanya memiliki empat kamar. Tiga kamar sudah ada yang menempati dan hanya tersisa satu kamar untuk Jerome. Saat ini, kamar pria mungil itu dalam tahap renovasi karena Guzel dan Serkan memutuskan untuk pisah kamar dengan putra pertama mereka. Jadi, masih butuh satu kamar lagi untuk Callum nantinya."Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Arash curiga."Barangkali saja Kakek mau membelikan rumah baru yang besar dan memiliki banyak kamar," sahut Serkan nyengir kuda.Tidak lama setelah proses perayaan empat bulanan Callum ketika masih di dalam kandungan, Guzel meminta kakek dan kedua mertuanya untuk selalu tinggal bersamanya. Wanita
Di pintu masuk klub malam, terlihat seorang gadis melangkahkan kaki ke dalam. Aroma alkohol langsung menusuk indra penciumannya.Sesaat, ia menatap kerumunan orang yang tengah asik berdansa dengan liar. Sontak, kedua sudut bibirnya naik ke atas."Saatnya bersenang-senang," ujarnya sambil melangkah cepat. Tidak lupa dengan kedua tangan yang diangkat ke atas dan tubuh yang dilenggak-lenggokkan.Gadis cantik itu langsung masuk ke dalam kerumunan orang yang sedang menari. Melompat ke sana ke mari dan meliuk-liukkan tubuhnya."Huuuuu ...!" teriak Dilara.Senggol sana, senggol sini tanpa mempedulikan siapa mereka. Yang ia pedulikan saat ini hanyalah kesenangan, bahkan sampai menanggapi setiap pria yang mengajaknya menari. Merapatkan tubuh satu sama lain dan saling berciuman.Semua mengenal sosok gadis itu dengan nama Dilara. Awalnya, ia adalah anak yang baik dan pendiam. Akan tetapi, luka yang membekas dalam hati mulai membuatnya menjadi liar. Ia bahkan sampai menjauh dari keluarganya.Keti
"Hei! Kenapa kau diam saja? Ayo kita menikah!" Dilara mengayun tangannya tepat di depan wajah Gregory.Gadis itu pikir, tipe pria seperti Gregory banyak disukai wanita. Jadi, ia ingin bertindak cepat untuk memilikinya. Meskipun demikian, belum tentu Gregory mau menerima lamarannya. Pria mana yang akan menerima lamaran sembarang wanita. Apalagi sikapnya seperti Dilara yang terlihat sangat murahan."Pulanglah! Ini sudah sangat larut." Alih-alih menjawab ajakan Dilara untuk menikah, Gregory justru mengusir gadis itu dengan cara halus."Oke. Aku akan pulang, tapi setelah kau menerima ajakanku untuk menikah," balas Dilara bersikeras. Itu artinya, ia tidak akan pulang jika Gregory menolak ajakannya untuk menikah.Terlihat, Gregory menghembuskan napas berat. Mimpi apa kemarin malam sampai-sampai harus bertemu dengan gadis menyebalkan seperti Dilara. Andai ia tahu akan bertemu dengan gadis sepertinya, maka ia akan berusaha keras untuk menghindar."Siapa tadi namamu?" tanya Gregory."Lara, Dil
Sekitar tiga menit proses peraduan lidah, akhirnya Dilara membuka mata. Namun, ia dikejutkan dengan sosok orang lain yang mendekapnya. Sontak, ia berusaha melepaskan diri dan justru jatuh tersungkur di lantai."Siapa kau? Beraninya kau menciumku," tanya Dilara nyalang.Perasaan tadi yang ia lihat Gregory dan bukan orang lain. Akan tetapi, benarkah pria itu benar-benar Gregory? Bukankah Dilara hanya melihatnya dari belakang? Jadi, belum tentu pria itu orang yang ia maksud karena perawakan boleh sama, tetapi bisa jadi mereka orang yang berbeda."Maaf, tapi bukan aku sengaja. Lagi pula, kau yang mulai melakukan pembalasan. Jadi aku--"Jika Dilara tidak membuka mulut dan mulai membuat rangsangan. Mungkin ia tidak akan melakukan hal lebih dan berhenti pada kecelakaan sebelumnya. Lagi pula, laki-laki mana yang akan diam saja jika ada wanita cantik menciumnya. Tentu saja mereka akan membalasnya dengan senang hati."Stop! Tutup mulutmu dan menjauhlah dariku," potong Dilara menggebu.Salahnya
Mendengar ucapan Gregory membuat manik mata Dilara terbelalak. Lehernya terasa tercekat dan terasa kering, bahkan seteguk ludah untuk membasahi lehernya pun tidak ada."Ti-tidur de-denganmu?" tanyanya terbata.Ia tidak menyangka akan mendapat tantangan seperti itu dari pria yang sangat ia inginkan itu."Ya." Gregory mengangguk mantap, "Bukankah kau bilang kalau kau menjaga mahkotamu dengan baik? Jadi aku rasa, kau tidak perlu takut," imbuhnya.Sebenarnya bukan karena ingin memastikan kesucian Dilara, melainkan hal lain. Ia takut Dilara sengaja mendekatinya karena memiliki niat terselubung. Misalnya seperti balas dendam, suruhan orang lain, atau apa pun yang bisa mencelakakannya. Jadi, ia berusaha memasang perisai sebelum hal buruk terjadi.Namun sayangnya, bukan itu yang membuat Dilara ketakutan. Memang, statusnya saat ini masih gadis dan perawan. Ia juga tidak takut untuk membuktikannya. Hanya saja, ia tidak yakin dengan Gregory. Akankah setelah membuktikan kesuciannya, pria itu akan