Mengerti dengan apa yang terjadi di dalam sana, Dilara mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. Ia melepaskan tangannya dari kenop pintu dan melangkah mundur. Mungkin sekitar lima sampai tujuh langkah kecil ia berhenti."Ma, Mama di mana?!" teriak Dilara.Entah dapat ide dari mana, gadis itu berencana untuk menghancurkan pertempuran ibunya dengan Serkan. Jangan sampai ada adegan yang akan membuat ibunya hamil dan gagal merebut Serkan."Mama?" panggil Dilara lagi.Sementara di dalam, pasangan yang sedang saling tindih mulai panik. Sebenarnya tidak bagi Serkan dan hanya Guzel. Wanita itu takut Dilara akan memergokinya. Ya, meskipun putrinya sudah besar dan akan mengerti jika dijelaskan. Namun, ia tetap tidak ingin putrinya melihat adegan itu."Kita lanjutkan nanti saja, Mas," ujar Guzel tergesa.Wanita itu melompat turun dan bergegas memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Memakai dengan terburu-buru dan beranjak keluar sambil merapikan rambutnya yang berantakan."Dilara," gera
"Aku cantik, aku lebih muda daripada Mama, dan yang pasti aku lebih enerjik," sahut Dilara bangga.Kelebihan yang Dilara miliki saat ini hanya karena usianya yang masih muda. Dulu, ketika Guzel masih muda pun sama. Akan tetapi, apa yang ia katakan tidak benar. Justru di usia ibunya saat ini termasuk usia matang."Kenapa kau sepercaya diri ini?" tanya Serkan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.Pria itu menyentuh dagunya. Menatap Dilara dari ujung kepala sampai ujung kaki. Memang Dilara cantik, tapi tidak bisa dibandingkan dengan kecantikan Guzel."Karena itulah kenyataannya," jawab Dilara mantap."Baiklah. Dengarkan aku baik-baik ya, anak tiriku yang kurang akan sopan santun dan kelebihan rasa percaya diri. Jujur, aku merasa kau itu bukan anak dari istriku. Kau jauh berbanding terbalik dengan Guzelku."Mendengar ucapan Serkan membuat Dilara mengerang kesal. Tangannya terkepal kuat, gigi yang diadu, dan manik mata yang terbuka lebar. Di luar sana, banyak orang yang benci disamakan, d
"Kau mau, tapi aku tidak." tolak Serkan tegas.Sekeras apa pun usaha Dilara membujuk, ia tidak akan goyah. Sekali ia bilang tidak, maka tetap tidak dan tidak akan pernah bisa diganggu gugat. Apalagi, gadis itu sudah menginjak-injak harga dirinya dan keluarganya."Mas, aku mohon!" Dilara meraih tangan Serkan dengan raut memelas."Sekali tidak, tetap tidak." Serkan menghempaskan tangan Dilara dan meniup-niup tangannya seolah ada debu yang menempel, "Oh iya, panggil aku papa. Jangan sampai istriku mendengar kau memanggilku dengan sebutan, Mas," imbuhnya mengingatkan. Ia takut Guzel akan salah paham.Kenapa sejak awal Dilara tidak bisa memahami sikap dan kata-katanya? Padahal, orang bodoh pun akan dengan sangat cepat mengerti.Sebenarnya bukan tidak mengerti, tetapi gadis itu berpura-pura bodoh. Ia pikir usahanya akan membuahkan hasil dan ternyata salah. Meski ia menyerahkan diri dengan suka rela untuk dijadikan yang kedua, Serkan tetap tidak mau menerimanya. Tentu saja karena pria itu su
Jantung Serkan dan Dilara berdegup kencang. Bagaimana kalau Guzel sampai mendengar pembicaraan mereka? Apa yang akan wanita itu pikirkan tentang keputusan Serkan menjauhkan Dilara darinya."Kenapa kau tiba-tiba ada di sini? Bukankah kau bilang ingin pergi ke kamar mandi?" tanya Serkan sambil melangkah mendekat.Sementara Dilara, gadis itu bergegas membuang muka ke samping dan menghapus air matanya."Aku belum sempat ke kamar mandi, Mas." Guzel memijit pelipisnya, "Baru sampai pertengahan anak tangga, tiba-tiba kepalaku pusing dan perut aku rasanya mual mau muntah," imbuhnya menjelaskan."Selain itu, apa ada yang lain? Wajahmu juga pucat." Serkan lekas merangkul bahu Guzel dengan khawatir, "Tapi tidak panas," imbuhnya sambil menyentuh dahi sang istri."Tidak ada, Mas," sahut Guzel menggeleng lemah. Gejala yang Guzel tunjukkan sama seperti wanita hamil pada umumnya. Hanya saja, wanita itu belum sadar karena dulu ketika hamil Dilara tidak mengalami keluhan apa pun. Tidak mual dan muntah
"Tidak, Mas. Aku rasa, aku hanya butuh buah mangga. Untuk dokter, kita batalkan saja dan besok pagi kita bisa langsung pergi menemui dokter spesialis kandungan," ujar Guzel sudah sangat ingin menikmati buah mangga muda."Batalkan?" Serkan menatap Guzel yang mengangguk sebagai jawaban, "Jadi, kau ingin aku memetik buah mangga sekarang juga?" imbuhnya ragu."Iya. Kau juga tidak boleh menyuruh orang lain. Aku ingin kau sendiri yang memetik," sahut Guzel menjelaskan.Sepertinya, tidak bisa diragukan lagi meski hanya nol koma sekian persen. Sudah terlihat jelas bahwa saat ini Guzel memang benar-benar hamil. Jika tidak, mana mungkin wanita itu akan membuat permintaan aneh seperti itu."Aku bahkan belum pernah memanjat pohon. Lalu, bagaimana caraku memetik mangga?" batin Serkan frustasi."Sayang, kenapa malah melamun?" tanya Guzel sambil mengguncang lengan suaminya."Iya, ini aku mau jalan." Serkan menoleh menatap istrinya sambil mengulas senyum lembut, "Tunggu sebentar, yah. Aku ke belakang
"Apa? Pulang? Baru semalam tinggal di sini dan kau mau pulang?" Guzel benar-benar terkejut mendengar penuturan putrinya."Iya, Ma. Lara sudah besar dan sudah seharusnya belajar mandiri. Kalau begini terus, yang ada Lara selalu bergantung pada Mama," sanggah Dilara mantap.Apa pun alasannya, ia harus membuat sang ibu percaya. Apa pun yang terjadi, jangan sampai gagal membujuk. Apalagi, ia sudah tidak bisa bergerak karena kecerobohannya sendiri."Tidak bisa, Sayang. Kalau mau belajar mandiri nanti saja. Setidaknya setelah kau masuk ke universitas. Itu juga tidak harus tinggal terpisah dengan mama," tolak Guzel menggebu.Rasanya baru kemarin melahirkan Dilara dan putrinya sudah sebesar ini. Meskipun begitu, Guzel tetap menganggap anaknya masih kecil. Bahkan seluruh ibu di dunia selalu mengganggap anak mereka anak kecil."Maaf, Ma, tapi Lara maunya sekarang," sergah Dilara bersikeras."Tidak boleh. Mama maunya kita sama-sama terus," ujar Guzel kekeh menolak keinginan putrinya.Manik mata
"Apa? Hamil tiga anak kembar?" tanya Guzel terkejut."Iya, makanya kakek datang ke sini. Kakek ingin memastikan apa kau benar-benar hamil tiga anak kembar atau tidak," sanggah Arash bersemangat."Tapi ... sepertinya keluarga saya tidak memiliki riwayat anak kembar," ujar Guzel ragu takut akan melukai hati kakek mertuanya.Meski ia tidak tahu di mana keluarganya, tetapi melihat Dilara yang hanya anak tunggal membuatnya yakin tidak memiliki riwayat keluarga kembar. "Kita coba pastikan saja," kata Serkan menimpali."Maksudmu?" tanya Lunara dengan dahi yang berkerut."Sejak semalam, Guzel mengalami pusing dan mual muntah. Dia sampai meminta mangga muda di taman belakang rumah. Rencana kita mau menemui dokter spesialis kandungan saat ini juga," sahut Serkan menjelaskan.Jika keluarganya tidak datang secara tiba-tiba. Mungkin ia dan sang istri sedang bersiap untuk pergi. Lalu, tidak lama lagi akan mengetahui hasil tentang gejala yang Guzel alami."Benarkah?" tanya Arash berbinar."Iya, Kek
"Apa?!" Serkan benar-benar terkejut mendengar permintaan istrinya, bahkan ia sampai berteriak. Bagaimana bisa ia memakan buah mangga yang sangat itu? Semalam mencoba satu potong saja, rasanya seperti giginya tidak bisa digunakan lagi untuk mengunyah."Kenapa? Kau tidak mau?" tanya Guzel muram.Melihat ekspresi wajah sang istri membuat Serkan tidak tega. Namun, membayangkan betapa asamnya mangga muda itu membuatnya menelan ludah dan manik mata yang bergerak menyipit. Terlebih dengan giginya yang saling diadu."Ma-mau, kok. Aku mau, kok, Sayang," sahut Serkan terbata.Meski sulit, tetapi ia berusaha mengabulkan karena tidak ingin membuat istri dan calon anaknya kecewa. Apalagi banyak orang yang mengatakan kalau bayi akan mengeluarkan air liur terus-menerus jika keinginan ketika di dalam kandungan tidak terwujud. Jadi, ia tidak ingin nanti anaknya ileran setelah lahir."Ya sudah, kita ke dapur sekarang. Kita ambil rujak mangganya." Guzel meraih tangan Serkan dan bergegas menariknya."Ha