Perlahan Liona mendongak, memberanikan diri untuk menatap suaminya. Dia tidak bisa menebak raut wajah Sehan saat ini, apakah Sehan marah atau senang?
Liona bingung, harus menjelaskannya bagaimana."Kenapa kamu berusaha menyembunyikan ini dariku?" tanya Sehan masih tak habis pikir.Liona kembali menunduk, takut. Dia kemudian meremas jari-jari tangannya yang terasa dingin. "Aku ... tidak tau bagaimana cara mengatakannya padamu. Aku takut kamu masih belum siap mendengar kabar tentang kehamilan ini."Sehan menghela nafas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Sehan semakin tak paham bagaimana cara berpikir sang istri tentang dirinya."Liona, aku sangat senang dengan kabar ini."Liona tertegun, dia kembali mendongak menatap Sehan dengan sorot tak percaya. "Apa maksudmu?"Sehan memegang kedua bahu Liona. Sesaat dia menatap perut perempuan itu yang masih rata."Aku sudah lama mengharapkan hal ini." Sehan mengSehan menusuk potongan buah di atas piring dengan garpu di tangannya. Dia lalu menyodorkan ke depan mulut Liona, meminta Liona untuk melahapnya.Namun Liona tak langsung melahap suapan dari Sehan, dia justru menatap laki-laki itu dengan ragu."Em, Sehan. Sepertinya aku bisa makan sendiri."Sehan menghela nafas pelan, lalu kembali meletakkan garpu di tangannya ke atas piring yang ada di hadapannya. Saat ini mereka ada di ruang makan. Awalnya Sehan ingin membawakan buah-buahan tersebut ke kamar, tapi karena Liona merasa dirinya bukan orang sakit yang harus diantarkan makanan ke kamar, Liona memilih makan di ruang makan saja. "Kau tidak suka aku suapi?" tanya Sehan yang sedikit merasa kecewa. Padahal dia sudah berharap, selama Liona hamil perempuan itu harus manja padanya. Namun Sehan salah, sifat Liona sama sekali tidak berubah. Hamil ataupun tidak, perempuan itu sama saja bagi Sehan. "Aku kira perempuan hamil akan lebih manja dengan suam
Pagi ini, berita baru tentang Sehan dan Liona yang telah menyambut kehamilan anak pertama mereka langsung menjadi trending topik. Tentu berita tersebut telah menjadi bukti, tentang tuduhan pernikahan kontrak mereka yang sempat menjadi trending topik juga waktu itu. Semua orang berbahagia mendengar kabar gembira tersebut, kecuali Gretta. Setelah membaca berita tentang Liona dan Sehan di ponselnya, dia langsung geram. "Bisa-bisanya mereka berbahagia di tengah urusannya denganku belum selesai?" Tangan Gretta mengepal erat, matanya menatap tajam ke arah luar jendela kamar sambil membayangkan wajah anak tirinya tersebut. "Sehan, kenapa kau biarkan istrimu hamil? Apa kau ingin melihat dia mati bersama anakmu di dalam perutnya?""Gretta," suara pria memanggilnya dengan lemah. Gretta yang tersadar langsung menahan emosinya. Dia lalu berbalik, dan tersenyum hangat pada pria yang masih terbaring lemah di atas kasur. Untungny
Baru saja memasuki perusahaan, langkah Gretta di hentikan oleh sekertaris perusahaan. Perempuan itu melapor pada Gretta, "pagi Bu. Saya ingin memberikan informasi, beberapa pemegang saham mulai protes kepada kita karena perusahaan mengalami penurunan. Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Gretta menghela nafas kesal. Pagi ini moodnya sedang tidak baik karena berita tentang kehamilan Liona, dan sekarang sekretarisnya itu membuat suasana hatinya semakin buruk. "Apa kau tidak mempunyai ide untuk membalas protesan mereka? Kenapa hal kecil begitu saja kau tanyakan padaku? Katakan pada mereka, aku baru saja memegang perusahaan selama seminggu, aku belum membuat proyek untuk mengembangkan perusahaan. Kenapa para pemegang saham itu tidak sabaran? Kenapa mereka takut sekali aku akan membuat perusahaan ini bangkrut? Lagi pula perusahaan ini adalah milikku saat ini, aku juga tidak akan membiarkan perusahaanku bangkrut begitu saja!" Perempuan itu men
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Sehan masih berdiri di depan pintu kamar Liona, menunggu perempuan itu bersiap-siap.Tak lama kemudian, pintu terbuka. Sehan berbalik, menatap sang istri yang baru saja keluar dari kamar menggunakan midi dress berwarna navy. Perempuan itu terlihat semakin cantik dengan polesan make up tipis di wajahnya. Membuat Sehan selalu takjub dengan kecantikan sang istri, bahkan tak pernah membuatnya bosan melihat wajah Liona.Tapi ada satu hal yang berbeda dari istrinya dibandingkan dengan hari-hari biasanya. "Sepertinya kau telah kehilangan sedikit berat badan."Liona menunduk, memperhatikan tubuhnya dengan seksama. "Benarkah?"Sehan mengangguk mengiyakan. "Ini mengingatkanku saat kita bertemu pertama kalinya di hotel waktu itu. Kau juga terlihat kurus karena makananmu sering diracuni oleh Gretta. Setelah menikah denganku, kau terlihat mengalami kenaikan berat badan. Dan sekarang kembali kehilangan berat
Setelah sampai depan perusahaan Wiratama, Sehan langsung mengajak Liona memasuki gedung dengan menggandeng tangan perempuan tersebut.Semua karyawan yang berpapasan dengan Sehan, menyapa Sehan dan Liona dengan ramah. Liona tersenyum membalas sapaan mereka. Hingga akhirnya langkah Liona terhenti, tepat saat dia berpapasan dengan seorang laki-laki yang sangat dia kenal. Sehan ikut terhenti, saat perempuan yang dia gandeng berhenti. Sehan menatap sang istri sesaat, lalu mengarahkan pandanganya ke arah laki-laki yang telah menyita perhatian Liona."Pagi pak Sehan," sapa Reno dengan ramah kepada Sehan. Pandangannya kini mengarah pada Liona, lalu dia tersenyum. "Pagi ... ibu Liona."Senyum Liona yang tadinya pudar, kini kembali terukir samar. "Pagi Reno, lama tidak bertemu denganmu."Reno menunduk, jujur melihat Liona saat ini telah membuatnya menahan malu. Dia yang mengungkapkan pernikahan kontrak Liona dan Sehan ke publik, dan Reno belum mem
Reno terdiam. Dia tidak bisa mengelak apa yang Liona katakan barusan. Pandangan Liona kini menatap arah lain, dia berusaha menenangkan dirinya yang nyaris emosi karena ucapan Reno barusan. "Tapi aku sudah memaafkanmu. Lagi pula kita tidak jadi menikah, dan untungnya aku bertemu dengan Sehan. Aku beruntung bisa bertemu dengannya di waktu yang tepat." Reno kembali meluruskan pandangannya. Dia menahan rasa iri. Kenapa Liona sekarang terlihat bahagia bersama Sehan? Tapi dirinya justru terus menderita. "Aku sudah mendapatkan cinta dan kasih sayang yang aku cari selama ini." Liona kembali menatap Reno dengan sorot tanya. "Apa kamu sudah mendapatkan hal itu dari Aoura?" Rahang Reno mengeras. Dia tau, pertanyaan Liona barusan hanya sebuah ejekan untuknya. Reno sadar apa maksud Liona. Dia meninggalkan Liona, tapi Liona justru bahagia tanpanya. "Mengejar cinta orang yang tidak mencintai kita. Apa yang
"Kamu tidak jadi mengajak istrimu ke sini?" tanya Joana pada sang cucu yang baru saja duduk di kursi seberang mejanya. Mereka kini berada di ruang pribadi Joana yang ada di perusahaan Wiratama. "Liona masih di luar karena ada urusan sebentar, nanti dia pasti akan menyusul ke sini." Joana mengangguk paham. "Sebenarnya nenek ingin membahas tentang perusahaan denganmu dan Galen. Tapi karena mendengar kabar bahagia tentang kehamilan istrimu, nenek jadi ingin melupakan pekerjaan hari ini dan kita ganti dengan merayakan hari bahagia ini. Nenek ingin bertanya pada Liona dulu, hadiah apa yang dia inginkan dari nenek sebagai perayaan kehamilan pertamanya ini." Sehan tersenyum, ikut merasa senang melihat sang nenek yang begitu bahagia karena kabar kehamilan Liona. "Sehan yakin, Liona pasti akan menolak jika nenek bertanya hadiah apa yang ingin dia minta. Sehan menyarankan, jika ingin memberikannya had
Setelah cukup lama berbicara dengan Joana, Sehan dan Liona memutuskan untuk pamit lebih dulu. Mereka kemudian meninggalkan gedung Wiratama group, dan kembali ke mobil. Namun belum sempat memasuki mobil, Sehan menghentikan langkahnya. Laki-laki itu belum selesai protes dengan sang istri yang datang bersama Galen tadi. "Apa kau sengaja berbicara dengan Reno, hanya untuk menunggu kak Galen datang?"Liona mengernyit tak paham. Kenapa jika membahas tentang Galen, Sehan seakan ingin mengajaknya bertengkar?"Aku sudah selesai berbicara dengan Reno, dan kebetulan kak Galen datang. Karena tujuan kami sama-sama ingin ke ruangan nenek, jadi kami memutuskan untuk ke sana bersama. Kenapa hanya begitu saja kamu terlihat marah Sehan?"Segan mengernyit, semakin tak habis pikir dengan ucapan Liona barusan. "Apa katamu? Hanya begitu saja? Aku sudah berulang kali mengatakan padamu, jangan dekati kak Galen. Aku tidak suka kau dekat dengannya!"
Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te
Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m
Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah
Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti
Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s
Aoura mengarahkan pandangannya pada Sehan sesaat. Tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Sehan barusan. Aoura lalu menatap Reno, meminta penjelasan. Reno paham apa maksud Aoura. Dia menghela nafas pelan sesaat, lalu menjelaskan, "aku sudah mengatakan semuanya pada pak Sehan.""Kenapa kau memberitahu banyak orang?""Pak Sehan adalah orang penting di tempatku bekerja, tidak mungkin aku tidak akan mengundangnya di pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura paham."Jadi, apa kau tidak berniat untuk mengundangku?" tanya Sehan pada Aoura. Perempuan itu hanya diam. Sehan lalu mengimbuhkan, "jika Reno menikah tanpa memberitahu atasan di perusahaannya, maka dia tidak akan mendapatkan hadiah istimewa dari perusahaan."Aoura menatap Sehan dengan sorot berbinar. Tentu saja saat mendengar kata 'hadiah' suasana hatinya seketika berubah senang. "Benarkah? A-aku pasti akan mengundangmu Sehan."Reno menghela nafas pelan.
Seperti apa yang Liona katakan tadi malam. Perempuan itu akan mengajak suaminya ke suatu tempat, pagi ini.Namun sebelum menuju tempat yang Liona maksud, perempuan itu meminta Sehan untuk singgah lebih dulu ke rumah Reno. Sehan tau apa maksud tujuan Liona menemui Reno dan Aoura.Hingga sesampainya di sana. Sehan mengetuk pintu sebuah kontrakan sederhana yang dia singgahi bersama sang istri. Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari kontrakan tersebut.Laki-laki itu menatap Sehan dan Liona dengan sorot terkejut. "Pak Sehan? Liona?""Pagi Reno. Apa kedatangan kami menganggu waktumu saat ini?"Reno tak langsung menjawab. Dia justru berpikir sejenak, sambil berusaha menebak apa tujuan sepasang suami istri tersebut datang ke tempat tinggalnya. Terakhir Sehan dan Liona datang ke sana, untuk bertemu dengan Aoura. "Pak Sehan datang sepagi ini ke rumah saya, tentu membuat saya cukup terkejut. Tapi kedatangan pak Sehan sa
Pintu kamar terbuka, Liona yang saat itu sedang menyisir rambut di depan kaca menoleh sesaat.Sehan tersenyum, lalu menutup pintu kamarnya kembali. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga yang lain, namun setelah selesai Liona langsung ke kamar, sedangkan Sehan masih berbincang dengan Joana dan Galen. "Sudah selesai berbicara dengan nenek dan kak Galen?" tanya Liona memastikan. Sehan mengangguk mengiyakan. Perempuan itu menatap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Sehan melangkah menghampiri, lalu memeluk pinggang Liona dari belakang. Sesekali memberikan usapan kecil pada perut buncit sang istri. Membuat Liona seketika menghentikan kegiatannya untuk menyisir rambut. Dia menatap wajah Sehan melalu cermin di hadapannya, senyum bahagia masih terukir di bibir laki-laki itu. Membuat Liona yang menatapnya juga ikut senang."Sepertinya setelah kamu sadar dari koma, kehidupan ini sangat menyenangkan untuk kita berdua.