Setelah berpelukan dan saling melepas rindu dengan Liona. Wanita itu mempersilakan Sehan dan Liona duduk di ruang tamu, juga menyuguhkan cemilan dan minuman pada sepasang suami istri tersebut. Wanita itu tampak begitu senang dengan kedatangan mereka.
"Maaf ibu sempat tidak mengenalimu Liona. Kamu sekarang tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik," ucap wanita itu takjub. Pandangannya kini mengarah pada Sehan dan kembali berucap, "kamu juga sudah menikah dengan laki-laki yang sangat tampan. Ibu senang melihatmu tumbuh seperti ini. Kamu pasti sangat bahagia hidup bersama keluarga Atharya."Senyum Liona seketika luntur setelah mendengar kalimat terakhir dari ibu panti tersebut. "Tapi, Liona tidak sebahagia itu hidup bersama mereka."Sehan tertegun."Apa maksudmu berbicara seperti itu Liona?" tanya ibu panti kini mulai khawatir. Namun Liona segera menggeleng, menyembunyikan kesedihannya pada wanita baik hati tersebut."Liona senang bisa mSebuah kotak kecil wanita itu letakkan di atas meja. Sehan dan Liona mulai memperhatikan kotak yang terlihat kusam tersebut dengan seksama. Ibu panti mulai membukanya. "Pria itu mengatakan, jika Liona sudah menemukan ingatannya kembali, dia pasti akan menanyakan ini padaku. Ternyata benar, dan mungkin ini saatnya ibu memberikan ini padamu."Liona mulai mengambil satu lembar foto yang ada di kotak itu. Matanya seketika membulat saat melihat foto tersebut. Di sana terlihat empat orang, diantaranya adalah dirinya saat kecil, Darwin, ibu kandung Liona, dan juga Atharya. "Ini ... foto keluarga?" ucap Sehan menebak foto yang ada di tangan sang istri. "Pria itu." Ibu panti menunjuk posisi Atharya di dalam foto tersebut. "Dia yang mengantarmu ke sini."Sehan dan Liona serempak tertegun."Kakek?" Liona menatap Sehan dengan sorot tak percaya. "Sehan, apa itu artinya orang yang menolongku saat aku mengalami kecelakaan adalah kakek?"
Pagi harinya, Liona bangun kesiangan. Karena tadi malam dia menceritakan pada Sehan bahwa dirinya beberapa hari ini kurang makan, laki-laki itu memutuskan untuk menemaninya tidur di samping Liona.Tapi saat Liona terbangun, dia sudah tak melihat Sehan di sekitarnya. Liona mulai beringsut duduk, sesaat dia memegangi perutnya yang mendadak terasa keram. "Ah, akhir-akhir ini memang ada yang aneh dengan tubuhku."Liona akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Dia kini berjalan keluar kamar untuk mencari sang suami.Dia menemukan Sehan sedang sibuk memasak di dapur. Liona tersenyum samar, dia tidak menyangka kemarin dirinya sangat rindu melihat laki-laki itu berada di sana, sekarang Liona bisa melihatnya kembali.Liona jadi merasa menyesal kemarin sempat marah pada sang suami. Tapi jika dia tidak marah, mungkin Sehan juga tak akan sadar jika apa yang telah dilakukannya adalah hal yang salah. Laki-
Cukup lama Liona duduk di sofa ruang tengah, menunggu sang suami yang tadinya pamit keluar rumah untuk membelikannya obat. Kini akhirnya Sehan kembali juga. Laki-laki itu meletakkan beberapa obat yang baru saja dia beli ke atas meja, lalu menuangkan air putih ke gelas untuk sang istri."Liona, aku harus ke perusahaan hari ini. Aku lupa jika aku memiliki jadwal untuk meeting. Tapi melihat kondisimu seperti ini, aku tiga tega untuk meninggalkanmu."Liona tersenyum. Dia berusaha terlihat baik-baik saja walau tubuhnya benar-benar terasa lemas setelah memuntahkan semua isi perutnya barusan. Liona tak mau membuat Sehan terus khawatir dan justru mengorbankan pekerjaan demi dirinya. "Pergilah Sehan, aku akan meminum obat ini. Dan pasti nanti kondisiku akan membaik dengan sendirinya. Lagi pula ini hanya penyakit lambung biasa, karena telat makan. Bukan penyakit yang parah."Sehan menghela nafas berat. "Tapi kau tidak akan mungkin lekas membaik j
Liona mulai mengambil potongan buah yang baru saja Sandra kupaskan. Dia sempat ragu saat ingin memakan buah tersebut, namun Liona berusaha mencobanya. Dan dugaannya salah, dia tidak mual saat memakan buah segar tersebut. Setelah berhasil memakan tiga potongan buah apel, Liona merasa perutnya sedikit lebih nyaman. Mungkin karena perutnya yang sejak kemarin kosong kini terisi kembali, Liona senang rasa lapar yang dia rasakan sejak tadi bisa terobati dengan memakan buah yang dibawakan Sandra barusan. Melihat menantunya memakan buah yang dia kupaskan dengan lahap, Sandra tersenyum. "Sehan bilang tadi kamu belum makan. Benar kah?" Liona mengangguk ragu. "Apa tidak ada makanan di rumah?" tanya Sandra memastikan. Liona segera menggeleng tak membenarkan. "Tadi Sehan sudah memasak sup untuk Liona, tapi Liona belum memakannya ma." "Kenapa?" tanya Sandra penasaran. Dia kemudian menatap ke arah dapur, lal
Setelah Sandra pulang dari rumahnya, Liona langsung pergi ke apotik untuk membeli test pack. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Liona bergegas pulang dan langsung menuju kamar mandi. Liona masih berharap apa yang dikatakan Sandra tadi tidak benar. Dia masih belum siap untuk menerima kehamilannya jika benar itu terjadi, bahkan Liona tidak pernah berpikir sejauh itu. Namun harapan Liona tak terkabulkan, setelah melakukan test, dua buah garis merah terpampang jelas di test pack tersebut. Tubuh Liona lemas seketika melihat hal itu, dia terduduk di atas kloset sambil menatap test pack yang dia pegang dengan sorot tak percaya. "Ini pasti mimpi kan?" Liona langsung menampar pipi kirinya dengan cukup keras, hingga membuat dia meringis menahan sakit. "Ternyata bukan mimpi? Akh!" Liona frustasi. Kini pikirannya teringat pada sang suami yang juga belum pulang. Liona takut. "Bagaimana aku mengatakan ini pada Sehan? Apa dia mengijin
Perlahan Liona mendongak, memberanikan diri untuk menatap suaminya. Dia tidak bisa menebak raut wajah Sehan saat ini, apakah Sehan marah atau senang?Liona bingung, harus menjelaskannya bagaimana."Kenapa kamu berusaha menyembunyikan ini dariku?" tanya Sehan masih tak habis pikir. Liona kembali menunduk, takut. Dia kemudian meremas jari-jari tangannya yang terasa dingin. "Aku ... tidak tau bagaimana cara mengatakannya padamu. Aku takut kamu masih belum siap mendengar kabar tentang kehamilan ini."Sehan menghela nafas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Sehan semakin tak paham bagaimana cara berpikir sang istri tentang dirinya. "Liona, aku sangat senang dengan kabar ini."Liona tertegun, dia kembali mendongak menatap Sehan dengan sorot tak percaya. "Apa maksudmu?"Sehan memegang kedua bahu Liona. Sesaat dia menatap perut perempuan itu yang masih rata. "Aku sudah lama mengharapkan hal ini." Sehan meng
Sehan menusuk potongan buah di atas piring dengan garpu di tangannya. Dia lalu menyodorkan ke depan mulut Liona, meminta Liona untuk melahapnya.Namun Liona tak langsung melahap suapan dari Sehan, dia justru menatap laki-laki itu dengan ragu."Em, Sehan. Sepertinya aku bisa makan sendiri."Sehan menghela nafas pelan, lalu kembali meletakkan garpu di tangannya ke atas piring yang ada di hadapannya. Saat ini mereka ada di ruang makan. Awalnya Sehan ingin membawakan buah-buahan tersebut ke kamar, tapi karena Liona merasa dirinya bukan orang sakit yang harus diantarkan makanan ke kamar, Liona memilih makan di ruang makan saja. "Kau tidak suka aku suapi?" tanya Sehan yang sedikit merasa kecewa. Padahal dia sudah berharap, selama Liona hamil perempuan itu harus manja padanya. Namun Sehan salah, sifat Liona sama sekali tidak berubah. Hamil ataupun tidak, perempuan itu sama saja bagi Sehan. "Aku kira perempuan hamil akan lebih manja dengan suam
Pagi ini, berita baru tentang Sehan dan Liona yang telah menyambut kehamilan anak pertama mereka langsung menjadi trending topik. Tentu berita tersebut telah menjadi bukti, tentang tuduhan pernikahan kontrak mereka yang sempat menjadi trending topik juga waktu itu. Semua orang berbahagia mendengar kabar gembira tersebut, kecuali Gretta. Setelah membaca berita tentang Liona dan Sehan di ponselnya, dia langsung geram. "Bisa-bisanya mereka berbahagia di tengah urusannya denganku belum selesai?" Tangan Gretta mengepal erat, matanya menatap tajam ke arah luar jendela kamar sambil membayangkan wajah anak tirinya tersebut. "Sehan, kenapa kau biarkan istrimu hamil? Apa kau ingin melihat dia mati bersama anakmu di dalam perutnya?""Gretta," suara pria memanggilnya dengan lemah. Gretta yang tersadar langsung menahan emosinya. Dia lalu berbalik, dan tersenyum hangat pada pria yang masih terbaring lemah di atas kasur. Untungny