Kebahagiaan yang luar biasa sedang di rasakan Arabella dan Gavin. Kedua orang tua Gavin juga amat bersyukur karena menantu tersayang mereka sudah bisa melihat lagi.
Ara termasuk yang beruntung, karena saat dia tidak bisa melihat, yang bermasalah adalah retina, sehingga donor mata masih bisa di lakukan. Kalau bukan karena itu mungkin dokter tidak bisa membantu Ara sampai seperti sekarang ini.
Meskipun begitu, Ara masih penasaran siapa yang mendonorkan mata untuknya. Dia bercermin menatap pantulan retina matanya. Dia menebak-nebak, orang sebaik apa dia?
"Sayang, di depan ada yang ingin bertemu denganmu." Gavin mengelus pipi Ara yang baru saja berganti pakaian, mereka berencana untuk makan malam bersama keluarga.
"Siapa, Sayang? Mana Ael?"
"Ael sedang bersama oma dan opanya. Temui dulu tamu mu, dia sudah lama ingin bertemu denganmu, tapi keberaniannya belum cukup. Begitu mendengar kau sudah b
Setelah melewati banyak hal. Arabella makin hari semakin berusaha menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. Dia memulai kembali lembaran baru, bersama keluarga kecilnya, Gavin dan Aely Camelia, putri pertama mereka.“Pagi sayang, kau sudah rapi sekali. Apakah hari ini ada meeting?” tanya Arabella pada suaminya.“Ya, hari ini aku ada meeting sayang. Entahlah klien kali ini agak rewel. Dia menginginkan aku sendiri yang menemuinya, baru dia mau melakukan investasi dan tanda tangan. Padahal proyek kali ini benar-benar membutuhkan suntikan dana, sayang. Kau doakan ya, agar semuanya di lancarkan.”“Oh rupanya begitu, baiklah. Aku pasti akan doakan kau sayang. Kau harus tetap semangat ya. Oh iya, kemarin aku dapat tawaran kerja, menurutmu apa aku terima saja tawaran kerja itu?”Keadaan keuangan mereka memang sedang di uji. Gavin dan keluarganya sedang mengalami masalah di perusahaan. Arab
Gavin masih berada di kantornya. Dia sudah dua kali bolak-balik dari cafe, ke restoran hotel, kemudian kembali ke kantor lagi demi bertemu dengan seorang klien penting yang akan menanamkan saham ke perusahaannya. Gavin sendiri belum tahu, siapa klien penting itu. Yang dia tahu, seorang laki-laki yang umurnya jauh di atasnya. Memiliki modal sangat besar untuk bekerja sama dengan perusahaannya.Pasang surut dalam dunia bisnis sudah biasa. Terlebih lagi Gavin yang sudah pernah bangkrut sebelum usahanya berjaya seperti sekarang. Namun roda terus berputar, dan bisnisnya kembali diterpa kekurangan modal, sebab project yang dijalaninya hampir bangkrut karena dia banyak mengalami masalah pribadi beberapa bulan belakangan ini.Gavin masih duduk di ruang meeting, menunggu sang pemilik modal yang belum kunjung datang. Tak lama, seorang asisten Gavin membisikkannya, bahwa klien penting itu akan segera memasuki ruangan meeting. Gavin pun bersiap, dia segera berdiri.
Ara membuka lembaran buku diary yang ada di pangkuannya. Sembari menunggu suaminya mengerjakan sebuah laporan dari kantornya yang belum sempat diselesaikan.Berulang kali Arabella tersenyum, sesekali agak meringis membaca ulang tulisan tangannya.Dear, Diary.Aku, Arabella.Jangan menuntut kesempurnaan dari orang lain jika dirimu sendiri takkan bisa sempurna. Sebab, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apple Cherry ~Aku di usia remaja bisa dikatakan seperti gumpalan lemak yang berjalan. Tepat sekali, aku sangat gendut untuk anak seumuran ku. Tapi beruntung, aku memiliki saudara sepupu yang selalu mendukungku, dia adalah Alissa. Saat aku dijadikan bahan olok-olokan, dia selalu ada di sisiku untuk membelaku.“Hentikan! Arabella bukan gadis gendut! Dia itu gadis yang cantik!” Alissa membentak dua murid perempuan di sekolah hanya karena mereka berdua mengatakan aku sangat gendut dan tidak pantas
Aku mengidap Philophobia.Sejak kapan?Setahun lalu, dan aku baru menyadarinya setelah konsultasi. Kau tahu, kan, apa itu Philophobia?Ya, aku tahu, sedikit. Kukira tidak akan bertemu dengan orang yang mengalami hal seperti itu. Tapi, dari yang kau alami, sepertinya memang begitu, ya.Ya, aku juga tidak tahu, kenapa aku sampai mengalami hal ini.Bukannya ada sebabnya? Mungkin kau mengalami hal yang sulit sebelumnya, itu bisa menjadi penyebab penyakit phobia yang kau alami.Hm, kurasa ini karena aku terlalu percaya pada cinta diawal. Lalu, akhirnya aku malah dikecewakan. Yang aneh, kenapa aku kambuh padahal aku tidak sedang jatuh cinta.Apa kau yakin? Mungkin saja kau masih mencintai Luna.Kenapa kau membicarakan Luna?Aku melihatmu bertemu Luna. Aku sedang ingin membeli kopi, bukan maksud membuntuti, itu tidak disengaja.Oh... Tapi aku menolaknya. Aku sud
Gavin mengambil sesuatu dari dalam lemari. Sebuah kotak yang berisi surat-surat berharga. Itu adalah surat yang dia sembunyikan sejak kepergian Lissa, sepupu Arabella. Sekarang Arabella sedang menunggu, dia duduk di atas tempat tidur menanti Gavin yang katanya akan memberitahu sebuah rahasia padanya.Awalnya Gavin merasa surat itu tidak perlu di sampaikan pada Arabella, mengingat isi yang sempat dia baca, dan dia takut itu hanya akan membuat Ara bersedih. Tapi, kalau Ara tidak diberi tahu, maka dia akan merasa bersalah pada Lissa.“Sayang, apa kau masih lama? Sebenarnya apa yang kau sebut rahasia itu, hm?” tanya Arabella, dia melihat suaminya bengong di depan lemari, seperti memikirkan sesuatu. Apakah itu sebuaj rahasia besar? “Bukan tentang kau yang punya hubungan lagi dan memiliki anak dengan wanita lain lagi, kan?” ucapnya pada Gavin.“Astaga, sayang! Mana mungkin, aku bersumpah tidak pernah sekali pun memiliki hu
Evelyn adalah tipikal atasan yang santai, berwibawa, dan diam-diam perhatian pada karyawannya. Sudah menjadi rahasia umum, jika Evelyn setiap kali ada karyawannya yang berulang tahun, dia selalu memberikan ucapan selamat, sekaligus hadiah ulang tahun.Tidak tanggung-tanggung, hadiah yang Evelyn berikan senilai lima kali lipat gaji karyawan. Siapa yang tidak mau memiliki atasan seperti Evelyn?Namun, dibalik sikapnya yang Royal pada karyawan. Evelyn dinilai sulit dihadapi untuk masalah pengambilan keputusan dalam urusan pekerjaan. Dia tidak mau mendengarkan pendapat karyawannya, baginya, pendapatnya adalah yang terpenting. Seperti sekarang ini, waktu Evelyn hendak menaruh modal di perusahaan Gavin Narendra Tama hanya dengan syarat, Gavin mempertemukan dia dengan istrinya.“Madam, di luar ada Tuan Gavin ingin bertemu dengan Madam.”“Suruh dia masuk.”“E.. Tapi... Tunggu dulu!”“Ya, ada apa,
Arabella membuka matanya perlahan setelah cahaya matahari menyilaukan menyentuh pandangannya yang masih belum terlalu jelas.Seperti yang telah ia katakan pada gavin bahwa hari ini dia akan menemui klien wanita yang bernama Evelyn. Klien Gavin ini memang terbilang unik, dia mengatakan akan memberikan berapapun yang dibutuhkan oleh Gavin sebagai dana investasi. Asalkan Gavin mengajak Arabella bersamanya dan bukan Gavin yang membuat kesepakatan melainkan Arabella. Sampai saat ini Arabella masih tidak habis pikir kenapa wanita itu menginginkan syarat yang terbilang aneh menurutnya.Namun tidak masalah baginya, asalkan demi kepentingan perusahaan. Maka menurut Ara tidak ada yang aneh seharusnya, asalkan itu ditempuh dengan cara yang benar, dan tidak menyimpang."Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Gavin yang baru saja selesai menelepon.Arabella menoleh ke belakang, tepat sewaktu Gavin memeluk pingangnya mesra, sambil meletakkan dagunya ke atas bahu Arab
Arabella duduk di bangku panjang yang ada di depan ruangan rawat Evelyn. Dia masih berusaha menangkan diri selpas melihat fenomena wajah yang serupa dengan orang yang berhubungan dekat dengannya. "Oh Tuhan, aku benar-benar tidak percaya ini ..."Air mata Arabella mengalir tanpa disadarinya. "Tuhan, kuyakin tidak ada orang yang semirip itu dengan dia. Wajah yang sudah lama sekali tidak aku lihat setelah aku berulang tahun yang ke sepuluh."Tak lama kemudian, Gavin pun muncul membawa bunga dan parsel buah dari mobil. "Sayang, kenapa kau belum masuk?"Sepintas Gavin tidak melihat raut Ara yang sendu. Ara juga pandai menyembunyikan itu dari suaminya. Dia teringat tujuannya datang, bukan untuk bernostalgia tentang cerita sedih hidupnya di masa lalu."Ah, sayang. Aku menunggumu. Bagaimana ini, tadi mataku entah kenapa seperti terkena debu atau apa. Aku merasa mataku pedih, Vin.""Astaga, sini coba biar kulihat," kata Gavin yang langsung
"Dokter apa yang terjadi dengan istri, saya?""Istri Anda hamil.""Apa? Saya hamil, Dok?""Ya, menurut hasil pemeriksaan awal, usia kandungan memasuki bulan ke tiga. Keadaannya cukup baik. hanya saja, Nyonya harus banyak istirahat dan tidak boleh kelelahan. Konsumsi makanan bergizi, vitamin, itu sangat penting."Evelyn masih tak menyangka, bahwa dia hamil. "Astaga Sayang! Kau dengar, ada bayi di dalam sini! Ini adalah anak kita, Sayang!" Oliver kelihatan benar-benar bahagia. Dia tak kuasa menyembunyikan perasaan haru di hadapan istrinya."Aku benar-benar tidak menyangka, Oli. Aku hamil. Aku akan jadi seorang ibu?"Oliver menciumi Evelyn dengan derai air mata. Setelah penantian panjang, akhirnya dia dan Evelyn akan segera diberkati keturunan.***"Gavin, kita harus segera ke rumah sakit." "Ya, Sayang. Sebentar, aku harus menggendong Aelly dulu.""Oh, sweety. Kau benar-benar ayah yang luar biasa, Vin."Gavin menarik tubuh Ara ke sisinya, lalu mengecup keningnya. "Kau lah yang luar bia
Dokter sudah mengatakan jika operasi yang dilakukan Gilbert berjalan lancar. Setelah dua puluh empat jam akhirnya Gilbert pun sadar. Arabella lah yang pertama dilihat olehnya. Laki-laki itu merasa diberkahi, sebab Tuhan masih mengasihaninya dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya terhadap putrinya, Arabella. "Ara." "Kau sudah bangun, Tuan."Mungkin berlebihan dan terkesan tidak tahu diri. Gilbert merasa ingin sekali mendengar Arabella memanggilnya ayah. Tapi, dia tidak mau menyampaikan itu pada Arabella, sebab baginya melihat Ara yang mau berbicara dengannya saja, itu sudah merupakan hal yang luar biasa. "Iya, berkatmu, Arabella. Aku ingin kau memaafkan ku. Jadi, aku memohon pada Tuhan, dalam gelap, dalam kesakitan, aku mohon agar aku bisa melihatmu, walau mungkin untuk terakhir kali."Arabella menggeleng, dia tentu tidak mau itu menjadi yang terakhir. "Kau tidak boleh berkata begitu, Ayah." Gilbert yang masih terbaring lemah, mendadak menegakkan tubuhnya meski di
Rasa resah dan gelisah melingkupi Arabella. Dia harus berasa di posisi yang sangat menyulitkan nya. Laki-laki itu benar ayahnya, seburuk-buruknya tetap dia lah orang yang memiliki hubungan darah dengannya. Arabella tak mau, jika Tuhan mengambil orang itu. Lebih baik, hubungan mereka buruk selamanya, asalkan Gilbert harus tetap hidup. "Sayangku, aku mengerti yang kau rasakan." Gavin, dia selalu datang memberikan setidaknya sedikit ketenangan dan juga pelukan hangat yang membuatnya kuat. "Vin, apa yang harus aku lakukan??" "Kau harus ikuti kata hatimu, Arabella. Lakukan apa yang hatimu suarakan. dengarkan dengan perasaan bukan dengan emosimu." Matanya berkaca, dia mengeratkan peluk, sembari menahan agar tidak menangis. "Jangan menangis, karena Arabella yang kukenal adalah wanita yang kuat. Sudah terlalu sering kau menangis, padahal hal yang jauh lebih sulit dari ini sudah pernah kau lalui." Keberuntungan yang Ara miliki adalah Gavin, s
"Saya mohon, Tuan Gavin. Izinkan Ara ikut saya ke rumah. Saya akan menjelaskan semuanya secara terang-terangan pada Oliver dan Evelyn tentang siapa Arabella, dan juga masa lalu saya bersama ibu Ara."Gavin awalnya menolak. Tapi, dia juga tidak mungkin membiarkan masalah menguap begitu saja. Padahal dia yakin Arabella juga ingin kejelasan, setidaknya itu adalah bentuk penyesalan Gilbert yang telah menyia-nyiakan Ara dan ibunya."Baiklah. Saya akan izinkan Arabella pergi. Tapi saya akan ikut bersamanya.""Ya, tentu, memang Anda harus ikut, Tuan. Terima kasih, karena sudah mengizinkan saya mengajak Ara."Ara hanya diam, dia menyerahkan segalanya ke tangan Gavin. Kalau Gavin yang memintanya pergi, maka dia akan pergi. Sedangkan kalau tanpa restu Gavin, Ara tidak akan pergi."Ara, aku akan menemani mu. Kau mau ya, ikut untuk menjelaskan semuanya. Ini juga yang diinginkan ibumu, kan?"Ara menatap sekilas wajah Gilbert. Dia masih sediki
Evelyn benar-benar cemas karena Arabella meminta bertemu empat mata dengan papa mertuanya. Sedang dia tau, bahwa papa mertuanya itu bukan termasuk orang yang bisa diajak bicara.Setelah sekitar tiga puluh menit Arabella bersama dengan Gilbert, entah apa yang mereka berdua bicarakan. Akhirnya Arabella keluar dengan wajah yang datar pada awalnya. "Ara, kau akhirnya keluar juga. aku sangat mencemaskan mu."Barulah Arabella tersenyum. Dia menggenggam tangan Evelyn, dengan raut yang terlihat santai, seolah tak terjadi apa-apa."Aku baik-baik saja. Syukurlah, semuanya bisa diselesaikan. Aku sudah bicara, dan Tuan Gilbert akan menyelesaikan semuanya. Kau bisa lanjut dengan proyek yang sebelumnya berjalan, tanpa perlu memperpanjang semuanya lagi.""Hah? Apa maksud mu, Arabella? Bagaimana bisa?" tanya Evelyn yang kaget bukan main. Tidak mungkin itu terjadi begitu saja. Karena dia tau persis bagaimana watak papa mertuanya. Apakah dia luluh? apa yang Ar
"Selamat siang, Tuan Gilbert." "Kamu? Kamu Arabella, kan?""Ya, saya Arabella, lama tidak bertemu, Tuan. Rasanya saya juga lupa, kapan terakhir kali kita saling mengenal. Karena waktu itu saya masih sangat kecil. Kalaulah bukan karena Ibu yang memintaku menemui Anda, mungkin saya sudah mengubur nama Anda dalam-dalam." Perkataan Arabella itu sangat membuat Gilbert terpukul. Tapi, pria tua itu menyadari, dia memang bersalah. Gilbert berjalan melangkahkan kakinya mendekati Arabella hingga jarak keduanya hanya sekitar satu meter saja. "Duduklah dulu, Ara. Silakan, kita bisa berbicara dulu."Ara pun duduk, meski sejujurnya enggan. "Baik, kita bicara. Meski saya enggan, saya malas berbicara dengan orang seperti Anda, Tuan." "Arabella, maafkan Ayah, Nak.""Anda bukan ayah saya." "Ara, aku adalah ayahmu. Suka tidak suka, aku adalah suami ibumu.""Apa?" decih malas Arabella. "Kau bilang suami ibuku? Apakah
"Oli, sudahlah, aku tau kau kesal. Tapi kau sendiri tau, kan? itu papamu, dia memang begitu sejak dulu.""Eve, tapi kali ini dia sudah sangat keterlaluan. Bukannya kita sudah sepakat, untuk tidak ikut campur dengan urusan masing-masing lagi. Tapi, dia malah terlalu jauh mencampuri urusan kita."Meski Evelyn juga heran, terutama dengan kata-kata Gilbert yang terang-terangan mengatakan tidak menyukai Gavin. Tapi, dia tidak mau itu menjadi beban pikiran suaminya. "Hei, tidak akan ada yang terjadi. Papa tidak bisa melakukan hal yang lebih dari sekedar menggertak kita. Iya, kan?"Oliver memeluk Evelyn. Beruntung istrinya itu sangat penyabar dan mengerti keadaannya. "Maafkan aku, ya, Eve. Karena dia membuat kamu susah sekarang.""Tidak, aku justru sangat bersyukur, di saat seperti ini kau membelaku." "Tentu saja, kau adalah istriku, jadi sudah sewajarnya aku membela mu, kan?" "Hem, kau harus tau, aku sangat bahagia, Oli. Kuharap kau terus
Gilbert dalam keadaan geram segera meminta orang kepercayaannya untuk menemui Evelyn dan meminta Evelyn membatalkan kontrak kerja sama dengan Gavin. Namun tak lama kemudian. Evelyn dan Oliver datang dalam keadaan tidak terima sebab menurut mereka Gilbert sudah keterlaluan ikut campur dengan urusan mereka. "Pa, kita harus bicara.""Kalian berdua duduk."Evelyn dan Oliver duduk dengan kemarahan yang tertahan. Tak mengerti kenapa Gilbert sangat tidak setuju dengan kerja sama Evelyn dah Gavin. Padahal semuanya susah sesuai prosedur dan perusahaan Gavin juga terbukti telah berhasil selamat dari ancaman kebangkrutan dan mulai berjaya lagi. "Kalian tahu, kan, bahwa kalian tidak memiliki hak untuk menolak permintaan Papa."Oliver kelihatan sangat kesal, dia berdiri lalu menantang papanya dengan tatapan tajam. "Papa punya alasan?" "Oli, duduklah, kau tidak boleh begitu di depan papamu," pinta Evelyn. "Tidak, Eve. Ka
Kedatangan Evelyn ke rumahnya membuat Arabella kepikiran. Jadi, rupanya sosok Gilbert bukan hanya menyebalkan, dan jahat di matanya saja, melainkan di depan anak dan menantunya? "Ah, aku lupa, dia adalah ayahku." Ara berdesis sebelum akhirnya dia duduk di depan meja kerjanya. "Jadi, dia juga mengucilkan Evelyn karena Evelyn belum punya anak?" Ara teringat waktu Evelyn berkata, dia dikucilkan. Sebab selama berumah tangga kurang lebih sepuluh tahun, dia belum juga dikaruniai keturunan. Setahu Evelyn, Gilbert ingin sekali memiliki cucu. Dia ingin sekali punya cucu perempuan. "Tidak, aku tidak akan biarkan laki-laki tua yang sudah menghancurkan hidup ku dan ibu, juga hendak merenggut kebahagiaan putriku?" "Aku pulang, Sayang..." "Gavin." Ara berdiri, dia langsung menghambur ke arah suaminya yang baru pulang dari bekerja. "Akhirnya kau pulang, Sayang." "Hem, tentu saja. apa kau menungguku?" "Ya, tentu saja ak