“Sedikit, dia mengabaikan urusan perusahaan yang lebih genting dan menaruhnya begitu saja di tanganku. Tidak bisa seperti itu, Leo . Apa benar urusan pembuatan video adalah urusan Alvaro? Bukan kan?” celoteh Bunga. Dia akhirnya tak tahan untuk tidak membicarakan semua itu.Leo mengangguk. Dia tentu setuju dengan Bunga. Tidak seharusnya Alvaro meninggalkan urusan meeting tadi pada Bunga. Untung saja semua berjalan sesuai dengan harapan, kalau tidak? Tentu Bunga yang akan menanggung akibatnya.“Sudahlah, bagaimanapun, kalau untuk urusan itu, aku rasas sebaiknya kau benar-benar menempatkan diri sebagai karyawan saja. Selama ini aku sendiri juga seperti itu, sehingga bagiku tak ada beban sama sekali. Aku mengerti mungkin itu sulit bagimu, tapi pantas dicoba,” hibur Leo . Bunga mengangguk. ‘Alvaro memang tidak bisa diberi hati kali ini,’ pikir Bunga.Jam kerja selanjutnya dijalani Bunga sesuai dengan tugasnya. Sebelum jam pulang, Bunga sudah menyelesaikan semuanya, bahkan sampai jadwal Al
Ketika sampai di lokasi parkir apartemen yang ditinggali Sarah, Alvaro melihat ke arah jam tangannya. Sepertinya nanti mungkin saja terlambat pulang ke rumah. Setelah mobilnya berhenti, Alvaro langsung mengambil telepon genggamnya. Dia lantas menghubungi Leo .“Halo, Al?” tanya Leo dari seberang telepon.“Leo , bisakah kau mencarikan satu set perhiasan berlian untuk Bunga?” tanya Alvaro.“Uumm, bisa, tapi kenapa tidak kau saja yang pergi membelinya? Mungkin kau akan lebih tahu selera Bunga?” tanya Leo.“Benar, tapi aku sedang ada urusan lainnya. Aku tidak jadi menyusulnya,” jawab Alvaro ringan. Leo terdiam untuk sesaat kemudian hanya bisa menuruti semua suruhan Alvaro. Dalam hatinya, Leo tahu kalau Alvaro sedang menambah masalahnya dengan Bunga.Alvaro memandang ke arah bangunan apartemen itu. Dia berniat akan menuntaskan segalanya dengan Sarah malam ini. Alvaro harus tahu kebenarannya. Apakah wanita yang dirasa dikenal oleh Alvaro itu memang memiliki kaitan dengan kehidupannya. Se
Air mata haru muncul di mata Alvaro. Begitu pula dengan Sarah. Matanya tentu meluncurkan tetesan demi tetesan air mata haru. Sarah begitu menikmati suasana ketika Alvaro menyadari kalau dirinya adalah ibu kandung dari Alvaro. Faktanya, situasi yang paling dinikmati oleh Sarah adalah karena Alvaro termakan kebohongan yang diceritakannya. Dia begitu senang karena rencananya berhasil.“Berarti maksud ibu, sebenarnya Kakek Bram tahu semua ini? Kakek tahu kalau ibu sebenarnya masih hidup?” tanya Alvaro. Dia masih tidak bisa percaya dan langsung saja bertanya untuk memastikannya.“Tentu saja, P-pak Al. Kakek yang menjemputmu saat ibu masih dirawat. Saat ibu sama sekali tidak mengetahui siapa diri ibu sendiri. Justru itu yang dijadikan oleh kakekmu alasan agar dia bisa mengasuhmu dan mengambilmu,” ujar Sarah. Alvaro mendengus, dia tidak terima selama ini telah dibohongi oleh Kakek Bram. Didalam hatinya begitu marah namun dia berusaha menahannya, hanya karena di depan Sarah.“Berhentilah mema
“Ini kebohongan selanjutnya, Kek? Ini pasti kebohongan Kakek selanjutnya, kan? Kakek tidak mengatakan kalau ternyata Ibu juga menjadi korban dalam kecelakaan itu. Karena itu dia melakukan operasi plastik untuk memperbaiki wajahnya kembali. Kakek mempergunakan itu sebagai kesempatan agar aku tidak mengenali wajahnya karena memang sudah berbeda dengan yang ada di foto masa kecilku,” tuding Alvaro.Kakek Bram langsung tersenyum. Sekarang dia mulai mengerti apa yang dikatakan Soraya alias Sarah kepada Alvaro. Wanita itu telah mengaku kalau wajahnya dioperasi lantasan wajahnya itu rusak akibat kecelakaan. Kakek Bram langsung menggeleng.“Al, kau boleh bertanya pada dokter bedah plastik terbaik. Operasi apa yang dilakukannya pada wajahnya. Kau bisa membawanya agar bisa diperiksa. Dia melakukan operasi untuk kepentingan estetika semata, Al. Aku berani bertaruh untuk jawaban dokter itu.” Kakek Bram merasa percaya diri menyampaikan itu kepada Alvaro. Alvaro langsung terdiam. Dia mengerutkan ke
Sampai di rumah, Alvaro melihat mobil Bunga sudah terparkir di garasi. Namun, semua lampu tampak sudah diredupkan. “Apa Bunga sudah tidur? Aku sangat membutuhkannya. Aku tidak tahu lagi pada siapa aku bisa bercerita mengenai ini semua,” gumam Alvaro ketika turun dari mobil. Dia membanting keras pintu mobil. Bunga memang sudah tertidur. Ketika pulang dan menemukan kalau Alvaro tidak ada di rumah, Bunga sudah memperkirakan kemana Alvaro pergi. Hatinya memang merasa bertambah kesal, terlebih Alvaro tidak menyusulnya, padahal lelaki itu mengirimkan pesan kalau dia akan mengikuti Bunga sampai ke rumah orang tuanya.Alvaro masuk ke kamar. Melihat Bunga yang sudah tertidur lelap, Alvaro merasa bersalah. Alvaro berjalan menghampiri Bunga. “Sayang,” ucapnya pelan sembari mengecup kening Bunga.“Mhhh, kau sudah pulang?” tanya Bunga. Dia terjaga dari tidurnya karena Alvaro langsung memeluk tubuhnya. Bunga pasrah, dia tak bisa bergerak. Sebenarnya, kalau menuruti perasaan kesalnya pada Alvaro, B
Rumah tangga sebenarnya bukanlah hal sederhana. Dibutuhkan kekuatan untuk membangunnya. Sama seperti bangunan rumah biasa, harus ada pondasi yang kokoh untuk mendasarinya. Melayari bahtera rumah tangga juga harus menggunakan semua daya dan upaya. Akan ada banyak gelombang besar bahkan badai yang menerjang. Tidak hanya perjalanan mulus yang akan didapatkan, bukan hanya sekedar berbahagia dan bersenang-senang di atas ranjang. Namun rumah tangga juga menuntut komunikasi, pengertian, dan banyak kesabaran.Seperti Alvaro, yang kali ini berusaha meneguhkan hati untuk bersabar menghadapi sikap dingin Bunga. Alvaro sebenarnya dalam hati tidak menerima pertanyaan-pertanyaan yang baru saja dilontarkan Bunga kepadanya. Tidak mungkin dia tidak akan percaya pada Bunga, sang istri yang sudah mulai dicintainya. Tapi, kalau sang istri sendiri merahasiakan sesuatu kepadanya?Alvaro memegang dadanya, kekecewaan hari ini datang bertubi-tubi kepadanya. Kekecewaan karena menghabiskan masa kecil jauh dari
Tanpa jeda, Alvaro merengkuh tubuh Bunga. Dia menangis dalam pelukan perempuan itu. Dia tidak lagi merasa malu. Bunga paham, menangis itu lelaki tentu sangat mahal harganya. Tangisan lelaki sebenarnya tidak ada salahnya, walaupun sebagian dari lelaki merasa kalau tangisan yang mereka keluarkan sama artinya dengan kelemahan, menggadaikan harga diri di depan dunia, atau apapun itu. Tapi, menangis sebenarnya bukanlah hal lemah. Tangisan bagi lelaki adalah pertanda kalau dia sudah berdiri dengan kuat menahan segala dalam waktu yang lama.Bunga membalas pelukan Alvaro, membiarkan lelaki itu tersuruk di dalam pelukannya. Bunga mengecup lembut baju Alvaro. Perasaan kasih menerpanya pada lelaki yang menjadi suaminya itu. “Bersabarlah, kau harus membagi semua bebanmu denganku. Kalau kau tidak mengatakannya sejak awal, aku tidak akan pernah tahu apa yang kau hadapi. Seharusnya kau mengatakan padaku langkah apa yang ingin kau lakukan sehingga kita bisa menjalaninya bersama, kan?” ujar Bunga meng
“Hei, hei, kau malah tertawa. Apa pikiranmu sudah kemana-mana mendengarnya? Kau sekarang sudah nakal?” canda Alvaro. Jawaban itu membuat Bunga lebih tertawa lagi, kali ini sampai terkakah-kakah. Dia tahu sang suami sedang kesulitan.“Mungkin kau mau aku membantumu memasukkan,” ujar Bunga. Sekarang mereka berdua terpingkal-pingkal. Alvaro tentu saja tidak ahli ketika memasangkan kalung itu ke leher Bunga. Baru kali ini Alvaro menghadiahkan seorang wanita, dan itu adalah istrinya sendiri. Kalau gugup, tentu saja tidak, dia sudah terbiasa dengan Bunga. Hanya saja, tidak terbiasa.“Sudah! Akhirnya bisa. Buka matamu sekarang,” ujar Alvaro. Dia menatap takjub pada Bunga yang dilihatnya di dalam cermin meja rias.Bunga membuka matanya, melihat kalung yang dipasangkan Alvaro di lehernya. Kalung berlian itu mengkilat dengan liontin berbentuk hati. Memang benar, kalung itu tampak sangat cantik dikenakannya. “Oh, Sayang. Ini cantik sekali, terimakasih. Apa ini sogokan?” goda Bunga.Satu hal yang
Bunga berjalan keluarrumah mengikuti Alvaro. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Bunga melihatAlvaro seolah kurang menyukai idenya untuk membawa Sarah ke rumah mereka.“Apa kali ini kaubersedia naik mobilku saja? Aku ingin bicara,” ujar Alvaro ketika mereka sampaidi depan rumah. Bunga lekas menganggukkan kepalanya. Kekhawatiran merasukipikiran Bunga. Tak mungkin lagi Bunga menolak keinginan Alvaro.Alvaro membuka pintumobilnya, dia menanti Bunga masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Alvaro bergegasmasuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan mesinnya. Bunga melihat ketegangandi wajah suaminya. Dia merasa takut sekali.“Sayang, apa akusalah?” tanya Bunga memberanikan diri bertanya pada Alvaro. Mobil yangdikemudikan Alvaro baru saja keluar dari gerbang mansion.Alvaro menarik nafaspanjang begitu Bunga mengajukan pertanyaan. “Aku tidak mengerti, Sayang. Tapi,bagaimana mungkin kau memutuskan mengajak Ibu tinggal bersama kita dalamsekejap mata? Kau bahkan tidak membicarakannya denganku
Bunga mengajak Alvaro ke ruang keluarga. Dia sedikit tidak nyaman membicarakan itu di depan pelayan mereka. “Tidak apa, Sayang. Coba kita lihat nanti. Mereka akan memberikan detail biaya untuk pembayarannya kan?” ujar Bunga.Bunga mencoba membesarkan hati Alvaro. Dia tak mau Alvaro banyak berpikir mengenai biaya perawatan Sarah. Alvaro duduk di sofa bersama Bunga. Dia tahu kalau di antara ego yang dimiliki Bunga pada soal pekerjaan, namun di sisi lain Bunga selalu memiliki toleransi yang besar, terutama kepada keluarga Alvaro.“Kalau begitu, besok kita sekalian menjemput Ibu saat makan siang,” ujar Alvaro. Bunga mengangguk, sebenarnya ini kesempatan bagi Bunga untuk mengatakan tentang pengumuman pernikahan mereka. Namun, Bunga merasa ini saat yang kurang tepat. Alvaro sedang berpikir keras mengenai Sarah.‘Sepertinya lebih baik menunggu saat yang lebih tepat. Apa lagi nanti yang akan dikatakan Al kalau aku tiba-tiba Bunga meminta pengumuman pernikahan?’ Sebagai CEO, Alvaro tentu tak b
Sudah beberapa hari Alvaro membisu. Perlahan kekesalannya pada Bunga sedikit berkurang. Namun tetap saja, sekarang Alvaro memilih untuk tidak banyak berbicara di kantor kepada Bunga. Dia tak pernah mendatangi ruang kantor Bunga kalau sedang tidak benar-benar ada perlunya. Alvaro juga tak pernah lagi berbicara bahkan mencoba menyapa Bunga ketika berada di area parkir.Setiap pagi, Alvaro pergi lebih awal untuk membesuk Sarah. Sore harinya, Alvaro juga mampir ke rumah sakit terlebih dulu sebelum pulang. Dia membebaskan Bunga, Bunga bisa ikut ke rumah sakit sepulang kerja ataupun pagi. Tentu saja dengan mobil yang berbeda. Alvaro tak pernah bertanya ataupun komplain kepada Bunga mengenai pergi dan pulang dari kantor pada mobil yang berbeda lagi. Selebihnya? Sikap Alvaro sudah mulai kembali lembut pada Bunga ketika berada di rumah.“Sayang, apa kau masih marah padaku?” tanya Bunga seusai makan malam. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga, memandang televisi namun sebenarnya mereka
Tok! Tok! Tok!Bunga terkejut mendengar ketukan. Di pintu ruangan kantornya. Bunga secepatnya menghapus air mata yang menetes di pipinya. Dia tidak tahu siapa yang ada di depan pintunya.Sebelum Bunga berkata ‘masuk’ pintu sudah membuka. Alvaro muncul di pintu membawa kotak makanan yang tadi dibelikan Bunga. “Boleh menumpang makan?” tanya Alvaro. Bunga hanya bisa mengangguk pasrah.Alvaro masuk ke dalam ruangan Bunga. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat mata Bunga yang tampak sembab. “Kenapa, Sayang?” tanya Alvaro tidak tega dengan sang istri yang tampak bersedih.“Kenapa kau makan disini? Itu hanya akan memperparah keadaan,” ujar Bunga. Alvaro duduk di sofa dan menaruh makanannya di meja.“Apa kau mau aku makan bersama Flora di ruanganku sementara mau disini? Ada Leo yang sedang menemaninya makan sekarang.” Alvaro berjalan ke depan meja Bunga. Sekali lagi memperhatikan dengan cermat wajah cantik Bunga yang tampak begitu bersedih.“Apa yang terjadi padamu, Sayang?” tanya Alvaro.
Gosip beredarBunga terperangah, rasa hatinya ingin sekali keluar dari mobil dan berlari mengejar mobil Alvaro. Bunga melihat mobil Alvaro keluar menuju pintu gerbang rumah sakit. Sekarang Bunga menjadi salah tingkah. Apakah dia harus keluar dan tetap membesuk Sarah, atau Bunga harus pergi ke kantor saja dan menenangkan diri?Rasanya tak mungkin Bunga mengejar mobil Alvaro. Itu hanya akan membuatnya malu. “Kemana dia bersama gadis itu?” desah Bunga. Sekali lagi Bunga merasa sangat membutuhkan Nabila.Bunga melirik ke jam yang ada di dashboard mobil. Perasaannya terasa hampa, benar-benar hampa. “Mungkin Nabila sedang di jalan, aku tidak mau mengganggunya,” gumam Bunga sekali lagi.Bunga kemudian memutuskan untuk langsung pergi menuju kantor. Dia tidak jadi membesuk Sarah. Bunga tidak ingin Sarah bertanya macam-macam kepadanya nanti kalau tahu dia datang sendiri tanpa Alvaro.Sampai di tempat parkir di kantor, Bunga kembali melihat jam. Jam kerja belum dimulai, dia masih datang terlalu
Nasehat SahabatAlvaro membelakangi Bunga, dia mematikan lampu duduk di atas nakas. Bunga tahu kalau tak ada kesempatan baginya. Di sisi lain, Bunga merasa dirinya ditolak oleh Alvaro. “Sayang kenapa sih?” ujar Bunga. Dia merasa tak nyaman pada penolakan Alvaro. Bunga merasa malu.“Tidak malam ini, Sayang. Itu bukan hal yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Kau harus mengerti itu. Tidurlah, selamat malam.”Bunga mencelos, dia tak tahu apa lagi yang bisa dilakukannya untuk membuat Alvaro kembali seperti biasanya. Lama sekali Bunga terbaring dalam diam di samping Alvaro yang membelakanginya. Sesekali dia masih melihat punggung Alvaro. Berjuta perasaan berkecamuk di dalam pikiran Bunga. Perasaan malu, tak nyaman, sedih, juga kesal karena Alvaro tak mau lagi memahami perasaannya.Pagi harinya, Alvaro pun bangun lebih dulu. Dia bersiap dengan pakaian kantor. Ketika Bunga membuka mata, Alvaro sudah rapi. Bunga sampai terkejut, menyangka dia sedang kesiangan. “Oh, jam berapa ini?”“Mas
Setelah Bunga dan Alvaro keluar dari ruangan itu, Sarah dan Alexa bersuka ria. Sarah langsung menarik selang oksigen itu dari hidungnya. “Aku bebas sekarang. Aku senang sekali. Gio memang pintar mengatur strategi. Aku yakin kita akan memenangkan hati Alvaro ,” ujar Sarah.“Apa yang aku bilang, Bu. Gio memang tahu segalanya. Dia cerdas untuk mengurus semua ini.” Alexa ikut bangga karena dialah yang sudah mengenalkan Gio pada Sarah.“Sekarang kita harus menjalankan peran ini sebaik mungkin, Bu. Harus berhasil sampai Ibu bisa dibawa Alvaro ke rumahnya,” lanjut Alexa. Dia membuka semua paper bag yang dibawanya tadi. Sebenarnya bukan hanya buah yang ada di dalamnya, namun juga makanan dan minuman kesukaan Sarah. Alexa tahu kalau Sarah tak akan betah dengan treatment dari rumah sakit itu.Suka ria yang dirasakan oleh Sarah dan Alexa berbeda jauh dengan yang dialami oleh Alvaro dan Bunga di dalam mobil menuju tempat tinggal mereka. Alvaro masih sedih atas sikap Bunga. Walaupun dia senang
Bunga terpaksa diam, dia tak bisa menjawab apapun lagi. Bahkan sampai di rumah sakit, Bunga masih juga terdiam. Alvaro pun tidak mencoba mengajaknya berbicara lagi. Ketika turun dari mobil, Alvaro segera membukakan pintu untuk Bunga. Dia kemudian berjalan setelah Bunga keluar dari mobil.Bunga terpaksa mengikuti Alvaro saja, mencari kamar tempat perawatan Sarah. Di hati Bunga, dia masih saja ketakutan kalau sakit Sarah akan bertambah parah karena kesal melihatnya.“Sayang, apa aku menunggu di luar saja?” tanya Bunga. Alvaro langsung berhenti berjalan. Dia memandang pada Bunga.“Kenapa selalu mendampingiku setengah hati, Bunga?” tanya Alvaro . Wajah Alvaro memelas, dia merasa sepanjang pernikahan terlalu banyak memohon pada Bunga. Sementara Bunga, di mana Alvaro tak pernah mengerti perasaannya.Bunga menganga, dia tahu Alvaro salah paham. Baru saja Bunga hendak membuka mulutnya, namun Alvaro lagi-lagi berbicara lebih dulu. “Sudahlah. Tidak apa, terserah padamu saja,” ujarnya.A
Di depan ruang kantor Alvaro, Leo masih duduk menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan Vanessa sudah bersiap untuk kembali pulang. Jam kerja memang sudah usai.“Aku mau menemui Pak Alvaro,” ujar Bunga pada Leo dan Vanessa. Vanessa hanya meliriknya sinis, tak peduli pada apa yang dikatakan Bunga. Baginya, jam kerja sudah selesai. Dia tak ada alasan lagi untuk menambah waktu kerja walaupun hanya sedetik. Apalagi hanya karena Bunga.“Silahkan masuk saja, Bunga.” Leo langsung saja mempersilahkan Bunga. Dia sudah tahu kalau Bunga ingin membicarakan sesuatu yang tampaknya serius dengan Alvaro. Itu semua terlihat dari wajah Bunga yang tampak sedikit tegang.Bunga langsung mengetuk pintu Alvaro, setelah hitungan ketiga, dia membukanya dan masuk. Vanessa melirik ke arah Bunga, masih dengan tatapan sinisnya. Leo yang berada di belakang layar komputer memperhatikan gerak laku Vanessa. Dalam hati, Leo tahu kalau Vanessa tidak menyukai Bunga. Tapi dia tak akan bertanya apa-apa. Leo akan mengamatinya