Home / Rumah Tangga / Menikahi Ayah Temanku / 005. Memetik Kembang Kegadisan

Share

005. Memetik Kembang Kegadisan

Author: Juni Rev
last update Last Updated: 2024-02-02 11:20:03

“Abang mau menyita tanah Mang Somad, ya?” Sofia mendekat pada Wira yang langsung menyambutnya ke dalam pelukan.

“Dia harus membayar utangnya, Sayang.”

“Tapi apa harus disita, Bang? Kasian Mang Somad, dia dan keluarganya bergantung pada hasil panen kebun mereka.”

Wira menghela napas. Wajahnya menjadi serius, persis seperti yang dikenal Sofia selama ini.

“Dia harus tanggung jawab atas utang-utangnya, gimanapun caranya.” Wira melepas pelukan dari bahu Sofia, dan kembali mematut diri di depan cermin.

“Apa nggak bisa dibicarakan dulu? Siapa tahu Mang Somad punya cara lain untuk menyicil, Bang.”

“Nggak bisa, dia sudah gagal panen selama lima bulan berturut-turut. Kamu sendiri yang bilang, mereka nggak punya penghasilan selain dari hasil kebun.”

“Maka dari itu, Bang, kasihlah mereka tenggat waktu.” Sofia memelas pada ujung jas mewah Wira.

Wira menangkup pipi istrinya, lalu berkata lembut, “Abang sudah kasih dia waktu lima bulan, lebih lama dari tenggat waktu yang Abang kasih pada orangtuamu.”

Sofia terdiam. Ia membiarkan Wira mengecup bibirnya sebelum bergegas pergi.

“Abang pergi dulu, ya. Tidak akan lama.” Wira mencium kepala Sofia sebelum mengenakan kacamata gayanya yang membuat ia tampak semakin gagah.

Sofia menggigit bibir bimbang, lalu dengan cepat ia berbalik mengejar suaminya.

“Bang! Abang!”

Wira menghentikan langkah di balkon utama, dan berbalik menyambut istri kecilnya yang berlarian dari dalam rumah.

“Ada apa?”

“Bang, tolong jangan sita tanah Mang Somad, ya. Aku … akan jadi jaminannya,” pinta Sofia, menggenggam tangan Wira memohon.

“Ngapain kamu jadi jaminan dia? Memangnya Somad siapa kamu?” Wira melepas kacamatanya dan menatap Sofia lekat-lekat.

Sofia menunduk, tidak terbiasa memandang berlama-lama wajah seorang Mahawira Anggabaya secara langsung.

“Itu … aku tahu keadaan mereka, Bang. Mang Somad punya penyakit. Itulah yang menyebabkan Mang Somad agak lamban dalam mengurus kebun akhir-akhir ini.” Sofia menggigit bibir gelisah.

“Bang, aku mohon berilah Mang Somad waktu untuk melunasi utang-utangnya. Kalau bisa, hapuskan juga bunganya, biar Mang Somad bayar utang pokoknya saja. Aku mohon, Bang, kalau Abang bersedia, aku akan menyerahkan diriku sebagai gantinya.”

Wira terbeliak mendengar tawaran terbuka Sofia.

“Sofia, kamu nggak boleh bicara seperti itu di sembarang tempat.” Wira berbisik panik, seraya menggiring Sofia ke dalam rumah.

“Tapi ini kan rumah Abang, nggak ada siapapun bisa dengar.”

“Kecuali Brian dan Ajat, ajudanku,” ucap Wira mengingatkan.

Sofia baru ingat dua penghuni lain di rumah itu. Ia tertunduk malu.

“Maaf,” lirih Sofia merasa bersalah.

Wira mengusap sayang kepala Sofia, dan mengajaknya ke dalam kamar.

“Sofia, benarkah yang kamu katakan tadi, kalau aku tangguhkan pembayaran utang-utang si Somad, kamu akan ….” Wira menghentikan ucapannya, dan menatap ujung sepatu gugup. Ia terlihat seperti pemuda yang baru jatuh cinta di hadapan kekasih pertamanya.

Sofia mengangguk. “Iya, Bang. Asalkan Abang tidak menyita kebun Mang Somad, dan menghapus bunga dendanya.”

Wira mengerutkan kening. “Soal kebun, aku bisa menambah batas waktu pembayaran, tapi soal bunga denda, maaf, Somad harus tetap membayarnya secara penuh. Itu perjanjian tertulisnya, Sayang, hitam di atas putih, dan sah di mata hukum.”

Sofia menghela napas. “Baiklah, tidak apa-apa.”

Wira tertawa lebar. “Aku tidak akan pergi kemana-mana hari ini,” katanya ceria, “Apa yang kamu inginkan, Sofia kekasihku, aku akan memberikannya untukmu.”

Sofia terdiam. Ia berpikir keras sebelum akhirnya berkata penuh tekad, “Aku ingin Abang memberiku uang saku, bolehkah?”

“Oh, itu hakmu yang pasti akan kau dapatkan tanpa harus diminta,” ucap Wira enteng. Ia menunjuk laci meja nakas, dan melanjutkan, “Di sana sudah kusiapkan kartu debit yang bisa kamu gunakan, Sofia.”

“B-benarkah? Terima kasih,” ucap Sofia tidak percaya. Sofia tidak terbiasa mendapatkan kemudahan dalam meminta uang. Sejak dulu, ia harus membantu orangtuanya di kebun sebelum mendapatkan uang saku yang jumlahnya tidak seberapa.

“Maksud Abang, jika kamu menginginkan sesuatu untuk dirimu sendiri seperti mobil misalnya, katakan saja, Sayang.”

Sofia menimang-nimang sejenak, kemudian menggeleng lemah. Sofia tidak ingin memberi Brian alasan untuk mengolok-oloknya lagi.

“Sementara ini, cukuplah itu saja yang aku minta,” ucap Sofia lembut. Ditatapnya Wira yang tidak mengalihkan pandang darinya.

“Kamu cantik, Sofia,” bisik Wira bahagia. Ia mengusap pipi Sofia dengan jemari, dan memajukan wajah tak sabar ingin menjelajah raga sang istri.

“Bisa kita mulai sekarang?” tanya Wira pelan. Ia menyurukan wajah ke leher Sofia yang jenjang dan wangi.

Sofia yang sudah kadung basah menjadikan dirinya jaminan atas penangguhan utang warga, mengangguk malu-malu.

“Berbaringlah, Sayang, kita akan melakukannya pelan-pelan.” Wira menyentuh lengan Sofia, dan merebahkannya di atas ranjang.

“A-apa … ini akan terasa sakit?” tanya Sofia lugu.

Wira menggeleng, “Entahlah … ini pertama kalinya juga bagiku.”

Kedua mata indah Sofia membeliak.

“P-pertama kalinya? Bukannya Abang pernah melakukan ini dengan ibunya Brian?”

Pertanyaan lugu Sofia menghentikan gerakan Wira yang sempat hilang akal dalam buaian keindahan sang gadis.

“Eh … itu, yeah, ehm … aku ….” Wira kelimpungan mencari alasan. Pasalnya, ia sendiri tidak sadar telah mengatakan pernyataan tadi. “Maksud Abang, ini pertama kalinya Abang melakukannya dengan kamu, Sofia.”

Kali ini Sofia yang terdiam. Wajahnya memerah karena malu.

Wira kembali menenggelamkan diri dalam sahara cinta Sofia. Bak musafir gurun nan dahaga menemukan oasenya. Wira betul-betul memperlakukan Sofia dengan lemah lembut, hingga Sofia tidak tersiksa rasa nyeri saat Wira memetik kembang kegadisannya.

“Kamu kesakitan?” bisik Wira setengah sadar. Sofia membuatnya nyaris gila dimabuk asmara.

Gadis itu hanya bergumam tidak jelas. Wira menggagahinya dengan cara pria sejati, tanpa melukai, tak ada yang tersakiti hingga keduanya merebah lemah, bermandi peluh.

Wira mengecup kening Sofia yang mengerut di bawah lengannya. “Terima kasih, Sofia.”

***

“Memasak itu hobiku, Bang,” ucap Sofia sambil memotong bawang.

Saat itu sudah menjelang petang, dan mereka bersiap untuk makan malam.

“Iya, nggak apa-apa. Tapi ingat, semua ini bukan kewajiban kamu. Memasak, bersih-bersih rumah, mencuci … semua biar asisten rumah tangga yang urus.” Wira bersandar santai di meja dapur, sambil memperhatikan sang istri memasak.

“Lagi motong bawang pun, kamu cantik banget, sih,” goda Wira, menjawil rambut Sofia yang masih setengah basah.

Sofia tertawa. “Gombal,” seloroh Sofia sambil memanaskan wajan dan mulai mengoseng sawi putih, hasil bagi panen dari warga kampung.

“Lho, kok gombal, sih. Besok Abang beliin cermin yang besar, biar kamu bisa ngaca!” Wira memeluk istrinya dari belakang, dan menciumi leher Sofia hingga gadis itu terkikik geli.

“Aduh, Bang, jangan ganggu, dong. Nanti masakanku gosong!” keluh Sofia sambil menggeliat, mencoba melepaskan diri dari pelukan suaminya.

“Kamu bikin candu, sih,” ujar Wira, membuat wajah Sofia merah padam.

Related chapters

  • Menikahi Ayah Temanku   006. Lidah Setajam Pedang

    Walaupun selama memasak Wira terus menggoda Sofia, ia tetap berhasil memasak sayur sawi putih, ayam goreng sederhana dan sambal lezat.“Wah, Abang nggak sabar ingin menyantap habis semuanya!” Wira menggosok tangan penuh semangat saat Sofia menyajikan sepiring penuh nasi dan lauk pauk ke hadapannya.“Jangan dong, Brian kan belum makan. Sisakan buat dia,” ucap Sofia mengingatkan.Wira berdecak, “Ah, dia bilang akan pulang terlambat karena ada acara trekking sama teman-teman sepedanya. Biar saja anak itu beli nasi goreng di tempat si Mamat kalau pulang nanti.”Sofia tersenyum, namun ia tetap menyisihkan sepotong ayam goreng dan semangkuk sayur untuk Brian.“Sayang, Abang ada urusan di kota malam ini, mungkin baru pulang besok siang. Kamu nggak apa-apa, kan, tidur sendiri malam ini?”Sofia kembali tersenyum. “Nggak apa-apa, Bang.”“Kamu jangan senyum terus, nanti Abang nggak mau pergi.”“Lho, ya nggak usah pergi saja,” timpal Sofia santai. Ia sudah mulai terbiasa dengan guyonan menggoda d

    Last Updated : 2024-02-13
  • Menikahi Ayah Temanku   007. Mencari Brian

    “Dia pakai ini untuk kasih sumbangan ke warga, Pa!” ucap Brian yang mendadak muncul dari lorong kamarnya.Wira bangkit berdiri, dan mengambil kartu debit Sofia dari tangan Brian.“Benar itu, Sofia?”Sofia menunduk. Air matanya menggenang lagi tanpa bisa ditahan. Hinaan Brian semalam, kembali menggaung di telinganya.“Sofia, kamu nggak boleh asal memberi seperti itu pada warga kampung. Nanti mereka ngelunjak! Kamu harus menjaga nama baik Abang di kampung ini, Sofia.”Brian tertawa mengejek. Ia berdiri jumawa di sisi sang ayah, dengan tangan menyuruk saku celana tidurnya.Melihat Sofia menangis, Wira memeluk istrinya tersebut dan berbisik penuh kasih, “Jangan menangis, Sofia, asal tidak kamu ulangi perbuatan itu, Abang maafkan.”Wira menyodorkan kartu debit ke tangan Sofia yang langsung menola

    Last Updated : 2024-02-14
  • Menikahi Ayah Temanku   008. Permintaan Maaf Sang Jagoan

    Sofia menatapnya lega. “Brian! Papamu nyari-nyari sampai kampung seb⸻”“Sssst!” Brian meraih bahu Sofia, dan menyeretnya menjauh.“Kamu mau bikin aku malu di depan teman-teman, hah?” omelnya jengkel.Sofia mengerutkan kening. “Ayo pulang, papamu pasti khawatir.”“Bawel, deh! Dasar ibu tiri!”“Terserah kamu mau ngomong apa, aku nggak akan marah. Yang penting kamu pulang, ya,” bujuk Sofia, meraih tangan Brian yang langsung menepisnya kasar.“Nggak mau! Ini kan tujuan kamu, menyingkirkan aku agar kamu bisa menguasai papa seutuhnya?”“Brian ….” Sofia memijat keningnya putus asa, “Aku nggak ada niat buruk sama sekali, sungguh. Pernikahan aku sama papamu, murni karena masalah utang yang nggak bisa dibayar orangtuaku. Kamu benar, aku ini

    Last Updated : 2024-02-15
  • Menikahi Ayah Temanku   009. Anak Perajuk

    “Terus, apa hubungannya denganku?” seloroh Brian cuek.Sofia menggeleng lemah. “Keluarga kamu satu-satunya orang berduit di kampung ini. Kalian bisa bantu orang-orang seperti Mang Somad.”“Orang-orang seperti Mang Somad lah yang bikin usaha papa bangkrut! Coba kamu bayangin kalau warga kampung kredit macet semua, papa kena imbasnya, tahu! Makannya, jangan sok baik kamu sama warga kampung.”“Membantu sesama nggak akan bikin kamu jatuh miskin, Brian,” ucap Sofia tegas.Brian hanya berdecak mengejek.Mereka tiba di pekarangan luas rumah, dan mendapati mobil mewah Wira sudah terparkir di sana.Mahawira Anggabaya bergegas keluar rumah saat mengetahui kedatangan Sofia dan Brian.“Dari mana kamu, Brian? Papa mencari kamu sampai ke kampung lain!”“Sudahlah, Ban

    Last Updated : 2024-02-16
  • Menikahi Ayah Temanku   010. Suara Hati

    “Hm?”“Soal kuliah, boleh nggak aku ngambil jurusan pertanian?” Sofia memasang tampang lugu, tahu betul hal itu bisa dengan mudah meluluhkan hati sang suami.Benar saja, Wira langsung menjawil hidung Sofia gemas, dan menanggalkan sikap arogannya tadi.“Kan sudah Abang bilang, Abang ingin mengembangkan sektor peternakan di kampung ini. Ada baiknya, kamu dan Brian belajar soal peternakan yang Abang sendiri nggak kuasai. Jadi, kalian berdua bisa mengurusnya dengan baik di kemudian hari, Sayang.”“Tapi, dari dulu cita-citaku ingin seperti Abang, belajar tentang pertanian sampai ke luar negeri, dan pulang kampung untuk membawa tanah kelahiranku ini menjadi lebih baik.” Sofia membuat nada suaranya seimut mungkin. Sampai-sampai ia mual sendiri mendengarnya.“Memangnya, apa yang mau kamu tahu, Sofia? Abangmu ini bisa mengajarimu lebih

    Last Updated : 2024-02-17
  • Menikahi Ayah Temanku   011. Air Panas

    “Brian laper! Sudah boleh makan?” Brian Mahesa mengempaskan diri di kursi dapur dan menatap hasil masakan Sofia yang mulai dingin sambil cemberut.“Brian!” Wira terlonjak kaget dan menjauh dari wajah Sofia yang semakin padam. “Maaf, kami ….”“Nggak apa-apa, aku nggak lihat.” Brian menjawil tahu goreng dan melahapnya acuh. “Makan, Pa.”Tanpa mempedulikan dua insan yang salah tingkah di hadapannya, Brian memenuhi piring dengan nasi dan lauk hasil masakan Sofia lalu makan.Wira bergerak grogi persis seperti remaja yang tertangkap basah bermesraan dengan kekasih di koridor kelas.“Kamu pulang, kok, nggak bilang-bilang.” Wira mengambil tempat di hadapan Brian dan membalik piring kosong yang tergelincir di jemarinya yang licin.“Hati-hati, Bang.” Sofia dengan sigap menahan pi

    Last Updated : 2024-02-18
  • Menikahi Ayah Temanku   012. Klandestin

    “Nggak lucu!” alis tebal Brian saling terpaut, tanda Sofia telah berhasil menangani tingkah angkuhnya dengan baik.“Aku nggak ngelucu. Keren lagi, lo… gue… seasyik itu jadi mahasiswa, ya, Yan?” Sofia menopang dagu dan menatap Brian menggoda.Brian melempar tatapan mencela. “Tahun depan kamu ngerasain juga, kan, jadi mahasiswa. Setelah berhasil merayu papa untuk nguliahin kamu, terus mau minta apa lagi? Mobil biar sekalian keren?”Sofia melirik langit-langit dengan gaya manja yang dibuat-buat, senang bukan kepalang melihat tampang sebal Brian yang susah payah menahan diri untuk tidak menyerangnya.“Hm, menurut kamu apa itu perlu?” Sofia balik bertanya.Sudut bibir Brian otomatis terangkat naik. “Minta aja, papa pasti kasih, toh, sudah kadung basah kamu morotin harta papa!”“Morotin

    Last Updated : 2024-02-19
  • Menikahi Ayah Temanku   013. Kejutan

    Sofia tengah menyiram bunga di halaman depan ketika Brian datang dengan sepeda downhillnya yang lagi-lagi dikendalikan sedemikian rupa hingga nyaris menabrak Sofia.“Dari mana kamu anak nakal?” kata Sofia tenang tanpa mengalihkan pandang dari tangkai-tangkai mawar yang mulai berbunga.Brian mencibir sebal. “Nggak usah berlagak kayak ibu tiri, deh.”“Memang aku ibu tirimu,” Sofia membelai satu mawar kuning dan menciumnya dengan mata terpejam.Seulas senyuman puas tergambar di wajah cantiknya. Sudah lama ia mengagumi taman kediaman sang juragan tanah yang mengusung konsep ala Mediterania. Mahawira Anggabaya memang memiliki selera tinggi dalam segala hal.“Ya, cocok sih kamu jadi ibu tiri.” Brian melompat dari sepeda dan menyimpannya asal hingga menyenggol beberapa bunga yang baru disiram Sofia.“Memang benar

    Last Updated : 2024-02-20

Latest chapter

  • Menikahi Ayah Temanku   023. Kue Keju, Susu, dan Taman Bacaan

    “Aku bisa bantu bicara sama papamu soal jurusan yang kamu nggak suka itu,” Sofia mundur beberapa langkah agar bisa melihat wajah Brian dengan baik.Lelaki itu bengong sesaat sebelum kemudian berdecak dan tertawa mengejek. “Mana mungkin bisa! Aku sudah rayu papa jauh sebelum ini. Dia tetap ingin aku kuliah peternakan. Kamu tahu sendiri alasannya.”Sofia mengedikkan bahu. “Ya, siapa tahu.”Brian menepis udara sebelum kembali melanjutkan langkahnya menuju gedung administrasi fakultas.Sementara Brian sibuk mengurus keperluan semester, Sofia berjalan-jalan di sekitar gedung fakultas peternakan.Gedung itu masih mempertahankan arsitektur zaman dahulu. Lorong-lorongnya punya langit-langit tinggi dari bebatuan. Pepohonan rindang memagari sekeliling fakultas. Sofia menyukai anginnya, hawa sejuknya, suara gemerisik dedaunan yang saling beradu, suara cericit burung yang riang, dan kepingan sinar matahari yang jatuh dari antara kanopi dahan-dahan pohon.“Sofia!” Brian berseru dari lobi fakultas.

  • Menikahi Ayah Temanku   022. Jalan Bareng

    “Mamamu ingin ikut lihat-lihat kampus, Nak. Ajaklah sekalian kamu urus administrasi hari ini.”“Aduh,” Brian mengeluh keras-keras, membuat Sofia semakin mengerut di kursinya. “Ada-ada aja, deh. Ngapain, sih, ngikutin aku ke kampus? Kayak nggak ada kerjaan aja!”“Iya, lebih baik aku nggak jadi ikut, deh, Bang.” Sofia buru-buru mengamini. “Masih banyak pekerjaan rumah yang bisa aku kerjakan.”“Apa itu?” Kening Wira mengerut dalam. “Kamu tidak boleh menyentuh pekerjaan rumah lagi, Sofia, kamu ini aku nikahi untuk kujadikan isteri, bukan pembantu! Brian, ajak mamamu ke kampus hari ini. Lagipula, tahun depan kalian kuliah di kampus yang sama, bahkan satu jurusan. Kalian harus terbiasa saling membantu, karena di kemudian hari, kalian akan bekerja sama memajukan sektor peternakan kampung kita.”Brian berdecak sebal. Ia sudah tak berselera menghabiskan sarapannya yang tinggal beberapa suap saja.Dengan wajah masam, Brian menyambar tasnya lalu pergi. “Aku tunggu di mobil! Lima menit nggak ada,

  • Menikahi Ayah Temanku   021. Silih Asuh

    Sofia membiarkan kulit tangannya dingin di bawah kucuran air keran sejak setengah jam lalu. Tak banyak piring kotor yang bisa ia cuci, tapi ia tidak beranjak dari tempat pencucian.Seharian penuh gadis itu tidak beranjak dari dapur. Ia memasak, mencuci, menyapu, melakukan banyak hal hingga membuat Wira bosan melarang.“Kalau begini, si Mbak bisa makan gaji buta gara-gara semua pekerjaannya kamu kerjakan,” keluh Wira sambil meneguk habis jus jeruknya yang disediakan Sofia pagi tadi.“Tidak apa-apa, aku senang melakukan semua pekerjaan ini.” Sofia tersenyum hambar. “Aku sudah terbiasa bergerak, jadi kalau tidak ada kerjaan badanku sakit semua.”“Masa, sih.” Wira meneliti gerak gerik isterinya yang kini sibuk memotong bawang dan sayur. “Kalau cuma harus bergerak, nggak mesti mengerjakan pekerjaan rumah, kan?”Sofia mengalihkan pandang sejenak dari potongan sayurnya lalu tersenyum. “Benar. Tapi nggak ada hal lain yang bisa aku lakukan.”Kening Wira mengerut. “Sudah Abang bilang, kalau per

  • Menikahi Ayah Temanku   020. Distraksi

    “Jika lima menit ke depan Rean tidak datang, maka, kemenangan mutlak menjadi milik Brian. Anak itu harus angkat kaki dari kampung ini!” Suara menggelegar Wira memantul ke lereng-lereng bukit yang disesaki para warga kampung.Semua orang saling berbisik. Kaki bukit itu senyap tapi tidak dengan hati Sofia yang bergemuruh. Badai petir menyambar-nyambar hingga telinganya tuli. Bahkan ia tak bisa lagi mendengar ucapan suaminya sendiri.Tangan gagah Wira yang melingkari pinggangnya bertengger begitu saja tanpa mengaitkan perasaan seperti biasa. tanah yang dipijak seolah bergoyang, tidak teguh.Sofia ingin menangis tapi air matanya tertahan rasa takut. Dan saat dilihatnya sosok tinggi kurus nan familiar melangkah tegar bersama sepeda kumbangnya yang menyedihkan, air mata itu leleh juga.“Saya di sini, Juragan.” Rean tersenyum lepas. “Maklumlah, sepeda tua. Tadi rantainya copot lagi dalam perjalanan ke sini. Nah, saya tidak terlambat, kan?”Wira membalas senyuman itu dengan sebuah cengiran pi

  • Menikahi Ayah Temanku   019. Derita Mala

    Sofia tengah merenung di atas ranjang masa kecilnya ketika Mahawira Anggabaya datang menjemput.“Dia dia terus di kamar sejak Den Juragan pergi tadi pagi,” ujar Dasimah nelangsa. Sebuah kesedihan yang terlalu dibuat-buat.“Ada apa, Sofia?” Suara lembut Wira semakin menambah perih hatinya. Bagaimana tidak, hati si pria yang baik ternyata masih menjadi duri tajam yang kerap menyakiti orang lain.Sofia merasa tinggal menunggu gilirannya saja sampai ia melakukan suatu hal yang akan membuat sang juragan tanah marah dan mengusirnya seperti yang pria itu lakukan pada warga lain.“Nggak ada apa-apa. Aku hanya kangen kamarku, itu saja.”“Kamu mau menginap di sini barang sehari dua hari?” tawar Wira seraya duduk di sisi Sofia dan membelai lembut kepala si gadis.Sofia menggeleng lemah. “Nggak. Nggak mau.”Di kamarnya, wajah Rean dan gulungan memori masa lalu kerap terbayang. Ia tak sanggup jika harus bermalam di sana, dianiaya nostalgia. “Sudah makan?” tanya Wira lagi dengan kesabaran seorang

  • Menikahi Ayah Temanku   018. Bena Sensibel

    “Sofia, sayang, ayo makan dulu. Ibu masak sop daging kesukaanmu banyak sekali. Kamu boleh nambah sepuasnya, Nak. Uang kami lebih dari cukup untuk membeli segala macam daging yang susah kamu dapat dulu.” Dasimah menggelendot di lengan anaknya.“Nggak usah, Bu. Fia sudah makan.” Sofia tersenyum getir. “Fia cuma mau rebahan di kamar. Kangen rasanya sama ranjangku.”“Alah, ranjang butut begitu kok dikangenin. Ranjangmu di rumah Juragan pasti lebih besar, lho, Nak. Tadinya mau Ibu buang kasur bututmu itu.”“Eh, jangan, Bu. Buat kenang-kenangan.”“Kenang-kenangan itu harus yang menyenangkan, Nak. Masa kasur dekil begitu kamu jadikan kenangan.” Dasimah menggerutu tidak senang.Sofia tertawa kecil. “Banyak hal menyenangkan yang Sofia rasakan sepanjang hidup dan kasur itu jadi saksinya.” Ia mengusap lengan

  • Menikahi Ayah Temanku   017. Akal Geladak

    “Bapak!” Sofia memeluk tubuh renta itu kuat-kuat, enggan menjauh. Tangan keriput Susanto mengusap kepala Sofia gemetaran.“Apa kabarmu, Nak?”“Baik, Pak.” Sofia terisak.“Kenapa menangis?”“Fia kangen Bapak.”“Bapak juga kangen sama kamu.” Susanto meraih bahu Sofia dan mendorongnya lembut. Ditelititnya wajah sang anak dengan seksama.“Kamu semakin cantik, Sofia, apa kamu bahagia?”Sofia menelan ludah. Ia ingin meluapkan segala kegelisahannya pada sang ayah, namun separuh hatinya tidak tega menambah beban pria tua itu.Ayahnya telah tersiksa rasa bersalah karena perkawinan paksa dengan Mahawira, dan Sofia tidak mau menambah pikulan bobot di pundak sang ayah dengan kisah deritanya.“Fia bahagia, Pak. Abang memp

  • Menikahi Ayah Temanku   016. Senyuman Kecurigaan

    Sofia memejamkan mata, tak sanggup jika harus melihat Wira menyerang Rean. Namun suaminya itu malah berpaling dan masuk ke mobil.Sofia menghela napas. Kepalanya terus tertunduk seolah beban dunia ada di tengkuknya yang malang. Gadis itu akhirnya ikut berpaling, namun saat ia hendak melangkah menyusul Wira ke mobil, Rean memanggilnya pelan. Begitu lirih hingga Sofia mengira itu hanyalah suara desiran angin semata.“Sofia ….”Gadis itu menyentuh dada yang terasa nyeri. Satu kata singkat yang keluar dari bibir Rean telah mengirisnya begitu perih.Ia ingin menoleh, menghampiri lelakinya yang terluka. Bertanya tentang keadaannya. Sakitkah itu, bisakah ia berjalan, sudahkah ia mendapatkan pengobatan sesuai. Namun tak ada keberanian tersisa. Wajah marah Wira membayang di pelupuk mata.Sofia menahan tangis seraya mengayun langkah berat menyusul sang suami yang sudah l

  • Menikahi Ayah Temanku   015. Pelampiasan Ego

    Tak sampai disitu, Wira yang seperti kesetanan menarik Sofia yang masih merintih dan menggiringnya ke luar kamar.“Bang!” lirih Sofia lemah. Ia tak bisa melakukan apapun selain mengimbangi langkah cepat Wira agar dirinya tidak terjatuh.Wira tidak berhenti hingga tiba di halaman rumah. Ajudannya, Ajat, tengah asyik mencuci mobil sambil bersenandung lagu dangdut kesukaannya.“Jatuh bangun akuuu mengejarmuuu… hu… hu…”“Ajat!” Wira meraung garang. “Kunci.” Ia menadahkan tangan, menagih.“Eh… iya mengejar… mengejar ayam!” Ajat yang terkejut nyaris mengarahkan selang air pada tuannya kalau saja tidak ada badan mobil di antara mereka yang menghalangi.“Kunci mobil kemarikan, Ajat!” Wira kembali berteriak tak sabar.“Eh, iya ini, Gan!

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status