Beranda / Pernikahan / Menikahi Ayah Angkat / BAB 4 : Menolak Untuk Kembali

Share

BAB 4 : Menolak Untuk Kembali

Penulis: Namaku Malaja
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Shanna yang baru turun dari angkutan umum segera bersembunyi di balik mobil yang terparkir di tepi jalan ketika mendapati mobil Damar terparkir di dekat pintu gerbang kampusnya. Pria itu berdiri di samping mobilnya dengan kepala celingukan seperti sedang mencari seseorang.

Sebelumnya Shanna sudah memprediksi bahwa Damar akan mencari dirinya setelah membaca surat yang dititipkannya kepada resepsionis hotel. Namun dia tidak menyangka bahwa Damar tetap akan mencarinya walaupun sudah satu minggu berlalu.

“Shanna, apa yang kau lakukan di sini?” suara Viona sukses membuat Shanna tersentak.

“Viona! Kamu membuatku kaget saja,” gerutu Shanna. Tangannya memegangi dadanya yang berdebar kencang.

Kening Viona berkerut dalam. “Apa yang kau lakukan di sini?” Viona mengulangi pertanyaannya kembali. “Kenapa kamu nggak langsung masuk? Dan kemana saja kamu selama seminggu ini? Kenapa ka—”

“Bisakah kita masuk sekarang?” potong Shanna cepat. “Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu nanti saat di kelas.”

“Ya sudah, ayo!”

Tanpa basa-basi, Shanna segera masuk ke mobil Viona yang langsung menuju gerbang. Shanna menghentikan aksi Viona dan meminta wanita itu untuk tidak berhenti kala hendak menghentikan mobil saat melihat Damar dan ingin menyapa pria itu.

Walaupun bingung, Viona menurut dan hanya membunyikan klakson untuk menyapa Damar. Kebetulan ada beberapa mobil di belakang mobil mereka, sehingga dapat mengurangi rasa bersalah gadis itu karena tidak menyapa Damar.

“Kamu kenapa, sih? Kok kayak menghindari Om Damar,” ucap Viona sembari memarkirkan mobilnya.

“Aku memang menghindari baba.” Shanna mengakuinya. “Karena aku ingin mencoba untuk menghilangkan perasaanku kepada baba.”

“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa selama seminggu ini kamu nggak masuk kuliah? Kamu tahu nggak kalau babamu itu mencari kamu?” tanya Viona beruntun.

“Aku pergi dari rumah.”

Shanna pun menceritakan apa yang terjadi sembari mereka berjalan menuju ke kelas mereka di lantai tiga. Namun dia tidak menceritakan di mana saat ini dirinya tinggal. Bukannya Shanna tidak mempercayai Viona, tetapi dia hanya berjaga-jaga karena dia yakin Damar pasti akan bertanya kepada Viona maupun Neila dan Deva mengenai dirinya. Dia sudah bertekad untuk menjauh dari Damar meski hatinya berat dan terluka.

“Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?”

Shanna menghela napas pelan. “Maafkan aku, Vi, aku nggak bisa ngasih tahu kalian,” ucapnya dengan nada bersalah.

“Ya sudah kalau kamu nggak mau memberitahu,” terdapat sedikit kekecewaan pada nada bicara Viona. “Tapi kalau kamu memerlukan bantuan, kamu bisa menghubungiku, Neila atau Deva.”

“Hm!”

Viona menceritakan apa yang terjadi selama satu minggu Shanna tidak masuk kuliah. Di mana Damar selalu datang ke kampus hampir setiap pagi selama satu minggu ini. Pria itu juga menemui Viona, Neila dan Deva untuk menanyakan keberadaan Shanna. Hampir setiap hari Damar menghubungi mereka hanya untuk menanyakan apakah mereka bertemu dengan Shanna dan meminta mereka untuk segera menghubungi pria itu jika bertemu dengan Shanna.

“Maafkan aku karena sudah merepotkan kalian,” ucap Shanna lirih.

“Kami nggak perlu maafmu, Shan. Kami hanya kecewa kenapa kamu nggak menghubungi kami. Nggak hanya Om Damar saja yang mengkhawatirkan kamu, tapi kami juga mengkhawatirkan kamu. Kalau kamu memang ingin menghindari Om Damar, seenggaknya beritahu kami supaya kami nggak kayak orang gila mikirin kamu terus. Kami janji nggak akan memberitahu Om Damar kalau kamu nggak pingin babamu tahu,” omel Viona.

Tidak hanya Viona, Neila dan Deva pun langsung memberondong Shanna dengan berbagai pertanyaan ketika mereka berkumpul di kantin. Mereka penasaran kemana saja Shanna selama satu minggu ini.

Sama seperti Viona, Shanna tidak banyak bercerita kepada dua orang sahabatnya yang lain. Dia hanya mengatakan bahwa dirinya tidak tinggal bersama Damar, serta meninggalkan semua fasilitas dari Damar dan hanya membawa uang sebesar satu juta rupiah.

“Kenapa baba masih di sini, sih?” gumam Shanna ketika dia hendak pulang dan mendapati sosok Damar di dekat pintu gerbang kampus seperti tadi pagi. Dia tidak menyangka bahwa Damar akan menunggu dirinya.

Shanna menghentikan mobil mahasiswa yang hendak keluar gerbang kampus secara asal dan menumpang pergi untuk menghindari Damar. Dia tidak bisa terus berdiam diri di kampus karena dirinya harus bekerja.

Selama empat hari Shanna bermain kucing-kucingan dengan Damar. Dia benar-benar tidak mengerti dengan tindakan ayahnya. Jika benar ayahnya ingin menghindarinya, seharusnya ayahnya itu berhenti mencari dirinya.

Grab!

Shanna yang hendak menuju kantin bersama Viona dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba menggenggam tangannya. Matanya membulat sempurna ketika mengenali bahwa orang itu adalah Damar.

“Baba ingin berbicara denganmu sebentar,” ucap Damar tegas. Matanya menatap tepat di mata Shanna.

Tidak ingin membuat keributan, Shanna pun meminta Viona pergi lebih dulu sementara dirinya membawa sang ayah menuju ke salah satu kelas yang kosong tidak jauh dari kantin.

“Sayang, maafkan baba.” Damar membuka suara tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Shanna. “Baba tahu baba salah, jadi tolong maafkan baba. Dan kembalilah ke rumah.”

“Maafkan aku, Baba. Aku nggak bisa. Aku juga nggak pingin membuat baba tertekan dan menderita jika selalu melihat diriku.”

“Kenapa kamu berkata begitu? Dengar, Shanna, baba tidak merasa tertekan apalagi menderita melihatmu. Justru selama kamu tidak ada di rumah, baba merasa kesepian.“

“Tapi kenyataannya seperti itu kan, Ba? Jika baba nggak tertekan dengan keberadaanku, baba nggak mungkin menghindariku. Alasan baba menghindariku karena baba tertekan tinggal bersamaku, kan? Karena itu aku memutuskan untuk pergi supaya baba bisa hidup tenang.”

Damar menghela napas berat. “Maafkan baba, Sayang. Baba tidak bermaksud menghindarimu. Baba hanya mencoba untuk tidak bertemu denganmu selama beberapa saat supaya perasaanmu kepada baba tidak semakin besar. Baba melakukan itu karena baba sangat menyayangimu. Tapi sayang baba kepadamu hanya sebatas kasih sayang ayah kepada anaknya. Baba hanya ingin hubungan kita kembali seperti dulu.”

“Maaf, Baba. Semuanya sudah terjadi dan aku rasa hubungan kita sudah nggak bisa kembali seperti dulu lagi karena perasaanku yang berbeda kepada baba. Aku mohon, Baba, tolong biarkan aku pergi dan jangan pernah menemuiku lagi. Supaya aku bisa menghilangkan perasaanku kepada baba. Jika baba terus menemuiku lagi, aku nggak akan pernah bisa menghilangkan perasaanku kepada baba.” Shanna berkata dengan nada memelas. Matanya berkaca-kaca.

“Shanna, Sayang,” ucap Damar khawatir.

Shanna segera menghindar ketika Damar hendak memeluknya.

“Aku mohon, Baba. Jangan memberiku harapan. Biarkan aku berjuang menghilangkan perasaan ini. Aku yakin mungkin ini yang terbaik untuk kita.”

Tanpa menunggu jawaban dari Damar, Shanna segera meninggalkan tempat itu. Mengabaikan Damar yang berteriak memanggil namanya. Air mata yang coba dia tahan sejak tadi pun akhirnya jatuh membasahi wajahnya.

Bab terkait

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 5 : Bertemu Kembali

    Shanna sendiri tidak mengerti apakah harus senang atau sedih ketika keesokan harinya dia tidak mendapati mobil Damar di dekat pintu gerbang kampus seperti biasanya. Hal itu berlangsung hingga satu minggu. Damar benar-benar tidak pernah menemuinya lagi. Seharusnya Shanna senang karena Damar tidak mengganggunya lagi dan dengan begitu dia bisa menghilangkan perasaannya kepada pria itu. Namun entah kenapa perasaan kecewa justru lebih mendominasi dirinya kala tidak bisa melihat sosok pria itu. Bahkan hal itu membuat Shanna menjadi sedikit lebih pendiam. Dia benar-benar sangat merindukan pria itu. “Kenapa kamu nggak ikut Om Damar saja jika kamu nggak bisa melupakannya?” celetuk Viona sedikit kesal dengan perubahan sikap Shanna. “Seenggaknya kamu bisa melihat dan tinggal bersamanya walaupun cintamu nggak terbalas. Daripada seperti ini, sama saja kamu menyiksa dirimu sendiri. Kalau aku sih lebih baik tinggal bersama meski hatiku terluka daripada semakin terluka dan nggak bisa bersama orang

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 6 : Keras Kepala

    Tidak ingin Damar mengetahui tempat tinggalnya, Shanna mempersiapkan perlengkapan untuk dirinya menyamar supaya bisa lepas dari Damar agar pria itu tidak mengikutinya. Sayangnya sudah empat hari berlalu dan Damar tidak pernah menemuinya lagi. Kecewa? Tentu saja! Namun sebisa mungkin dia menekan perasaannya. Mungkin ini yang terbaik untuk mereka. Bukankah memang ini yang dia inginkan? Sayangnya, semakin Shanna mencoba mengabaikannya, perasaan rindunya kepada pria itu semakin menyiksa dirinya. Belum lagi rasa bersalahnya karena telah meninggalkan Damar begitu saja empat hari yang lalu. Shanna menghela napas pelan. “Shanna, Bu Widia minta kamu datang ke ruangannya,” ucap seorang pengurus panti asuhan ketika melihatnya sudah pulang. “Untuk apa ibu memanggilku malam-malam begini?” kening Shanna berkerut penuh tanda tanya. “Aku tidak tahu. Lebih baik kamu langsung ke ruangan beliau saja.” “Terima kasih, Kak.” Shanna bergegas menuju ke ruangan Widia dan betapa terkejutnya dia ketika

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 7 : Pulang

    Dua puluh satu tahun hidup bersama Damar, tidak pernah sekalipun pria itu marah atau membentaknya. Namun tidak pernah terpikirkan oleh Shanna kalau ayahnya itu tetap sabar dan tidak marah atau membenci dirinya meski dia sudah mengucapkan kata-kata yang menyakiti perasaan pria itu. Terbukti dengan Damar yang tetap menemui Shanna dan menunggunya pulang kerja serta mengantarnya pulang ke panti asuhan. Hal itu berlangsung selama hampir dua minggu. “Baba tidak memaksamu. Tetapi selama kamu tidak tinggal bersama baba, baba tidak akan pernah berhenti datang ke tempat kerjamu,” ucap Damar santai, tidak ada nada kesal sedikit pun. “Kalau kamu ingin baba berhenti datang ke tempat kerjamu, maka kamu harus ikut baba pulang ke rumah.” Shanna hanya diam dengan tangan terlipat di depan dada. Dia tidak tahu harus berkata seperti apa lagi supaya Damar berhenti menemuinya lagi. Damar hanya tersenyum kecil dengan memandang Shanna melalui ekor matanya. Suasana di dalam mobil kembali hening hingga mobil

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 8 : Tinggal Bersama

    Damar benar-benar menepati janjinya untuk menghabiskan akhir pekannya bersama Shanna. Benar-benar melupakan bahwa mereka pernah bertengkar. Namun berbeda dengan Shanna yang masih merasa canggung dan bersalah atas sikapnya kepada pria itu selama dua bulan terakhir. “Baba, ayo kita pulang!” Shanna menatap arloji di tangan kirinya menunjukkan pukul tiga sore. “Sekarang masih jam tiga. Kenapa buru-buru pulang?” “Aku harus bekerja. Aku nggak mau telat.” “Kerja?” Damar menatap Shanna dengan alis terangkat tinggi. “Kenapa kamu masih kerja? Lebih baik kamu berhenti kerja. Baba tidak mengizinkan kamu untuk bekerja.” “Baba, aku sudah mengikuti keinginan baba untuk tinggal bersama. Tapi aku nggak janji untuk berhenti kerja. Terserah baba mengizinkan atau nggak, aku tetap akan bekerja.” “Kamu boleh bekerja, tetapi tidak di mini market. Apalagi jam kerjamu di malam hari yang membuatmu harus pulang malam. Baba tidak mau kamu kelelahan. Baba ingin kamu fokus dengan kuliahmu. Lagi pula apa uang

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 9 : Cemburu

    Shanna dan Damar secara bersamaan menatap ke belakang. Damar tersenyum lebar ketika melihat seorang wanita menghampiri mereka. “Kebetulan sekali kita bertemu di sini.” Wanita itu berhenti tepat di hadapan mereka berdua. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang cantik. “Aliya,” nada Damar terlihat senang. “Ya kebetulan sekali. Kamu sendirian saja?” “Ya, aku sendirian saja.” Damar memperkenalkan Shanna dengan Aliya sekilas sebelum mengajak mereka masuk. Rencana yang hanya akan makan siang berdua saja, kini menjadi bertiga. Damar memperkenalkan bahwa Aliya adalah teman masa SMA Damar dan Galang dulu. Lebih tepatnya, mereka berteman sejak kelas 1 SMA. Setelah lulus kuliah, Aliya menikah dan ikut suaminya tinggal di Surabaya. Mereka jarang bertemu. Sekarang dia kembali ke Jakarta karena sudah bercerai dengan suaminya. Mereka tidak memiliki anak karena sang suami dinyatakan mandul. Damar tampak sangat bahagia dan menikmati ketika berbicara dengan Aliya. Hal itu entah kenapa membuat dada Sh

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 10 : Damar Murka

    “Aku sangat yakin sekali, Shan.” Deva menjawab mantap. “Maafkan aku. Saat itu aku nggak bermaksud mengintip. Kebetulan saja saat itu aku lagi ke toilet. Dan saat kembali aku nggak sengaja melihat Om Damar berpelukan dengan wanita itu. Aku juga melihatmu bersama Viona menatap mereka waktu itu.” Hati Shanna sakit mendengar kenyataan ini. Damar yang dia pikir benar-benar terbuka kepadanya, ternyata tidak sepenuhnya terbuka. Tampaknya dia terlalu menganggap dirinya adalah orang yang sangat penting dalam hidup pria itu. Suasana hatinya yang buruk membuat Shanna mengajak Deva untuk pulang. Dia sudah tidak berminat lagi untuk jalan-jalan. Damar yang baru pulang pukul sembilan malam terkejut ketika melihat dirinya sudah berada di rumah. “Baba pikir kamu masih belum pulang.” Damar mendudukkan diri di samping Shanna yang menonton televisi. Shanna tersenyum kecil tanpa menatap Damar. “Aku capek. Makanya pulang cepat.” “Sini, tidur di pangkuan baba.” Damar menepuk pahanya. Shanna tidak menga

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 11 : Perasaan Deva

    Shanna masih ingat dengan jelas bagaimana ekspresi kecewa Damar ketika dia mengatakan perasaannya kepada pria itu. Karena itulah dia tidak ingin membuat Damar kecewa kepadanya. Sudah cukup dia mengecewakan pria itu dengan perasaannya yang tidak semestinya dia miliki. “Apa pun pilihanmu, baba akan selalu mendukungmu.” Damar mengusap kepala Shanna lembut. “Kalau begitu, hari ini kita makan malam di rumah atau di luar?” “Memangnya baba nggak ada janji makan malam sama tante Aliya?” tanya Shanna santai, meski dadanya terasa sesak ketika mengingat betapa bahagianya Damar ketika mengobrol dengan Aliya. Namun dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk membalas kebaikan Damar. jika Damar benar-benar mencintai Aliya, sebagai seorang anak, dirinya hanya bisa merestui mereka. Dia tidak ingin menjadi orang yang egois dengan cara memonopoli Damar untuk dirinya sendiri. Sudah cukup dua puluh satu tahun dirinya memonopoli Damar. Mungkin sekarang sudah waktunya ayahnya itu mencari kebahagiaann

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 12 : Merasa Bersalah

    Beberapa kali Shanna mengirim pesan kepada Deva, tetapi jawaban yang diberikan Deva sangat singkat. Itu pun baru dibalas beberapa jam kemudian. Shanna juga sudah mencoba menelepon Deva, sayangnya tidak ada satu pun panggilan darinya yang diangkat. Hal itu membuat Shanna berpikir yang tidak-tidak. Namun dia mencoba berpikir positf seperti apa yang dikatakan Viona dan Neila meski sangat sulit untuk dia lakukan. “Ada apa, hm? Baba perhatikan beberapa hari ini wajahmu tampak kusut. Apa ada masalah?” tanya Damar yang duduk di samping Shanna, menemani gadis itu menonton televisi setelah makan malam. “Katakan kepada baba, apa yang terjadi sampai kamu terlihat kusut begitu akhir-akhir ini.” Shanna tersenyum kecil. “Nggak ada apa-apa, Ba. Aku hanya sedikit stres memikirkan proposalku yang harus kurevisi lagi.” Shanna tidak bermaksud untuk berbohong, tetapi dia tidak ingin terlalu terbuka seperti sebelumnya kepada Damar. Dia mencoba untuk tidak terlalu bergantung kepada pria itu lagi. Apalagi

Bab terbaru

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 83 : Kecurigaan Damar

    Shanna tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Viona. Sayangnya gadis itu berlari semakin kencang di antara banyaknya pengunjung, sehingga mereka berdua kehilangan jejak gadis itu. Viona mengedarkan pandangannya untuk mencari gadis itu. Sayangnya gadis itu menghilang tanpa jejak bagai di telan bumi.“Kemana dia pergi?” gumam Viona kesal.“Mungkin bukan takdir kita bertemu dengannya.” Shanna mencoba menanggapi ucapan Viona.“Sial! Jika kita bisa bertemu dengannya, kita bisa bertanya dengannya.”“Sudahlah, Vi. Lebih baik sekarang kita cari minuman dulu. Aku haus.” Shanna mencoba mengalihkan topik pembicaraan.Shanna benar-benar merasa senang karena mereka kehilangan jejak Helia. Bagaimanapun ia tidak akan membiarkan sahabat-sahabatnya dalam masalah karena dirinya. Dirinya akan menyesal seumur hidup jika kembali membawa ketiga temannya dalam masalah. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.“Baiklah. Aku juga hasu setelah mengejar gadis itu.”Mereka menuju ke lantai atas, di ma

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 82 : Bersenang-Senang

    Sepanjang acara makan siang itu, Shanna dan Kayra adalah orang yang paling pendiam. Mereka hanya membuka suara jika ada yang bertanya. Berbeda dengan Devara yang berbaur bersama teman-temannya. Senyum dan tawa renyahnya tidak pernah berhenti.Shanna merasa waktu berjalan begitu lambat. Namun, sebelum ia mati bosan, mereka semua memutuskan untuk mengakhiri pertemuan. Satu per satu mereka meninggalkan restoran.Shanna menghela napas lega begitu mereka berada di dalam mobil.“Maaf jika membuatmu tidak nyaman.” Devara menggenggam tangan Shanna. Penyesalan dan rasa bersalah terdengar pada nada bicaranya.“Nggak apa-apa, Tan. Mungkin memang aku saja yang masih belum bisa beradaptasi. Jadi tante nggak perlu mengkhawatirkan aku.”“Kalau misalnya tante ngajak kamu lagi, kamu mau ikut?”Shanna sedikit tegang. Ekspresinya sedikit berubah.“Tanten hanya bercanda.” Devara tertawa pelan. “Tante tahu kamu tidak nyaman bersama mereka. Jadi tidak mungkin tante mengajak kamu untuk bertemu dengan mereka

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 81 : Kehangatan Keluarga Hattala

    Pukul enam sore, Shanna dan Ardo meninggalkan rumah menuju ke kediaman Hattala. Tadi sore Devara meneleponnya, mengundangnya untuk makan malam bersama di kediaman Hattala.Sudah lama Shanna tidak berkujung ke kediaman Hattala, sehingga saat dirinya tiba, Shanna langsung disambut dengan antusias oleh keluarga Hattala, terutama oleh anak-anak Galang dan Devara. Shanna sudah menganggap mereka seperti keponakannya sendiri.“Kenapa kamu tidak bilang kalau Damar keluar kota?” Devara menatap Shanna dengan ekspresi puar-pura kesal. “Seharusnya kamu bilang. Atau kalau tidak, kamu bisa bermain ke sini.”“Benar.” Galang ikut menyahuti. “Jika aku tidak menelepon Damar untuk mengundangnya makan malam, aku tidak akan tahu kalau dia keluar kota. Apalagi Damar sudah hampir tiga minggu di luar kota.”Shanna tersenyum canggung. “Aku nggak mau membuat tante dan om khawatir. Lagian ada Kak Ardo yang menemaniku di rumah.”Galang menghela napas pelan. “Kamu sama Damar itu sama saja. Suka sekali membuat ora

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 80 : Traktiran Deva

    Mata Shanna membulat sempurna. Perlahan, senyum lebar menghiasi wajahnya. Matanya berbinar bahagia. “Benarkah?”“Ya. Tapi sayangnya dia tidak bertemu dengan wanita itu.”“Nggak masalah. Seenggaknya kita tahu bahwa dia pasti akan mencari Nadia.” Shanna tertawa pelan.“Jadi bagaimana? Apakah kita masih akan menemui Tuan Prama Mahendra?”Shanna menggeleng cepat. “Nggak. Kita biarkan saja Helia bertindak sendiri. Jika sudah nggak memungkinkan, baru kita turun tangan. Jadi aku minta tolong sama kakak untuk terus mengawasi Helia.”Setelah meminta Ardo memberikan salinan mengenai identitas wanita itu, Shanna meminta Ardo untuk mengaswai Helia. Ia sempat pesimis, takut Helia tidak tertarik mengenai identitasnya lagi. Pasalnya sudah seminggu Shanna menunggu, tetapi tidak ada pergerakan dari Helia.Shanna bahkan sudah bersiap untuk menggunakan rencana cadangan. Namun, karena Helia sudah bertindak, maka ia tidak perlu menjalankan rencana cadangannya. Dan itu tentu membuat Shanna sangat bahagia.

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 79 : Ujian Skripsi

    Pagi-pagi sekali Shannna sudah bersiap. Ia berdiri di depan cermin, memandangi penampilannya. Dadanya berdebar kencang. Sekarang adalah sidang skripsinya. Meskipun dirinya yakin bisa menyelesaikan ujian dengan baik, tetap saja ia merasa gugup.“Halo, Ba?” Shanna menerima panggilan telepon dari Damar dengan antusias.“Halo, Sayang. Kamu sudah sarapan?”“Sudah, Ba. Ini sekarang aku sudah siap-siap buat berangkat ke kampus. Baba sudah sarapan?”“Belum. Sebentar lagi aku akan sarapan. Hati-hati di jalan, Sayang. Dan semoga sukses.”“Iya, Ba. Baba jaga kesehatan. Nanti aku telepon lagi kalau sudah selesai sidang.”“Ya.”Setelah memberikan ucapan penyemangat, Damar memutus panggilan telepon.Shanna semakin bersemangat usai mendapat dukungan dari Damar. Tidak membuang-buang waktu, ia pun langsung pergi ke kampus.Dua hari yang lalu, Damar mendadak izin pergi ke luar kota. Ada masalah pada perusahaan cabang yang mengharuskan Damar untuk datang langsung. Shanna tidak tahu kapan Damar akan kemb

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 78 : Kekesalan Para Sahabat

    Shanna benar-benar bahagia. Akhirnya ia memiliki senjata mematikan untuk membalas Nadia. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Nadia memiliki rahasia kelam. Rahasia yang tidak diketahui oleh satu orang pun. Termasuk orang tuanya.Shanna tidak bisa menahan senyum lebarnya saat membayangkan bagaimana rekasi publik saat mengetahui rahasia kelam Nadia. Namun, ia jauh lebuh tidak sabar ingin melihat reaksi Nadia. Ia yakin Nadia pasti tidak akan berani menampakkan diri untuk selamanya.Tanpa bisa mengontrol kebahagiaannya, Shanna tertawa keras. Sangat puas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Tidak menyangka bahwa Tuhan sangat berbaik hati membantunya untuk memberi pelajaran wanita itu.“Baru kali ini aku melihatmu tertawa keras seperti itu.” Suara Damar mengejutkan Shanna.Shanna bergegas turun dari tempat tidur, berlari menghampiri Damar yang berdiri di ambang pintu. Tanpa aba-aba, ia menerjang Damar. Bersyukur Damar sudah bersiap siaga menyambut pelukan istrinya yang langsung menempel s

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 77 : Mendapatkan Informasi Nadia

    Damar membuka mulutnya, tetapi kemudian tersenyum kecil ketika mendengar perut Shanna berbunyi. Lumayan keras hingga semua orang di sana dapat mendengarnya.Shanna menunduk malu sembari merutuk dalam hati. Bisa-bisanya perutnya berbunyi begitu keras di hadapan begitu banyak orang. Namun, ia juga tidak bisa mengendalikan perutnya yang memang lapar akibat aktivitas mereka tadi siang.“Lebih baik kita makan dulu, setelah itu kamu bisa membaca itu nanti.”Shanna menurut meski penasaran dengan isi pada amplop cokelat itu.“Ba, apa baba yang menghapus semua videoku yang beredar di internet?” tanya Shanna di sela-sela makannya.“Ya. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa saat ada skandal mengenai dirimu.” Damar menatap Shanna. “Tidak perlu membahasnya lagi. Lebih baik sekarang makan yang banyak.” Damar mendekatkan diri kepada Shanna dan berbisik. “Supaya kamu memiliki tenaga untuk kita bermain lagi nanti malam.”Shanna refleks menginjang kaki Damar. Ia menatap Damar dengan mata melotot. Ti

  • Menikahi Ayah Angkat   Bab 76 : Nasihat dari Devara

    Kedatangan kedua sahabatnya membuat Shanna melupakan skandalnya.Sesuai janjinya, Deva datang ke rumah Shanna tepat pukul sepuluh pagi. Pria itu pun langsung menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang Viona dan Neila ajukan kepada Shanna. Dan Shanna pun kembali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.“Wanita itu memang harus dibuat jera, biar nggak membuat onar seenak jidatnya saja,” komentar Deva. Pemuda itu menatap Shanna lekat-lekat. “Lebih baik untuk sekarang kamu jangan bermain internet dan media sosial.”Shanna mengangguk. “Ya.”Deva tinggal selama beberpa lama sebelum akhirnya pamit pulang. Sebab banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya. Begitu pula dengan Viona dan Neila. Mereka berdua pun pulang setelah makan sian bersama.Tepat setelah Viona dan Neila meninggalkan rumah, Devara menelepon Shanna dan menanyakan kondisi Shanna saat ini.“Aku baik-baik saja, Tan. Tanten nggak perlu khawatir.” Shanna mencoba menenangkan Devara.Terdengar Devara menghela napas dari sebe

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 75 : Dukungan Para Sahabat

    Shanna keluar kamar dengan tergesa-gesa karena amarah yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia harus menemui dan menghajar Nadia saat ini juga. Namun, Ardo menahannya.“Tenangkan dirimu, Shan!”“Aku nggak bisa tenang, Kak! Wanita iblis itu sudah kelewatan. Aku akan memberi perhitungan biar dia tahu siapa aku.”“Saya tahu, tapi tenangkan dirimu dulu.”Shanna menatap Ardo putus asa. “Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Saat ini, di internet ramai beredar videoku bersamanya di parkiran mall kemarin. Aku yakin ini pasti ulah wanita itu.”“Saya tahu, saya juga sudah melihatnya. Tapi kita tidak bisa menghadapi ini dengan emosi yang menguasai diri. Jika tidak, maka akan timbul masalah baru.”“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus diam saja dengan perbuatan Nadia?”Ardo menggeleng pelan. “Tidak. Tentu kita harus membalasnya, tetapi dengan kepala dingin.”Shanna hendak membalas ucapan Ardo, tetapi ia urungkan saat ponselnya berdering. Tanda panggilan masuk. Tertera nama Damar pada layar ponselnya

DMCA.com Protection Status