Untuk sesaat Kinan terdiam di tempat. Sampai kemudian rasa terkejutnya beberapa detik lalu menguap, sementara tatapannya berubah menjadi datar. Perempuan itu jelas tidak akan salah bila mengartikan bahwa sosok di hadapannya amat rupawan, dan itu jelas bukan sesuatu yang dia sukai.
Pria ini hanya sekedar tampan dan mapan. Hanya itu.
Teruntuk Kinan, tidak ada hal di dunia ini yang akan membuatnya merasa tertarik selain uang dan kemewahan. Sementara pria tampan, dia merasa bisa menemuinya kapan dan di mana saja. Kinan pikir mereka diciptakan hanya untuk dinikmati mata. Jika Kinan diberi dua pilihan antara pria tampan atau uang, jelas dia akan memilih opsi kedua tanpa pikir panjang.
Sebuah tatapan tajam dan rinci menyorot ke arah depan. Kinan tahu, tubuhnya sedang diamati. Sejurus kemudian sosok itu bergerak melewatinya untuk duduk di sofa yang sengaja diletakkan beberapa langkah dari mereka.
Tangan pria itu lantas terulur seakan menunjuk kursi di hadapannya, sebaliknya Kinan segera beranjak untuk menapakkan bokong di sana. Kinan cukup tahu jika dia sedang diperintahkan untuk duduk.
Kedua alis kinan mengerut dalam. Perasaannya memburuk saat menyadari pengamatan terhadap dirinya tidak juga berakhir. Ini membuatnya risih. Detik selanjutnya, raut wajah perempuan muda itu berubah keruh begitu mendengar kalimat keluar dari bibir pria di hadapannya. "Kamu tidak menarik." Hanya itu.
Untuk sesaat tidak ada reaksi dari pihak Kinan, sampai kemudian dia mengangkat dagu sembari menyilangkan kaki untuk membiarkannya saling menumpu. Sebaliknya, punggungnya dibiarkan bersandar di sandaran kursi seolah-olah dirinya lah penguasa di ruangan itu. Kinan membalas, "Ah, maaf saja jika aku kurang menarik, tetapi aku bisa melakukan apa saja untuk uang." Perempuan muda itu terlalu percaya diri.
Alis si pria kontan terangkat, cukup tertarik dengan keberanian Kinan. Meski begitu bibirnya tidak bergerak mengucap sepatah kata.
Kinan kembali mengerutkan kening. Jelas, sebab yang dia butuhkan adalah sebuah tanggapan alih-alih satu kekehan mengejek setelahnya. Di saat yang sama, seringaian lebar telah mengisi raut wajah si pria sementara tatapannya mengunci kedua manik gelap Kinan, sejurus kemudian dia bertanya, "Apa yang bisa kamu lakukan?" Seringaiannya bahkan tidak berakhir.
Kinan mendongak. Perempuan muda itu sedang memperlihatkan pembangkangannya. "Aku bisa mencuri, membunuh orang ...," jeda sesaat, kedua maniknya bergerak mengamati sekeliling sebelum kemudian dia berbisik, "aku bahkan bisa menjual obat-obatan terlarang," ujarnya, bangga.
Tawa keras yang mengganggu segera menyapa telinga Kinan. Kerutan di keningnya bertambah seiring dia berpikir perihal apa yang membuat pria ini menertawakan kemampuannya. Rahang Kinan mengeras tanpa dia sadari. Dia merasa diremehkan. "Apa perkataanku terdengar lucu?" tanyanya terdengar sakratis. Tangannya terlipat di depan dada seolah menunjukkan perasaan marahnya.
Pria itu lalu terdiam. Mimik wajahnya berubah serius seolah-olah tidak pernah ada tawa di sana. Telunjuk beserta ibu jarinya lalu bergerak menumpu dagu seakan dia sedang menimang sesuatu. Berikutnya, pria itu menarik laci meja dan mengeluarkan amplop cokelat, terakhir dia meletakkannya di hadapan Kinan.
"Baca!"
Kinan mengamatinya cukup lama sebelum akhirnya bertanya, "Apa ini?"
"Aku bilang baca, kamu akan tahu sendiri." Untuk sesaat manik pria itu memicing ketika menatap Kinan, sementara senyum mengejeknya sontak terbentuk begitu dia berkata dengan remeh, "kamu bisa membaca, kan?"
Wajah Kinan seketika memerah. Sulur-sulur amarah di dalam dirinya menanjak ke level menengah. Butuh waktu lama baginya hanya untuk diam sembari mengamati pria di hadapannya dengan tatapan membunuh, sebelum akhirnya dia menarik napas dan menghelanya dengan perlahan. Demi uang, pikirnya. "Aku bisa membaca, jadi tenang saja," ujarnya, acuh tak acuh.
Pria itu lagi-lagi menyeringai. Ditatapnya Kinan yang kini fokus membuka amplop dengan wajah serius. "Benarkah?" Kinan mengangguk tanpa melirik. Senyum si pria mengembang begitu mendapati Kinan berhasil mengeluarkan selembar kertas dari dalam amplop.
Kinan memahami intinya dengan cepat dan kerena itulah keningnya lagi-lagi berkerut tidak senang. Kinan kini beralih kepada si pria. "Apa ini kontrak perjanjian?" tanyanya.
"Iya, seperti yang kamu lihat." Dia menyeringai. "Kupikir kamu benar-benar tidak bisa membaca, sebab kebanyakan rakyat bawah tidak memiliki pendidikan memadai."
Tahu-tahu, Kinan meletakkan kertas itu ke atas meja sembari menggebraknya cukup keras. Dan karena tindakannya, sosok gagah yang ada di depannya telah mengangkat alis seolah bertanya melalui tatapan matanya yang tajam: apa yang baru saja kamu lakukan?
Kinan tidak bereaksi lebih jauh. Dadanya naik turun dengan cepat. Emosinya benar-benar sedang diuji sekarang.
"Apa baru saja kamu menggertakku?" pria itu bertanya dengan mimik wajah datar, tetapi Kinan sama sekali tidak membuka mulut.
Beberapa menit berlalu hingga perempuan muda itu mendapati kembali ketenangannya. Dia menatap serius sembari berkata tanpa pikir panjang, "Aku akan tanda tangan kontrak."
Terkejut adalah reaksi pertama yang ditunjukkan si pria begitu Kinan berseru tak sabaran, belum lagi perempuan muda itu asal setuju tanpa membaca isi kontrak dengan teliti. "Kamu yakin?" tanyanya, sedang memastikan. Alis si pria bahkan menukik tajam.
Kinan mengangguk yakin. Tetapi siapa sangkah tindakan itu justru membuat lawan bicaranya terbius tanpa bisa bereaksi. Sampai akhirnya si pria menarik napas lalu berkata, "Mengapa kamu tidak membacanya baik-baik? Lagi pula, aku belum tentu menerimamu meski jika kamu menandatangani sekarang. Keputusan pastinya akan disampaikan satu minggu setelahnya. Jadi, silahkan baca kontraknya dengan teliti."
Alih-alih mendengarkan, sebaliknya, Kinan hanya duduk diam dengan raut datar. Sama sekali tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan kepadanya.
Decakan keras langsung saja menyapa Kinan. Pria itu sekali lagi menatapnya sebelum akhirnya mengangkat tangan untuk menunjuk kertas berisi kontrak, dan berhenti tepat di poin yang ditandai dengan tinta merah mencolok. "Baca titik ini dengan baik, lalu setelahnya kamu boleh mengambil keputusan dengan tepat."
Kinan terdiam, tetapi maniknya menurut untuk menatap ke arah titik yang di maksud, lalu kemudian membacanya cukup keras. "Poin satu, Pihak Pertama tidak akan mengakui Pihak Kedua sebagai istri di depan umum. Poin kedua, Pihak Pertama akan memberikan apapun kepada Pihak Kedua selain cinta dan keturunan. Poin ketiga, Pihak Pertama dibebaskan berkencan dengan wanita manapun di luar sana sementara Pihak Kedua tidak dibenarkan dekat dengan laki-laki manapun selain dengan Pihak Pertama." Kinan mulai berhenti, keningnya berkerut sementara wajahnya terlihat begitu serius. Lalu di sisi yang sama, pria itu sedang menyeringai.
Sayangnya, Kinan tidak menyerah untuk tetap melanjutkan, "Poin keempat, Pihak Kedua akan tinggal di rumah yang telah disediakan oleh Pihak Pertama. Dan terakhir, poin kelima, Pihak Pertama berhak mengubah isi kontrak dan Pihak Kedua akan menyetujuinya, apapun isinya."
Wajah Kinan mendadak terangkat lantas menatap sosok pria gagah yang duduk angkuh sembari menyeringai ke arahnya. Setelah menarik napas, Kinan berkata, "Isi kontraknya lebih banyak menguntungkan Pihak Pertama dari pada Pihak Kedua," ujarnya.
"Jadi, kamu ingin menolak?"
Tetapi pria asing itu bahkan tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya begitu mendengar perkataan Kinan setelahnya. "Meski begitu, aku tetap setuju."
"Kamu gila!"
Kinan mengangguk datar. "Iya, selama kamu memberiku kemewahan dan uang aku bisa melakukan apapun, apalagi jika hanya kontrak semacam ini. Jadi, sebut saja aku memang gila."
Si pria tiba-tiba menarik napas kemudian memijat kening dengan mimik frustasi. Dia sungguh tidak berpikir akan mendapati perempuan macam Kinan yang kelainan otaknya sudah berada di luar jangkauan. Dia jelas tidak menduga jika Kinan akan menyetujuinya begitu saja, mengingat semua wanita yang telah membaca isi kontrak akan segera angkat kaki.
Mereka sama sekali tidak setuju dengan perjanjian itu. Ya, orang bodoh mana yang mau melakukannya.
Lalu ada apa dengan perempuan satu ini?
Sementara Kinan masih diam menunggu, pria itu lalu menatapnya setelah menghela napas cukup keras. "Kamu ditolak!"
Kinan mengerutkan kening. "Hah? Bukankah kamu bilang keputusan baru akan keluar satu minggu setelahnya? Mengapa aku langsung ditolak sekarang?"
"Benar, tetapi aku berhak menolak dengan cepat untuk pelamar yang tidak memenuhi kriteria."
"Hah?" Kinan menganga. Dia mengulang dengan wajah tidak mengerti, "jadi aku tidak memenuhi kriteria?" Pria itu mengangguk. Kali ini lebih yakin.
"Bisakah kamu keluar sekarang? Aku masih punya pelamar lainnya. Jadi jangan membuang waktuku."
Sesaat setelah tangan pria itu menekan tombol berwarna merah di samping kiri mejanya, dua pengawal yang bertugas mengiring Kinan di awal masuk berderap memasuki ruangan, lantas menyeretnya untuk meninggalkan tempat itu.
Pipi Kinan memerah dan dia memaki detik itu juga, "Sialan!"
Dua hari setelah Kinan dinyatakan ditolak, Devi sungguh dibuat uring-uringan mengingat situasi ini telah masuk tahap berbahaya. Peluang Kinan untuk menjadi pelacur kian bertambah dan selama dua hari belakangan, Devi tidak berhenti mendengar keluhan keluar dari mulut perempuan muda itu, bahwa betapa mendambanya dia akan uang. Devi tidak memiliki cara lain untuk menghalangi Kinan sekarang. Meski Kinan belum menunjukkan perilaku aneh seperti tiba-tiba mengundurkan diri atau menghilang tanpa kabar. Tetapi, Devi sungguh merasa sangat cemas. Oh, jangan sampai hal mengerikan itu terjadi, pikirnya. Ada kalanya, Devi berpikir Kinan itu punya kelainan mental bila melihat bagaimana tingkahnya selama ini. Ada kemungkinan jika Kinan dibawa ke rumah sakit jiwa atau psikiater, bisa jadi anggapan 'Kinan gila' benar-benar terwujud. Kebanyakan orang tentunya akan berpikiran sama setelah melihat tingkah Kinan yang terkesan tidak
Orang pertama yang paling antusias dengan kabar baik ini tentu saja adalan Devi dan Dion. Siapa yang menduga bahwa Kinan yang semula ditolak justru mendapatkan kiriman surel dan menyatakan penerimaan untuknya. Hanya seperti itu, kata Anda diterima tertulis di dalam e-mail. Sama sekali tidak ada alasan mengapa keputusan mereka berubah. Meski begitu, Kinan tidak terlihat peduli sebab selama dia bisa hidup mewah dirinya tidak butuh alasan lain. Di titik ini, mereka berada di salah satu restoran mahal mengingat si Bos yang masih tidak menyebutkan identitasnya itu meminta Kinan untuk datang ke tempat tersebut. Sementara Devi yang dilanda perasaan gembira jelas tidak ingin ketinggalan. Jadinya, di sinilah mereka sekarang. Menunggu dan menunggu. Devi melirik jam tangannya sembari menatap ke arah pintu masuk, dia berkata cemas, "Kenapa dia belum datang? Kita sudah menunggu 30 menit, loh." Wanita itu beralih me
Kinan tidak pernah berpikir jika esok harinya kamar kosnya akan diketuk dari arah luar, dan begitu dia membuka pintu dengan wajah luar biasa mengantuk, dua orang pria telah menyeretnya untuk memasuki mobil. Siapa yang tahu, jika dia akan dibawa ke salon dan berikutnya menemui perancang busana. Detik salanjutnya dia bahkan telah dirias dan dipaksa mengenakan gaun putih yang diam-diam telah dibuatkan untuknya. Kendati rasa kantuk yang luar biasa menyerang sedang mata masih memejam rapat, Kinan tetap saja digiring ke sebuah masjid yang rupa-rupanya telah dihadiri seorang penghulu. Sementara itu, sosok Trian yang sudah rapi dalam balutan jas putih terlihat menawan, bergerak menghampiri Kinan untuk kemudian membimbingnya ke hadapan penghulu. Begitu Kinan sadar sepenuhnya, dia telah mendapati ejekan Trian yang memanggilnya dengan nama belakang Nugroho. Itu berarti mereka telah resmi menikah. Saking niatnya p
"Pagi, Kinan jelek." Rasanya sedikit dingin. Tetapi begitu Kinan mendapati kesadarannya, tubuhnya berubah merinding saat menyadari satu sapuan napas itu berasal dari Trian. Menggelitik kulit lehernya sementara Kinan sedang tertidur dalam posisi terlentang. Sesaat setelah dia membuka mata, hal pertama yang dia dapati adalah wajah rupawan yang segar sedang tersenyum menyambutnya. Butuh beberapa detik baginya untuk mengontrol diri dari rasa lemas karena bangun mendadak, dan butuh waktu cukup lama hingga kemudian dia terduduk sembari melotot ke arah Trian. "Apa yang baru saja kamu lakukan, bodoh!" Wajah Kinan benar-benar syok. Sapuan merah padam langsung saja menjalari pipinya hingga tampak bersemu di pagi hari. Dua hari menikah dengan Trian, Kinan sama sekali belum terbiasa dengan tindakan aneh yang terkadang dilakukan pria itu. Dan ketika dia bertanya mengapa Trian melakukan hal demikian, pria itu menjawab hanya karena in
Kinan benar-benar memanfaatkan situasinya dengan baik. Begitu tidak mendapati suaminya di rumah, dia tidak membiarkan kesempatan emas itu terbuang dengan hanya terkurung di perbukitan teh yang jauh dari kota. Butuh waktu beberapa menit dia bisa keluar dari hamparan tanaman hijau hingga gedung-gedung tinggi bermunculan dalam jarak pandangnya. Begitu kedua kakinya menapaki lantai keramik pusat perbelanjaan, senyumnya kontan mengembang penuh antusias. Dua orang pengawal yang bertugas menjaganya berdiri tidak jauh di belakang. Jangan pikir para penjaga itu berpenampilan sama dengan mereka yang kerap muncul di layar kaca. Tidak! Jelas itu akan terlihat mengerikan. Pakaian kedua pria besar itu tampak manusiawi dengan kaos biasa dan celana panjang yang umum dikenakan pria. Sekilas, mereka hanya tampak bagai pria normal dengan badan besar. Bisa jadi, pikiran orang-orang menerka mereka sebagai sosok yang menyen
Sepanjang jalan menuju villa, selepasmengantar Tatiana, Trian tidak berhenti menyunggingkan senyum begitu mengingat insiden lucu yang dialami Kinan di mall. Setelah Bagas menghubunginya dan mengatakan perihal masalah Kinan yang telah memborong banyak tas mahal tetapi tidak punya uang untuk membayar, alih-alih memberi bantuan, Trian justru membiarkan Kinan dalam masalah tersebut. Ya, pria itu berencana mengerjai istrinya. Hitung-hitung sebagai hukuman mengingat Kinan berani pergi tanpa sepengetahuannya. Dia ingat jelas bagaimana panggilan Bagas kembali mengisi ponselnya, sementara yang bersuara keras di seberang sana ialah Kinan. Kemarahan perempuan itu tidak terbendung begitu dirinya dipermalukan pegawai toko yang menyebutnya sebagai penipu. Kinan bersumpah akan kembali ke toko itu dan membuat mereka menganga dengan uangnya, pikirnya. Bukan main cerahn
"Sudah siap?" Trian muncul dari balik pintu, sementara tubuh pria itu dibalut setelan jas putih yang benar-benar menambah pesonanya. Tetapi sayang, penampilan Trian sama sekali tidak bisa menggetarkan hati seorang Kinan yang tidak pernah peduli kepada lawan jenis. Kinan berbalik sekilas sebelum kemudian maniknya kembali pada dress selutut di atas tempat tidur. Ada dua, satu berwarna merah maron, satunya lagi berwarna senada dengan pakaian Trian. Trian berdecak sembari berjalan mendekati Kinan yang tengah menopang dagu. Tampak jelas, perempuan gila itu sedang sibuk memilah. Trian menarik dress berwarna putih lantas merentangkannya di hadapan Kinan. "Pakai yang ini!" Sembari melempar benda itu ke arah Kinan yang sedang mengerutkan kening, Trian berkata ketus, "begini saja harus memilih." Raut wajah Kinan mendadak keruh, tetapi detik berikutnya dia memilih untuk tidak m
Kinan sedang berdiri menatap air mancur di taman belakang rumah besar papa mertuanya, ketika sosok cantik Tatiana datang menghampirinya. Sementara Trian, mau tidak mau harus mengikuti papanya ke ruangan lain di dalam sana, sembari menampilkan aura gelap. Kemungkinan mereka sedang berdebat habis-habisan, meluruskan apa yang mungkin saja perlu diluruskan. Itupun jika Trian mau mengalah, mengingat bagaimana keras kepalanya pria itu kepada papanya sendiri. Terserah, Kinan tidak peduli. Kinan tidak beranjak dari posisinya begitu Tatiana berdiri di sebelahnya, sementara tangan wanita itu terulur meraih percikan air mancur hingga ujung-ujung jarinya berakhir basah. Kinan melotot, berpikir, apa yang wanita itu kenakan hingga kulitnya semulus porselen? Apakah dia menghabiskan banyak uang untuk itu? Jika benar, maka Kinan perlu mencobanya. Mendadak lamunan Kinan buyar begitu suara halus tetapi penuh in
"Di mana Kinan?"Trian tidak bisa menahan diri untuk bertanya saat mendapati Joko keluar dari dalam pos jaga, sementara dirinya tengah berdiri di teras villa. Ini sudah pukul 19 : 13 pm saat dia berhasil menginjakkan kaki di lantai kayu villa dan masuk dengan tergesa, tetapi sialnya, dia justru tidak menjumpai Kinan di manapun.Di sisi lain, Joko bergegas menghampiri pria tampan itu dengan raut wajah terkejut. Pasalnya, setahunya Trian baru akan pulang dua hari lagi. Lalu bagaimana bisa dia ada di sini? Bahkan sudah berdiri sembari menatapnya dengan raut menyelidik."Bos?" Joko mencoba memastikan, namun saat melihat Trian melangkah menuruni tangga, Joko seketika berdiri tegap di hadapan pria itu. "Ini benar-benar, Bos?" tanyanya setengah tidak percaya. Joko menggaruk alis saat berkata, "loh, kok sudah pulang?"Trian tidak menanggapi perkataan pria besar itu, sebaliknya dia justru kembali menanyakan keberadaan Kinan. Wajahnya terlihat ker
Tatiana melangkah maju ke pinggiran kolam. Tatapannya lurus, sinis, dan tampaknya wanita itu tidak berniat memutus kontak matanya dengan Kinan. Dagunya diangkat tinggi seolah dia ingin menunjukkan kuasa atas diri Kinan. Baginya, Kinan bukan lah tandingan. Perempuan muda itu hanya debu kecil yang perlu dia singkirkan, cepat atau lambat.Sepulang dari New York, Tatiana tidak bisa menahan diri untuk segera menjumpai perempuan satu ini. Tentu saja untuk memberinya kejut ringan.Dan sepertinya, rencana wanita itu berhasil sebab kini Kinan cukup terkejut saat melihatnya muncul dengan tiba-tiba. Setahu Kinan, Trian pernah berkata jika tempat ini tidak diketahui oleh siapapun, terutama papa dan mamanya.Lalu, bagaimana Tatiana bisa ada di sini? Berdiri menatapnya dengan keangkuhannya yang menjijikkan.Sesaat kemudian, Kinan menarik napas. "Aku tidak akan bertanya bagaimana caramu masuk, sebab semua pencuri memang
"Sebaiknya kamu pulang." Tatiana menoleh ketika suara Trian yang berat terdengar dari arah samping. Dia baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut terlilit handuk, sementara Trian, pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Wajahnya tidak menunjukkan mimik berarti, hanya saja, tatapannya lurus menghunus ke arah telepon genggam di tangannya. Tatiana tidak menjawab. Sebaliknya, dia bergerak mendekati pria itu dengan wajah resah. Dia duduk di pinggiran ranjang sembari meraih tangan Trian. Dia berkata dengan wajah muram, "Sayang, kenapa aku harus pulang? Aku juga sudah izin sama Papamu. Tenang saja, dia tidak akan tahu, apalagi curiga," katanya. Trian menoleh. Mendadak Tatiana terkejut tatkala Trian bergerak melepas tangannya. Tidak kasar, tetapi wanita itu sunggu merasa tersinggung. Bagaimana bisa Trian bertindak seperti itu? pikirnya. Selama ini, Trian sangat suka dibelai olehnya. "Aku punya banyak pekerjaan di sini. Kalau kam
Dua hari. Kinan mengulang jangka waktu itu di dalam benaknya. Benar, sudah selama itulah Trian bertandang ke luar negeri dan meninggalkannya bersama para pengawal.Awalnya Kinan pikir hidupnya akan tenang tanpa kehadiran pria itu, mengingat saat Trian tidak pulang beberapa hari belakangan karena urusan kantor, Kinan benar-benar merasa bahagia. Saking senangnya, dia sampai ingin melakukan syukuran.Kalau saja dia tidak berbaik hati menyerahkan kembali telepon genggam milik Bagas, kemungkinan Trian tidak akan banting setir kembali ke villa, setelah mendengar rencananya yang ingin membangun kolam renang.Tetapi, semua sudah telanjur terjadi. Trian semakin bertingkah aneh dan menjengkelkan. Kinan bahkan tidak berhenti merinding begitu mengingat hal-hal mengerikan yang telah dilakukan pria itu. Berdoa saja, Trian hanya sedang linglung karena ditimbun beban pekerjaan, karena itulah dia bertingkah kesurupan.
"Astaga!" Kinan memekik. Maniknya melotot terkejut tatkala mendapati satu sorot tajam terang-terangan tengah mengawasinya. Perempuan itu baru saja akan bangun. Dia bahkan baru hendak merenggangkan otot-otot tubuhnya, tetapi begitu membuka mata, sosok Trian sudah berbaring miring menghadapnya sembari mengamatinya. Menjauh sedikit, Kinan memejamkan mata saat berkata, "Padahal aku ingin memulai pagi dengan melihat kolam renang ku." Dia menggerutu sembari menggertakkan gigi. "Ish! Kenapa harus mukamu yang pertama kulihat," ujarnya, tanpa dosa. Trian tersenyum miring. Posisinya masih sama, dan tampaknya pria itu tidak berniat mengubahnya dalam waktu dekat. Begitu mendapati Kinan hendak bangkit dari pembaringan, dia menahannya dan menariknya kembali untuk terbaring. Trian mengabaikan saat Kinan melotot ke arahnya. Lelaki itu tidak akan terpengaruh dengan raut wajah Kinan yang hendak memarahinya. Toh, wajah p
Sejak pagi ketegangan melanda suasana kantor. Tidak ada pergerakan lain selain hilir mudik para pekerja yang bergerak menjalankan tugas. Nyatanya, hal ini sudah berlangsung selama beberapa hari belakangan. Selepas dari Bali, mendadak penjualan produk menurun drastis. Timbulnya artikel dan pemberitaan mengenai minuman sehat yang Eco.T. Grup kelola memiliki kandungan berbahaya, memaksa penarikan barang secara besar-besaran. Kendati masalah dengan kepolisian sudah berhasil ditangani. Tetapi, kerugian besar yang tak terelakkan tidak bisa ditarik ulang. Rugi tetaplah rugi. Mengingat bagaimana jayanya perusahaan besar itu, beberapa pesaing tentu akan menjatuhkan. Meski artikel itu hanyalah salah satu akalan musuh, tetapi dia berhasil menimbulkan kerugian besar di pihak Trian. Bukan main peningnya kepala pria itu. Tetapi berkat kemampuannya, dibantu para pekerja handal yang kepercayaannya tak perlu diintip, T
Ketika Kinan terbangun lalu membuka mata, sudah ada Bagas dan Joko di hadapannya. Kinan pikir dia sedang bermimpi mendapati kedua perinya itu, jika saja Bagas tidak mendekat sembari menyinggungkan satu senyum lebar hingga giginya terlihat. Perempuan itu terduduk dengan wajah malas. Tampak sekali magnet matras masih bekerja untuk menariknya kembali berbaring. "Mbak sudah bangun?" Kinan mengangguk meski tidak mendongak menatap Bagas. Sementara maniknya memicing sesaat setelah Joko yang berdiri menghalangi cahaya dari pintu masuk, berpindah dan kini terduduk menyamai posisinya. Maniknya yang besar berpendar begitu menatap Kinan. Sejurus kemudian, tatapan khawatir dia layangkan ketika bibirnya mengucap, "Aduh," Joko menarik Bagas mendekat, memaksa pria itu ikut berjongkok di sebelahnya. Joko melanjutkan, "lihat, Gas. Leher Mbak Kinan jadi merah karena tidur di matras." Telunjuknya mengarah tepat ke a
"Pokoknya, malam ini kamu tidur di sini." Trian menarik Kinan hingga memasuki gudang di bawah bukit villa tidak jauh dari rumah para penjaga. Keributan itu cukup keras hingga beberapa kawanan hitam menyeruak keluar dan berdiri sembari berbisik menatap pasangan itu. Sama sekali tidak ada yang menduga bila Trian akan menarik istrinya hingga ke tempat ini. Namun dipikir berulang kali pun, mengingat bagaimana sikap Trian selama ini, bukan hal lumrah bila kejadian seperti ini akan terjadi. Napas Trian berhembus tidak stabil. Emosinya benar-benar di puncak dan dia tidak bisa mengendalikannya dengan baik. Sementara di sisi lain, Kinan justru tidak bereaksi. Perempuan itu terdiam sembari mengamati kondisi gudang dalam diam. Tempat ini tidak begitu buruk. Hanya ada beberapa debu yang bersarang di tumpukan-tumpukan barang tak terpakai yang belum dibuang. "Kamu dengar aku, kan?" Trian bertanya. Maniknya menyorot Kinan den
Sebagai bayaran karena tidak berhasil mengelilingi Bali, Kinan melepas kekecewaan dengan hal lain. Sepertinya, mengunjungi wahana bermain dengan Devi dan Dion bukan ide yang buruk. Untuk memacu adrenalin, perempuan itu mencoba memainkan wahana roller coaster. Mengingat Devi tidak bisa bergerak banyak dan diharuskan memonitor kondisi jantung selama mengandung, wanita itu memilih untuk tidak ikut bermain. Alhasil, mau tudak mau, Kinan harus puas duduk dengan Dion dan merelakan pria itu untuk bermain bersamanya. Kinan pikir, Dion adalah salah satu pria pemberani yang tidak akan mempan dengan wahana semacam ini, tetapi tidak seperti yang Kinan bayangkan pria itu justru tampak bagai orang kehilangan akal. Dion berteriak keras tepat setelah wahana begerak dan meluncur turun; menukik tajam bagai bilah pedang yang hendak membelah daging. Kinan akui jantungnya bedetak lebih keras dan dia tahu dirinya sedang men