"Kapan aku jadi kaya biar tidak kerja di supermarket lagi?"
Suara itu terdengar pelan tetapi penuh keluhan, sementara wajah cemberut terbentuk amat tidak anggun di raut Kinan. Sebaliknya, kedua tangannya bergerak cepat menyusun kaleng susu di rak yang sesuai, mengingat kondisi rak yang nyaris kosong kehabisan stok.
Dia bahkan tidak peduli jika keranjang yang dia gunakan untuk membawa minuman kalengan itu telah menimbulkan suara cukup nyaring begitu dia menyeretnya untuk bergeser mengisi tempat yang masih kosong.
Di sisi lain, kawannya—Devi—tersenyum mengejek sembari menatap Kinan di sebelahnya. Wanita 25 tahun itu sedang membenahi rak sebelah yang dikhususkan untuk makanan ringan. Selagi Devi mengisi rak, dia menyempatkan diri memberi tanggapan akan keluhan Kinan.
"Kenapa tidak cari kerja lain saja yang menghasilkan banyak uang." Devi menatap sekeliling sebelum kemudian bergerak mendekati Kinan untuk membisikinya kata, "pelacur misalnya," dan dia terkekeh.
Devi bertaruh jika Kinan tidak akan menanggapi perkataannya dengan serius mengingat dia pun hanya bercanda. Tetapi, wanita itu bahkan sudah melebarkan mata saking terkejutnya begitu mendengar kalimat mengerikan keluar dari mulut Kinan yang ajaib.
"Hmm ... memang tarifnya berapa?" Perempuan muda itu justru bertanya soal penghasilan.
Bibir Devi lantas membuka lebar tetapi berikutnya terkatup rapat. Diamatinya sekeliling, sejurus kemudian dia segera memasang senyum canggung saat mendapati seorang pelanggan melewati mereka.
Devi langsung saja menepuk bahu Kinan cukup keras lantas mendesis marah, "Heh, jangan coba-coba, ya, gila!" Devi mundur menjauh sebanyak dua langkah sementara Kinan menatapnya dengan serius.
Perempuan yang satu tahun lebih muda darinya itu kini meliriknya sembari mengerutkan kening. "Kan kamu yang usulkan, kenapa sekarang marah, sih?" Kinan jadi kesal sendiri.
Devi menarik napas dalam lantas membuangnya cukup kasar. AC di supermarket bahkan tidak lagi terasa sebab perubahan suhu yang tiba-tiba. Langkah kaki Devi kemudian bergerak mengekori Kinan ketika perempuan muda penggemar uang itu beranjak setelah menyelesaikan pekerjaannya untuk kembali ke gudang.
Devi berpindah ke hadapan Kinan. Wajahnya tampak membesar saat dia berhadapan dengan Kinan terlalu dekat. "Awas ya, kalau kamu sampai macam-macam. Aku lapor sama Bapakmu di kampung," ancam Devi, tetapi tampaknya hal itu tidak cukup berpengaruh setelah mendapati reaksi Kinan yang seolah tidak peduli.
Jelas, reaksi pasif tersebut membuat Devi benar-benar takut sekarang.
Bagaimana jika Kinan benar-benar berniat menjual diri? pikirnya.
Nyatanya, mereka sudah kenal sejak SMA kendati pernah tidak saling bertemu hingga beberapa tahun. Masing-masing dari mereka mungkin memiliki nasib serupa dalam hal pendidikan. Kesenjangan sosial memaksa mereka untuk tidak memikirkan hal seperti melanjutkan kuliah atau bermimpi terlalu besar.
Walau demikian, sosok Kinan yang gila akan uang serta kemewahan seolah bisa menghalalkan berbagai cara untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Jangan pikirkan apa saja yang perempuan muda itu telah lakukan dalam kurun waktu 24 tahun hidupnya setelah lulus SMA. Devi pun tidak ingin mengingatnya lagi.
Namun, meski sikapnya cenderung buruk, tetapi Devi amat yakin jika Kinan tidak sekalipun menjual diri untuk mendapatkan tujuannya. Siapa yang tahu, Kinan begitu takut dengan AIDS dan kemungkinan besar kerena penyakit itulah yang masih menahannya untuk tidak membiarkan sembarangan pria menyentuhnya.
Tetapi sekarang, Devi mulai merasa cemas. Keinginan Kinan untuk memiliki banyak uang serta menjadi orang kaya sepertinya kian memburuk. Bisa jadi Kinan telah mengabaikan ketakutannya dan memilih menjajakan tubuh hanya untuk kesenangan duniawi semacam uang.
Dan jika itu benar, sudah bukan hal lumrah jika dalam waktu dekat Devi telah mendengar kabar buruk jika kawannya itu benar-benar menjadi wanita malam.
Tidak!
Devi menepuk jidat dan memaki diri sendiri mengingat mulut bodohnya telah mengatakan hal gila yang berujung menjadi boomerang untuknya sendiri. Perlu digaris bawahi, boleh dikata, Devi adalah penyelamat Kinan saat perempuan muda itu terjerumus dalam kegelapan sejak berusia 18 tahun. Devi yang prihatin akan kondisi teman SMA-nya tersebut akhirnya memilih menawarkan pekerjaan yang sama dengannya, sebagai pegawai di salah satu supermarket yang cukup besar di Ibu Kota.
Kinan pun menyetujuinya dan rencana itu berjalan cukup baik.
Meski di awal-awal Kinan terlihat kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tetapi lambat laun dia memulai terbiasa. Bahkan tidak terasa Kinan telah bekerja hampir tiga tahun.
Sayangnya, tiga tahun sudah menjadi batas kewajaran Kinan yang gila uang untuk bertahan dari pekerjaan ini. Meski gaji yang dia dapat tidak begitu rendah, tetapi akhir-akhir ini Kinan mulai menunjukkan keluhan-keluhan menakutkan semacam: betapa dia ingin menjadi kaya, atau dia bosan dengan jumlah uang yang begitu-begitu saja.
Dan karenanya, Devi menjadi amat cemas.
Devi menahan Kinan yang hendak keluar dari dalam gudang sembari berkata dalam balutan wajah memelas. "Ki, tolong ya, perkataanku tadi jangan dipikirkan. Kerja di sini kan cukup bagus, tidak berat juga. Jujur saja, tadi itu hanya bercanda, jangan bertindak bodoh ya, Ki."
Meski begitu, Devi tidak merasa lebih baik bahkan setelah Kinan menggangguk dan berjanji untuk tidak melakukan tindakan konyol tersebut.
Sebab ada kalanya, Devi yang bahkan sudah dekat dan menganggap Kinan sebagai saudara, terkadang masih saja sulit menebak jalan pikiran perempuan muda itu.
Jadi, berharap saja Kinan akan menepati janjinya.
***
"Kalian yakin ini tempatnya?"
Kerutan di dahi Kinan kian bertambah seiring maniknya mengamati area di sekitarnya, sementara Devi dan Dion yang berdiri di sebelahnya kontan mengangguk membenarkan. Nyatanya, Devi sudah terikat pernikahan dengan Dion yang cukup mapan. Tetapi, mengingat Devi masih harus mengawasi Kinan dalam jarak dekat, dia memilih untuk tidak resign dari pekerjaannya.
"Katanya kita diperintahkan bertemu di sini. Santai saja, Ki, kali saja beruntung kamu bisa jadi yang terpilih," kata Dion.
Manik Kinan memicing ke arah Dion, tetapi sesaat kemudian sorotan mata tajamnya berpindah ke arah Devi yang tengah memasang senyum canggung. Kinan lekas menarik napas lalu membuangnya cukup kasar, sebelum akhirnya dia beranjak memasuki bangunan tua bekas pabrik terbengkalai tidak jauh di depannya.
Begitu Kinan sudah melangkah cukup jauh, suara Devi tiba-tiba terdengar untuk kemudian membuatnya menoleh. Berikutnya, Kinan telah mendapati sahabatnya itu tengah tersenyum. "Kamu akan baik-baik saja," ujar Devi. Tangannya melambai seraya berucap, "semangat!"
Apa-apaan itu? pikir Kinan. Kendati risih akan tingkah Devi, pada akhirnya dia tetap mengangguk lalu berikutnya beranjak untuk melanjutkan langkah.
Siapa yang menduga, jika kekhawatiran Devi terhadap Kinan yang bisa saja berubah pikiran lalu memilih menjadi pelacur, telah membuatnya mengambil langkah ini.
Berawal dari suaminya, Dion, yang mengatakan jika bos di tempatnya bekerja menawarkan kepada perempuan manapun, kecuali pegawai kantornya, untuk menikah dengan jaminan kehidupan mewah bermandikan uang yang kekal. Diam-diam Devi telah menyusun rencana ini untuk Kinan. Dia hanya bermaksud baik.
Merasa akan membantu kawannya, tanpa pikir panjang Devi memberitahukan hal ini kepada Kinan. Selain Kinan bisa menjadi jutawan dalam waktu singkat, dia pun akan memiliki suami. Hal ini terdengar lebih baik dari pada membiarkan Kinan berakhir menjajakan tubuh ke banyak pria.
Yang Kinan butuhkan hanyalah kemewahan dan uang. Devi pikir tidak ada salahnya menyampaikan perkara ini kepada temannya itu. Seperti yang Devi perkirakan, Kinan benar-benar tergiur dan enggan memikirkan banyak hal lain selain hanya mengangguk setuju.
Dan inilah alasan mengapa ketiganya berada di sini sekarang. Kinan akan menemui si Bos untuk kemudian diberi beberapa pertanyaan selayaknya sesi wawancara pekerjaan. Meski Kinan setuju, tetapi masih ada kemungkinan jika dia akan berakhir sama dengan wanita-wanita lain yang telah ditolak. Alasannya selalu serupa, mereka tidak memenuhi kriteria.
Dion sudah menjelaskan hal itu sebelumnya, namun tidak ada salahnya Kinan mencoba peruntungan. Siapa yang tahu jika perempuan itu justru terpilih dan mengalahkan ratusan wanita lainnya yang telah tereliminasi.
Toh, takdir seseorang siapa yang tahu, kan?
***
Aroma lumut beradu bau khas bangunan tua merebak seolah menjejali kedua lubang hidung Kinan begitu dia melewati lorong demi lorong di dalam bangunan tersebut. Dia bahkan tidak menyangka jika dirinya telah ditunggui dua orang pria berbadan besar yang kemudian menuntunnya ke sebuah ruangan lain.
Sementara perempuan itu terkejut, sama sekali tidak menduga jika ruangan yang kini dia pijaki akan jauh berbeda. Tempat ini terlalu bersih jika dibandingkan dengan kondisi bangunan yang ada di luar. Rasanya, Kinan baru saja memasuki tempat lain.
"Jadi, kamu Kinan?"
Kinan terlonjak begitu suara berat dari arah belakang terdengar dengan tiba-tiba. Itu sangat dalam, mengintimidasi, dan mengancam. Kinan bahkan menelan ludah sesaat setelah dia memutuskan untuk berbalik.
Dan dia cukup terkejut saat mendapati sosok tinggi yang kini berdiri kokoh di hadapannya.
Untuk sesaat Kinan terdiam di tempat. Sampai kemudian rasa terkejutnya beberapa detik lalu menguap, sementara tatapannya berubah menjadi datar. Perempuan itu jelas tidak akan salah bila mengartikan bahwa sosok di hadapannya amat rupawan, dan itu jelas bukan sesuatu yang dia sukai. Pria ini hanya sekedar tampan dan mapan. Hanya itu. Teruntuk Kinan, tidak ada hal di dunia ini yang akan membuatnya merasa tertarik selain uang dan kemewahan. Sementara pria tampan, dia merasa bisa menemuinya kapan dan di mana saja. Kinan pikir mereka diciptakan hanya untuk dinikmati mata. Jika Kinan diberi dua pilihan antara pria tampan atau uang, jelas dia akan memilih opsi kedua tanpa pikir panjang. Sebuah tatapan tajam dan rinci menyorot ke arah depan. Kinan tahu, tubuhnya sedang diamati. Sejurus kemudian sosok itu bergerak melewatinya untuk duduk di sofa yang sengaja diletakkan beberapa langkah dari mereka. Tangan pria i
Dua hari setelah Kinan dinyatakan ditolak, Devi sungguh dibuat uring-uringan mengingat situasi ini telah masuk tahap berbahaya. Peluang Kinan untuk menjadi pelacur kian bertambah dan selama dua hari belakangan, Devi tidak berhenti mendengar keluhan keluar dari mulut perempuan muda itu, bahwa betapa mendambanya dia akan uang. Devi tidak memiliki cara lain untuk menghalangi Kinan sekarang. Meski Kinan belum menunjukkan perilaku aneh seperti tiba-tiba mengundurkan diri atau menghilang tanpa kabar. Tetapi, Devi sungguh merasa sangat cemas. Oh, jangan sampai hal mengerikan itu terjadi, pikirnya. Ada kalanya, Devi berpikir Kinan itu punya kelainan mental bila melihat bagaimana tingkahnya selama ini. Ada kemungkinan jika Kinan dibawa ke rumah sakit jiwa atau psikiater, bisa jadi anggapan 'Kinan gila' benar-benar terwujud. Kebanyakan orang tentunya akan berpikiran sama setelah melihat tingkah Kinan yang terkesan tidak
Orang pertama yang paling antusias dengan kabar baik ini tentu saja adalan Devi dan Dion. Siapa yang menduga bahwa Kinan yang semula ditolak justru mendapatkan kiriman surel dan menyatakan penerimaan untuknya. Hanya seperti itu, kata Anda diterima tertulis di dalam e-mail. Sama sekali tidak ada alasan mengapa keputusan mereka berubah. Meski begitu, Kinan tidak terlihat peduli sebab selama dia bisa hidup mewah dirinya tidak butuh alasan lain. Di titik ini, mereka berada di salah satu restoran mahal mengingat si Bos yang masih tidak menyebutkan identitasnya itu meminta Kinan untuk datang ke tempat tersebut. Sementara Devi yang dilanda perasaan gembira jelas tidak ingin ketinggalan. Jadinya, di sinilah mereka sekarang. Menunggu dan menunggu. Devi melirik jam tangannya sembari menatap ke arah pintu masuk, dia berkata cemas, "Kenapa dia belum datang? Kita sudah menunggu 30 menit, loh." Wanita itu beralih me
Kinan tidak pernah berpikir jika esok harinya kamar kosnya akan diketuk dari arah luar, dan begitu dia membuka pintu dengan wajah luar biasa mengantuk, dua orang pria telah menyeretnya untuk memasuki mobil. Siapa yang tahu, jika dia akan dibawa ke salon dan berikutnya menemui perancang busana. Detik salanjutnya dia bahkan telah dirias dan dipaksa mengenakan gaun putih yang diam-diam telah dibuatkan untuknya. Kendati rasa kantuk yang luar biasa menyerang sedang mata masih memejam rapat, Kinan tetap saja digiring ke sebuah masjid yang rupa-rupanya telah dihadiri seorang penghulu. Sementara itu, sosok Trian yang sudah rapi dalam balutan jas putih terlihat menawan, bergerak menghampiri Kinan untuk kemudian membimbingnya ke hadapan penghulu. Begitu Kinan sadar sepenuhnya, dia telah mendapati ejekan Trian yang memanggilnya dengan nama belakang Nugroho. Itu berarti mereka telah resmi menikah. Saking niatnya p
"Pagi, Kinan jelek." Rasanya sedikit dingin. Tetapi begitu Kinan mendapati kesadarannya, tubuhnya berubah merinding saat menyadari satu sapuan napas itu berasal dari Trian. Menggelitik kulit lehernya sementara Kinan sedang tertidur dalam posisi terlentang. Sesaat setelah dia membuka mata, hal pertama yang dia dapati adalah wajah rupawan yang segar sedang tersenyum menyambutnya. Butuh beberapa detik baginya untuk mengontrol diri dari rasa lemas karena bangun mendadak, dan butuh waktu cukup lama hingga kemudian dia terduduk sembari melotot ke arah Trian. "Apa yang baru saja kamu lakukan, bodoh!" Wajah Kinan benar-benar syok. Sapuan merah padam langsung saja menjalari pipinya hingga tampak bersemu di pagi hari. Dua hari menikah dengan Trian, Kinan sama sekali belum terbiasa dengan tindakan aneh yang terkadang dilakukan pria itu. Dan ketika dia bertanya mengapa Trian melakukan hal demikian, pria itu menjawab hanya karena in
Kinan benar-benar memanfaatkan situasinya dengan baik. Begitu tidak mendapati suaminya di rumah, dia tidak membiarkan kesempatan emas itu terbuang dengan hanya terkurung di perbukitan teh yang jauh dari kota. Butuh waktu beberapa menit dia bisa keluar dari hamparan tanaman hijau hingga gedung-gedung tinggi bermunculan dalam jarak pandangnya. Begitu kedua kakinya menapaki lantai keramik pusat perbelanjaan, senyumnya kontan mengembang penuh antusias. Dua orang pengawal yang bertugas menjaganya berdiri tidak jauh di belakang. Jangan pikir para penjaga itu berpenampilan sama dengan mereka yang kerap muncul di layar kaca. Tidak! Jelas itu akan terlihat mengerikan. Pakaian kedua pria besar itu tampak manusiawi dengan kaos biasa dan celana panjang yang umum dikenakan pria. Sekilas, mereka hanya tampak bagai pria normal dengan badan besar. Bisa jadi, pikiran orang-orang menerka mereka sebagai sosok yang menyen
Sepanjang jalan menuju villa, selepasmengantar Tatiana, Trian tidak berhenti menyunggingkan senyum begitu mengingat insiden lucu yang dialami Kinan di mall. Setelah Bagas menghubunginya dan mengatakan perihal masalah Kinan yang telah memborong banyak tas mahal tetapi tidak punya uang untuk membayar, alih-alih memberi bantuan, Trian justru membiarkan Kinan dalam masalah tersebut. Ya, pria itu berencana mengerjai istrinya. Hitung-hitung sebagai hukuman mengingat Kinan berani pergi tanpa sepengetahuannya. Dia ingat jelas bagaimana panggilan Bagas kembali mengisi ponselnya, sementara yang bersuara keras di seberang sana ialah Kinan. Kemarahan perempuan itu tidak terbendung begitu dirinya dipermalukan pegawai toko yang menyebutnya sebagai penipu. Kinan bersumpah akan kembali ke toko itu dan membuat mereka menganga dengan uangnya, pikirnya. Bukan main cerahn
"Sudah siap?" Trian muncul dari balik pintu, sementara tubuh pria itu dibalut setelan jas putih yang benar-benar menambah pesonanya. Tetapi sayang, penampilan Trian sama sekali tidak bisa menggetarkan hati seorang Kinan yang tidak pernah peduli kepada lawan jenis. Kinan berbalik sekilas sebelum kemudian maniknya kembali pada dress selutut di atas tempat tidur. Ada dua, satu berwarna merah maron, satunya lagi berwarna senada dengan pakaian Trian. Trian berdecak sembari berjalan mendekati Kinan yang tengah menopang dagu. Tampak jelas, perempuan gila itu sedang sibuk memilah. Trian menarik dress berwarna putih lantas merentangkannya di hadapan Kinan. "Pakai yang ini!" Sembari melempar benda itu ke arah Kinan yang sedang mengerutkan kening, Trian berkata ketus, "begini saja harus memilih." Raut wajah Kinan mendadak keruh, tetapi detik berikutnya dia memilih untuk tidak m
"Di mana Kinan?"Trian tidak bisa menahan diri untuk bertanya saat mendapati Joko keluar dari dalam pos jaga, sementara dirinya tengah berdiri di teras villa. Ini sudah pukul 19 : 13 pm saat dia berhasil menginjakkan kaki di lantai kayu villa dan masuk dengan tergesa, tetapi sialnya, dia justru tidak menjumpai Kinan di manapun.Di sisi lain, Joko bergegas menghampiri pria tampan itu dengan raut wajah terkejut. Pasalnya, setahunya Trian baru akan pulang dua hari lagi. Lalu bagaimana bisa dia ada di sini? Bahkan sudah berdiri sembari menatapnya dengan raut menyelidik."Bos?" Joko mencoba memastikan, namun saat melihat Trian melangkah menuruni tangga, Joko seketika berdiri tegap di hadapan pria itu. "Ini benar-benar, Bos?" tanyanya setengah tidak percaya. Joko menggaruk alis saat berkata, "loh, kok sudah pulang?"Trian tidak menanggapi perkataan pria besar itu, sebaliknya dia justru kembali menanyakan keberadaan Kinan. Wajahnya terlihat ker
Tatiana melangkah maju ke pinggiran kolam. Tatapannya lurus, sinis, dan tampaknya wanita itu tidak berniat memutus kontak matanya dengan Kinan. Dagunya diangkat tinggi seolah dia ingin menunjukkan kuasa atas diri Kinan. Baginya, Kinan bukan lah tandingan. Perempuan muda itu hanya debu kecil yang perlu dia singkirkan, cepat atau lambat.Sepulang dari New York, Tatiana tidak bisa menahan diri untuk segera menjumpai perempuan satu ini. Tentu saja untuk memberinya kejut ringan.Dan sepertinya, rencana wanita itu berhasil sebab kini Kinan cukup terkejut saat melihatnya muncul dengan tiba-tiba. Setahu Kinan, Trian pernah berkata jika tempat ini tidak diketahui oleh siapapun, terutama papa dan mamanya.Lalu, bagaimana Tatiana bisa ada di sini? Berdiri menatapnya dengan keangkuhannya yang menjijikkan.Sesaat kemudian, Kinan menarik napas. "Aku tidak akan bertanya bagaimana caramu masuk, sebab semua pencuri memang
"Sebaiknya kamu pulang." Tatiana menoleh ketika suara Trian yang berat terdengar dari arah samping. Dia baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut terlilit handuk, sementara Trian, pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Wajahnya tidak menunjukkan mimik berarti, hanya saja, tatapannya lurus menghunus ke arah telepon genggam di tangannya. Tatiana tidak menjawab. Sebaliknya, dia bergerak mendekati pria itu dengan wajah resah. Dia duduk di pinggiran ranjang sembari meraih tangan Trian. Dia berkata dengan wajah muram, "Sayang, kenapa aku harus pulang? Aku juga sudah izin sama Papamu. Tenang saja, dia tidak akan tahu, apalagi curiga," katanya. Trian menoleh. Mendadak Tatiana terkejut tatkala Trian bergerak melepas tangannya. Tidak kasar, tetapi wanita itu sunggu merasa tersinggung. Bagaimana bisa Trian bertindak seperti itu? pikirnya. Selama ini, Trian sangat suka dibelai olehnya. "Aku punya banyak pekerjaan di sini. Kalau kam
Dua hari. Kinan mengulang jangka waktu itu di dalam benaknya. Benar, sudah selama itulah Trian bertandang ke luar negeri dan meninggalkannya bersama para pengawal.Awalnya Kinan pikir hidupnya akan tenang tanpa kehadiran pria itu, mengingat saat Trian tidak pulang beberapa hari belakangan karena urusan kantor, Kinan benar-benar merasa bahagia. Saking senangnya, dia sampai ingin melakukan syukuran.Kalau saja dia tidak berbaik hati menyerahkan kembali telepon genggam milik Bagas, kemungkinan Trian tidak akan banting setir kembali ke villa, setelah mendengar rencananya yang ingin membangun kolam renang.Tetapi, semua sudah telanjur terjadi. Trian semakin bertingkah aneh dan menjengkelkan. Kinan bahkan tidak berhenti merinding begitu mengingat hal-hal mengerikan yang telah dilakukan pria itu. Berdoa saja, Trian hanya sedang linglung karena ditimbun beban pekerjaan, karena itulah dia bertingkah kesurupan.
"Astaga!" Kinan memekik. Maniknya melotot terkejut tatkala mendapati satu sorot tajam terang-terangan tengah mengawasinya. Perempuan itu baru saja akan bangun. Dia bahkan baru hendak merenggangkan otot-otot tubuhnya, tetapi begitu membuka mata, sosok Trian sudah berbaring miring menghadapnya sembari mengamatinya. Menjauh sedikit, Kinan memejamkan mata saat berkata, "Padahal aku ingin memulai pagi dengan melihat kolam renang ku." Dia menggerutu sembari menggertakkan gigi. "Ish! Kenapa harus mukamu yang pertama kulihat," ujarnya, tanpa dosa. Trian tersenyum miring. Posisinya masih sama, dan tampaknya pria itu tidak berniat mengubahnya dalam waktu dekat. Begitu mendapati Kinan hendak bangkit dari pembaringan, dia menahannya dan menariknya kembali untuk terbaring. Trian mengabaikan saat Kinan melotot ke arahnya. Lelaki itu tidak akan terpengaruh dengan raut wajah Kinan yang hendak memarahinya. Toh, wajah p
Sejak pagi ketegangan melanda suasana kantor. Tidak ada pergerakan lain selain hilir mudik para pekerja yang bergerak menjalankan tugas. Nyatanya, hal ini sudah berlangsung selama beberapa hari belakangan. Selepas dari Bali, mendadak penjualan produk menurun drastis. Timbulnya artikel dan pemberitaan mengenai minuman sehat yang Eco.T. Grup kelola memiliki kandungan berbahaya, memaksa penarikan barang secara besar-besaran. Kendati masalah dengan kepolisian sudah berhasil ditangani. Tetapi, kerugian besar yang tak terelakkan tidak bisa ditarik ulang. Rugi tetaplah rugi. Mengingat bagaimana jayanya perusahaan besar itu, beberapa pesaing tentu akan menjatuhkan. Meski artikel itu hanyalah salah satu akalan musuh, tetapi dia berhasil menimbulkan kerugian besar di pihak Trian. Bukan main peningnya kepala pria itu. Tetapi berkat kemampuannya, dibantu para pekerja handal yang kepercayaannya tak perlu diintip, T
Ketika Kinan terbangun lalu membuka mata, sudah ada Bagas dan Joko di hadapannya. Kinan pikir dia sedang bermimpi mendapati kedua perinya itu, jika saja Bagas tidak mendekat sembari menyinggungkan satu senyum lebar hingga giginya terlihat. Perempuan itu terduduk dengan wajah malas. Tampak sekali magnet matras masih bekerja untuk menariknya kembali berbaring. "Mbak sudah bangun?" Kinan mengangguk meski tidak mendongak menatap Bagas. Sementara maniknya memicing sesaat setelah Joko yang berdiri menghalangi cahaya dari pintu masuk, berpindah dan kini terduduk menyamai posisinya. Maniknya yang besar berpendar begitu menatap Kinan. Sejurus kemudian, tatapan khawatir dia layangkan ketika bibirnya mengucap, "Aduh," Joko menarik Bagas mendekat, memaksa pria itu ikut berjongkok di sebelahnya. Joko melanjutkan, "lihat, Gas. Leher Mbak Kinan jadi merah karena tidur di matras." Telunjuknya mengarah tepat ke a
"Pokoknya, malam ini kamu tidur di sini." Trian menarik Kinan hingga memasuki gudang di bawah bukit villa tidak jauh dari rumah para penjaga. Keributan itu cukup keras hingga beberapa kawanan hitam menyeruak keluar dan berdiri sembari berbisik menatap pasangan itu. Sama sekali tidak ada yang menduga bila Trian akan menarik istrinya hingga ke tempat ini. Namun dipikir berulang kali pun, mengingat bagaimana sikap Trian selama ini, bukan hal lumrah bila kejadian seperti ini akan terjadi. Napas Trian berhembus tidak stabil. Emosinya benar-benar di puncak dan dia tidak bisa mengendalikannya dengan baik. Sementara di sisi lain, Kinan justru tidak bereaksi. Perempuan itu terdiam sembari mengamati kondisi gudang dalam diam. Tempat ini tidak begitu buruk. Hanya ada beberapa debu yang bersarang di tumpukan-tumpukan barang tak terpakai yang belum dibuang. "Kamu dengar aku, kan?" Trian bertanya. Maniknya menyorot Kinan den
Sebagai bayaran karena tidak berhasil mengelilingi Bali, Kinan melepas kekecewaan dengan hal lain. Sepertinya, mengunjungi wahana bermain dengan Devi dan Dion bukan ide yang buruk. Untuk memacu adrenalin, perempuan itu mencoba memainkan wahana roller coaster. Mengingat Devi tidak bisa bergerak banyak dan diharuskan memonitor kondisi jantung selama mengandung, wanita itu memilih untuk tidak ikut bermain. Alhasil, mau tudak mau, Kinan harus puas duduk dengan Dion dan merelakan pria itu untuk bermain bersamanya. Kinan pikir, Dion adalah salah satu pria pemberani yang tidak akan mempan dengan wahana semacam ini, tetapi tidak seperti yang Kinan bayangkan pria itu justru tampak bagai orang kehilangan akal. Dion berteriak keras tepat setelah wahana begerak dan meluncur turun; menukik tajam bagai bilah pedang yang hendak membelah daging. Kinan akui jantungnya bedetak lebih keras dan dia tahu dirinya sedang men