Share

Nikah Dadakan

Penulis: Orekyu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kinan tidak pernah berpikir jika esok harinya kamar kosnya akan diketuk dari arah luar, dan begitu dia membuka pintu dengan wajah luar biasa mengantuk, dua orang pria telah menyeretnya untuk memasuki mobil.

Siapa yang tahu, jika dia akan dibawa ke salon dan berikutnya menemui perancang busana. Detik salanjutnya dia bahkan telah dirias dan dipaksa mengenakan gaun putih yang diam-diam telah dibuatkan untuknya.

Kendati rasa kantuk yang luar biasa menyerang sedang mata masih memejam rapat, Kinan tetap saja digiring ke sebuah masjid yang rupa-rupanya telah dihadiri seorang penghulu.

Sementara itu, sosok Trian yang sudah rapi dalam balutan jas putih terlihat menawan, bergerak menghampiri Kinan untuk kemudian membimbingnya ke hadapan penghulu.

Begitu Kinan sadar sepenuhnya, dia telah mendapati ejekan Trian yang memanggilnya dengan nama belakang Nugroho. Itu berarti mereka telah resmi menikah. Saking niatnya pria itu, bapaknya dari desa bahkan didatangkan dalam waktu semalam hanya untuk menjadi wali nikahnya.

Beberapa pengawal yang Kinan duga adalah bawahan setia turut hadir sebagai saksi. Sementara pria bertubuh tegap yang baru saja menyalaminya mengaku sebagai paman Trian, sekaligus wali nikahnya untuk menggantikan papa Trian yang tidak bisa hadir.

Apa-apaan ini! pikirnya. Sembari meratapi nasib, Kinan bergumam lesu, "Mengapa pernikahanku berakhir seperti ini?"

Trian terkekeh. Tangannya bergerak mengusap pipi Kinan yang bersemu karena sapuan make-up. Meski Kinan terbilang kurus, tetapi pipinya benar-benar berisi. Rasanya kenyal saat Trian mencoba mencubitnya dan hal itu membuatnya tersenyum. "Siapa suruh tanda tangan kontrak," ejek Trian. "Ayo, Bapakmu mau ketemu sebelum pulang." Tangan Trian bergerak mengiring Kinan keluar.

Kinan meringis. Pipinya terasa nyeri sedang riasan wajahnya nyaris menghilang mengingat betapa sering Trian mencubit dan mengusapnya. Sembari menepis tangan pria itu, Kinan berkata judes, "Tetapi aku ingin pernikahan yang mewah, banyak tamu undangan, dan kalau perlu aku ingin gaun mutiara."

Trian menatap Kinan cukup lama, sebelum kemudian dia terbahak keras sampai mereka berhasil menemukan bapak Kinan. Tidak banyak waktu yang Kinan butuhkan untuk bertegur sapa dengan bapaknya. Pria baya itu hanya berpesan agar Kinan menurut pada suaminya, sebelum kemudian dia pamit untuk kembali ke desa. Tentu saja, para pengawal mengantarnya atas titah Trian.

"Maaf saja, tetapi hidup mewahmu baru saja dimulai sekarang. Kamu baru bisa bertindak semaumu saat kita sah sebagai suami-istri." Trian menjelaskan begitu mereka berada di dalam mobil, sementara jemarinya bergerak menepikan anak rambut Kinan saat dia menatap perempuan itu, sejurus kemudian suaranya berubah dingin saat berkata, "lagipula isi perjanjian menyatakan kamu tidak akan diakui sebagai Istriku di depan umum, kamu tahu pernikahan kita hanya diketahui orang-orang terdekat. Jadi, keramaian yang kamu inginkan itu tidak dibutuhkan, Kinan."

Kinan akhirnya memilih diam. Meski perkataan Trian terbilang benar tetapi dia tetap saja merasa kesal.

Mengabaikan Kinan yang sedang berjibaku dengan pemikirannya, Trian memilih fokus dengan kemudi mobil. "Sekarang kita akan pindah ke rumah baru," ujarnya kemudian.

***

Kinan tidak pernah berpikir jika rumah yang dimaksud Trian adalah sebuah villa di atas puncak perkebunan teh. Gelap sudah nyaris melanda tempat itu saat mereka tiba, sementara Kinan benar-benar ingin berkata kasar sekarang.

Wajah perempuan itu terlihat geram saat melemparkan makian keras ke arah Trian, sementara pria itu dengan tenang berjalan menyusuri jalan setapak menuju villa di perbukitan kebun teh. "Ini sama sekali tidak mewah!" Kinan berteriak. Enggan meneruskan langkah untuk mengikuti Trian di depan.

"Kalau begitu, silahkan masuk penjara."

"Hah? Apa katamu!" Kinan bergerak cepat mengejar Trian, dan begitu dia berhasil mencapainya, Kinan sama sekali tidak segan mengeluarkan kekesalannya dengan menendang bokong pria itu. Cukup keras untuk membuat Trian mengadu kesakitan.

Trian benar-benar diliputi luapan amarah saat berbalik dan menghadap Kinan. Tetapi berikutnya, siapa sangka dia justru melunak saat menyadari bahwa wanita gila ini adalah istrinya sekarang, meski tidak ada kata cinta di dalamnya.

Trian menarik napas perlahan lalu mendekati Kinan. Sementara kini tempat mereka benar-benar dilingkupi aroma teh yang begitu menenangkan. Trian tahu-tahu merangkul Kinan sembari menuntunnya berjalan dengan pelan. "Bukankah sudah kubilang baca perjanjiannya dengan baik sebelum mengambil keputusan? Jadi, jika kamu menolak sekarang, aku tidak akan ragu memenjarakanmu."

Kinan masih tidak terima. "Tapi tempat ini sama sekali tidak mewah." Kinan berpindah ke hadapan Trian lalu merentangkan tangan selebar mungkin. "Aku ingin rumah yang sebesar ini," katanya, benar-benar polos.

Siapa yang tahu jika Trian akan berakhir tertawa menyaksikan tingkah Kinan. Perempuan ini sungguh ajaib, bagaimana bisa dia terlihat garang dan lucu di saat yang sama.

"Bukankah salah satu isi perjanjian mengatakan kamu akan menerima bila ditempatkan di rumah manapun? Sementara aku memilih tempat ini." Trian menatap sekeliling, di ujung sana, matahari nyaris tenggelam sedang kemilau daun teh yang tertimpa sisa cahaya jingga itu justru terlihat memukau. "Kinan, pemandangan indah inilah kemewahan itu."

Kinan berenggut kesal. "Mewah dari mana? Aku tidak suka."

Trian terkekeh. "Ya sudah, kamu setuju atau tidak kita akan tetap tinggal di sini."

Kontan, Kinan membulatkan mata. "Kita?" ulangnya, sedang Trian yang baru saja berniat melanjutkan langkah berhenti sejenak hanya untuk mengangguk. "Mengapa kamu juga tinggal di sini? Kita tidak seharusnya tinggal di tempat yang sama."

Trian berbalik dan berhenti sepenuhnya. Ditatapnya Kinan sementara kelereng gelapnya yang kini dibubuhi kemilau warna sore hari yang indah, tampak berkilat menawan. "Ada alasannya." Senyum misterius terbit di wajah pria itu. "Lagipula, mana mungkin aku membiarkan Istriku tinggal di atas bukit seorang diri."

Manik Kinan menyorot tajam. "Aku setuju saat kamu memilih merombak isi perjanjian untuk memindahkan tempat ini."

Trian tersenyum sembari menggeleng. "Tidak akan."

Sebaliknya, Kinan mendengkus.

***

Kinan tidak bisa berpaling ketika kedua manik gelapnya menyorot tajam ke arah sekumpulan perabot di dalam villa. Mereka tersusun amat rapi dan jangan lupakan guci-guci antik telah tertata di tiap sudut ruangan.

Kinan berbalik menatap Trian di belakangnya. Siapa menduga jika penampakan luar villa yang terlihat biasa saja, justru memiliki interior yang benar-benar memukau di dalam.

Ini mahakarya!

"Kenapa kamu tidak bilang jika tempat ini sudah mirip museum barang antik?"

"Kamu suka?"

Kinan mengangguk antusias. "Tentu saja, bukankah barang antik mahal, selama ini bisa dijual dengan harga fantastis aku tidak akan menyesal tinggal di sini." Kinan bergerak cepat mengusap guci yang berdiri gagah di sebelahnya. Kilat di kedua maniknya benar-benar menunjukkan antusias yang tinggi.

Trian lagi-lagi terkekeh. Pria itu beranjak dari pintu memasuki ruang tamu lalu duduk di atas sofa klasik yang terlihat elegan. Ditepuknya sisi samping sembari menatap Kinan. "Duduk di sini," ajaknya.

Kinan mendekat dan duduk di tempat yang dimaksud sementara tangan Trian bergerak merangkul bahunya. "Kamu bisa melakukan apapun di rumah ini."

"Itu sudah jelas." Kinan menatap Trian kemudian bertanya, "tapi, bagaimana jika aku ingin berbelanja di mall, spa, atau bahkan liburan, aku bisa melakukannya, kan?"

Trian mengangguk. "Hm ... lakukan apapun, dengan syarat tidak menyebutkan namaku. Kamu lihat rumah lain di bawah bukit?" Kinan mengangguk. "Tempat itu milik para penjaga. Cukup hubungi salah satu dari mereka untuk mengantarmu ke mana pun. Tetapi ingat, kamu harus pulang sebelum aku pulang dari kantor."

"Apa yang terjadi saat aku pulang terlambat?"

"Aku akan menghukummu. Aku harus melihatmu saat pulang nanti. Paham?"

Kinan mengangkat jempol dengan mimik datar. "Itu bukan hal sulit."

***

Meski pernikahan ini tidak berlandaskan cinta, tetapi Kinan cukup terkesan akan sikap Trian yang memperlakukannya dengan baik. Pria itu tidak sekalipun tampak marah atau mencoba membentaknya. Mungkin karena ini masih awal.

Hanya saja, ada saat di mana Trian terkadang terlihat berbeda saat berhadapan dengan orang lain. Bawahannya misalnya. Kinan sedang mandi ketika mendengar suara keras disertai umpatan-umpatan kasar yang mengerikan dari arah ruang tamu, bersamaan dengan suara gemetar penuh permohonan maaf dari orang lain.

Dan ketika Kinan berteriak dari dalam kamar mandi untuk menanyakannya, Trian menjawab bahwa bawahannya hanya melakukan kesalahan.

"Ingin kubuatkan sesuatu?"

Kinan sedang memilah baju saat Trian dengan tiba-tiba memasuki kamar tanpa mengetuk pintu. Perempuan itu baru saja selesai dengan urusan mandinya. "Tidak sopan! Jangan masuk seenaknya." Kinan tahu-tahu membentak, tetapi alih-alih meminta maaf, Trian justru bergerak mendekat lantas memeluk Kinan dari arah samping.

"Apa yang salah, ini juga kamarku dan kamu Istriku."

Kinan terlihat murka, "Kamarmu? Istrimu? Hei, sadarlah kawan, kamu tidak boleh menyentuhku!"

Trian membalik tubuh Kinan yang hanya dibalut handuk sedang kedua manik mereka saling menubruk. Di lain pihak, Kinan sungguh tidak menduga jika Trian akan berkata dingin, "Tenang saja, kita hanya akan tidur bersama. Tetapi aku tidak akan menyentuh lebih dari sekedar ini." Kinan sudah memasang raut datar andalannya saat mendengar kalimat terakhir Trian. "Jujur saja, kamu bukan tipe wanita yang ingin aku ajak bermain di ranjang. Kamu tidak sadar, betapa jeleknya wajah dan tubuhmu ini?"

Untuk sesaat wajah Kinan tidak menunjukkan perubahan ekspresi. Sampai di menit berikutnya, Kinan berhasil melepas satu senyum datar. "Hoh, kalau begitu itu bukan masalah besar."

Trian mengangguk sembari mengusap wajah Kinan. "Anak pintar."

Bukankah hubungan mereka terasa aneh?

Bab terkait

  • Menikah untuk Uang   Pagi yang Penuh Drama

    "Pagi, Kinan jelek." Rasanya sedikit dingin. Tetapi begitu Kinan mendapati kesadarannya, tubuhnya berubah merinding saat menyadari satu sapuan napas itu berasal dari Trian. Menggelitik kulit lehernya sementara Kinan sedang tertidur dalam posisi terlentang. Sesaat setelah dia membuka mata, hal pertama yang dia dapati adalah wajah rupawan yang segar sedang tersenyum menyambutnya. Butuh beberapa detik baginya untuk mengontrol diri dari rasa lemas karena bangun mendadak, dan butuh waktu cukup lama hingga kemudian dia terduduk sembari melotot ke arah Trian. "Apa yang baru saja kamu lakukan, bodoh!" Wajah Kinan benar-benar syok. Sapuan merah padam langsung saja menjalari pipinya hingga tampak bersemu di pagi hari. Dua hari menikah dengan Trian, Kinan sama sekali belum terbiasa dengan tindakan aneh yang terkadang dilakukan pria itu. Dan ketika dia bertanya mengapa Trian melakukan hal demikian, pria itu menjawab hanya karena in

  • Menikah untuk Uang   Sepaket dalam Kebodohan

    Kinan benar-benar memanfaatkan situasinya dengan baik. Begitu tidak mendapati suaminya di rumah, dia tidak membiarkan kesempatan emas itu terbuang dengan hanya terkurung di perbukitan teh yang jauh dari kota. Butuh waktu beberapa menit dia bisa keluar dari hamparan tanaman hijau hingga gedung-gedung tinggi bermunculan dalam jarak pandangnya. Begitu kedua kakinya menapaki lantai keramik pusat perbelanjaan, senyumnya kontan mengembang penuh antusias. Dua orang pengawal yang bertugas menjaganya berdiri tidak jauh di belakang. Jangan pikir para penjaga itu berpenampilan sama dengan mereka yang kerap muncul di layar kaca. Tidak! Jelas itu akan terlihat mengerikan. Pakaian kedua pria besar itu tampak manusiawi dengan kaos biasa dan celana panjang yang umum dikenakan pria. Sekilas, mereka hanya tampak bagai pria normal dengan badan besar. Bisa jadi, pikiran orang-orang menerka mereka sebagai sosok yang menyen

  • Menikah untuk Uang   Insiden

    Sepanjang jalan menuju villa, selepasmengantar Tatiana, Trian tidak berhenti menyunggingkan senyum begitu mengingat insiden lucu yang dialami Kinan di mall. Setelah Bagas menghubunginya dan mengatakan perihal masalah Kinan yang telah memborong banyak tas mahal tetapi tidak punya uang untuk membayar, alih-alih memberi bantuan, Trian justru membiarkan Kinan dalam masalah tersebut. Ya, pria itu berencana mengerjai istrinya. Hitung-hitung sebagai hukuman mengingat Kinan berani pergi tanpa sepengetahuannya. Dia ingat jelas bagaimana panggilan Bagas kembali mengisi ponselnya, sementara yang bersuara keras di seberang sana ialah Kinan. Kemarahan perempuan itu tidak terbendung begitu dirinya dipermalukan pegawai toko yang menyebutnya sebagai penipu. Kinan bersumpah akan kembali ke toko itu dan membuat mereka menganga dengan uangnya, pikirnya. Bukan main cerahn

  • Menikah untuk Uang   Makan Malam

    "Sudah siap?" Trian muncul dari balik pintu, sementara tubuh pria itu dibalut setelan jas putih yang benar-benar menambah pesonanya. Tetapi sayang, penampilan Trian sama sekali tidak bisa menggetarkan hati seorang Kinan yang tidak pernah peduli kepada lawan jenis. Kinan berbalik sekilas sebelum kemudian maniknya kembali pada dress selutut di atas tempat tidur. Ada dua, satu berwarna merah maron, satunya lagi berwarna senada dengan pakaian Trian. Trian berdecak sembari berjalan mendekati Kinan yang tengah menopang dagu. Tampak jelas, perempuan gila itu sedang sibuk memilah. Trian menarik dress berwarna putih lantas merentangkannya di hadapan Kinan. "Pakai yang ini!" Sembari melempar benda itu ke arah Kinan yang sedang mengerutkan kening, Trian berkata ketus, "begini saja harus memilih." Raut wajah Kinan mendadak keruh, tetapi detik berikutnya dia memilih untuk tidak m

  • Menikah untuk Uang   Si Wanita Tatami

    Kinan sedang berdiri menatap air mancur di taman belakang rumah besar papa mertuanya, ketika sosok cantik Tatiana datang menghampirinya. Sementara Trian, mau tidak mau harus mengikuti papanya ke ruangan lain di dalam sana, sembari menampilkan aura gelap. Kemungkinan mereka sedang berdebat habis-habisan, meluruskan apa yang mungkin saja perlu diluruskan. Itupun jika Trian mau mengalah, mengingat bagaimana keras kepalanya pria itu kepada papanya sendiri. Terserah, Kinan tidak peduli. Kinan tidak beranjak dari posisinya begitu Tatiana berdiri di sebelahnya, sementara tangan wanita itu terulur meraih percikan air mancur hingga ujung-ujung jarinya berakhir basah. Kinan melotot, berpikir, apa yang wanita itu kenakan hingga kulitnya semulus porselen? Apakah dia menghabiskan banyak uang untuk itu? Jika benar, maka Kinan perlu mencobanya. Mendadak lamunan Kinan buyar begitu suara halus tetapi penuh in

  • Menikah untuk Uang   Meminta Izin

    "Kinan!" Mendadak kedua manik Kinan terpejam begitu mendapati suara Devi yang keras. Orang-orang kontan menatapnya penuh kebingungan begitu wanita itu membuka pintu cafe dengan tergesa. Kinan bahkan meringis saat menyadari bagaimana cepatnya Devi berlari ke arahnya, padahal wanita itu tengah mengandung. Apakah bayi dalam perutnya sedang jungkit balik sekarang? pikir Kinan. "Kamu kenapa—aw!" Kinan mengadu sembari mengusap bahu. Devi yang baru tiba di meja yang sudah Kinan pesan, tahu-tahu mendaratkan satu pukulan keras di sana, tanpa perhitungan sedikitpun. Ketika Kinan merasa dirinya harus protes berat, sayangnya dia bahkan tidak sanggup membuka mulut begitu mendapati wajah garang Devi. Wanita itu kini duduk di hadapannya, memandanginya dengan sorot membunuh yang nyata. Sembari meringis takut, Kinan berujar pelan, "apa, sih?" Kedua manik Devi seketika melotot, sedang bibirny

  • Menikah untuk Uang   Salah Langkah

    Hari ini Kinan memutuskan bermain ke rumah Devi begitu Trian berangkat ke kantor di pagi buta. Tentu saja mengingat jarak kantor pusatnya dengan villa terbilang cukup jauh, jadi untuk mengejar waktu pria itu bangun lebih awal dan berangkat lebih dini. Kinan tidak habis pikir, Trian bisa saja membeli atau membuat rumah tidak jauh dari kantor sehingga pria itu tidak perlu repot seperti ini. Akan tetapi, dia justru kekeuh untuk tinggal dan melakukan semuanya seolah-olah itu bukan masalah besar. Huh! Trian itu terlalu banyak memendam rahasia. Nyatanya, Kinan belum mendapat persetujuan atau jawaban apapun dari Trian mengenai boleh tidaknya Devi berkunjung ke villa, dan karenanya, mau tidak mau Kinan harus menepati janji untuk mendatangi rumah wanita itu. Toh, rasa bosan akan tetap menghampirinya betapa pun senangnya dia bertahan di tempat-tempat mewah. Dasarnya, perasaan alamiah

  • Menikah untuk Uang   Bantal Guling

    "Kamu sudah puas bila hanya seperti itu?" Kinan mengangguk, sementara Devi di sampingnya hanya bisa menghela napas. Kinan masih menyaksikan serial yang sama ketika Devi kembali menanyakan hal serupa dengan tarikan napas tertahan, berharap kalau saja Kinan akan berubah pikiran. Nyatanya, dia tidak pernah bisa tenang memikirkan kehidupan rumah tangga Kinan yang menurutnya sangat-sangat tidak menyenangkan. Ada buncahan yang tidak bisa Devi utarakan bila konteksnya berhadapan langsung dengan perempuan muda itu. Semua perasaannya bercampur menjadi satu. Mungkin karena dia tahu, semua ini terjadi karena dirinya yang mengusulkan ide pernikahan tersebut. Kendati usia pernikahannya dengan Dion sendiri masih terbilang baru, tetapi dia sudah cukup tahu apa yang paling penting dalam sebuah pernikahan. Tentu saja ialah adanya keterikatan, serta saling membagi perasaan kasih kepada pasangan. Sayangnya, Kinan t

Bab terbaru

  • Menikah untuk Uang   Berubah Liar

    "Di mana Kinan?"Trian tidak bisa menahan diri untuk bertanya saat mendapati Joko keluar dari dalam pos jaga, sementara dirinya tengah berdiri di teras villa. Ini sudah pukul 19 : 13 pm saat dia berhasil menginjakkan kaki di lantai kayu villa dan masuk dengan tergesa, tetapi sialnya, dia justru tidak menjumpai Kinan di manapun.Di sisi lain, Joko bergegas menghampiri pria tampan itu dengan raut wajah terkejut. Pasalnya, setahunya Trian baru akan pulang dua hari lagi. Lalu bagaimana bisa dia ada di sini? Bahkan sudah berdiri sembari menatapnya dengan raut menyelidik."Bos?" Joko mencoba memastikan, namun saat melihat Trian melangkah menuruni tangga, Joko seketika berdiri tegap di hadapan pria itu. "Ini benar-benar, Bos?" tanyanya setengah tidak percaya. Joko menggaruk alis saat berkata, "loh, kok sudah pulang?"Trian tidak menanggapi perkataan pria besar itu, sebaliknya dia justru kembali menanyakan keberadaan Kinan. Wajahnya terlihat ker

  • Menikah untuk Uang   Orang Dalam

    Tatiana melangkah maju ke pinggiran kolam. Tatapannya lurus, sinis, dan tampaknya wanita itu tidak berniat memutus kontak matanya dengan Kinan. Dagunya diangkat tinggi seolah dia ingin menunjukkan kuasa atas diri Kinan. Baginya, Kinan bukan lah tandingan. Perempuan muda itu hanya debu kecil yang perlu dia singkirkan, cepat atau lambat.Sepulang dari New York, Tatiana tidak bisa menahan diri untuk segera menjumpai perempuan satu ini. Tentu saja untuk memberinya kejut ringan.Dan sepertinya, rencana wanita itu berhasil sebab kini Kinan cukup terkejut saat melihatnya muncul dengan tiba-tiba. Setahu Kinan, Trian pernah berkata jika tempat ini tidak diketahui oleh siapapun, terutama papa dan mamanya.Lalu, bagaimana Tatiana bisa ada di sini? Berdiri menatapnya dengan keangkuhannya yang menjijikkan.Sesaat kemudian, Kinan menarik napas. "Aku tidak akan bertanya bagaimana caramu masuk, sebab semua pencuri memang

  • Menikah untuk Uang   Sosok Lain

    "Sebaiknya kamu pulang." Tatiana menoleh ketika suara Trian yang berat terdengar dari arah samping. Dia baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut terlilit handuk, sementara Trian, pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Wajahnya tidak menunjukkan mimik berarti, hanya saja, tatapannya lurus menghunus ke arah telepon genggam di tangannya. Tatiana tidak menjawab. Sebaliknya, dia bergerak mendekati pria itu dengan wajah resah. Dia duduk di pinggiran ranjang sembari meraih tangan Trian. Dia berkata dengan wajah muram, "Sayang, kenapa aku harus pulang? Aku juga sudah izin sama Papamu. Tenang saja, dia tidak akan tahu, apalagi curiga," katanya. Trian menoleh. Mendadak Tatiana terkejut tatkala Trian bergerak melepas tangannya. Tidak kasar, tetapi wanita itu sunggu merasa tersinggung. Bagaimana bisa Trian bertindak seperti itu? pikirnya. Selama ini, Trian sangat suka dibelai olehnya. "Aku punya banyak pekerjaan di sini. Kalau kam

  • Menikah untuk Uang   Menyukai Perempuan Jalang

    Dua hari. Kinan mengulang jangka waktu itu di dalam benaknya. Benar, sudah selama itulah Trian bertandang ke luar negeri dan meninggalkannya bersama para pengawal.Awalnya Kinan pikir hidupnya akan tenang tanpa kehadiran pria itu, mengingat saat Trian tidak pulang beberapa hari belakangan karena urusan kantor, Kinan benar-benar merasa bahagia. Saking senangnya, dia sampai ingin melakukan syukuran.Kalau saja dia tidak berbaik hati menyerahkan kembali telepon genggam milik Bagas, kemungkinan Trian tidak akan banting setir kembali ke villa, setelah mendengar rencananya yang ingin membangun kolam renang.Tetapi, semua sudah telanjur terjadi. Trian semakin bertingkah aneh dan menjengkelkan. Kinan bahkan tidak berhenti merinding begitu mengingat hal-hal mengerikan yang telah dilakukan pria itu. Berdoa saja, Trian hanya sedang linglung karena ditimbun beban pekerjaan, karena itulah dia bertingkah kesurupan.

  • Menikah untuk Uang   Perilaku Aneh

    "Astaga!" Kinan memekik. Maniknya melotot terkejut tatkala mendapati satu sorot tajam terang-terangan tengah mengawasinya. Perempuan itu baru saja akan bangun. Dia bahkan baru hendak merenggangkan otot-otot tubuhnya, tetapi begitu membuka mata, sosok Trian sudah berbaring miring menghadapnya sembari mengamatinya. Menjauh sedikit, Kinan memejamkan mata saat berkata, "Padahal aku ingin memulai pagi dengan melihat kolam renang ku." Dia menggerutu sembari menggertakkan gigi. "Ish! Kenapa harus mukamu yang pertama kulihat," ujarnya, tanpa dosa. Trian tersenyum miring. Posisinya masih sama, dan tampaknya pria itu tidak berniat mengubahnya dalam waktu dekat. Begitu mendapati Kinan hendak bangkit dari pembaringan, dia menahannya dan menariknya kembali untuk terbaring. Trian mengabaikan saat Kinan melotot ke arahnya. Lelaki itu tidak akan terpengaruh dengan raut wajah Kinan yang hendak memarahinya. Toh, wajah p

  • Menikah untuk Uang   Harus Bagaimana?

    Sejak pagi ketegangan melanda suasana kantor. Tidak ada pergerakan lain selain hilir mudik para pekerja yang bergerak menjalankan tugas. Nyatanya, hal ini sudah berlangsung selama beberapa hari belakangan. Selepas dari Bali, mendadak penjualan produk menurun drastis. Timbulnya artikel dan pemberitaan mengenai minuman sehat yang Eco.T. Grup kelola memiliki kandungan berbahaya, memaksa penarikan barang secara besar-besaran. Kendati masalah dengan kepolisian sudah berhasil ditangani. Tetapi, kerugian besar yang tak terelakkan tidak bisa ditarik ulang. Rugi tetaplah rugi. Mengingat bagaimana jayanya perusahaan besar itu, beberapa pesaing tentu akan menjatuhkan. Meski artikel itu hanyalah salah satu akalan musuh, tetapi dia berhasil menimbulkan kerugian besar di pihak Trian. Bukan main peningnya kepala pria itu. Tetapi berkat kemampuannya, dibantu para pekerja handal yang kepercayaannya tak perlu diintip, T

  • Menikah untuk Uang   Masalah Kolam Renang

    Ketika Kinan terbangun lalu membuka mata, sudah ada Bagas dan Joko di hadapannya. Kinan pikir dia sedang bermimpi mendapati kedua perinya itu, jika saja Bagas tidak mendekat sembari menyinggungkan satu senyum lebar hingga giginya terlihat. Perempuan itu terduduk dengan wajah malas. Tampak sekali magnet matras masih bekerja untuk menariknya kembali berbaring. "Mbak sudah bangun?" Kinan mengangguk meski tidak mendongak menatap Bagas. Sementara maniknya memicing sesaat setelah Joko yang berdiri menghalangi cahaya dari pintu masuk, berpindah dan kini terduduk menyamai posisinya. Maniknya yang besar berpendar begitu menatap Kinan. Sejurus kemudian, tatapan khawatir dia layangkan ketika bibirnya mengucap, "Aduh," Joko menarik Bagas mendekat, memaksa pria itu ikut berjongkok di sebelahnya. Joko melanjutkan, "lihat, Gas. Leher Mbak Kinan jadi merah karena tidur di matras." Telunjuknya mengarah tepat ke a

  • Menikah untuk Uang   Harapan Palsu

    "Pokoknya, malam ini kamu tidur di sini." Trian menarik Kinan hingga memasuki gudang di bawah bukit villa tidak jauh dari rumah para penjaga. Keributan itu cukup keras hingga beberapa kawanan hitam menyeruak keluar dan berdiri sembari berbisik menatap pasangan itu. Sama sekali tidak ada yang menduga bila Trian akan menarik istrinya hingga ke tempat ini. Namun dipikir berulang kali pun, mengingat bagaimana sikap Trian selama ini, bukan hal lumrah bila kejadian seperti ini akan terjadi. Napas Trian berhembus tidak stabil. Emosinya benar-benar di puncak dan dia tidak bisa mengendalikannya dengan baik. Sementara di sisi lain, Kinan justru tidak bereaksi. Perempuan itu terdiam sembari mengamati kondisi gudang dalam diam. Tempat ini tidak begitu buruk. Hanya ada beberapa debu yang bersarang di tumpukan-tumpukan barang tak terpakai yang belum dibuang. "Kamu dengar aku, kan?" Trian bertanya. Maniknya menyorot Kinan den

  • Menikah untuk Uang   Hukuman

    Sebagai bayaran karena tidak berhasil mengelilingi Bali, Kinan melepas kekecewaan dengan hal lain. Sepertinya, mengunjungi wahana bermain dengan Devi dan Dion bukan ide yang buruk. Untuk memacu adrenalin, perempuan itu mencoba memainkan wahana roller coaster. Mengingat Devi tidak bisa bergerak banyak dan diharuskan memonitor kondisi jantung selama mengandung, wanita itu memilih untuk tidak ikut bermain. Alhasil, mau tudak mau, Kinan harus puas duduk dengan Dion dan merelakan pria itu untuk bermain bersamanya. Kinan pikir, Dion adalah salah satu pria pemberani yang tidak akan mempan dengan wahana semacam ini, tetapi tidak seperti yang Kinan bayangkan pria itu justru tampak bagai orang kehilangan akal. Dion berteriak keras tepat setelah wahana begerak dan meluncur turun; menukik tajam bagai bilah pedang yang hendak membelah daging. Kinan akui jantungnya bedetak lebih keras dan dia tahu dirinya sedang men

DMCA.com Protection Status