"Kamu sudah puas bila hanya seperti itu?"
Kinan mengangguk, sementara Devi di sampingnya hanya bisa menghela napas. Kinan masih menyaksikan serial yang sama ketika Devi kembali menanyakan hal serupa dengan tarikan napas tertahan, berharap kalau saja Kinan akan berubah pikiran.
Nyatanya, dia tidak pernah bisa tenang memikirkan kehidupan rumah tangga Kinan yang menurutnya sangat-sangat tidak menyenangkan.
Ada buncahan yang tidak bisa Devi utarakan bila konteksnya berhadapan langsung dengan perempuan muda itu. Semua perasaannya bercampur menjadi satu. Mungkin karena dia tahu, semua ini terjadi karena dirinya yang mengusulkan ide pernikahan tersebut.
Kendati usia pernikahannya dengan Dion sendiri masih terbilang baru, tetapi dia sudah cukup tahu apa yang paling penting dalam sebuah pernikahan. Tentu saja ialah adanya keterikatan, serta saling membagi perasaan kasih kepada pasangan. Sayangnya, Kinan t
"Kinann!!" Wajah Trian memerah marah. Rahangnya mengeras, tangannya terkepal kuat, sementara maniknya berkilat penuh emosi. Dia jelas tidak menyangka jika wajahnya akan berubah menjadi badut begitu dia berkaca di dalam kamar mandi. Sosok yang berdiri menggunakan tubuhnya di balik sana jelas adalah refleksinya sendiri tetapi dengan gambaran wajah menakutkan. Rambutnya terikat, bedak putih memenuhi nyaris semua wajahnya, dan jangan lupakan polesan lipstik membentang lebar dari dahi hingga dagu. Bentukannya melintang vertikal dan horizontal. Di dapur, Kinan tersenyum miring saat mendengar suara keras itu berhasil terdengar seperti yang dia perkirakan. Pembalasannya berjalan lancar dan sesuai ekspektasi; Trian berteriak tidak keruan di dalam sana. Tidak mengindahkan teriakan tersebut, perempuan itu justru dengan tenang memecah es batu di dalam mulut tanpa beban. Bukankah ini benar-benar awal yang menye
Kedua manik Kinan memejam dalam damai. Merasai ketika helai-helai rambutnya terhempas saat angin laut menerpanya dengan ringan. Kaki-kakinya tampak berkilat begitu sinar mentari menyorot tiada henti, mengingat pasir menempeli permukaan kulitnya. Mereka menyebar di sepanjang pertengahan betis hingga ke telapak kaki. Tangannya melingkari lutut sedang bokongnya menapak di atas gundukan-gundukan pasir kecil. Beberapa langkah di depan, permadani biru telah membentang menakjubkan. Dua jam yang lalu ... dia akhirnya tiba di Bali. "Mbak ...," perempuan itu tidak menanggapi. Tidak berbalik, tidak juga merespon. Sampai kemudian satu tangan lain dari arah belakang terulur lalu menepuk bahunya dengan pelan, dan Kinan baru membuka mata setelahnya. Sejurus kemudian dia berbalik dengan sorot malas. Hal pertama yang dia dapati adalah sosok cantik berambut pirang. Oh tidak, dia bukan turis asing, jelas sekali dia pendu
"Aduh ... Mbak Kinan, kita sebaiknya tidak keluar." Kedua manik Bagas tidak berhenti berotasi memantau ke berbagai arah. Dia berharap tidak menemukan sosok Trian dalam keadaan seperti ini mengingat dirinya akan menjumpai masalah baru. Bukan hal lumrah bila dia dan Joko akan mendapati omelan panjang yang menyakitkan telinga, bahkan mungkin yang paling merugikan ialah pemotongan gaji yang cukup besar dari Trian. Bagas bisa saja menghindari kemalangan itu jika Kinan mau bekerja sama dengan diam di tempat tanpa membuat ulah. Hanya saja, Bagas pun tidak bisa menyalahkan perempuan itu. Dia akan melakukan hal serupa bila dirinya berada dalam posisi Kinan. Toh, orang mana yang akan tahan bila dikurung di dalam kamar dalam waktu yang cukup lama, sementara di luar sana ada banyak hal menarik yang bisa kedua matanya jumpai. Sebut saja, kemunculan Kinan sebagai sosok Nyonya muda Nugroho han
Kinan mendongak menatap langit yang gelap. Tidak ada bintang atau apapun yang seharusnya bersinar di angkasa malam ini, kecuali bulan, namun pendarnya meredup tanpa semangat. Tampak suram; sama seperti yang dia rasakan sekarang. Kinan merasa sendiri kendati beberapa orang masih berlalu lalang di sekitarnya. Sementara tidak jauh dari posisinya, Joko dan Bagas duduk di warung makan tidak jauh dari bibir pantai. Mereka sedang mengamati Kinan dari jarak tersebut mengingat perempuan itu tidak ingin ditemani duduk di atas pasir. Joko sedang meraih segelas kopi yang baru saja dibawakan ibu warung, sementara tatapannya tidak berpindah dari sosok Kinan. "Kayaknya Mbak Kinan benar-benar galau, deh." Seruputannya bahkan terdengar hingga ke telinga Bagas yang duduk di sebelah. Pria itu melirik sekilas sebelum kemudian mengangguk mengiyakan. "Aku jadi kasihan, padahal Mbak yang paling baik sama kita selama ini. Kalau dia ti
"Kinan!" Kepala Kinan menyembul keluar dari balik tubuh Pras begitu suara keras Trian memanggil namanya. Ada luapan emosi yang diperlihatkan pria itu tatkala tangan kokohnya bergerak cepat meraih lengan istrinya, untuk dipindahkan ke belakang punggungnya sendiri. Tatapannya menghunus sosok Pras yang berdiri kebingungan. Pemuda itu sama sekali tidak mengerti situasi. Dia bahkan menatap Trian dengan senyum canggung begitu mendapati hunusan tajam di kedua manik pria itu saat melihatnya bersama Kinan. Apa kesalahannya? pikirnya. Joko dan Bagas yang berdiri di sekitar mereka, tidak bisa mengelak ketika akhirnya tatapan ganas Trian berpindah ke arah mereka. Kontan keduanya menunduk penuh penyesalan. "Kalian ...," suara Trian mengeram, namun dia berusaha tetap tenang hanya untuk menghindari kemungkinan terburuk bila dirinya sampai kelepasan. Jelas, itu tidak baik untuk Kinan saksikan. "Kita pergi sek
Monkey Forest, adalah dua kata pertama yang Kinan jumpai begitu maniknya bergulir menatap dinding batu di jalan masuk utama lokasi pariwisata ini. Terukir jelas dan cukup besar. Sebuah dinding kokoh yang telah berdiri gagah selama beberapa abad lamanya menurut beberapa sumber terpercaya. Begitu kaki melangkah, dinding-dinding dengan relief berbentuk kera tergambar bagai lembaran sejarah di sisi kanan dan kiri. Terlihat menakjubkan! Sementara lumut hijau yang menempel di tiap detail-detailnya berlagak umpama zamrud yang sedap dipandang. Kemegahan luar biasa yang membawa aura positif bagi mereka yang datang. Di sisi lain, kesan alam yang kuat seolah menyebar dan memengaruhi orang-orang untuk tidak berhenti berdecak kagum. Pepohonan tinggi yang menjulang menapakkan sulur-sulur akarnya, menancap di dalam tanah sementara beberapa menggantung bak surai-surai panjang nan megah. Langkah Kinan
"Kamu ngapain sih di sini?" Trian menghempas tangan halus dalam genggamannya. Posisinya sekarang jauh dari keramaian para pengunjung, dan jelas ini tempat yang tepat untuk membicarakan beberapa hal pribadi. Begitu kentara ada kemarahan yang pria itu salurkan di balik suaranya. Rendah dan sedikit menuding. Setengah mengerang dia menatap wanita di hadapannya; antara percaya dan tidak. Sementara topi hitam yang memudarkan pandang untuk mengindentifikasi wajah tersebut terpasang pas di kepalanya. Dia menunduk. Tetapi meski begitu Trian tahu betul siapa sosok di balik penyamaran sederhana ini. Trian mengerang kembali. Kepalanya dipijat dengan keras ketika merasai denyut nyeri yang tiba-tiba terasa. Jujur saja, dia tidak pernah menyangka bila Tatiana akan menyusulnya hingga ke tempat ini. Di depan umum pula. "Papa mana?" tanya Trian. Tatiana mendongak tetapi kemudian di menunduk kembali; ti
"Hoi, lepas!" Air muka Kinan benar-benar datar dan kaku. Tubuhnya bersandar di sandaran sofa dalam posisi setengah terbaring sedang kaki selonjoran hingga nyaris menumpu di atas meja. Ada beban berat yang sedang menimpa bagian depan tubuhnya dan dia tahu betul siapa sosok yang sedang tertidur nyaman di sana. Tetapi, Kinan tahu sosok itu tidak benar-benar tertidur. Dia hanya terlalu usil untuk mengisengi dirinya. Sayangnya, bahkan setelah Kinan memberi peringatan melalui dua kata itu, Trian tidak juga melepaskan pelukannya. Dekapannya kian menguat sementara kepalanya dibiarkan terbenam hingga hanya menampakkan bagian belakang kepala yang ditumbuhi rambut hitam legam miliknya. Manik Kinan terkatup sedang napas berhembus perlahan, berniat meredam gejolak emosi di benaknya. Dia harus bertahan untuk tidak berakhir menimbulkan kegaduhan, meski sejujurnya dia sangat ingin melepaskan kepala pria itu.
"Di mana Kinan?"Trian tidak bisa menahan diri untuk bertanya saat mendapati Joko keluar dari dalam pos jaga, sementara dirinya tengah berdiri di teras villa. Ini sudah pukul 19 : 13 pm saat dia berhasil menginjakkan kaki di lantai kayu villa dan masuk dengan tergesa, tetapi sialnya, dia justru tidak menjumpai Kinan di manapun.Di sisi lain, Joko bergegas menghampiri pria tampan itu dengan raut wajah terkejut. Pasalnya, setahunya Trian baru akan pulang dua hari lagi. Lalu bagaimana bisa dia ada di sini? Bahkan sudah berdiri sembari menatapnya dengan raut menyelidik."Bos?" Joko mencoba memastikan, namun saat melihat Trian melangkah menuruni tangga, Joko seketika berdiri tegap di hadapan pria itu. "Ini benar-benar, Bos?" tanyanya setengah tidak percaya. Joko menggaruk alis saat berkata, "loh, kok sudah pulang?"Trian tidak menanggapi perkataan pria besar itu, sebaliknya dia justru kembali menanyakan keberadaan Kinan. Wajahnya terlihat ker
Tatiana melangkah maju ke pinggiran kolam. Tatapannya lurus, sinis, dan tampaknya wanita itu tidak berniat memutus kontak matanya dengan Kinan. Dagunya diangkat tinggi seolah dia ingin menunjukkan kuasa atas diri Kinan. Baginya, Kinan bukan lah tandingan. Perempuan muda itu hanya debu kecil yang perlu dia singkirkan, cepat atau lambat.Sepulang dari New York, Tatiana tidak bisa menahan diri untuk segera menjumpai perempuan satu ini. Tentu saja untuk memberinya kejut ringan.Dan sepertinya, rencana wanita itu berhasil sebab kini Kinan cukup terkejut saat melihatnya muncul dengan tiba-tiba. Setahu Kinan, Trian pernah berkata jika tempat ini tidak diketahui oleh siapapun, terutama papa dan mamanya.Lalu, bagaimana Tatiana bisa ada di sini? Berdiri menatapnya dengan keangkuhannya yang menjijikkan.Sesaat kemudian, Kinan menarik napas. "Aku tidak akan bertanya bagaimana caramu masuk, sebab semua pencuri memang
"Sebaiknya kamu pulang." Tatiana menoleh ketika suara Trian yang berat terdengar dari arah samping. Dia baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut terlilit handuk, sementara Trian, pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Wajahnya tidak menunjukkan mimik berarti, hanya saja, tatapannya lurus menghunus ke arah telepon genggam di tangannya. Tatiana tidak menjawab. Sebaliknya, dia bergerak mendekati pria itu dengan wajah resah. Dia duduk di pinggiran ranjang sembari meraih tangan Trian. Dia berkata dengan wajah muram, "Sayang, kenapa aku harus pulang? Aku juga sudah izin sama Papamu. Tenang saja, dia tidak akan tahu, apalagi curiga," katanya. Trian menoleh. Mendadak Tatiana terkejut tatkala Trian bergerak melepas tangannya. Tidak kasar, tetapi wanita itu sunggu merasa tersinggung. Bagaimana bisa Trian bertindak seperti itu? pikirnya. Selama ini, Trian sangat suka dibelai olehnya. "Aku punya banyak pekerjaan di sini. Kalau kam
Dua hari. Kinan mengulang jangka waktu itu di dalam benaknya. Benar, sudah selama itulah Trian bertandang ke luar negeri dan meninggalkannya bersama para pengawal.Awalnya Kinan pikir hidupnya akan tenang tanpa kehadiran pria itu, mengingat saat Trian tidak pulang beberapa hari belakangan karena urusan kantor, Kinan benar-benar merasa bahagia. Saking senangnya, dia sampai ingin melakukan syukuran.Kalau saja dia tidak berbaik hati menyerahkan kembali telepon genggam milik Bagas, kemungkinan Trian tidak akan banting setir kembali ke villa, setelah mendengar rencananya yang ingin membangun kolam renang.Tetapi, semua sudah telanjur terjadi. Trian semakin bertingkah aneh dan menjengkelkan. Kinan bahkan tidak berhenti merinding begitu mengingat hal-hal mengerikan yang telah dilakukan pria itu. Berdoa saja, Trian hanya sedang linglung karena ditimbun beban pekerjaan, karena itulah dia bertingkah kesurupan.
"Astaga!" Kinan memekik. Maniknya melotot terkejut tatkala mendapati satu sorot tajam terang-terangan tengah mengawasinya. Perempuan itu baru saja akan bangun. Dia bahkan baru hendak merenggangkan otot-otot tubuhnya, tetapi begitu membuka mata, sosok Trian sudah berbaring miring menghadapnya sembari mengamatinya. Menjauh sedikit, Kinan memejamkan mata saat berkata, "Padahal aku ingin memulai pagi dengan melihat kolam renang ku." Dia menggerutu sembari menggertakkan gigi. "Ish! Kenapa harus mukamu yang pertama kulihat," ujarnya, tanpa dosa. Trian tersenyum miring. Posisinya masih sama, dan tampaknya pria itu tidak berniat mengubahnya dalam waktu dekat. Begitu mendapati Kinan hendak bangkit dari pembaringan, dia menahannya dan menariknya kembali untuk terbaring. Trian mengabaikan saat Kinan melotot ke arahnya. Lelaki itu tidak akan terpengaruh dengan raut wajah Kinan yang hendak memarahinya. Toh, wajah p
Sejak pagi ketegangan melanda suasana kantor. Tidak ada pergerakan lain selain hilir mudik para pekerja yang bergerak menjalankan tugas. Nyatanya, hal ini sudah berlangsung selama beberapa hari belakangan. Selepas dari Bali, mendadak penjualan produk menurun drastis. Timbulnya artikel dan pemberitaan mengenai minuman sehat yang Eco.T. Grup kelola memiliki kandungan berbahaya, memaksa penarikan barang secara besar-besaran. Kendati masalah dengan kepolisian sudah berhasil ditangani. Tetapi, kerugian besar yang tak terelakkan tidak bisa ditarik ulang. Rugi tetaplah rugi. Mengingat bagaimana jayanya perusahaan besar itu, beberapa pesaing tentu akan menjatuhkan. Meski artikel itu hanyalah salah satu akalan musuh, tetapi dia berhasil menimbulkan kerugian besar di pihak Trian. Bukan main peningnya kepala pria itu. Tetapi berkat kemampuannya, dibantu para pekerja handal yang kepercayaannya tak perlu diintip, T
Ketika Kinan terbangun lalu membuka mata, sudah ada Bagas dan Joko di hadapannya. Kinan pikir dia sedang bermimpi mendapati kedua perinya itu, jika saja Bagas tidak mendekat sembari menyinggungkan satu senyum lebar hingga giginya terlihat. Perempuan itu terduduk dengan wajah malas. Tampak sekali magnet matras masih bekerja untuk menariknya kembali berbaring. "Mbak sudah bangun?" Kinan mengangguk meski tidak mendongak menatap Bagas. Sementara maniknya memicing sesaat setelah Joko yang berdiri menghalangi cahaya dari pintu masuk, berpindah dan kini terduduk menyamai posisinya. Maniknya yang besar berpendar begitu menatap Kinan. Sejurus kemudian, tatapan khawatir dia layangkan ketika bibirnya mengucap, "Aduh," Joko menarik Bagas mendekat, memaksa pria itu ikut berjongkok di sebelahnya. Joko melanjutkan, "lihat, Gas. Leher Mbak Kinan jadi merah karena tidur di matras." Telunjuknya mengarah tepat ke a
"Pokoknya, malam ini kamu tidur di sini." Trian menarik Kinan hingga memasuki gudang di bawah bukit villa tidak jauh dari rumah para penjaga. Keributan itu cukup keras hingga beberapa kawanan hitam menyeruak keluar dan berdiri sembari berbisik menatap pasangan itu. Sama sekali tidak ada yang menduga bila Trian akan menarik istrinya hingga ke tempat ini. Namun dipikir berulang kali pun, mengingat bagaimana sikap Trian selama ini, bukan hal lumrah bila kejadian seperti ini akan terjadi. Napas Trian berhembus tidak stabil. Emosinya benar-benar di puncak dan dia tidak bisa mengendalikannya dengan baik. Sementara di sisi lain, Kinan justru tidak bereaksi. Perempuan itu terdiam sembari mengamati kondisi gudang dalam diam. Tempat ini tidak begitu buruk. Hanya ada beberapa debu yang bersarang di tumpukan-tumpukan barang tak terpakai yang belum dibuang. "Kamu dengar aku, kan?" Trian bertanya. Maniknya menyorot Kinan den
Sebagai bayaran karena tidak berhasil mengelilingi Bali, Kinan melepas kekecewaan dengan hal lain. Sepertinya, mengunjungi wahana bermain dengan Devi dan Dion bukan ide yang buruk. Untuk memacu adrenalin, perempuan itu mencoba memainkan wahana roller coaster. Mengingat Devi tidak bisa bergerak banyak dan diharuskan memonitor kondisi jantung selama mengandung, wanita itu memilih untuk tidak ikut bermain. Alhasil, mau tudak mau, Kinan harus puas duduk dengan Dion dan merelakan pria itu untuk bermain bersamanya. Kinan pikir, Dion adalah salah satu pria pemberani yang tidak akan mempan dengan wahana semacam ini, tetapi tidak seperti yang Kinan bayangkan pria itu justru tampak bagai orang kehilangan akal. Dion berteriak keras tepat setelah wahana begerak dan meluncur turun; menukik tajam bagai bilah pedang yang hendak membelah daging. Kinan akui jantungnya bedetak lebih keras dan dia tahu dirinya sedang men