"STOP!"
Semua orang diruangan itu sangat terkejut kala mendengar teriakan dari atasan mereka. Kenapa tiba-tiba atasannya ini menghentikan persentasi? Ada apa gerangan? Mungkinkah atasannya ini tidak tertarik dengan persentasinya atau dengan gambar yang ditampilkan?
Berbagai pertanyaan muncul dalam benak setiap orang. Tanpa kecuali pak Martinus yang ikut merasa syok, belum pernah ada yang menghentikannya secara tiba-tiba seperti ini.
Namun rasa terkejut mereka mereda saat atasannya berdiri dan manyalami pak Martinus.
"Terima kasih pak, atas persentasinya. Ini sungguh luar biasa, sekali lagi saya ucapkan terima kasih pak. Kalau boleh tahu kapan bapak akan pulang? Saya berencana untuk mengunjungi resort itu bersama bapak. Anda tidak keberatan jika saya ikut bersama bapak,kan?"
Permintaan Agha itu sungguh sangat mencengangkan semua orang. Karena dalam benak mereka pastilah atasannya akan marah tetapi semua yang ada dalam pikiran mereka ditepis ole
Komen dan rate ya ...
Artha kini disibukkan dengan berbagai masakan, hari ini udanya pulang. Dan udanya mengabari bahwa dia tidak pulang sendiri, ada dua orang yang ikut bersamanya. Udanya menyarankan agar membuat makan malam mereka dan untuk kedua orang yang pulang bersamanya. Artha tidak masalah dengan memasak itu adalah salah satu keahliannya yang patut diacungi jempol. Dulu, dia ingin kuliah dengan mengambil jurusan tata boga,tapi bapaknya melarang. Dia tidak berani melawan perkataan bapaknya dan hanya pasrah dengan mengambil jurusan Akuntansi. Namun, diam-diam ia selalu belajar memasak dan bercita-cita ingin memiliki restoran. Meski itu pernah hampir terwujud, jika saja sahabatnya tidak menipunya. Di meja makan telah terhidang berbagai makanan hasil kreasi Artha sendiri. Semuanya adalah makanan khas batak. Ada sayur daun ubi tumbuk, ikan mujair bakar dan yang digoreng dengan sambal andaliman dan sambal tuk-tuk. Ada ikan teri sambal juga. Semua makanan yang terhidang menggugah selera. Dan tan
Setelah makan malam selesai, Artha bergegas ke belakang rumah. Suasana malam ini lumayan dingin langit tampak gelap sebentar lagi mungkin akan turun hujan. Untuk menghagatkan badan Artha menyalakan tungku perapian yang biasa mereka gunakan untuk memasak air minum. Sesekali Artha memasukkan kayu bakar kedalam tungku agar api membesar sehingga dapat lebih menghangatkan tubuhnya karena saat ini ia hanya menggunakan kaos tanpa tambahan jaket. Artha mengingat kembali momen makan malam dimana dia melihat pria yang tidur bersamanya di hotel. Pria itu duduk bersila dengan nyaman dan tersenyum ke arah Artha seakan tak terkejut akan kehadiran Artha. Sepanjang makan malam pria itu selalu melirik Artha dan sesekali melemparkan senyuman. Sementara Artha sendiri sudah tak nyaman dengan posisinya apalagi jantungnya yang tak bisa diajak kompromi berdetak begitu kencang dan bahkan sampai saat ini masih bertalu-talu. Inikah tamu udanya? Pria yang selama ini mengusi
Suasana hening mendominasi malam ini, hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar. Tak ada yang memulai pembicaraan, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Agha dan Artha tengah duduk di depan perapian. Artha membalik sesuatu di dalam bara api dan menambah kayu bakar ke dalam tungku. Priuk besar yang berisi air telah mendidih, sudah cukuplah air itu untuk persediaan minum dua hari ini. “A-pa… .” Agha “Ka-mu… .” Artha Keduanya berbicara secara bersamaan memecah keheningan malam. “Ladies first,” ujar Agha kemudian dengan senyum menawan. Sepertinya pria di sampingnya ini sangat menghormati perempuan terbukti saat dirinya terlebih dahulu mempersilahkan Artha untuk berbicara. Apa yang ada dipikiran Artha buyar seketika. Kalimat yang telah dirangkainya hilang terbawa angin malam. “Ada perlu apa kamu ke desa ini?” Akirnya setelah beberapa detik berlalu Artha bisa menyuarakan kalimatnya. Tapi itu sudah benarkah? Padahal saat makan malam
Setelah Nagundanya ̶̶̶ Lisa melahirkan Artha memutuskan untuk ke rumah bapaknya yang berada di jalan kapten muslim. Sesampainya di rumah keadaan sepi, Artha mengambil kunci di bawah pot bunga dimana kunci rumah biasanya diletakkan. Sudah bertahun-tahun berlalu kebiasaan penghuni rumah ini masih sama. Artha memasukkan anak kunci ke handle pintu dan pintu rumah pun terbuka. Suasana rumah masih sama, tak ada yang berubah letak dan susunan perabot rumahpun nyaris sama. Hanya pohon mangga di depan rumah yang sudah ditebang mungkin sudah tua atau sengaja ditebang. Tak ingin menunggu lama Artha masuk ke kamarnya, setahunya kamar itu ditempati oleh adik bungsunya. Dia ingin mandi karena seharian dalam perjalanan membuat seluruh tubuhnya lengket dan berencana ingin mandi sebelum mengistirahatkan diri sejenak. Artha memindai jam dipergelangan tangannya, masih ada waktu untuk memejamkan mata sebelum para penghuni rumah pulang. Biasanya pukul 5 sore adik-adiknya akan
Mentari telah muncul dari peraduannya, memunculkan sinar hangat yang menyilaukan mata. Agha masih berbaring dan bergelung dengan selimut di tempat tidur. Semalaman dia tidak bisa tidur, pikirannya berkelana menginat kembali percakapan antara dirinya dengan calon lae (abang ipar). Karena dari pembicaraan mereka berdua, Rajata calon laenya sangat mendukung hubungan yang akan mereka jalin. “Hei bro, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara empat mata.” Agha menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada orang lain selain dirinya. Agha menunjuk dirinya sendiri mengisyaratkan lawan bicaranya apakah dia yang diajak untuk berbicara. “Iya kamu, siapa lagi yang ada di sini,” kata Rajata dengan tegas menunjukkan sikap militernya. Ketika mereka sudah duduk Rajata pun mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya, “kamu merokok?” tanyanya kemudian mengangsurkan rokok ke hadapan Agha. Agha hanya menggeleng. “Tidak lae,” jawabnya singkat. ‘Dia sudah
Disebuah kafe yang terletak di persimpangan pusat kota, seorang pria tengah duduk di sudut ruangan. Pandangannya sesekali mengarah ke pintu masuk kafe, tampaknya pria tersebut sedang menunggu seseorang. Suasana kafe lumayan sepi, hanya beberapa pengujung itupun anak sekolahan yang kebetulan nongkrong sambil menikmati wifi gratis. Pintu kafe terbuka, muncul seorang pria dengan pakaian kaos oblong warna putih dan memakai jaket dengan celana jeans koyak di lutut. Pria itu memakai kacamata hitam serta masker. Pria itu memilih duduk di meja dekat pintu dan memesan air mineral dingin. Namun, bukan pria itu yang dia tunggu. Setelah pelayan kafe mengantar air mineral pintu kafe kembali terbuka. Seorang gadis langsung masuk dan perhatiannya langsung tertuju ke sudut ruangan kafe sebelah kiri. Gadis yang mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans pensil berwarna b
Dean seketika melepaskan genggaman tangannya dari tangan Artha. Begitu terkejutnya dia saat melihat wanita yang membawa 3 anak, 1 digendongan dan 2 orang lagi di sebelah kiri dan kanannya. Wanita itu adalah istrinya yang terpaksa dia nikahi delapan tahun lalu akibat kesalahannya.“Artha Saulina Sagala, klo kau mau bersama lakiku urus juga anak-anaknya ini. Jangan hanya mau laki aja anak tau mau. Dan kau Dean jika kau ingin selamat putuskan sekarang juga.” Mitha istri Dean datang melabrak suaminya dan juga menyerahkan bayi dalam gendongan ke pangkuan Artha.“Bukan seperti itu Mak Clara, ini salah paham.” Dean berusaha menjelaskan, sementara bayi dalam pangkuan Artha kini menangis. Artha berusaha menenangkan bukannya diam bayi merah itu semakin meraung-raung. Kedua anak Mitha juga ikut menangis.“Salah paham kau bilang?! Jika tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri mungkin saja aku tak akan percaya. Jelas-jelas ini bukan salah paham lagi, klen duduk bersama sat
Setelah membayar ongkos becak yang mereka tumpangi, Agha, Artha,dan Ucok melangkah masuk ke sebuah hotel bintang lima di kota ini. Atas paksaan Agha akhirnya mereka naik becak ke tempat yang sedang hits akhir-akhir ini, yang rata-rata para pengunjungnya naik mobil. Bukan perkara sulit di jaman millineal ini untuk naik mobil, banyaknya aplikasi oj*k online yang bertebaran dimana-mana memudahkan untuk bepergian tanpa harus terkena panas atau hujan. Tinggal klik dan tentukan lokasi tujuan, motor atau kereta akan langsung ada di depan rumah. Yang jadi masalah sekarang adalah si bule somplak ini yang kepengen naik becak.Agha berkata ingin merasakan sensasi naik becak. Sifat Agha yang sedikit pemaksa membuat Ucok tidak bisa menolak sahabat kentalnya ini. Artha berada diantara mereka berdua karena setelah dari kafe, Agha menarik lengan Artha dengan sedikit kuat agar mengikuti langkahnya. Artha dan Ucok langsung memilih duduk di tempat penumpang. Mau tak mau Agha harus d
"Capek, Bang?" Rajata menyandarkan punggungnya pada kursi sofa, "iya," jawab Rajata dengan mata terpejam. "Sebentar, biar aku ambilkan minum." Artha bangkit, tapi dengan cepat Rajata mencegahnya, "tidak usah, Dek. Nanti, abang saja yang ambil." "Akhirnya kasusnya selesai. Setelah memakan waktu hampir 2 bulan. Tika dipenjara selama 3 tahun," guman Rajata masih dengan mata terpejam. Akibat kasus penculikan yang dilakukan Tika, gadis berambut gelombang itu mendekam di penjara. Karena setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Rajata itu terlalu ringan, seharusnya Tika mendekam selamanya di penjara. Mengingat bagaimana ia merencanakan penculikan pada Artha, sedangkan untuk Tina, kembaran Tika memilih kabur begitu tau Ti
"Menikahlah denganku!"Suara bariton mengejutkan Aisyah. Semua kunci yang dipegang olehnya terjatuh. Saat ini ia sedang ingin menutup pintu ruko tempat butiknya berada. Namun, karena suara bariton mengagetkannya, pintu tak bisa ia tutup.Aisyah semakin terlonjak kaget ketika membalikkan badan. Di hadapannya berdiri seorang pria yang masih lengkap mengenakan seragam berwarna coklat.Pria itu melangkah mendekat untuk membantu menutup pintu butik milik Aisyah."Mau apa kamu?" tanya Aisyah dengan gugup."Aku hanya ingin membantu menutup butikmu."Pria itu memunguti kunci yang berserakan di lantai. "Yan
"Kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?"Saat ini Agha sedang berada dalam sebuah kamar hotel bersama Artha. Beberapa jam lagi adalah pemberkatan pernikahan mereka. Masih ada waktu untuk menunda pernikahan sebelum pemberkatan dimulai.Para MUA pilihan mamak sudah selesai merias dan membantu Artha memakai gaun. Agha meminta mereka semua meninggalkan dirinya dan Artha. Kini, tinggal ia dan Artha yang tinggal di kamar hotel itu. Agha ingin membujuk Artha sekali lagi untuk menunda pernikahan mereka. Namun, Artha tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan pernikahan.Kondisi Artha belum sepenuhnya pulih. Fisik Artha masih lemah dan ia sedikit mengalami trauma akibat penculikan yang dialaminya. Luka dibagian kaki akibat ikatan yang terlalu kuat belum sepenuhnya p
Bab 87"Mamak di rumah aja, gak usah ikut!" Rendra melarang mamak untuk ikut pergi bersama mereka ketika mengekori langkahnya."Kenapa?" Mamak ingin ikut, ia yakin Artha berada di rumah kosong itu."Aku sama Bang Agha saja yang ke rumah itu. Bapak juga gak usah ikut, siapa tahu ada kabar terbaru dari bang Rajata tentang kak Artha," ucap Rendra dengan lembut."Tulang dan Nantulang sebaiknya istirahat saja di rumah. Kalau ada kabar terbaru kabari kami secepatnya. Setelah menemukan jam itu, kami akan pulang."Agha ikut membujuk kedua orang tua Artha agar tak ikut bersama mereka.Akhirnya kedua orang t
Bab 86."Siapa kira-kira?" tatapan mata bapak sangat tajam seolah ingin menghunus jantung Agha."Mak!"Seruan Rendra membuat Agha urung menjawab pertanyaan bapak."Ada apa?" tanya bapak dengan heran pada Rendra.Rendra mengabaikan bapak dan menghampiri mamak yang baru saja meletakkan minuman, "Mamak ada lihat jam aku?""Jam yang mana?""Jam yang seperti itu."Saat menunjuk, mata Rendra tertuju pada pergelangan tangan Agha yang kebetulan sedang memakai jam tangan yang s
Terdengar bunyi dering ponsel yang begitu nyaring, tanpa melihat siapa yang memanggil, Tika langsung menempelkan ponsel ke telinga begitu ia menggeser ikon telepon berwarna hijau. "Gue masih di rumah kosong ini. Kenapa suara lo kedengaran khawatir gitu?" Kemudian Tika melihat ponselnya dan menekan ikon loudspeaker. "Gimana gue gak khawatir, hampir aja gue ketahuan." Suara lawan bicaranya terdengar menghela nafas. "Ketahuan bagaimana? Bukannya semua udah gue kasih tau dan lo udah paham?" "Satu hal yang lo lupa, lo gak kasih tahu parfum yang lo pakai!" Suara diseberang terdengar sangat kesal, "sorry, gue gak berpikir sampai kesitu. Apa itu jadi masalah? Gue yakin lo bisa mengatas
Bab 84"Ternyata lo masih ingat wangi parfum Tika," ejek Riko. "Padahal sudah hampir enam bulan kita semua tidak pernah ketemu sama lo," imbuhnya lagi menatap tak percaya pada pria pirang itu."Lo salah, gue dan Tika dua bulan lalu baru bertemu. Kalo gak percaya tanya aja langsung pada orangnya."Agha melirik tajam pada Tika yang duduk dengan meremas kedua tangannya. Sontak semua mata tertuju pada Tika, dengan cepat Tika mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Agha yang semakin curiga melihatnya."Kalian tahu sendiri 'kan. Parfum yang digunakan Tika sangat menyengat dan bahkan bukan hanya gue yang menyadari jika Tika tidak pernah berganti parfum."Pandangan Agha masih tetap pada Tika yang duduk gelisah dengan kedua tangan masih saling meremas"Gu-e, hanya mencoba parfum Rani. I-ya 'kan Ran?" Tika menjawab dengan gugup sembari menyikut pergelangan tangan Rani meminta pembelaan pada gadis berambut sebahu itu."Santai aja kali Gha. Gue baru beli parfum baru dan meminta Tika untuk m
Bab 83Mentari merangkak menuju barat, tanda sore semakin merayap. Senja menyapa dengan lambaian warna jingganya. Keluarga Artha terlihat panik karena tidak menemukan Artha di kamar ataupun di halaman belakang. "Lapor polisi, Pah!" seru mamak wajahnya terlihat panik dan kelihatan sedikit pucat. Meskipun melapor kepada pihak yang berwajib belum bisa dilakukan, dengan spontan mamak tetap mengatakannya. Karena wanita paruh baya itu begitu panik dan cemas akan anak gadisnya yang tiba-tiba saja tidak berada di rumah. Artha memang selalu keluar, tapi ia selalu pamit sebelum hendak pergi kemanapun.Jika esok ia akan keluar, maka malam sebelum kedua orangtuanya tidur ia akan pamit dan mengatakan kemana tujuannya atau paling tidak ia akan menelepon atau mengirim pesan. Kali ini, Artha tidak pamit meski baru beberapa jam Artha tidak berada di rumah, tapi naluri keibuannya berkata Artha sedang tidak baik-baik saja. "Belum 1x24 jam Artha menghilang," jawab bapak dengan datar, terlihat santai.
Bab 82Entah kenapa selepas makan siang Agha tampak gusar. Sebentar duduk sebentar lagi berdiri. Begitu terus sampai berulang-ulang. Apa mungkin karena akan menghadapi hari pernikahan, tapi itu akan berlangsung 2 minggu lagi. Ia menyambar kunci mobil dan dompet yang berada di atas meja dengan cepat. Satu-satunya yang ada dipikirannya adalah Artha. Keluarga melarang mereka untuk bertemu sementara sampai pada hari H. Namun, saat ini pikirannya tertuju pada Artha, ada rasa yang tak biasa yang mengganjal. Ia pun sulit mengartikannya, padalah saat istirahat sembari makan siang ia sempatkan untuk video call dengan Artha. Ia pun melajukan mobilnya ke kediaman Artha dengan kecepatan rata-rata, beruntung jalanan tidak begitu macet. Mungkin belum jam kantor pulang. Setelah memarkirkan mobil tepat di depan rumah Artha, ia pun turun dan kedua orangtua Artha juga baru turun dari becak. Mereka berpapasan di depan rumah. "Bere, sudah kami bilang jangan d