Pukul 00.00 ….Malam ini adalah malam ulang tahun Damian. Indi tengah menyiapkan sebuah kejutan untuk sang suami yang sedari tadi tak sabar menunggu.“Sayang, masih lama, nggak?” teriak Damian yang tengah duduk di sofa ruang tengah dengan mata ditutup oleh kain.Namun, Indi tak menjawab panggilan sang suami yang sedari tadi memanggilnya. Hanya mengenakan panty dan juga bra tipis, Indi datang menghampiri sang suami di ruang tengah.Langkah kaki yang mengenakan hak tinggi itu terdengar begitu jelas oleh telinga Damian. “Sayang?” panggil Damian was-was.“Happy birthday, my husband,” bisik Indi lalu menjilat telinga dengan sensual.“Indi. What are you doing?” tanya Damian yang sudah tidak sabar ingin membuka penutup matanya.“Open, please.”Damian langsung membuka penutup mata itu lalu terperangah kala melihat penampilan luar biasa Indi yang diperlihatkan kepadanya.Indi kembali menghampiri Damian lalu mengulas senyum menggoda. “Happy birthday, Damian. Sulit untuk memberi hadiah kepada or
Sudah tiba di Jakarta.Indi mengenakan pakaian long dress yang ia desain sendiri.“Cantik sekali istriku ini,” ucap Damian memuji kecantikan sang istri. “Gaun yang indah. Sangat cocok dikenakan oleh wanita cantik seperti kamu.”Indi menatap Damian dengan tatapan lekatnya. “Ini gaun, aku yang desain.”“Woaah! Pantas saja kalau Zoya iri sama kamu. Jelas desain kamu jauh lebih bagus darinya. Orang yang sudah dikontaminasi oleh Zoya adalah orang-orang tolol yang mau-maunya menuruti ucapannya.”Indi menyunggingkan senyum. Entah Damian yang tengah menghiburnya atau memang berucap dari lubuk hati yang paling dalam, Indi tidak tahu. Yang dia tahu hanyalah, pendapat Damian mengenai desain yang dia buat sangatlah indah dan bagus.“Mau ke hotel jam berapa? Berapa banyak, orang yang kamu undang? Mereka semua tahu, kalau aku istri kamu? Tahu, kalau kamu sudah menikah?”Damian menghela napas dengan panjang lalu menganggukkan kepalanya. “Ratusan orang. Nggak ada yang nggak tahu kalau aku sudah menik
Indi terisak pelan di dalam toilet. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Betapa perih hatinya dikatai seperti itu oleh mertua sendiri.Ia lalu membasuh wajahnya dan menarik napasnya dalam-dalam. Tidak ingin terus menerus larut dalam kesedihan."Nggak! Gue nggak boleh cengeng kayak gini! Gue akan membuktikan kalau gue bisa kasih anak buat Damian untuk menutup mulut si tua bangka sialan itu!" Indi menatap wajahnya di pantulan cermin.Matanya menghunus bak ujung panah. Begitu tajam hingga terlihat sangat mengerikan.Indi kembali menarik napasnya dengan panjang lalu menerbitkan senyum. Senyum bak devil yang tengah menyimpan rasa marah dalam dirinya."Harus di-make up lagi ini muka gue," gumam Indi kemudian mengambil make up-nya di dalam tas yang ia bawa."Indira. Elo bukan cewek cengeng. Hanya karena dicibir kayak gitu kok langsung nangis. Jangan perlihatkan kelemahan elo di depan orang-orang brengsek macam bapak tua itu."Indi terus menerus berbicara sendiri. Menasihati dirinya, memb
Damian mengedip-ngedipkan matanya mendengar permintaan Indi. Ia masih belum paham dengan ucapan istrinya itu.“Bisa kamu jelaskan, kenapa aku tidak boleh memberi tahu dia kalau aku adalah suami kamu?” tanya Damian meminta penjelasan kepada Indi.Perempuan itu kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Dia akan melakukan berbagai cara untuk membuat kita pisah, Damian. Aku nggak punya apa-apa selain cinta yang aku kasih ke kamu meski baru beberapa waktu saja.“Tapi, aku benar-benar takut kehilangan kamu dan tidak mau ada orang yang berani mengganggu rumah tangga kita. Zoya akan melakukan apa saja apalagi sekarang dia sudah jadi janda karena Rangga nggak mau tanggung jawab lagi setelah tahu kalau itu bukan anaknya.”Damian lalu menarik tangan Indi dan menatapnya dengan lekat. “Jangan takut. Aku tidak tertarik padanya apalagi mengkhianati kamu dengan orang aneh itu. Aku nggak tahu kalau dia termasuk salah satu tamu yang diundang. Kamu tetap yang terbaik dari segalanya,” ucap Damian denga
Pipi Indi merah merona karena ucapan Damian yang sudah membuatnya malu setengah mati. Ia kemudian mencubit perut Damian sembari menatapnya dengan datar.“Nggak usah kepedean ya, Damian. Mana ada aku spill orang gak jelas kayak kamu. Hanya tahu dari orang-orang yang mengagumi kamu. Banyak cerita yang aku dengar juga dari mereka. Bukan real stalking kamu! Gilak!” Indi kemudian menyungginkan bibirnya karena tidak mau disebut tukang spill Damian saat masih kuliah dulu.Damian lantas terkekeh pelan lalu mengusapi sisian wajah sang istri. “Ya udah kalau memang nggak merasa begitu. Makan yang banyak, yaa. Jangan sampai perut kamu keroncongan. Sebentar lagi ada acara dansa.”Indi menaikkan kedua alisnya. “Lalu, kita mau dansa di sana?” tanya Indi sembari menunjuk dance floor yang telah disediakan di sana.Damian mengangguk. “Ya. Aku dan kamu, dansa di sana. Diego sama Manda juga mau dansa. Jangan mau kalah sama mereka, Sayang.”Indi mengerucutkan bibirnya lalu menghela napas pelan. “Males ban
Satu minggu berlalu ….Hari ulang tahun Damian yang merupakan hari dongkolnya Indi sudah berlalu dan mungkin tidak akan pernah bisa Indi lupakan begitu saja.“Sayang, bangun. Udah jam sembilan. Memangnya kamu nggak ke butik? Gaun pengantin Moses dan Novia sudah selesai dibuat?” Damian membangunkan Indi yang masih ditutup oleh selimut.Sementara Damian tengah mengenakan dasi untuk siap-siap ke kantor meski sudah jam masuk. Karena dialah pemilik perusahaan tersebut, bebas kapan saja ia ingin masuk.Perempuan itu kemudian menggeliat, merentangkan otot-ototnya lalu mengucek matanya. Menatap Damian yang tengah duduk di sampingnya yang baru saja selesai mengenakan dasi pemberian Indi saat ulang tahun di minggu lalu.“Bangun, yuk! Sudah siang. Sarapan dulu, habis itu berangkat ke butik. Ada kerjaan yang harus kamu selesaikan yaitu menjahit gaun pengantin Moses dan Novia. Kamu tahu, di hari pernikahan mereka nanti, Diego mau lamar Manda.”Indi menolehkan kepalanya kepada Damian. “Heuh? Serius
Malam hari telah tiba. Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Indi tengah menunggu kepulangan Damian yang katanya sudah dijalan.“Kenapa, Nda?” Indi menerima panggilan dari sahabatnya itu.“Indiraaaa! Bener apa kata elo, Indiraaa!”Indi menjauhkan ponselnya karena Manda yang berteriak di dalam panggilan tersebut. “Berisik, setan! Kenapa sih lo? Kayak orang gila baru gila aja lo, teriak-teriak gak jelas.” Indi memarahi Manda.“Indira. Dengerin gue baik-baik.”“Gue dengerin,” ucap Indi pelan.“Rhea … ternyata beneran hamil, Ndi.”Spontan Indi bangun dari duduknya. Mulutnya menganga mendengar ucapan Manda tentang Rhea yang memang benar bila perempuan itu tengah hamil. “Serius, Manda? Elo nggak lagi mabuk, kan?”“Nggak, Indi. Besok, kita ke rumah Rhea kalau elo nggak percaya. Gue juga tahu dari nyokapnya, tadi ketemu di mall. Tadinya Tante Winda mau nemuin si Brandon. Tapi, dilarang sama Rhea. Katanya, Rhea masih mampu urus anak sendiri. Nggak butuh Brandon yang udah nikah sama pilihan
“Sebenarnya aku paling males dengerin penjelasan kalau udah ada bukti kayak gini—““Indi. Aku mohon, tolong dengarkan penjelasan aku dulu. Aku akan menjelaskan dengan detail pada kamu, Indi.” Damian menggenggam erat tangan Indi karena tidak ingin Indi salah paham kepadanya.“Dua menit!” ucap Indi memberi kesempatan kepada Damian.“Itu foto lama sebelum kita menikah. Sekitar enam bulan yang lalu. Dia sendiri yang datang ke sana dan kata Diego, sebenarnya yang aku sebutkan itu bukan nama dia, tapi nama kamu. Kamu bisa telepon Diego sekarang juga kalau masih tidak percaya.”Tanpa bernapas lagi, Damian menjelaskan dengan detail tentang foto tersebut. Indi lalu menatap foto itu lagi seraya menghela napasnya dengan panjang.“Nggak masalah kalau hanya masa lalu karena aku nggak ada hak untuk marah-marah. Karena aku dengan Rangga dulu jauh lebih parah dari ini. Kalau kamu melihatnya, pasti bakalan geleng-geleng kepala.” Indi kemudian masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Damian yang masih dudu
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.