Indi kembali melangkahkan kakinya menuuju lift setelah diberi tahu ruangan Diego dan sekretarisnya itu.“Itu bukannya istrinya Pak Damian? Astaga, pakaiannya. Udah kayak ngajak tidur,” ucap salah satu staff yang mengenali Indi.“Mungkin semalam nggak dikasih jatah makanya nyusul kemari buat kasih jatah ke suaminya.”Dan lain-lainnya lagi membicarakan Indi karena penampilan luar biasa Indi di hari itu. Kedua kalinya masuk ke kantor Damian dan untuk yang kedua kalinya ini karena ingin menemui Cindy.“Ketemu juga.” Indi lalu membuka kacamata hitamnya yang masih ia kenakan itu.“Mau ngapain lo ke sini? Pakai baju kurang bahan, nggak sopan! Elo tahu kan, pengaruh elo di sini?” Cindy memarahi Indi karena menghampirinya dengan mengenakan pakaian kurang bahan itu.Indi lantas tertawa mendengarnya. “Elo mengingatkan siapa gue di sini. Tapi, elo sendiri nggak menganggap gue siapa gue sebenarnya. Masih mencoba ganggu rumah tangga gue dengan Damian lalu mengirim foto busuk elo ini ke rumah gue!”
“Are you ready?” tanya Damian setelah ia melepas celana yang masih ia kenakan itu.“Sure!” jawab Indi lalu mengusap miliknya seraya menatap Damian dengan tatapan penuh nafsu. Mata sayu yang menantang Damian agar segera menyentuhnya.Satu persatu berkas yang ada di atas meja turun berantakan di bawah karena ulah mereka yang bercinta di atas meja kerja. Namun, keduanya tidak mengindahkan hal tersebut sebab nafsu masing-masing lebih penting untuk dituntaskan.Damian kembali menarik tubuh Indi. Meraup bibir itu dengan penuh juga jari jemarinya mengoyak lubang sensitive di bawah.“Oh! Damian ….” Indi mengerang hebat. Kepalanya mengadah ke atas lalu mendesah kembali. Udara dingin yang dikeluarkan oleh AC nampaknya tidak membuat mereka kedinginan. Yang ada suhu panas tengah mereka rasakan.Damian kembali mengisap pucuk buah dada milik Indi satu persatu. Meninggalkan jejak cintanya di sana sembari mengusapi liang kehangatan itu dengan lembut. Indi tidak bisa berkutik. Damian terlalu lihai bah
“Damian?” panggil Indi setelah lelaki itu menghentikan aksinya yang sedari tadi membuatnya gila.“Heum? Apa lagi, Honey?” tanya Damian dengan napas yang terengah-engah.“Aku duluan.” Indi lalu mendorong tubuh Damian dan mendudukkan pria itu di atas sofa. Lalu, Indi naik ke atas paha lelaki itu dan menyatukan dirinya di bawah sana.“Eeuumpph ….” Indi mendesah pelan kala miliknya masuk sempurna di bawah sana. Penuh, dan itu membuat Indi sedikit sesak. Ia kemudian menaik-turunkan tubuhnya. Melajukan temponya dengan tangan memegang kedua bahu Damian.Lelaki itu ikut menggoyangkan tubuh Indi dengan memegang pinggang ramping sang istri lalu memompanya. Tangan kekar itu berhasil membuat Indi tidak perlu menggoyang dengan tenaganya. Sebab dengan tangan Damian pun ia sudah bergerak naik dan turun.“Euumhh ….” Indi kembali mendesah. Lalu menggigit bibir bawahnya seraya menikmati setiap goyangan dan dia lakukan di atas tubuh Damian.Lalu keduanya saling berciuman. Indi melingkarkan keduanya tang
“Kenapa lo? Kayak baru pernah lihat cewek bugil aja!” sengal Indi lalu menyunggingkan bibirnya.“Ganti agama, lo?” sengal Damian kesal.“Oh, iyaa. Lupa, Damian. Nih! Bajunya. Suruh dipake sebelum ada orang lain yang lihat.” Diego memberikan paper bag kepada Damian lalu keluar lagi dari ruangan tersebut.Damian kembali menutup pintu tersebut dan memberikan baju yang dibelikan oleh Diego kepada Indi. “Cepat pakai, Indi. Jangan sampai ada orang lain yang melihat tubuh kamu ini.”Indi kemudian mengerucutkan bibirnya lalu mengambil baju tersebut dan segera mengenakannya.“Tahu aja, ukuran baju aku.”“Karena ukuran baju kamu dengan Manda hampir sama. Makanya tahu, dengan ukuran baju kamu.”Indi manggut-manggut dengan pelan lalu menatap Damian dengan tatapan lekatnya. “Damian. Aku mau tanya sama kamu.”“Tanya apa, Sayang?”Indi menghela napas kasar. “Sebenarnya kamu pernah cinta atau tidak pada Cindy? Kenapa dia ngebet banget pengen miliki kamu?”Damian menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak.
Bulan keempat bulan pernikahan Damian dan Indi. Melewati hari-hari dengan segala macam cobaan mereka lalui. Tidak bisa dikatakan berjalan dengan baik karena selama empat bulan itu ada saja masalah yang datang menghampiri mereka.Waktu sudah menunjuk angka dua belas malam. Malam itu, Damian belum juga pulang dari kantor dan entah apa yang sedang dia lakukan di sana.Indi yang sabar menanti itu masih duduk di sofa ruang keluarga sembari menonton film dan juga snack kesukaannya. Tak lama setelahnya, dering ponselnya berbunyi, ia kemudian menoleh dan menerima panggilan tersebut.“Kenapa, Nda?” tanya Indi pelan.“Besok, Kak Novia sama Kak Moses mau fitting baju. Bisa, kan? Elo nggak ke mana-mana, kan?”“Nggak. Besok gue free. Ya udah, suruh datang aja ke butik. Jam berapa?”“Paling juga jam sepuluh siang.”“Oke.” Indi menutup panggilan tersebut lalu menatap jam di layar ponselnya. “Udah mau jam satu. Si Damian masih ngapain sih?” gumamnya lalu berdecak pelan.Baru saja ia mematikan televis
Keesokan harinya ….“Indi? Indiraaa?” Manda menggoyang-goyangkan bahu Indi karena sedari tadi tampak melamun dan tidak tahu apa yang tengah dia lamunkan.Sedikit terperanjat, perempuan itu menoleh kepada Manda. “Heuuh?” tanyanya dengan pelan.“Elo kenapa? Dari tadi kayaknya melamun terus. Ada apa, Indi?” tanya Manda dengan pelan. “Kak Moses sama Kak Novia udah mau sampai. Bajunya ada di kamar, kan?”Indi menganggukkan kepalanya. “Iya. Ada di kamar.”“Elo kenapa gue tanya.” Manda kembali bertanya mengenai Indi.Indi menghela napas kasar lalu menggeleng pelan. “Nggak ada. Cuma lemes aja.”“Lemes kenapa sih? Belum sarapan? Indi, cerita sama gue. Jangan kayak Rhea ngapa sih, lo!”Indi tersenyum tipis kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Dua hari yang lalu gue coba tes kehamilan pakai tespack. Ternyata garis satu. Dan Damian nemuin tespack itu di tempat sampah. Nggak tahu ngapain juga dia ngorek-ngorek sampah. Dia marah sama gue.”“Yaa elo juga aneh, Indi. Elo kan tahu kalau Damian ba
Indi mengusap wajahnya dengan pelan lalu menangkup keningnya dengan tangan kanannya. Memikirkan di mana sebenarnya Damian berada.“Kamu tahu kan, konsekuensinya kalau berani buat aku terluka? Kenapa sekarang malah bikin aku jadi nggak percaya lagi sama kamu, Damian.” Indi berbicara sendiri.Cklek!Rangga menghampiri Indi di butiknya. Setelah beberapa kali ia menghubunginya, akhirnya lelaki itu berinisiatif untuk menemui Indi di sana.“Indi. Aku tahu kamu mencemaskan Damian. Di mana dia sekarang, kenapa nggak pulang-pulang. Kamu harus tahu, Damian tidak pernah berniat untuk menyakiti kamu. Mungkin memang ada kerjaan yang tidak bisa ditunda dan harus mematikan HP-nya supaya nggak ada yang ganggu.”Rangga menasihati Indi agar perempuan itu berhenti berpikir yang aneh-aneh mengenai Damian. Sebab Rangga tahu, betapa cintanya Damian kepada Indi. Maka, hal mustahil bila lelaki itu mengkhianati Indi.Air mata telah berlinang di pipi Indi. Perempuan itu kemudian terisak pelan sembari mengusap
Indi lantas mengepalkan tangannya dengan mata menatap tajam lelaki itu. Lalu bangun dari duduknya dan menghampiri Dipta yang dengan entengnya bicara seperti itu kepadanya.“Brengsek!”Plak!Dengan tamparan yang sangat kencang, Indi menampar pipi Dipta karena dengan seenaknya bicara seperti itu kepadanya.“Elo pikir gue cewek apaan, goblok?! Dari awal pun gue udah curiga sama elo ya, bangsat! Tua bangka nggak tahu diri lo, yaa!” pekik Indi benar-benar marah kepada Dipta.Bisa-bisanya lelaki itu memberi sebuah ucapan penghinaan kepadanya. “Jangan pikir karena masa lalu gue yang buruk di mata orang-orang, dengan seenaknya elo bilang kayak gitu ke gue, tua bangka! Gue masih punya harga diri dan nggak akan pernah mengkhianati pasangan gue!” pekik Indi kembali.“Kurang ajar kamu, Indi! Berani sekali kamu bicara seperti itu padaku!” pekik Indi dengan mata memerah menatap tajam wajah Indi.Plak!Indi kembali menampar wajah Dipta.“INDI!!” Damian berteriak dan memasang wajah marahnya setelah m