Sudah tiba di Jakarta.Indi mengenakan pakaian long dress yang ia desain sendiri.“Cantik sekali istriku ini,” ucap Damian memuji kecantikan sang istri. “Gaun yang indah. Sangat cocok dikenakan oleh wanita cantik seperti kamu.”Indi menatap Damian dengan tatapan lekatnya. “Ini gaun, aku yang desain.”“Woaah! Pantas saja kalau Zoya iri sama kamu. Jelas desain kamu jauh lebih bagus darinya. Orang yang sudah dikontaminasi oleh Zoya adalah orang-orang tolol yang mau-maunya menuruti ucapannya.”Indi menyunggingkan senyum. Entah Damian yang tengah menghiburnya atau memang berucap dari lubuk hati yang paling dalam, Indi tidak tahu. Yang dia tahu hanyalah, pendapat Damian mengenai desain yang dia buat sangatlah indah dan bagus.“Mau ke hotel jam berapa? Berapa banyak, orang yang kamu undang? Mereka semua tahu, kalau aku istri kamu? Tahu, kalau kamu sudah menikah?”Damian menghela napas dengan panjang lalu menganggukkan kepalanya. “Ratusan orang. Nggak ada yang nggak tahu kalau aku sudah menik
Indi terisak pelan di dalam toilet. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Betapa perih hatinya dikatai seperti itu oleh mertua sendiri.Ia lalu membasuh wajahnya dan menarik napasnya dalam-dalam. Tidak ingin terus menerus larut dalam kesedihan."Nggak! Gue nggak boleh cengeng kayak gini! Gue akan membuktikan kalau gue bisa kasih anak buat Damian untuk menutup mulut si tua bangka sialan itu!" Indi menatap wajahnya di pantulan cermin.Matanya menghunus bak ujung panah. Begitu tajam hingga terlihat sangat mengerikan.Indi kembali menarik napasnya dengan panjang lalu menerbitkan senyum. Senyum bak devil yang tengah menyimpan rasa marah dalam dirinya."Harus di-make up lagi ini muka gue," gumam Indi kemudian mengambil make up-nya di dalam tas yang ia bawa."Indira. Elo bukan cewek cengeng. Hanya karena dicibir kayak gitu kok langsung nangis. Jangan perlihatkan kelemahan elo di depan orang-orang brengsek macam bapak tua itu."Indi terus menerus berbicara sendiri. Menasihati dirinya, memb
Damian mengedip-ngedipkan matanya mendengar permintaan Indi. Ia masih belum paham dengan ucapan istrinya itu.“Bisa kamu jelaskan, kenapa aku tidak boleh memberi tahu dia kalau aku adalah suami kamu?” tanya Damian meminta penjelasan kepada Indi.Perempuan itu kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Dia akan melakukan berbagai cara untuk membuat kita pisah, Damian. Aku nggak punya apa-apa selain cinta yang aku kasih ke kamu meski baru beberapa waktu saja.“Tapi, aku benar-benar takut kehilangan kamu dan tidak mau ada orang yang berani mengganggu rumah tangga kita. Zoya akan melakukan apa saja apalagi sekarang dia sudah jadi janda karena Rangga nggak mau tanggung jawab lagi setelah tahu kalau itu bukan anaknya.”Damian lalu menarik tangan Indi dan menatapnya dengan lekat. “Jangan takut. Aku tidak tertarik padanya apalagi mengkhianati kamu dengan orang aneh itu. Aku nggak tahu kalau dia termasuk salah satu tamu yang diundang. Kamu tetap yang terbaik dari segalanya,” ucap Damian denga
Pipi Indi merah merona karena ucapan Damian yang sudah membuatnya malu setengah mati. Ia kemudian mencubit perut Damian sembari menatapnya dengan datar.“Nggak usah kepedean ya, Damian. Mana ada aku spill orang gak jelas kayak kamu. Hanya tahu dari orang-orang yang mengagumi kamu. Banyak cerita yang aku dengar juga dari mereka. Bukan real stalking kamu! Gilak!” Indi kemudian menyungginkan bibirnya karena tidak mau disebut tukang spill Damian saat masih kuliah dulu.Damian lantas terkekeh pelan lalu mengusapi sisian wajah sang istri. “Ya udah kalau memang nggak merasa begitu. Makan yang banyak, yaa. Jangan sampai perut kamu keroncongan. Sebentar lagi ada acara dansa.”Indi menaikkan kedua alisnya. “Lalu, kita mau dansa di sana?” tanya Indi sembari menunjuk dance floor yang telah disediakan di sana.Damian mengangguk. “Ya. Aku dan kamu, dansa di sana. Diego sama Manda juga mau dansa. Jangan mau kalah sama mereka, Sayang.”Indi mengerucutkan bibirnya lalu menghela napas pelan. “Males ban
Satu minggu berlalu ….Hari ulang tahun Damian yang merupakan hari dongkolnya Indi sudah berlalu dan mungkin tidak akan pernah bisa Indi lupakan begitu saja.“Sayang, bangun. Udah jam sembilan. Memangnya kamu nggak ke butik? Gaun pengantin Moses dan Novia sudah selesai dibuat?” Damian membangunkan Indi yang masih ditutup oleh selimut.Sementara Damian tengah mengenakan dasi untuk siap-siap ke kantor meski sudah jam masuk. Karena dialah pemilik perusahaan tersebut, bebas kapan saja ia ingin masuk.Perempuan itu kemudian menggeliat, merentangkan otot-ototnya lalu mengucek matanya. Menatap Damian yang tengah duduk di sampingnya yang baru saja selesai mengenakan dasi pemberian Indi saat ulang tahun di minggu lalu.“Bangun, yuk! Sudah siang. Sarapan dulu, habis itu berangkat ke butik. Ada kerjaan yang harus kamu selesaikan yaitu menjahit gaun pengantin Moses dan Novia. Kamu tahu, di hari pernikahan mereka nanti, Diego mau lamar Manda.”Indi menolehkan kepalanya kepada Damian. “Heuh? Serius
Malam hari telah tiba. Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Indi tengah menunggu kepulangan Damian yang katanya sudah dijalan.“Kenapa, Nda?” Indi menerima panggilan dari sahabatnya itu.“Indiraaaa! Bener apa kata elo, Indiraaa!”Indi menjauhkan ponselnya karena Manda yang berteriak di dalam panggilan tersebut. “Berisik, setan! Kenapa sih lo? Kayak orang gila baru gila aja lo, teriak-teriak gak jelas.” Indi memarahi Manda.“Indira. Dengerin gue baik-baik.”“Gue dengerin,” ucap Indi pelan.“Rhea … ternyata beneran hamil, Ndi.”Spontan Indi bangun dari duduknya. Mulutnya menganga mendengar ucapan Manda tentang Rhea yang memang benar bila perempuan itu tengah hamil. “Serius, Manda? Elo nggak lagi mabuk, kan?”“Nggak, Indi. Besok, kita ke rumah Rhea kalau elo nggak percaya. Gue juga tahu dari nyokapnya, tadi ketemu di mall. Tadinya Tante Winda mau nemuin si Brandon. Tapi, dilarang sama Rhea. Katanya, Rhea masih mampu urus anak sendiri. Nggak butuh Brandon yang udah nikah sama pilihan
“Sebenarnya aku paling males dengerin penjelasan kalau udah ada bukti kayak gini—““Indi. Aku mohon, tolong dengarkan penjelasan aku dulu. Aku akan menjelaskan dengan detail pada kamu, Indi.” Damian menggenggam erat tangan Indi karena tidak ingin Indi salah paham kepadanya.“Dua menit!” ucap Indi memberi kesempatan kepada Damian.“Itu foto lama sebelum kita menikah. Sekitar enam bulan yang lalu. Dia sendiri yang datang ke sana dan kata Diego, sebenarnya yang aku sebutkan itu bukan nama dia, tapi nama kamu. Kamu bisa telepon Diego sekarang juga kalau masih tidak percaya.”Tanpa bernapas lagi, Damian menjelaskan dengan detail tentang foto tersebut. Indi lalu menatap foto itu lagi seraya menghela napasnya dengan panjang.“Nggak masalah kalau hanya masa lalu karena aku nggak ada hak untuk marah-marah. Karena aku dengan Rangga dulu jauh lebih parah dari ini. Kalau kamu melihatnya, pasti bakalan geleng-geleng kepala.” Indi kemudian masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Damian yang masih dudu
Indi kembali melangkahkan kakinya menuuju lift setelah diberi tahu ruangan Diego dan sekretarisnya itu.“Itu bukannya istrinya Pak Damian? Astaga, pakaiannya. Udah kayak ngajak tidur,” ucap salah satu staff yang mengenali Indi.“Mungkin semalam nggak dikasih jatah makanya nyusul kemari buat kasih jatah ke suaminya.”Dan lain-lainnya lagi membicarakan Indi karena penampilan luar biasa Indi di hari itu. Kedua kalinya masuk ke kantor Damian dan untuk yang kedua kalinya ini karena ingin menemui Cindy.“Ketemu juga.” Indi lalu membuka kacamata hitamnya yang masih ia kenakan itu.“Mau ngapain lo ke sini? Pakai baju kurang bahan, nggak sopan! Elo tahu kan, pengaruh elo di sini?” Cindy memarahi Indi karena menghampirinya dengan mengenakan pakaian kurang bahan itu.Indi lantas tertawa mendengarnya. “Elo mengingatkan siapa gue di sini. Tapi, elo sendiri nggak menganggap gue siapa gue sebenarnya. Masih mencoba ganggu rumah tangga gue dengan Damian lalu mengirim foto busuk elo ini ke rumah gue!”