“Teruslah bicara, agar rasa sakit itu tidak terlalu terasa,” kata Kevin yang sedang berusaha menyatukan miliknya yang terus melesat.
“Mas Kevin lagi ngapain?” tanya Jasmine kemudian.
Kevin menghela napasnya. “Saya sedang menembus dinding dara kamu, Jasmine.”
“Oooh … udah masuk bel—“ Jasmine meringis sambil meremas pundak Kevin, kala benda asing masuk dengan sempurna di bawah sana.
“Ssssttt! Ya ampun, sakit banget, Mas!” rintih Jasmine dengan mata terpejam. Air matanya keluar, tak kuasa menahan sakit di pusat intinya itu.
Kevin belum bergerak. Masih mengatur napasnya, dengan sorot mata menatap wajah Jasmine yang tengah merintih.
Lalu, mengecup kening Jasmine. Cukup lama ia tempelkan di sana. “Terima kasih, karena sudah menjaga kesucian kamu,” bisik Kevin dengan lembut.
“Saya tidak akan bergerak sebelum kamu terbiasa,” ucapnya kembali. Kemud
Kevin menutup panggilan tersebut. Bersamaan dengan Jasmine memberikan satu piring berisi nasi goreng pada Kevin.“Untuk kamu saja. Saya belum lapar,” kata Kevin kemudian beranjak dari duduknya.Jasmine mengerucutkan bibirnya. “Harusnya dia bicara, curhat. Malah ditinggal. Dasar!” gerutu Jasmine kemudian menyuap nasi goreng yang pada akhirnya ia juga yang memasak.“Ada apa, yaa? Selama sepuluh hari di Jepang, baru kali ini ada masalah. Mbak Desi tahu, kalau Mas Kevin lagi ajak aku bulan madu? Kalau iya, emang kenapa?”Jasmine menggaruk rambutnya sambil mengunyah nasi gorengnya.“Ternyata begini rasanya, menikah dengan duda anak satu. Mana istrinya belum rela kalau suaminya udah nikah lagi. Kayaknya, kalau memang harus nikah sama duda, lebih baik sama duda ditinggal mati.”Jasmine terkekeh sendiri. “Doain Mbak Desi mati dong. Jasmine, Jasmine. Harusnya kamu siap-siap. Mbak Desi masih ngincer Mas Kevin. Bisa jadi, aku yang akan dibunuh oleh Mbak Desi.”Jasmine bergidik ngeri. “Bisa-bisan
Jasmine mengulas senyum sambil menepuk bahu Kevin. "Arshi sedang membutuhkan kehadiran Mas Kevin. Saya nggak apa-apa kok, Mas. Jangan merasa bersalah gitu. It's okay. Kita bisa menikmati liburan lagi. Kalau perlu, ajak Arshi juga."Kevin merasa lega saat melihat Jasmine menerbitkan senyum untuknya. Ia pun memeluk sang istri. Menumpukkan kepalanya di bahu perempuan itu."Terima kasih ya, Sayang. Kamu selalu paham kondisi saya."Jasmine mengangguk. "Kenapa nggak? Mas Kevin sudah punya anak. Dan saya nggak boleh egois. Kecuali yang sakit Mbak Desi, terus Mas Kevin panik. Baru ... saya marah."Kevin terkekeh mendengar ucapan Jasmine. Ia melepaskan pelukannya lagi. Mengusap sisian wajah istrinya itu, kemudian mengecup keningnya."Jika dia yang sakit, biar saja suaminya yang urus. Kenapa harus saya? Memangnya dia siapa.""Yaa mantan istrinya Mas Kevin lah. Ibu dari anaknya Mas Kevin." Jasmine memperjelas status Desi kepada Kevin.Pria itu terdiam. Kemudian menghela napasnya dengan panjang.
Jasmine tersenyum pasi. Diam mematung melihat Kevin yang masih memeluk Desi dengan tangan yang diusapkan di punggung perempuan itu. Matanya memanas, sudah berembun. Tapi, ia tahan. Masih bisa berpikir positif tentang apa yang dia lihat itu.Kemudian, Desi melihat Jasmine. Lebih dulu melihat perempuan itu hingga akhirnya dia memiliki rencana untuk membuat Jasmine semakin dibakar api cemburu karena melihatnya dengan Kevin.Desi mengeratkan pelukan itu. Tapi, Kevin malah melepaskannya. Desi pun mengusap air matanya dengan segera. Kemudian menggenggam tangan Kevin."Jangan pulang dulu, Mas. Arshi pasti akan memanggil kamu. Aku mohon. Demi Arshi," kata Desi memohon, dengan mata melirik ke arah Jasmine yang masih saja mematung di depan pintu.Kevin mengangguk sambil menepuk bahu Desi. "Aku di sini ... untuk Arshi," ucapnya kemudian melepaskan genggaman tangan Desi. Hingga membuat perempuan itu merasa kecewa."Setidaknya kamu mau menemaniku di sini, menjaga Arshi."Pintu yang terbuka sedikit
Perempuan itu lantas membolakan matanya. Kemudian menggeleng dengan kencang. "Ja-jangan, Mas. Ba-baiklah, saya akan tetap di sini. Menemani Mas Kevin, dan menunggu Arshi bangun. Arshi sakit apa, Mas?" tanya Jasmine kemudian."Demam berdarah." Kevin menghela napasnya dengan panjang. "Saya tidak bisa meninggalkan Arshi sendirian di sini. Dan saya juga tidak mau kamu pulang. Jadi, saya mohon sama kamu. Tetap di sini, menemani saya."Kevin kembali membuat bulu kuduk Jasmine merinding. Suasana di dalam sana semakin mencekam. Desi yang sudah sangat ingin menjambak rambutnya, dan Andrian yang sudah ingin mengeluarkan jurus sindiran kerasnya."Arshi sempat mengigau, memanggil nama Pak Kevin. Itu artinya, ada yang ingin disampaikan oleh Arshi. Bisa jadi, Arshi sakit karena ulah orang tuanya," kata Andrian kembali bersuara."Haah? Kalau sakit demam berdarah, bukannya disebabkan oleh nyamuk, yaa? Kok ulah orang tuanya?" Jasmine yang polos itu lantas berucap dengan polos juga.Kevin terkekeh dibu
Kevin akan menjaga Jasmine jika perempuan itu sedang mengandung. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Kevin berinisiatif untuk selalu ada di samping Jasmine. Tidak ingin baik calon buah hatinya, ataupun istrinya kenapa-kenapa.Sebisa mungkin Kevin akan menjaga mereka. Dalam genggaman dia, mereka pasti akan aman dan baik-baik saja. Desi tidak akan berani melakukan apa pun jika Jasmine berada di dalam genggamannya.Andrian manggut-manggut. Desi yang ingin tahu apa yang baru saja Kevin ucapkan ke Andrian lantas menguping. Dan itu terlihat oleh Andrian. Kemudian menahan tawanya kala melihat Desi yang masih saja ingin tahu urusan mantan suaminya itu."Baiklah kalau begitu, Pak. Sepertinya Jasmine memang butuh istirahat saja. Bukan karena lagi hamil. Baru sepuluh hari, belum bisa diprediksi. Kemungkinan bulan depan baru bisa diprediksi," kata Andrian kemudian.Kevin mengangguk. Setelahnya, ia menatap Arshi yang masih saja belum mau membuka matanya. Ia ingin tahu, dari mana saja A
Sementara Desi tengah memainkan jarinya. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia juga tak bisa memberi tahu Arshi agar jangan berkata jujur kepada papanya. Tapi, Jasmine sedari tadi menatapnya seolah tengah mencurigainya.Tak lama setelahnya, dokter pun masuk ke dalam ruangan tersebut. Memeriksa suhu tubuh Arshi yang masih demam tinggi itu."Kita akan mengecek trombositnya lagi. Jika suhu demamnya sudah agak turun. Tidak separah saat masuk rumah sakit. Setelah hasilnya keluar, saya akan segera memberi tahu Anda," kata Dokter Firman kepada Kevin."Bintik merah di tangan anak saya, akan hilang 'kan, Dok?" tanya Kevin kemudian.Dokter Firman mengangguk. "Bintik merah inilah yang menyebabkan terjadinya demam berdarah pada anak Anda. Nyamuk aedes ini biasanya bersarang di genangan air atau barang-barang usang yang bertumpukan. Bisa diperhatikan lagi kondisi rumahnya, Pak."Karena Anda hampir kehilangan nyawa anak Anda karena demam tinggi itu hampir saja menyerang saraf otak anak Anda. DBD merup
Perempuan itu memukul paha suaminya lagi. "Makanya kerja! Biar punya kegiatan. Jangan di rumah terus. Kamu masih butuh uang dari Mas Kevin, kan? Kalau udah nggak butuh, ya udah. Pergi sana!" Gemma melirik dengan malas ke arah istrinya itu. "Mencari pekerjaan di jaman sekarang ini lagi sulit, Desi. Oke, aku minta maaf karena sudah mengurung Arshi. Aku tidak akan menghukumnya lagi. Apa pun yang dia lakukan." Desi menghela napasnya dengan pelan. "Kamu juga harus mencari cara agar Mas Kevin tidak bisa mengambil Arshi dariku!" Gemma menghela napas kasar. "Cari kelemahan Arshi. Jangan biarkan Kevin mengambil Arshi dari kamu." "Kelemahan?" Gemma mengangguk. "Ya. Kamu ibunya, harusnya kamu tahu apa kelemahan anakmu sendiri. Kalau tidak tahu, ibu macam apa kamu." Gemma memutar bola matanya dengan pelan. Desi melirik malas ke arah suaminya itu. "Seandainya kamu sekaya Mas Kevin, aku tidak perlu mati-matian mempertahankan Arshi. Biar saja Arshi tinggal dengan papanya. Hhh!" Gemma tertawa c
"Eeeuh ... sebelum ke sini, Mas Kevin pergi ke ruangan dokter dulu, Mbak." Jasmine kembali menjawab Desi. "Oh!" jawabnya singkat. Jasmine tak berkata lagi. Ia hanya menghela napasnya sambil melirik Kevin yang sedari tadi menatap Arshi penuh dengan sayang. "Arshi ... setelah pulang dari rumah sakit. Pulang ke rumah Papa aja, yaa?" Kevin sudah mulai mengajak Arshi untuk tinggal bersamanya. Karena Arshi yang lebih dulu diancam oleh Desi, lantas anak kecil itu menggelengkan kepalanya. "Arshi nggak mau tinggal sama Papa. Mau sama Mama aja," ucapnya dengan pelan. Kevin tersenyum pasi mendengar ucapan anaknya itu. "Kenapa begitu, Nak? Papa sudah tidak sendiri. Ada Mama Jasmine yang akan merawat kamu dengan baik." Kevin berusaha agar Arshi mau ikut dengannya. Arshi kembali geleng. "Arshi sudah nyaman tinggal sama Mama, Pa." "Arshi nggak mau tinggal sama Papa. Mau sama Mama aja," ucapnya dengan pelan. Kevin tersenyum pasi mendengar ucapan anaknya itu. "Kenapa begitu, Nak? Papa sudah ti