Innalhamdalillah nasta'inuhu wanastaghfiruh wana'udzubillahi min sururi anfusina wamin sayyiati a'malina .... Furqon dengan fasih dan energik memberi sambutan di atas podium panggung Aula Gedung B yang menjadi tempat terselenggaranya acara organisasinya. Para tamu undangan dan peserta acara telah duduk di tempatnya masing-masing. Begitu juga para panitia. Semua standby menempati masing-masing posisinya. "Masyaallah. Betapa indahnya ciptaan-Mu, ya Allah. Jika berkenan, mohon sandingkanlah hamba dengan orang yang sepertinya atau bahkan dirinya. Hamba akan sangat sangat sangat mensyukurinya, ya Robb." Telinga Feiza gatal mendengar gumaman seorang gadis yang duduk tepat di baris belakangnya, salah satu peserta di acara ormawa Furqon yang Feiza tidak tahu bagaimana rupanya. Sebab, ia yang duduk di kursi tamu ketua atau delegasi himpunan mahasiswa tentu harus menoleh untuk melihat sosok gadis itu. "Aduh, Siti Markonah. Aamiin, deh, meski doa kita sama. Aku juga mau punya cowok kay
"Kukira ada sedikit bantuan Pak Pres Furqon, Tum Feiza, HMJ PGMI bisa pinjam Aula Gedung Pascasarjana?" "Ahaha." Feiza tertawa. "Tidak ada, Tum," geleng Feiza lirih. "Entah bagaimana, mas wakilku yang bergerak dan mendapatkan izinnya." Milhan diam menatap Feiza dengan tatapan tak terbaca. "Kalau Tum Milhan benar-benar penasaran, silakan tanya sendiri ke Fahmi. Fahmi suka banget kalau ada yang ngajakin ngopi." Lagi, Milhan menatap Feiza dengan tatapan tak terbacanya. "Oh, iya, Tum Feiza," sahutnya kemudian tak berselang lama disusul senyuman. "Iya, Tum," balas Feiza ikut tersenyum. "Maaf, Tum, kalau mungkin pertanyaanku sedikit mengganggu," ucap Milhan tiba-tiba. "Mengganggu? Enggak. Kenapa, Tum?" Feiza menyahut heran. "Sebetulnya aku pribadi merasa penasaran. Biasa ... rasa penasaran rekan seperjuangan ormawa kepada aktivis ormawa lainnya yang memiliki tupoksi sama di lembaganya." Feiza mengangguk kecil mendengar pernyataan Milhan. Laki-laki itu masih melanjutkan
"Jadi, acara sampean nanti jam berapa, Tum?" "Eh?" Feiza yang sempat mematung tersadar setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan laki-laki yang ada di sampingnya. "Iya, Tum?" Feiza balik bertanya menatap Milhan, si penanya. Secara tidak langsung meminta agar laki-laki itu bersedia mengulangi pertanyaannya. Milhan tersenyum kecil. "Jadi, acara sampean nanti jam berapa, Tum Feiza?" Laki-laki itu mengulangi pertanyaannya lagi dengan senang hati. "Oh. Setelah ini, Tum." Feiza membalas sambil mengulas senyum. "Setelah Bu Dekan pergi dari acara DEMA." "Oh ...." Milhan menganggukkan kepalanya. "Jadi, karena itu Tum Feiza memilih datang sendiri ke acara ini? Sekalian menunggu Bu Dekan?" "He he. Iya, Tum Milhan. Sekalian menjemput Bu Dekan. Kalau bisa sekali dayung dua pulau terlampau, mengapa tidak bukan?!" "Ha ha ha ha." Milhan tertawa sembari mengangguk-anggukkan kep
"Feiza? Kenapa?!" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Nisa yang bertemu Feiza di lobi Gedung B lantai dasar. Gadis itu memang hendak menghampiri Feiza tadinya. Berniat menjemput perempuan yang menjabat sebagai ketua umum himpunan mahasiswa mereka itu di Aula Gedung B yang ada di lantai 6 untuk kembali ke acara HMJ mereka sendiri yang diselenggarakan di Aula Gedung Pascasarjana. Namun, ketika Nisa sedang menunggu antrean lift turun, ia malah mendapati sosok Feiza muncul dari atas tangga dengan mata berairnya. Feiza tampak berjalan seorang diri menuruni tangga. Dengan cepat, Nisa pun berjalan menghampiri teman cantiknya itu setelah menyerukan namanya. "Nisa?!" Feiza yang dihampiri Nisa langsung menampilkan wajah terkejut. "Kamu kenapa, Fe?" Nisa kembali berseru sembari mencekal lengan kiri Feiza. "Matamu sembab," lanjutnya khawatir. Cepat, Feiza pun mengelap kedua kelopak matanya yang memang masih berair. "Ah, nggak kenapa-napa kok. Tadi efek ngantuk aja. Kamu tahu, kan, ka
Perasaan Feiza berkecamuk. Campur aduk.Jujur, ia merasa tidak baik-baik saja melihat pemandangan Furqon yang duduk berdampingan dengan Ziyana Nafisa.Seperti ada kobaran api yang menjalari hatinya dan siap menghanguskan dirinya.Bagaimana Furqon dan Ziyana Nafisa saling tatap saat berbicara, bagaimana Ziyana Nafisa tertawa, atau bagaimana gadis cantik itu yang sesekali memukul atau menepuk lengan Furqon.Semua itu ... terasa sangat menjengkelkan.Feiza tidak ingin melihatnya. Namun, kedua matanya berkhianat dan selalu menatap ke arah yang sama. Tempat Furqon duduk bersama Ziyana Nafisa."Kenapa, Fe?" tanya Nisa yang tiba-tiba sudah duduk di samping Feiza. Arah pandangannya ikut ke arah mata Feiza memandang, dan tak lama, dahi gadis itu menampilkan kerutan."Kamu lihatin Pak Pres sama si Mbak Duta Ziyana, ya?" gumam Nisa yang sebetulnya hanya pertanyaan retoris. Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban karena segala sesuatunya sudah jelas.Feiza tetap diam karena ia sebenarnya tidak
"Ke depannya jangan seperti itu lagi, Zi," gumam Furqon pelan bernada memperingatkan.Gadis cantik di sampingnya yang sejak tadi bermain ponsel, menjepret pantulan dirinya yang berdiri bersisian dengan Furqon pada dinding kaca cermin lift segera menghentikan aktivitas mengambil gambarnya itu guna menatap laki-laki jangkung yang ada di sampingnya."Seperti itu yang bagaimana, Pres?" sahut Ziyana.Furqon kini menatap tajam ke arah Ziyana dengan wajah datarnya.Tidak ada siapa-siapa di dalam lift itu selain mereka berdua."Di acara HMJ PGMI tadi," celetuk laki-laki itu menjawab pertanyaan Ziyana.Ya, keduanya memang baru saja menghadiri acara yang digelar HMJ PGMI. Dan kini, Furqon dan Ziyana hendak kembali ke tempat acara organisasi mereka sendiri setelah berpamitan."Di acara HMJ PGMI?" ucap Ziyana pelan mengulangi kalimat yang diucapkan Furqon dengan nada tanya, bertanya pada dirinya sendiri. "Ngapunten, Gus. Aku ndak ngerti apa yang njenengan maksud," gumam gadis itu lagi sembari kem
Sepanjang hari Feiza berusaha menahan dirinya. Meski diselimuti perasaan kesal dan kalut, perempuan cantik itu tetap bersikap seperti biasa dan tidak membiarkan sedikitpun emosi kesedihan mengambil alih dirinya. Sebab, Feiza adalah seorang ketua organisasi. Lembaga yang dipimpinnya sedang menyelenggarakan acara, maka Feiza harus mengesampingkan perasaan pribadinya agar tidak ada pengurus HMJ PGMI-nya yang terdampak negatif karena urusan pribadi dan masalahnya. Perempuan itu harus profesional. Sampai acara lembaga eksekutifnya itu selesai, disusul evaluasi juga agenda-agenda pascaacara yang lain usai dilakukan, Furqon belum juga membalas pesan Feiza. Bahkan sekadar membacanya. Hal itu membuat Feiza ingin menelepon Furqon secara langsung. Namun, ia menahan diri melakukan itu karena besar kemungkinan apa yang dilakukannya itu akan mengganggu. Ketika nekat mengirimi Furqon pesan Feiza tidak memperhitungkannya, suaminya itu pasti sibuk luar biasa jika dibandingkan dengan dirinya. "Fei
Jangan kau garisi jarakmu dengan aku Sebab kita satu Andai kau tahu - F -***"Sekarang apa lagi yang kamu inginkan, Feiza?" tanya Furqon dengan nada lelah.Beberapa waktu lalu Furqon mendatangi indekos Feiza. Setelah istrinya itu keluar, keduanya pergi dari area indekos tersebut menuju perumahan di mana kontrakan Furqon berada.Kini keduanya berada di ruang tengah rumah kontrakan itu yang sudah lama sepi tak ditinggali keduanya.Feiza yang tidak pernah datang ke sana karena keinginannya, dan Furqon yang sejak ketidakhadiran Feiza, pulang hanya untuk mandi atau mengambil barang dan tidak pernah menetap untuk mengistirahatkan diri.Keduanya duduk dengan jarak.Feiza di ujung sebelah kanan sofa panjang ruang keluarga, sedangkan Furqon duduk di ujung sebelah kirinya.Beberapa lama jeda tercipta sejak Furqon mengacungkan tanya.Hening.Tak ada suara.Furqon enggan mengulangi pertanyaannya, sedangkan di sisi lain, Feiza tetap diam tidak juga menjawab apa yang sudah dikatakan Furqon.Beb
"Zahra," panggil Bu Nyai Farah halus pada Feiza yang kini duduk manis di sampingnya pada kursi penumpang belakang sebuah mobil sedan berwarna hitam yang melaju di jalan raya. "Nggeh, Mi?" balas Feiza segera. Bu Nyai Farah mengembangkan senyumnya. "Ada yang mau Umi tanyakan?" Jantung Feiza langsung berdebar-debar. "Ta-tanya apa, Umi?" balas Feiza pelan dengan perasaan yang entah mengapa menjadi was-was dalam seketika. Bu Nyai Farah mendekatkan dirinya ke arah Feiza—hal yang membuat jantung Feiza semakin berdebar tidak karuan—lantas berbisik pelan ke telinga menantunya itu. "Umi perhatikan wajah kamu sedikit pucat, Zahra. Sedang tidak enak badan?" Feiza merasa kembali dikejutkan. Bukan karena pertanyaan yang diajukan Bu Nyai Farah kepadanya. Namun, sebab apa yang diduga, dipikirkan, dan ditakutkannya ternyata meleset. Perempuan cantik itu diam-diam menghela napasnya dengan penuh kelegaan. Pikiran buruk yang sebelumnya bercokol di kepalanya tidak terjadi. Bu Nyai Farah t
"Masyaallah, cantiknya putri menantuku ...." Bu Nyai Farah mengembangkan senyumnya sembari terpana memandang Feiza yang muncul dari dapur dengan sebuah nampan kecil berisi tiga buah cawan teh hangat di tangannya. "Monggo diminum dulu, Umi," ucap Feiza sembari menyajikan teh yang baru dibuatnya itu ke atas meja. "Iya, Zahra." Bu Nyai Farah menganggukkan kepala lalu meraih cawan teh yang ada di depannya yang baru saja disajikan Feiza kemudian pelan menyeruputnya. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Bu Nyai Farah sebelum meminum cairan berwarna kecokelatan itu. "Enak, Nduk." Kemudian pujinya. "He he, terima kasih, Umi." Bu Nyai Farah menganggukkan kepalanya sekali. Kedua netranya menatap sang menantu dalam-dalam. "Kamu terlihat lebih cantik dari yang terakhir kali Umi lihat, Zahra." Tak lama, Bu Nyai Farah kembali melempar pujian untuk Feiza yang kini sudah duduk di sebuah sofa yang tepat berada di depan perempuan paruh baya itu. "Aamiin. Umi bisa saja he he," ucap Feiza. "
"Iya, aku memang ngeselin, Feiza. Tapi cuma ke kamu aku seperti ini," ucap Furqon sembari menatap Feiza dalam-dalam. Tangan kanannya bergerak menggenggam tangan kanan istrinya itu perlahan. "Kamu pasanganku. Mungkin memang jodohnya, laki-laki tengil dan menyebalkan sepertiku menikah dengan perempuan galak dan keras kepala seperti kamu."Plak!"Aduh!"Tanpa aba-aba, Feiza memukul lengan Furqon yang ada di depannya dengan tangan kirinya."Sakit, Sayang," lirih Furqon menatap dalam Feiza sembari menampilkan ringisan di wajah tampannya."Rasain," balas Feiza dengan wajah cemberut."Ha ha." Furqon kembali tertawa melihat wajah istrinya yang menurutnya terkesan lucu itu. "Sayang banget aku sama kamu," lirihnya lalu mengecup tangan kanan Feiza yang ada di genggamannya."Katanya aku galak?" desau Feiza."Iya, tapi aku sayang.""Berarti nyebelin dong? Kenapa masih sayang?""Karena ngangenin," balas Furq
Assalamualaikum warahmatullah .... Assalamualaikum warahmatullah .... Usai salat, Furqon mengangkat kedua tangannya ke udara, memimpin doa kemudian langsung berbalik menoleh ke arah Feiza yang ada di belakangnya. "Mas." Feiza mendekat lalu meraih tangan Furqon dan menciumnya. Furqon merekahkan senyum. Tangan kirinya yang bebas tidak dicium Feiza bergerak mengusap lembut puncak kepala sang istri yang masih berbalutkan kain mukena. "Aku akan rindu kamu, Fe," tutur Furqon. Selesai bersalaman, Feiza menegakkan duduknya lagi dan sedikit mendongakkan kepala agar dapat menatap lurus wajah tampan Furqon yang ada di hadapannya. "Cuma dua hari, Mas," sahut Feiza. "Iya. Tapi aku akan sekarat merinduimu." "Ha ha ha ha." Feiza langsung memecahkan tawa mendengar itu. "Gombal banget, sih, Mas," tukasnya. Furqon kembali memasang senyum menatap perempuan yang ada di depannya. "Itu kenyataannya, Fe. Aku akan kangen banget sama kamu." "Chessy, ih. Gombal," respons Feiza sekali lagi. "Nggak p
Furqon masih diam tidak mengatakan apa-apa. "Aku masih kangen kamu padahal, Feiza," sahut Furqon akhirnya ketika bersuara. "Tapi aku juga nggak bisa nolak Umi tadi," lanjutnya. Feiza memasang senyum tipis, berusaha mengajak Furqon tersenyum juga bersamanya. "Cuma dua hari aja kok, Mas. Nggak lama," hibur perempuan itu. "Kita masih bisa hubungan, telepon atau mungkin video call." "Hm." Furqon menyahut dengan wajah sendu. Ia mengalihkan tatapannya dari Feiza lalu melanjutkan acara makannya yang sejak tadi sebetulnya tanpa selera. "Njenengan kurang suka ayam panggangnya?" tanya Feiza setelah memperhatikan cara makan Furqon. "Mau kumasakin sesuatu yang lain?" Furqon segera menoleh dan memberikan gelengan. "Nggak usah." Feiza mengangguk. Ia terus memperhatikan bagaimana Furqon makan sembari menyantap m
"Assalamualaikum. Feiza." Feiza baru saja selesai menunaikan ibadah salat Magribnya ketika Furqon terdengar mengucap salam dan memanggil namanya dari luar. Segera, perempuan itu pun melipat mukena dan sajadahnya lantas memasangnya di hanger kayu lalu mengantungnya di gagang lemari baju. "Feiza ...." Sekali lagi Furqon terdengar menyerukan nama Feiza. "Iya, Mas." Feiza keluar kamar dan menghampiri Furqon. "Waalaikumussalam." Ia menjawab salam Furqon yang tadi lalu khidmat mencium tangan sang suami. "Barang pesananku mana?" tanya Feiza lalu memperhatikan Furqon yang ada di depannya. "Ini. Sudah kubeli," balas Furqon, menenteng dua buah kresek berukuran sedang di tangan kirinya. Dua bungkus es degan beserta sedotannya di kresek yang lebih kecil dan dua kotak nasi di kresek satunya. Dua-duanya kresek bening sehingga siapa pun bisa melihat dengan jelas apa yang Furqon bawa. "Yeay! Makasih, Mas," seru Feiza girang lalu mengambil alih makanan dan minuman yang sudah dibawaka
Fahmi PGMI-A Feiza mengernyitkan keningnya melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya. "Fahmi? Kenapa tiba-tiba nelepon?" gumamnya kemudian mengangkat panggilan teman sekelas sekaligus wakil ketuanya di ormawa himpunan mahasiswa itu. "Assalamu'alaikum, Fahmi. Ada apa?" tanya Feiza tanpa berbasa-basi meskipun posisinya adalah si penerima telepon. "Wa'alaikumussalam." Dengan suara beratnya, Fahmi menyahut dari seberang. "Feiza," ucap Fahmi. "Apa?" Feiza merespons. "Aku sekarang ada di depan kosan kamu." Kedua bola mata Feiza langsung melotot mendengar perkataan Fahmi itu. "Hah? Ngapain?" Terkejut, tanya Feiza. Fahmi terdengar terkekeh lirih di seberang sana. "Lagian aku lagi nggak ada di kos, Mi." Feiza menambahi. "Ngapain kamu ke kosanku?" Perempuan cantik itu terdengar menggerutu. "Loh, beneran nggak ada di kos?" Fahmi melempar tanya dengan nada santai. "Hm. Iya," jawab Feiza pendek. "Padahal ada suatu hal yang mau kubicarain sama kamu, Fe." Feiza diam tidak lang
Gus Furqon: Istriku ingin dibawakan sesuatu?Bibir Feiza langsung melengkungkan senyum membaca pesan terakhir yang dikirimkan suaminya itu.Istriku ... betapa manisnya Furqon menyebut dirinya. Disebut begitu saja Feiza sudah merasa bahagia. Ada jutaan kupu-kupu yang menari di perutnya.Dan omong-omong soal keinginan dibawakan sesuatu. Ya, Feiza memang sedang ingin sesuatu.Segera Feiza pun mengetik balasan untuk pesan suaminya itu.Feiza: Mau es deganTanggapan Furqon pun segera datang.Gus Furqon: Iya. Ada lagi?Bibir Feiza semakin merekahkan senyuman cantiknya. Perempuan itu pun mengetik lagi di keypad ponsel Android-nya.Feiza: Lagi pengen makan ayam panggang maduFeiza: Pasti enak MasDrtt ... Drtt ....Furqon kembali langsung merespons.Furqon: Oke nanti pulang kubawakanFeiza mereaksi pesan terakhir Furqon dengan emoticon cinta lantas mematikan ponsel dan menghela napasnya."Huft .... Untung aja Gus Furqon belum baca," risik Feiza perihal pertanyaan memalukannya yang bertanya me
"Gus Furqon! Ada apa? Tumben njenengan nggak bisa dihubungi dari pagi? Apa yang terjadi, Gus? Kenapa baru ngampus siang?"Salim langsung memberondong Furqon dengan pertanyaan begitu laki-laki jangkung putra kiainya itu muncul di hadapannya."Semua baik-baik saja kan, Gus?" lanjut Salim masih melempar tanya.Menatap Salim yang ada di depannya, Furqon merekahkan senyum lebar lantas menepuk-nepuk lengan temannya itu. "Semuanya baik-baik saja, Lim," ujarnya.Salim mengerutkan keningnya. "Betulan, Gus?" tanyanya tak yakin. "Bagaimana dengan Neng Feiza?" lanjutnya tanpa suara setelah menengok kiri dan kanannya."Hn." Furqon mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Salim yang pertama lantas mendekat ke arah Salim dan berbisik pelan, "Biasa. Urusan rumah tangga. Jomlo seperti kamu nggak akan paham."Salim langsung terkekeh lalu tersenyum lebar mendengar itu. "Siap, Gus. Syukur alhamdulillah kalau begitu."Furqon manggut lagi dengan senyum cerahnya kemudian mengedarkan pandang ke sekeliling ruang