“Aku dan Khaysan kembali bersama,” beber Melody tanpa basa-basi setelah mendapat tempat yang cocok untuk mengobrol dengan David. “Ceritanya panjang. Maaf karena aku terkesan menyembunyikannya.” Sebenarnya David hanya menawarkan payung yang dibawanya pada Melody. Namun, Melody ingat dirinya masih memiliki utang penjelasan. Entah kapan lagi mereka dapat bertemu dan berbincang seperti ini. Oleh sebab itu, ia memilih menjelaskannya sekarang juga. Melody tak akan menjelaskan alasan sebenarnya yang membuatnya tidak memiliki pilihan selain kembali bersama Khaysan. David pasti tidak setuju jika mengetahuinya. Sebab, sejak lama lelaki itu sudah memperingatkannya agar tidak terjerumus ke lubang yang sama. “Apa?! Dia memaksamu? Atau mengancammu?” sahut David yang terlihat tak bisa menyembunyikan kekesalannya. “Kalau dia mengintimidasimu selama ini, kenapa kamu tidak mengatakannya padaku? Aku pasti membantumu.” Melody memejamkan matanya sejenak seraya menghela napas pelan. “Aku tahu. Tapi, dia
“Aku tidak sengaja bertemu Rosetta di kantin rumah sakit hari itu. Aku sedang menunggu pesanan makanan untuk kita, tapi dia tiba-tiba datang ke mejaku. Tidak mungkin aku langsung mengusirnya,” ucap Khaysan sembari mengeratkan rengkuhannya dan mengecup bahu Melody yang tak tertutup apa pun. Melody mendengus pelan. “Kamu sedang membalikkan kata-kataku semalam? Basi! Sudahlah. Lagipula aku tidak mau tahu urusan kalian! Silakan saja kalau kalian ingin bertemu! Aku tidak peduli!” jawabnya agak sarkas. Khaysan memperlakukan Rosetta sangat baik sampai tidak tega mengusir wanita itu jika yang dikatakan suaminya ini benar. Sedangkan pada dirinya, Khaysan tak ragu melontarkan kata-kata kasar dan pengusiran berulang kali. Melody yang tidak bisa tidur semakin kehilangan kantuknya karena pembahasan yang sebenarnya tidak ingin dirinya dengar. Beberapa hari lalu ia memang kesal karena Khaysan seolah menormalisasi berhubungan dengan Rosetta di belakangnya hingga tak berniat menjelaskan apa pun. Nam
[Kamu masih di Puncak, ‘kan? Bisa kita bertemu lagi?] Nama Rosetta terpampang jelas sebagai nama pengirim. Sepertinya tidak mungkin ada pengirim lain selain orang yang sama. Dengus samar lolos dari bibir Melody tanpa sadar. Ternyata kesenangannya hari ini terlalu berlebihan. ‘Tidak sengaja bertemu katanya?’ gumam Melody dalam hati. Melody nyaris mempercayai kata-kata tersebut. Akan tetapi, pesan yang tak sengaja ia baca barusan membuatnya mulai ragu. Jika kedua orang itu memang tidak lagi berhubungan, darimana Rosetta nisa mengetahui kalau Khaysan berada di sini? Melody mulai curiga jangan-jangan sibuknya Khaysan kemarin juga ada hubungannya dengan Rosetta. Sebab, tidak mungkin juga Rosetta mencari tahu sendiri di mana keberadaan Khaysan dan nekat menyusul. Padahal katanya hubungan keduanya sudah berakhir. Seharusnya mereka tak perlu terlalu akrab. Layar ponsel Khaysan sudah kembali berubah gelap. Sebelum benar-benar mati tadi, sekilas terlihat Rosetta mengirim pesan lagi, namun M
“Tidak mungkin! Aku tidak hamil!” sahut Melody sembari mendorong Khaysan yang ingin menyentuh bahunya. “Kita baru menikah sebulan, aku tidak mungkin hamil!” Dugaan Khaysan menyebabkan pening yang dirasakannya semakin terasa. “Lalu, kalau tidak hamil, kenapa kamu mual-mual dan lemas begini? Kita harus membuktikannya!” tegas Khaysan seraya menggenggam tangan Melody dan hendak menarik wanita itu keluar. Namun, Melody tak mau beranjak dari sana. “Apa yang perlu dibuktikan? Aku tidak hamil! Minggir! Jangan menggangguku!” usir Melody sembari berusaha mengendalikan diri karena pandangannya mulai berkunang-kunang. Sayangnya, keadaannya malah semakin memburuk hingga berakhir pasrah di pelukan Khaysan. “Kamu hamil atau tidak, kita tetap harus ke rumah sakit sekarang!” Karena tak ingin memancing perhatian pengunjung restoran, Khaysan memilih meminta salah satu karyawan restoran yang melintas membantunya melewati pintu belakang. Khaysan meminta Melody menunggu di bangku yang tersedia di belaka
… karena ada hati yang harus aku jaga.” Melody yang tadinya tak ingin mendengar kelanjutan pembicaraan Khaysan dan Rosetta terkejut bukan main. Wanita itu spontan membuka mata dan menoleh ke samping. Sedangkan sang tersangka yang membuatnya terkejut itu malah mengedipkan sebelah matanya. Debar jantung Melody mendadak berubah menggila dalam sekejap. Khaysan memang tidak menyebut nama orang yang lelaki itu maksud maupun ciri-cirinya meski Rosetta sudah meminta. Namun, ia merasa kata-kata tersebut memang ditujukan untuknya. Khaysan sudah mematikan sambungan telepon tersebut ketika Melody hendak menanyakan maksud kata-kata suaminya itu. Padahal Rosetta masih mencecar Khaysan dengan berbagai pertanyaan. Dan tepat di hadapan Melody juga, Khaysan langsung memblokir nomor Rosetta. “Apa yang kamu lakukan?! Aku tidak pernah memintamu melakukan itu!” seru Melody spontan. “Sudahlah, lagipula kalau kalian masih sering berkomunikasi, itu juga bukan urusanku. Tidak perlu sampai memblokir nomornya
“Sekarang sudah malam, tidurlah. Besok kita berangkat pagi-pagi sekali. Jangan sampai kamu drop lagi,” ucap Khaysan tanpa menanggapi pertanyaan Melody sebelumnya. Ia hendak menggandeng lengan istrinya, namun wanita itu malah sengaja menghindar. “Tinggal jawab saja apa susahnya?” balas Melody dengan senyum sinis. “Atau jangan-jangan kamu memang punya alasan terselubung di balik sikap baikmu ini? Sebelumnya saja kamu tidak pernah memedulikan aku.” Tak bisa dipungkiri Melody lebih senang dengan sikap Khaysan yang lebih lembut dan perhatian. Namun, ia takut hal itu malah menjadi bom waktu baginya jika akhirnya kembali menaruh harap, padahal Khaysan tak benar-benar tulus. Melody memang masih bisa menahan diri agar tidak terbawa perasaan, tetapi tidak dengan Nathan. Bocah itu masih polos dan belum mengerti apa-apa. Entah seberapa kecewanya putranya jika suatu saat nanti Khaysan kembali menunjukkan sikap aslinya. “Bukannya aku pernah mengatakan kalau aku ingin berubah?” jawab Khaysan deng
Melody tak menyangka Rosetta adalah sosok segigih ini sampai nekat mendatangi rumah ini. Dan anehnya, wanita itu mengetahui kalau hari ini Khaysan kembali. Seolah memiliki agenda kegiatan suaminya yang bahkan tak Melody ketahui. “Kamu memberitahunya kalau hari ini kamu pulang?” tanya Melody spontan sembari menoleh ke samping. Menatap sang suami yang tampak terkejut juga melihat Rosetta yang kini sedang bermain ponsel di bangku taman. “Kalian tunggu di sini, jangan ada yang turun sebelum aku kembali,” ucap Khaysan tanpa menjawab pertanyaan Melody dan langsung beranjak keluar dari mobil. Melody menatap dua orang yang kini berbincang itu dengan dengus samar. Masih untung Rosetta tidak menghampiri mobil ini. Bukannya ia takut dilabrak, hanya saja dirinya terlalu malas menghadapi drama tidak berguna. Terlebih dirinya juga masih sakit. Menerima pemutusan hubungan secara sepihak memang bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, Melody mengira Rosetta akan membenci Khaysan setelah diperlakukan se
“Tidak cocok lagi, Dok?” tutur Khaysan setelah menghela napas kasar. “Ini sudah ketiga kalinya, apa memang sesulit itu?” “Mohon maaf, tapi hasilnya memang tidak cocok. Sulit atau tidaknya itu sebenarnya bergantung dari keberuntungan juga. Orang yang bersedia mungkin tidak cocok. Sedangkan yang tidak bersedia malah cocok,” balas sang dokter sembari menatap Khaysan dan Melody secara bergantian. Melody yang duduk di samping Khaysan hanya diam membisu. Jujur saja, ia berharap besar jika orang yang bersedia mendonorkan sumsum tulang belakang pada Nathan itu memiliki sumsum tulang belakang yang cocok untuk putranya. Sayangnya, mereka harus kembali menelan kekecewaan karena hasilnya. Dalam dua bulan terakhir, Khaysan berhasil mendapatkan 3 orang yang memiliki golongan darah sama dengan putranya dan bersedia melakukan donor. Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, rupanya tidak ada satu pun dari mereka yang bisa mendonorkan sumsum tulang belakang pada Nathan. Apalagi hingga saat ini, belum
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bisa ada di sini? Siapa yang memberitahumu?” tanya Melody yang menatap David dengan sorot tak percaya. Melody merasa tak pernah memberitahu lokasinya pada David. Sebab, Khaysan pasti semakin kesal jika ia sampai berani memberitahu David di mana lokasi mereka. Tidak mungkin lelaki itu tiba-tiba mengetahui di mana keberadaannya. “Melody, bisakah kamu membantuku agar boleh masuk? Anak buah suamimu ini sangat menyebalkan!” gerutu David yang sedang berusaha melepaskan diri dari kedua anak buah suaminya yang menghadangnya. “Nathan yang memberitahuku tempatnya berada. Kebetulan aku ada waktu luang, jadi aku menyempatkan datang.”Melody semakin terkejut dan panik. Setelah memberikan ponselnya pada Nathan, ia tidak terlalu mendengarkan apa saja obrolan putranya dengan David. Dirinya tidak menyadari kapan Nathan memberitahu lokasi mereka dan kapan David menjanjikan akan datang kemari. Kemarin Melody membiarkan Nathan yang mematikan telepon tersebut. Seanda
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
“Eh, bagaimana, Sayang?” Melody berbalik bertanya, takut salah dengar. Sebenarnya Melody sudah mendengar dengan jelas tentang permintaan Nathan barusan. Akan tetapi, ia tidak bisa serta merta mengikuti keinginan sang putra. Jika Nathan meminta seperti ini di tahun-tahun sebelumnya, ia pasti langsung menuruti. Sedangkan sekarang ada Khaysan yang terang-terangan tidak menyukai apa pun yang berhubungan dengan David. Sudah lama sekali Nathan tidak menanyakan tentang David. Apalagi berkomunikasi secara langsung. Namun, hanya berselang beberapa jam setelah bocah itu sadarkan diri dari tidur panjangnya, permintaan pertamanya malah seperti ini. Sepertinya Nathan sangat merindukan David karena biasanya anaknya selalu bergantung pada lelaki itu. “Nathan boleh video call sama Uncle Dave sebentar saja? Biasanya Uncle Dave yang video call duluan, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi. Apa Uncle Dave sangat sibuk?” Nathan kembali mengulang permintaannya dengan ekspresi agak cemberut seolah kesal
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi se
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya.Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu.Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari.Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, jadi