Alara Senja benar-benar mengabulkan keinginannya.Sore hari di sambut senja begitu memasuki pintu rumahnya, kencang-kencang Lara putar sound di ruang tengah untuk menghasilkan pecahan nada yang menggetarkan. Lagu legendaris dari barat sana sungguh menyihir hatinya yang sejujurnya sedang berbunga-bunga.Isi liriknya terasa sangat pas sekali. Sehingga sewaktu Lara lantunkan tembangnya, berdebar-debar saja hatinya. Dan tak mau berhenti bertalu untuk jantungnya yang akhlakless.Sumbernya siapa?Sudah pasti Bahtiar Gema. Sialan tapi kok terasa sangat benar.Itulah yang Alara butuhkan dan semua yang Alara inginkan.Keseluruhan ada dalam diri Bahtiar Gema. Lelaki itu yang selalu Lara idam-idamkan sejak di pertemuan awal. Bahtiar Gema lelaki yang mengambil alih seluruh dunia Lara untuk tidak berpaling kepada siapa pun.Hanya Gema … Gema … dan Gema. Jika sudah begini, apa yang bisa Alara Senja lakukan selain pasrah?Ialah kau tuk tinggal lebih lama sekarang.Terkabul.Yang sedari pertama Lara
Siapa yang bilang kalau Bahtiar Gema mau berbuat seenak jidat terhadap anak-anaknya kelak?Mustahil!Memiliki Alara Senja yang datang dengan penuh luka sudah cukup membuat Gema senewen. Gila saja kalau sampai harus mengekang anak-anaknya kelak. Hanya orang tua kolot yang mampu melakukan hal gila semacam itu.Anak adalah anugerah. Kehadiran mereka di dunia ini membawa berkah yang masing-masingnya telah Tuhan tuliskan. Maka menjaga adalah perbuatan paling aman yang tiap-tiap orang tua tanggung jawabkan.Jangan di kira Bahtiar Gema haha hihi saja menyoal Alara Senja. Tidak di tuliskan bukan artinya tenang. Tidak di ceritakan bukan maksudnya aman. Gema hanya sedang menunggu gilirannya. Mengambil waktu untuk membuat Lara percaya menuju pelaminan. Berat. Lebih menyiksa dari tanggungan rindu.Benar jika Dilan berkata: ‘Biar aku saja. Kamu nggak akan kuat’.Aku sangat takut kehilanganmu.Itu yang Gema rasakan setiap harinya.Lehernya tercekik takut-takut jika Lara kabur dari dirinya.Bila La
“Aku muak kalau kamu mau tahu. Pada dunia yang isinya orang-orang sok bijak. Sedangkan aku, nggak pandai dalam hal apa pun. Itu adalah rasa di mana aku mau mati.”Itu adalah momen di mana Alara Senja kembali bertatap muka dengan adiknya—Mosa. Setelah sekian hari menunggu datangnya hari ini dan Lara malas untuk bertandang ke rumah keluarganya. Sayang, prosesi ijab kabul akan di laksanakan di sini. Jadi mau tidak mau, memang harus Lara paksakan ke sini.“Kenapa?” Respons Mosa tak cukup membuat Lara puas. Yang terlukis di wajah Mosa justru kepura-puraan dan rasa tak bersalah hadir di sana. Rasanya sungguh memuakkan. Sama seperti perasaannya dulu kala mengetahui Prabu memilih Mosa.“Kamu lebih tahu.”Tertohok. Mosa tampilkan senyum senyaman mungkin. Tidak di pungkiri rasa canggung membelenggu. Ini … bagaimana pun menjadi obrolan pertama setelah sekian lama tak bertatap muka secara langsung. Dan mendengar keluhan Lara yang belum Mosa ketahui sepenuhnya … cukup mengejutkan hatinya.“Bukan
Haha lucu tidak, sih?Lara sedang duduk di balkon dengan secangkir kopi di tangannya. Kepulan asap panas menguap dan Lara menghirup aromanya dengan tenang. Memberi efek lain pada kepalanya yang sakit dadakan. Suasana di dalam rumahnya riuh. Banyak keluarga yang datang untuk membantu dan beberapa diantaranya adalah tetangga. Karena besok hari pernikahannya, banyak yang harus di persiapkan. Dan 85% untuk semua kesiapan mulai dari sajian, penataan ruangan, dan bahkan dekorasi sudah siap. Lara hanya tinggal duduk dan menunggu esok untuk di dandani. Jangan lupa, Gema sudah geger sejak tadi. Spam chat ke ponsel Lara yang berakhir di nonaktifkan; berisik!Yang membuat Lara harus terdiam lama memandangi air kolam adalah obrolannya dengan Mosa yang lucu. Lara sampai harus menahan tawa sewaktu berhadapan dengan Mosa dan sekarang justru tersenyum miris sendiri. Bukan ingin memberi belas kasihan atau berpura-pura simpati. Tapi ternyata seorang Prabu pun tidak bisa mengambil pilihan bijak untuk
Prosesi acara ijab kabul yang sudah usai, dilanjutkan dengan resepsi. Tidak terlalu megah memang. Hanya di hadiri keluarga dan teman terdekat. Dan yang Gema lihat, lingkup pertemanan Alara Senja pun tidak seluas yang pernah Gema amati. Entah karena apa, Lara hanya mengatakan bahwa tidak perlu mewah dan banyak orang. Penting sudah sah.Jadi Gema hanya mengikuti. Toh ini pernikahan keduanya.Karna kuterpuruk sendiri dalam hampa. Dan kau datang merubah cerita. Adalah dari Gema untuk Alara, istrinya.Nah lagu yang sedang dibawakan oleh penyanyi di atas panggung sana menjadi salah satu tembang hits yang dinyanyikan oleh salah satu bawahan di kantor Gema. Musiknya juga enak meski tidak begitu paham artinya, Gema tetap menikmati.Isi lagunya benar-benar menggambarkan perjalanan hidup yang sudah Gema lewati sebelum hadirnya hari ini. Karena tidak tahu bukan artinya Gema tidak bisa mencari infonya di internet. Penyanyi Denny Caknan sudah menjelaskan isi dan maksudnya di portal berita.Wah … is
Yang sudah ngepas, bisa berujung lepas. Yang sudah cocok, bisa berujung saling blok. Yang sudah membuat history, bisa berujung sebatas nonton story. Yang sudah merakit cerita, bisa berujung menderita. Ya namanya juga hidup, banyak plot twistnya.Membaca itu membuat Prabu mendongakkan kepalanya. Melihat ke awan dan langit hitam yang bergerumul. Mendung belum tentu hujan. Sama halnya dengan hujan yang tidak selalu disertai dengan mendung. Maka yang namanya hidup, seapik apa pun kita berencana. Tetap Tuhan penentunya. Karena Tuhan yang punya segalanya. Tuhan yang menyusun alur cerita sebelum bermain di panggung dan Tuhan pula yang sudah menentukan endingnya; happy ending or sad ending.Meski berkata percuma karena semuanya ada di Tuhan. Sebagai manusia biasa dan memang sudah selayaknya, pasti hanya bisa mengikuti arusnya. Sayang, sering kali kita lupa kalau arus pun punya jangka harus pelan atau deras. Semuanya tergantung di jalur sebelah mana hendak bermuara. Sebenarnya, kalau di pikir
Bila saya memilih melepaskanmu, percayalah!Saya sudah mematahkan seluruh hati saya.Saya sudah berdebat hebat dengan diri saya sendiri.Saya sudah melangitkan ribuan doa agar Tuhan menunjukkan jalan selain perpisahan.Sebelum akhirnya saya terima takdir-Nya, bahwa memang satu-satunya cara adalah rela.Begitu kata-katanya yang sedang Alara Senja baca. Pun itu terjadi di dunia nyatanya yang mana pagi-pagi sekali menjadi ajang kecanggungan untuk dirinya.Alara cerita nggak, sih kalau dirinya masih menginap di rumah orangtuanya semalam?Iya di sini. Di rumah yang sebenarnya nggak pernah Alara sukai. Rumah yang sulu biasa-biasa saja bagi Alara namun sejak insiden ‘berbagi kasih’ yang terjadi langsung merubah suasana biasa menjadi suram. Dan Lara memilih hengkang dari rumah ini untuk mencari kenyamanan lainnya.Lah sekarang di pertemukan, di hadapkan secara terang-terangan. Duh! Gusti, kenapa aku di prank?!Nggak kuat loh hati ini.Karena dulu itu yang sering terjadi adalah Prabu yang sel
Alara pernah diberi nasihat oleh teman semasa kuliahnya dulu. Bahwa katanya, sepatu yang ketika kamu kenakan ternyata menyakiti kakimu, berarti bukan ukuranmu. Begitu pun tentang apa pun yang hilang darimu, Tuhan akan mengembalikannya padamu dengan bentuk yang berbeda dan yang lebih baik. Dan mencintai diri sendiri itu, adalah bagaimana tentang memahami. Jika dirimu tidak perlu menjadi sempurna untuk tetap menjadi baik.“Kamu tidak butuh tempat yang indah, yang kamu butuhkan adalah sosok yang menjadikan semua tempat indah.”Alara Senja merasakannya. Setelah sebelumnya mencoba lepas dan mengikhlaskan. Ada yang hadir lebih dari kata indah untuk hidupnya. Tuhan menggantinya dengan yang lebih baik lagi. Yang tanpa lara duga-duga untuk bisa sampai di titik ini.“Ibu mau masak apa?”“Sup ayam Mbak sama mendoan.”Adalah mbak Mar. Yang sudah ada di rumah ini sebelum Lara dan Gema menempatinya.“Tak bantuin ya, Bu?”Lara tidak menolak. Membiarkan Mbak Mar mengerjakan sebagian dari tugasnya. Ji
Bachtiar Gema nggak punya cara simpel buat mengalihkan kegalauannya. Ditinggal Alara seorang diri, Gema cuma geluntang-geluntung di dalam rumah. Gabut dan nggak tahu mau ngapain. Mana sekarang kantornya libur pula. Mau ngantor sendiri kelihatan banget kalau Gema ini mata duwitan. Tapi di rumah cuma rebahan, bangun, duduk, rebahan lagi, bangun lagi, duduk lagi dan main PS. Main PS sendiri nggak ada lawan juga persis orang gila. Kalah diam, menang diam, lagi nyerang apa lagi. Gema kangen Alara.Kira-kira salahnya Gema tuh apa? Kok bisa Alara pergi seorang diri tanpa dirinya atau mencari dirinya dan merasa kangen? Kenapa Gema kelihatannya murahan banget setelah menikahi Alara, ya? Kenapa? Apa semua cowok kayak gitu? Jadi goblok dan sedikit dungu? Ah mbohlah. Gema mumet sendiri.Sekarang Gema bangun dari rebahannya di sofa. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang lebih dikit. Cuaca di luar juga panas enggak, mendung juga enggak tapi panas maksimal–semromong maksimal kayak di neraka. Gema hen
Cuma manusia bodoh yang selalu ikut-ikutan dan gampang kepengaruh omongan manusia lainnya dengan modal 'katanya'. Yang katanya begini, begitu mendengarnya akan langsung membenci. Yang katanya begitu, langsung memusuhi. Hanya dengan katanya semua masalah akan muncul dan menjadi serangan secara bertubi-tubi.Daniah Maheswari juga seperti itu. Modal katanya yang Mosa Hutama sampaikan mempengaruhi cara pikir otaknya yang waras mendadak jadi gila. Katanya Prabu Setiawan itu baik, perhatian dan penuh kasih sayang. Katanya yang pada faktanya tidak demikian. Bagaimana nggak baik, perhatian dan penuh kasih sayang kalau Mosa Hutama adalah istri kesayangannya? Siapa sih yang nggak waras di sini? Terus sekarang Daniah kudu gimana ngadepin Prabu yang cuma diam kayak patung pancoran disertai tatapan matanya yang nyalang–persis hendak menerkam Daniah? Ah entah, Daniah nggak tahu lagi mesti gimana?"Kenapa belum pesen?" Prabu berucap seraya mengambil buku menunya. Kedua bola matanya menyisir setiap k
Alara memang belum sepenuhnya merasakan pahit manisnya hidup. Tapi kalau dibenci hanya lewat 'katanya' oleh para penggosip, jangan ditanya sesering apa Gema menerima perlakuan kayak gitu. Memang dirinya ini bukan manusia ribet yang pilih-pilih temen. Tapi setidaknya butuh yang satu frekuensi dan nggak suka basa-basi ngomongin yang nggak jelas. Masa muda Alara juga habis di tempat kerja. Jadi buat kumpul sama nongkrong sana-sini mana sempat. Masih bisa napas dengan lancar saja sudah hamdalah banget. Kok ini dituntut buat ikut acara-acara nggak jelas. Buang-buang waktu dan tenaga.Kehidupan yang Alara jalani nggak sesempurna kelihatannya kok. Tapi sekali lagi, bersyukur adalah caranya. Ada yang bilang kalau omongan adalah doa. Maka Alara iyakan saja setiap orang yang berkata 'enak ya jadi kamu', 'senang ya jadi kamu', dan lain sebagainya. Alara iyakan saja.Sadar sih, mengikuti standar kehidupan manusia nggak ada habisnya. Kita yang menjalani eh orang lain yang mengatur. Kayak lalu lin
Puasa-puasa kok bohong itu, 'kan dosa ya? Kata Jayanti, Mama Alara gitu. Dulu sewaktu Alara kecil setiap puasa selalu di wangsit buat jangan berbohong. Kalau nggak kuat puasa dan pengen makan mending ngomong. Nanti lanjut lagi puasanya sampai adzan magrib berkumandang. Pokoknya sekuatnya aja, nggak perlu memaksa diri timbang nanti nggak berpahala puasanya.Nah sekarang juga sama. Alara merasakan momen puasa yang mana dirinya tidak sedang berpuasa. Alasannya hamil walaupun seandainya mampu buat berpuasa boleh saja melakukannya. Sekarang ini yang sedang Alara alami kasusnya sama: puasa dan nggak boleh bohong. Cuma beda konsepnya aja. Kalau yang dikatakan oleh Jayanti perihal jangan bohong misal nggak kuat berpuasa sedang yang Alara alami adalah bohong lantaran nggak mau mengakui kebohongannya. Ini konsepnya gimana sih Ra?Begini, ingat yang sering Alara katakan kepada Bachtiar Gema, suaminya? Kalau mau poligami, silakan. Daripada membohongi lebih baik mengatakan jujur saja. Menginginka
"Lo nikah tapi lo ngasih izin ke suami lo buat nikah lagi." Adalah teman Mosa yang sedang memasukkan bolu pisang ke dalam mulutnya. Tawa di bibirnya belum luntur dan matanya menyipit seiring tawa yang di keluarkan."Gue heran sama cara pikir lo. Dari dulu kayak gitu nggak pernah berubah. Kenapa gitu Sa, why?"Teman satunya lagi yang baru menyesap kopi panasnya. Kedua teman Mosa yang sejak dulu menjalin hubungan dengannya selalu penuh keheranan. Jawaban yang selalu Mosa berikan nggak pernah membuat keduanya puas. "Gue pemegang tahta poligami tertinggi." Tawa ketiganya renyah. Mengundang seluruh pengunjung kafe yang ada di dekat ketiganya menoleh. Tatapan matanya penasaran dan penuh tanya."Seolah-olah Prabu nggak pernah ada artinya di mata lo. Wah, lo hebat! Bikin kakak lo kena mental dan sekarang suami lo di bikin nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Seyogyanya orang nikah karena butuh anak buat hadir di antara pernikahan mereka. Alih-alih penyaluran napsu ya, Sa. Tapi lo … bukan maen!
Alara ujug-ujug ngidam ke Yogyakarta. Jari-jarinya dari pagi yang cerah ini scroll internet tanpa henti. Sampai mengabaikan suaminya yang pengen dimanja. Lagian puasa-puasa ada-ada aja pengen dimanja. Sementang libur kerja jadi seenak jidat sendiri maunya. "Abang minggir dulu ih!"Alara dorong Gema yang sejak tadi ngerungkel di belakang tubuhnya. Rasanya gerah padahal AC udah dinyalakan. Asli, Alara butuh suasana gunung yang dingin dan sejuk kayak Dieng mungkin."Ini suami kamu loh Yang!"Bukan Bachtiar Gema namanya kalau nggak protes. Laki satu itu cerewetnya kayak perempuan misal lagi butuh dimanja. Alara geram jadinya."Yang bilang suami tetangga siapa?" Itu bukan hardikan, 'kan ya? Alara cuma ngomong senyatanya aja kalau emang Gema suaminya. Ah bodo amatlah! Alara butuh piknik tapi perutnya makin membuncit."Kamu asli deh Yang makin galak aja tiap harinya. Salah aku di mana sih?"Aduh Biyung! Kok bisa banget suaminya baper kayak gini? Lebih-lebih dari Alara pula tingkahnya. Ini
Alara udah nggak marah sama Gema. Cuma kalau kesal iya. Terutama pada omongan Gema yang mau ngatur kehidupan anak-anaknya nanti. Itu masih terngiang-ngiang hingga detik ini di kepala Alara. Rungunya jadi sensitif mengingat kalimat ini dan hatinya jadi kacau. Alara tuh paling nggak bisa kalau anaknya diatur-atur nyampe dikekang pula. Selama masih tahap wajar, Alara pribadi pengen anak-anaknya bebas kayak burung. Bisa terbang dan menjelajah alam raya. Gema kalau ngomong langsung nandes, membekas dan bikin dada Alara sesak. Kalau beneran iya kayak gitu, artinya Gema sedang menciptakan neraka baru buat anak-anaknya. Lebih dari apa pun, Gema nggak mau belajar soal sakit mental yang Alara alami selama ini. Cuma butuh ambisi buat tercapai. Huh, mulut Alara inginnya mengumpat sekotor-kotornya, sumpah! Kalau nggak sadar dosa, ini spatula nyampe ke kepala Bachtiar Gema, Alara jabanin deh.Saking sakit hatinya, Alara sampai nggak percaya sama apa pun yang dirinya lihat. Terutama jika bersumber
Radit Wicaksono mencintai Nora Bachtiar setengah mati, setengahnya lagi tentang napsu dan kebutuhan biologisnya. Radit nggak munafik hanya mencoba jujur jika sebagai lelaki memenuhi kebutuhannya memanglah wajib.Sebelum dipertemukan kembali dengan Nora di salah satu kelab malam, secara acak Radit akan membawa wanita sewaannya ke dalam apartemennya. Puas tidak puas, dipikiran Radit hanya tentang menyalurkan napsunya. Selebihnya hanya helaan napas yang Radit embuskan.Namun setelah malam itu, merasai kembali Nora dalam kondisi mabuk dan setelah bertahun-tahun berlalu. Radit makin menggila. Seolah hari esok akan kiamat, Radit hanya menginginkan tubuh Nora untuk dirinya lahap. Radit hanya butuh Nora untuk dirinya kendalikan seorang diri. Katakanlah Radit gagal move on. Pesona Nora tiada tandingan sehingga nggak gampang baginya yang bucin buat pindah ke lain hati. Berapa kali pun Radit dijodohkan oleh kedua orang tuanya, hasilnya akan selalu berakhir di ranjang untuk kemudian terjadi peno
Hidup itu pilihan.Yang Alara Senja tahu sejak dulu seperti itu. Tapi Bachtiar Gema memang nggak ada akhlak. Tengah malam begini saat Alara sudah dibuai oleh mimpi, dengan sopannya terus menggedor pintu kamar tamu di mana Alara tidur. Marah sih memang tapi setelah kalah dengan rasa kantuknya, Alara singkirkan egonya. Tidak lagi memikirkan perkara obrolan yang Gema dan Papanya bangun. Mungkin saja cara pendekatan Papanya ke Gema sebagai menantu memang begitu caranya."Yang."Alara berdecak sebal dalam tidurnya. Gema berisik sekali dibalik pintu sana dan Alara terganggu total. Tidurnya tidak lagi nyenyak dan Gema penyebabnya."Abang laper."Ya Tuhan! Kutuk saja Pangeran Kodok yang legendaris itu jadi tanaman hias mahal. Alara benci jika tidurnya terganggu.Melongok jam yang ada di nakas, kekesalan Alara berkali-kali lipat. Pukul 00.49 dini hari dan Gema kelaparan? Bukan maen."Yang."Sekali lagi dan Alara benar-benar terbangun. Terduduk dengan terpaksa, wajah masam lalu menghempaskan s