Yang sudah ngepas, bisa berujung lepas. Yang sudah cocok, bisa berujung saling blok. Yang sudah membuat history, bisa berujung sebatas nonton story. Yang sudah merakit cerita, bisa berujung menderita. Ya namanya juga hidup, banyak plot twistnya.Membaca itu membuat Prabu mendongakkan kepalanya. Melihat ke awan dan langit hitam yang bergerumul. Mendung belum tentu hujan. Sama halnya dengan hujan yang tidak selalu disertai dengan mendung. Maka yang namanya hidup, seapik apa pun kita berencana. Tetap Tuhan penentunya. Karena Tuhan yang punya segalanya. Tuhan yang menyusun alur cerita sebelum bermain di panggung dan Tuhan pula yang sudah menentukan endingnya; happy ending or sad ending.Meski berkata percuma karena semuanya ada di Tuhan. Sebagai manusia biasa dan memang sudah selayaknya, pasti hanya bisa mengikuti arusnya. Sayang, sering kali kita lupa kalau arus pun punya jangka harus pelan atau deras. Semuanya tergantung di jalur sebelah mana hendak bermuara. Sebenarnya, kalau di pikir
Bila saya memilih melepaskanmu, percayalah!Saya sudah mematahkan seluruh hati saya.Saya sudah berdebat hebat dengan diri saya sendiri.Saya sudah melangitkan ribuan doa agar Tuhan menunjukkan jalan selain perpisahan.Sebelum akhirnya saya terima takdir-Nya, bahwa memang satu-satunya cara adalah rela.Begitu kata-katanya yang sedang Alara Senja baca. Pun itu terjadi di dunia nyatanya yang mana pagi-pagi sekali menjadi ajang kecanggungan untuk dirinya.Alara cerita nggak, sih kalau dirinya masih menginap di rumah orangtuanya semalam?Iya di sini. Di rumah yang sebenarnya nggak pernah Alara sukai. Rumah yang sulu biasa-biasa saja bagi Alara namun sejak insiden ‘berbagi kasih’ yang terjadi langsung merubah suasana biasa menjadi suram. Dan Lara memilih hengkang dari rumah ini untuk mencari kenyamanan lainnya.Lah sekarang di pertemukan, di hadapkan secara terang-terangan. Duh! Gusti, kenapa aku di prank?!Nggak kuat loh hati ini.Karena dulu itu yang sering terjadi adalah Prabu yang sel
Alara pernah diberi nasihat oleh teman semasa kuliahnya dulu. Bahwa katanya, sepatu yang ketika kamu kenakan ternyata menyakiti kakimu, berarti bukan ukuranmu. Begitu pun tentang apa pun yang hilang darimu, Tuhan akan mengembalikannya padamu dengan bentuk yang berbeda dan yang lebih baik. Dan mencintai diri sendiri itu, adalah bagaimana tentang memahami. Jika dirimu tidak perlu menjadi sempurna untuk tetap menjadi baik.“Kamu tidak butuh tempat yang indah, yang kamu butuhkan adalah sosok yang menjadikan semua tempat indah.”Alara Senja merasakannya. Setelah sebelumnya mencoba lepas dan mengikhlaskan. Ada yang hadir lebih dari kata indah untuk hidupnya. Tuhan menggantinya dengan yang lebih baik lagi. Yang tanpa lara duga-duga untuk bisa sampai di titik ini.“Ibu mau masak apa?”“Sup ayam Mbak sama mendoan.”Adalah mbak Mar. Yang sudah ada di rumah ini sebelum Lara dan Gema menempatinya.“Tak bantuin ya, Bu?”Lara tidak menolak. Membiarkan Mbak Mar mengerjakan sebagian dari tugasnya. Ji
Pada akhirnya Mosa punya kriteria tersendiri dalam menghadapi rasa sakitnya. Selain mengalah dan sudah berusaha yang dirinya bisa untuk bertahan. Sudah memberikan yang terbaik dari semua kemampuannya, menjadi seorang yang penyabar padahal bukan itu sifat asli yang melekat dalam dirinya. Berpikir positif meski banyak overthinking yang dirinya pikirkan setiap malamnya. Dan semua yang membuat Mosa tidak tenang.Kalau misal hasil dari yang sudah dirinya perjuangkan selama ini, hingga Mosa temukan lelahnya yang selelah-lelahnya, Mosa ingin beranjak pergi meninggalkan semuanya. Karena tahu akan hadir masanya di mana dirinya harus bertahan untuk segera pergi.Namun mengingatnya kembali, Mosa sadar bahwa ini adalah jalan yang sudah dirinya ambil. Keputusan mendalam yang sudah merusak semuanya hanya untuk sampai di titik ini. Lalu ingin pergi begitu saja?Terus, ke mana perginya Mosa yang selama ini amatlah ambisius dan keras dalam mencapai sesuatu?Mosa juga sedang berpikir. Sedang meraba per
Aku tidak sekuat yang kamu kira; pura-pura tidak ada kabar.Sebenarnya itu cuma ingin dicari olehmu. Tetapi, nyatanya kamu tak mencari, seolah tak ada rasa khawatir sama sekali Padahal, saat kamu hilang seharian, aku begitu cemas. Kok kamu tidak?Kita sangat berbeda ternyata.Sebelum ini, sebelum Alara Senja hadir kembali—bukan hadir seperti kebanyakan yang di bayangkan. Hadir karena memang Alara Senja adalah anak dari keluarga mertuanya. Yang dalam satu kali pandang sudah mampu meruntuhkan pertahanan Prabu.Prabu pernah baik-baik saja. Prabu tidak berharap banyak pada setiap kesempatan karena sadar soal pilihannya sendiri. Maka, Prabu mencoba untuk mengenali dan mensyukuri setiap pilihannya. Itu rumit, pada awalnya. Namun secara perlahan berangsur membaik.Yang tidak pernah Prabu habis pikir hanyalah Mosa yang berubah sikap setelah pernikahan keduanya di langsungkan. Mosa menjadi sosok yang begitu jauh untuk bisa Prabu sentuh. Mosa menjadi sangat cuek dan dingin sehingga Prabu meras
Alara Senja kalau di tanyain; pernah nggak keingat sama mantan yang notabenenya pernah bareng kamu lama banget. Maka, jawaban Alara adalah; pernah. Dan itu wajar. Kenapa? Karena basicly dia orang yang paling dalam sejarah percintaan. Karena yang paling lama kayak yang punya tempat tersendiri di hati.Sekarang ini lagi trendnya. Lara hela napasnya perlahan dan usapi perutnya yang mulai numbuh benjolan. Bosan dan gabut sebenarnya. Bahtiar Gema nggak main-main soal ucapannya yang mau menguasai Lara buat dirinya sendiri dan di bangunlah penjara yang bikin Lara mau nggak mau harus di rumah. Hanya sesekali bisa keluar rumah. Itu pun dengan Gema.Oke, balik lagi ke tema yang lagi trendnya. Kalau sekarang ini ‘jagain jodoh orang’. Pacaran sama siapa, eh nikahnya sama siapa. Atau, siapa yang berjuang dan siapa yang menikmati. Tapi kalau Lara nggak bakalan kaget, sih. Di samping pernah ada dan mengalami posisi yang seperti itu. Lara lebih kepada ikhlas. Karena ya, kita mana tahu soal takdir da
Di mana pun tempatnya. Beberapa orang kesulitan untuk bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Ada banyak pertentangan yang di rasakan dan gejolak di hatinya. Siap meledak kapan pun dan di mana pun. Tapi coba ubah konsepnya. Alara Senja sudah pernah menerapkan hal ini untuk menekan dirinya sendiri. Ya awalnya memang nggak enak. Di samping nyiksa, sakit hatinya perlahan terus menggerogoti. Tapi Lara sadar, hidup tidak untuk berhenti di sini saja apalagi mundur ke belakang. Karena hidup yang sesungguhnya adalah berjalan ke depan.Pertama, memaafkan orang lain walau hati tersakiti. Agar tidak terus memikirkannya dan menghambat keberlangsungan hidup. Biarkan semesta yang bekerja atas apa yang telah terjadi.Sudah Lara singgung di atas bahwa semuanya pun butuh proses. Nggak serta merta menerapkan langsung instan hasilnya. Masak indomie legendaris saja harus ada acara nuang air ke panik, nyalain kompor, tunggu sampai airnya matang—yang muncul gelembung-gelembung gitu—lalu masukkan mienya, tun
Bahtiar Gema tahu rasanya di sakiti seperti apa. Terlebih jika itu di khianati oleh orang terdekat. Dan merasa bersyukur bisa bertemu dengan Alara Senja. Tuhan kalau punya rencana nggak pernah main-main. Selalu lebih baik dari apa yang tak pernah kita rencanakan. Dan memiliki Alara Senja adalah suatu anugerah yang tak bisa Gema lupakan hingga detik ini. Euforianya tak pernah habis hanya untuk memikirkan Alara Senja.Sehingga tidak terlalu jauh bagi dirinya untuk berbuat menyimpang seperti sebelumnya. Bersama dengan orang yang sama-sama pernah terluka di masa lalunya memang cerita yang berbeda. Karena sama-sama pernah terluka dan lebih selektif dalam menentukan pilihan.Makanya, ketika Tuhan menyingkirkan beberapa orang dari hidup Gema—yang memang di rasa berpotensi menorehkan luka. Tuhan sudah mendengar percakapan apa yang bahkan tidak bisa Gema dengar. Tuhan melihat perbuatan apa yang orang-orang itu lakukan yang tidak bisa Gema lihat.Jadi ini adalah jawaban kenapa kecurangan merek
Bachtiar Gema nggak punya cara simpel buat mengalihkan kegalauannya. Ditinggal Alara seorang diri, Gema cuma geluntang-geluntung di dalam rumah. Gabut dan nggak tahu mau ngapain. Mana sekarang kantornya libur pula. Mau ngantor sendiri kelihatan banget kalau Gema ini mata duwitan. Tapi di rumah cuma rebahan, bangun, duduk, rebahan lagi, bangun lagi, duduk lagi dan main PS. Main PS sendiri nggak ada lawan juga persis orang gila. Kalah diam, menang diam, lagi nyerang apa lagi. Gema kangen Alara.Kira-kira salahnya Gema tuh apa? Kok bisa Alara pergi seorang diri tanpa dirinya atau mencari dirinya dan merasa kangen? Kenapa Gema kelihatannya murahan banget setelah menikahi Alara, ya? Kenapa? Apa semua cowok kayak gitu? Jadi goblok dan sedikit dungu? Ah mbohlah. Gema mumet sendiri.Sekarang Gema bangun dari rebahannya di sofa. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang lebih dikit. Cuaca di luar juga panas enggak, mendung juga enggak tapi panas maksimal–semromong maksimal kayak di neraka. Gema hen
Cuma manusia bodoh yang selalu ikut-ikutan dan gampang kepengaruh omongan manusia lainnya dengan modal 'katanya'. Yang katanya begini, begitu mendengarnya akan langsung membenci. Yang katanya begitu, langsung memusuhi. Hanya dengan katanya semua masalah akan muncul dan menjadi serangan secara bertubi-tubi.Daniah Maheswari juga seperti itu. Modal katanya yang Mosa Hutama sampaikan mempengaruhi cara pikir otaknya yang waras mendadak jadi gila. Katanya Prabu Setiawan itu baik, perhatian dan penuh kasih sayang. Katanya yang pada faktanya tidak demikian. Bagaimana nggak baik, perhatian dan penuh kasih sayang kalau Mosa Hutama adalah istri kesayangannya? Siapa sih yang nggak waras di sini? Terus sekarang Daniah kudu gimana ngadepin Prabu yang cuma diam kayak patung pancoran disertai tatapan matanya yang nyalang–persis hendak menerkam Daniah? Ah entah, Daniah nggak tahu lagi mesti gimana?"Kenapa belum pesen?" Prabu berucap seraya mengambil buku menunya. Kedua bola matanya menyisir setiap k
Alara memang belum sepenuhnya merasakan pahit manisnya hidup. Tapi kalau dibenci hanya lewat 'katanya' oleh para penggosip, jangan ditanya sesering apa Gema menerima perlakuan kayak gitu. Memang dirinya ini bukan manusia ribet yang pilih-pilih temen. Tapi setidaknya butuh yang satu frekuensi dan nggak suka basa-basi ngomongin yang nggak jelas. Masa muda Alara juga habis di tempat kerja. Jadi buat kumpul sama nongkrong sana-sini mana sempat. Masih bisa napas dengan lancar saja sudah hamdalah banget. Kok ini dituntut buat ikut acara-acara nggak jelas. Buang-buang waktu dan tenaga.Kehidupan yang Alara jalani nggak sesempurna kelihatannya kok. Tapi sekali lagi, bersyukur adalah caranya. Ada yang bilang kalau omongan adalah doa. Maka Alara iyakan saja setiap orang yang berkata 'enak ya jadi kamu', 'senang ya jadi kamu', dan lain sebagainya. Alara iyakan saja.Sadar sih, mengikuti standar kehidupan manusia nggak ada habisnya. Kita yang menjalani eh orang lain yang mengatur. Kayak lalu lin
Puasa-puasa kok bohong itu, 'kan dosa ya? Kata Jayanti, Mama Alara gitu. Dulu sewaktu Alara kecil setiap puasa selalu di wangsit buat jangan berbohong. Kalau nggak kuat puasa dan pengen makan mending ngomong. Nanti lanjut lagi puasanya sampai adzan magrib berkumandang. Pokoknya sekuatnya aja, nggak perlu memaksa diri timbang nanti nggak berpahala puasanya.Nah sekarang juga sama. Alara merasakan momen puasa yang mana dirinya tidak sedang berpuasa. Alasannya hamil walaupun seandainya mampu buat berpuasa boleh saja melakukannya. Sekarang ini yang sedang Alara alami kasusnya sama: puasa dan nggak boleh bohong. Cuma beda konsepnya aja. Kalau yang dikatakan oleh Jayanti perihal jangan bohong misal nggak kuat berpuasa sedang yang Alara alami adalah bohong lantaran nggak mau mengakui kebohongannya. Ini konsepnya gimana sih Ra?Begini, ingat yang sering Alara katakan kepada Bachtiar Gema, suaminya? Kalau mau poligami, silakan. Daripada membohongi lebih baik mengatakan jujur saja. Menginginka
"Lo nikah tapi lo ngasih izin ke suami lo buat nikah lagi." Adalah teman Mosa yang sedang memasukkan bolu pisang ke dalam mulutnya. Tawa di bibirnya belum luntur dan matanya menyipit seiring tawa yang di keluarkan."Gue heran sama cara pikir lo. Dari dulu kayak gitu nggak pernah berubah. Kenapa gitu Sa, why?"Teman satunya lagi yang baru menyesap kopi panasnya. Kedua teman Mosa yang sejak dulu menjalin hubungan dengannya selalu penuh keheranan. Jawaban yang selalu Mosa berikan nggak pernah membuat keduanya puas. "Gue pemegang tahta poligami tertinggi." Tawa ketiganya renyah. Mengundang seluruh pengunjung kafe yang ada di dekat ketiganya menoleh. Tatapan matanya penasaran dan penuh tanya."Seolah-olah Prabu nggak pernah ada artinya di mata lo. Wah, lo hebat! Bikin kakak lo kena mental dan sekarang suami lo di bikin nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Seyogyanya orang nikah karena butuh anak buat hadir di antara pernikahan mereka. Alih-alih penyaluran napsu ya, Sa. Tapi lo … bukan maen!
Alara ujug-ujug ngidam ke Yogyakarta. Jari-jarinya dari pagi yang cerah ini scroll internet tanpa henti. Sampai mengabaikan suaminya yang pengen dimanja. Lagian puasa-puasa ada-ada aja pengen dimanja. Sementang libur kerja jadi seenak jidat sendiri maunya. "Abang minggir dulu ih!"Alara dorong Gema yang sejak tadi ngerungkel di belakang tubuhnya. Rasanya gerah padahal AC udah dinyalakan. Asli, Alara butuh suasana gunung yang dingin dan sejuk kayak Dieng mungkin."Ini suami kamu loh Yang!"Bukan Bachtiar Gema namanya kalau nggak protes. Laki satu itu cerewetnya kayak perempuan misal lagi butuh dimanja. Alara geram jadinya."Yang bilang suami tetangga siapa?" Itu bukan hardikan, 'kan ya? Alara cuma ngomong senyatanya aja kalau emang Gema suaminya. Ah bodo amatlah! Alara butuh piknik tapi perutnya makin membuncit."Kamu asli deh Yang makin galak aja tiap harinya. Salah aku di mana sih?"Aduh Biyung! Kok bisa banget suaminya baper kayak gini? Lebih-lebih dari Alara pula tingkahnya. Ini
Alara udah nggak marah sama Gema. Cuma kalau kesal iya. Terutama pada omongan Gema yang mau ngatur kehidupan anak-anaknya nanti. Itu masih terngiang-ngiang hingga detik ini di kepala Alara. Rungunya jadi sensitif mengingat kalimat ini dan hatinya jadi kacau. Alara tuh paling nggak bisa kalau anaknya diatur-atur nyampe dikekang pula. Selama masih tahap wajar, Alara pribadi pengen anak-anaknya bebas kayak burung. Bisa terbang dan menjelajah alam raya. Gema kalau ngomong langsung nandes, membekas dan bikin dada Alara sesak. Kalau beneran iya kayak gitu, artinya Gema sedang menciptakan neraka baru buat anak-anaknya. Lebih dari apa pun, Gema nggak mau belajar soal sakit mental yang Alara alami selama ini. Cuma butuh ambisi buat tercapai. Huh, mulut Alara inginnya mengumpat sekotor-kotornya, sumpah! Kalau nggak sadar dosa, ini spatula nyampe ke kepala Bachtiar Gema, Alara jabanin deh.Saking sakit hatinya, Alara sampai nggak percaya sama apa pun yang dirinya lihat. Terutama jika bersumber
Radit Wicaksono mencintai Nora Bachtiar setengah mati, setengahnya lagi tentang napsu dan kebutuhan biologisnya. Radit nggak munafik hanya mencoba jujur jika sebagai lelaki memenuhi kebutuhannya memanglah wajib.Sebelum dipertemukan kembali dengan Nora di salah satu kelab malam, secara acak Radit akan membawa wanita sewaannya ke dalam apartemennya. Puas tidak puas, dipikiran Radit hanya tentang menyalurkan napsunya. Selebihnya hanya helaan napas yang Radit embuskan.Namun setelah malam itu, merasai kembali Nora dalam kondisi mabuk dan setelah bertahun-tahun berlalu. Radit makin menggila. Seolah hari esok akan kiamat, Radit hanya menginginkan tubuh Nora untuk dirinya lahap. Radit hanya butuh Nora untuk dirinya kendalikan seorang diri. Katakanlah Radit gagal move on. Pesona Nora tiada tandingan sehingga nggak gampang baginya yang bucin buat pindah ke lain hati. Berapa kali pun Radit dijodohkan oleh kedua orang tuanya, hasilnya akan selalu berakhir di ranjang untuk kemudian terjadi peno
Hidup itu pilihan.Yang Alara Senja tahu sejak dulu seperti itu. Tapi Bachtiar Gema memang nggak ada akhlak. Tengah malam begini saat Alara sudah dibuai oleh mimpi, dengan sopannya terus menggedor pintu kamar tamu di mana Alara tidur. Marah sih memang tapi setelah kalah dengan rasa kantuknya, Alara singkirkan egonya. Tidak lagi memikirkan perkara obrolan yang Gema dan Papanya bangun. Mungkin saja cara pendekatan Papanya ke Gema sebagai menantu memang begitu caranya."Yang."Alara berdecak sebal dalam tidurnya. Gema berisik sekali dibalik pintu sana dan Alara terganggu total. Tidurnya tidak lagi nyenyak dan Gema penyebabnya."Abang laper."Ya Tuhan! Kutuk saja Pangeran Kodok yang legendaris itu jadi tanaman hias mahal. Alara benci jika tidurnya terganggu.Melongok jam yang ada di nakas, kekesalan Alara berkali-kali lipat. Pukul 00.49 dini hari dan Gema kelaparan? Bukan maen."Yang."Sekali lagi dan Alara benar-benar terbangun. Terduduk dengan terpaksa, wajah masam lalu menghempaskan s