PoV Abang
Melipat kembali secarik kertas pemberian Lara. Setelah membaca tulisan itu, aku semakin yakin, kalau kemungkinan besar, Sipir Trisno memang ikut andil dalam hilangnya Herlina.
Kalau bukti itu sudah kudapatkan, aku meminta pihak kepolisian memberi hukuman yang berat untuk sipir berkumis tebal itu. Dan besok aku akan kembali ke kantor polisi. Menyelidiki gudang tersebut.
Melajukan kembali mobil, pulang.
Tiba di rumah, Ayu menyambutku dengan senyum terukir. Manis, sangat manis. Ia menyalami, kukecup keningnya.
“Abang, mau mandi air dingin atau air hangat?” Ayu merangkul pinggangku berjalan masuk ke rumah.
“Air dingin aja. Tapi mau dimandiin sama Ayu,” pintaku menjawil dagunya. Kami masuk kamar beriringan. Cekatan Ayu membuka kancing kemeja satu persatu dan penutup aurat lainnya, Kemudian menarikku masuk ke bilik toilet. Di sana
PoV AbangHari ini, aku akan kembali ke kantor polisi. Menyelidiki info yang diberikan oleh salah satu tahanan yang satu kamar dengan Herlina. Sejujurnya, sejak mengetahui Herlina menghilang dari penjara, aku selalu diliputi kecemasan. Cemas akan keselamatan Ibu, Dion, Ayu dan juga diriku sendiri.“Sayang, Abang berangkat sekarang ya? Semoga saja, segera menemukan titik terang supaya Herlina cepat tertangkap lagi,” ucapku setelah selesai menyantap sarapan.“Iya, Sayang, aamiin. Ayu juga berharap demikian.” Aku mengelus perut Ayu yang sudah mulai terlihat buncit.“Nak, jagain Mama ya? Papa sayang kalian.” Kemudian mencium perut Ayu dengan lembut.Ya Allah, terima kasih atas kebahagiaan yang Kau anugerahkan pada kami.Ayu meraih telapak tanganku, menciumnya.“Hati-hati ya, Bang. Banyak-banyak baca doa.”
PoV AyuKabar yang Abang ceritakan semalam, membuatku khawatir tentang keadaan Ibu, Silvi dan Bang Dion. Benar kata Abang, Herlina pasti akan menuntut balas. Semoga saja urusan Abang di kantor polisi segera selesai. Cepat diketahui siapa yang membantu Herlina kabur dari penjara dan Herlina segera tertangkap, masuk bui lagi.Handphone di saku gamis berdering, mengeluarkannya, melihat nama yang tertera di atas layar benda android. Silvi.“Ayuuuuuuu ....” Astaghfirullah, sudah menikah, masih saja suka teriak-teriak.“Berisik Silviii ... lo gak bisa apah manggilnya b aja? Gak usah teriak-teriak gitu?!” Berjalan masuk kamar, rebahan di atas tempat tidur.“Gue punya berita gembira!!” Masih dengan intonasi tinggi. Untung saja Silvi adalah sahabat sekaligus kakak ipar aku kalau bukan ... hm aku semprot habis-habisan.“B
Pov AyuTeleponku tak juga diangkat. Apa mungkin Abang sedang sibuk? Sudahlah, nanti saja aku telepon lagi. Sekarang aku harus menyuruh Bang Parto membawa ibu dan Silvi untuk tinggal di sini sementara waktu. Abang pasti memberi ijin.Setengah berlari keluar kamar, mencari keberadaan Bang Parto.“Bi ... Bibi ....” Tergopoh-gopoh Bi Sumi datang menghampiri.“Ada apa, Mbak?”“Bang Parto mana?”“Ada di belakang. Ada apa ya, Mbak?”Dengan napas memburu, aku menjawab. “Tolong suruh Bang Parto ke rumah Ibu sekarang. Cepetan!!”Tanpa bertanya, Bi Sumi mengiyakan perintahku. Aku duduk di sofa ruang tamu. Mengatur napas sambil sesekali melihat handphone. Berharap Abang telepon balik. Oh iya, Bang Dion. Aku harus telepon dia. Satu kali panggilan Bang Dion langsung mengangkat teleponku.&nbs
PoV AbangTernyata dugaanku benar. Kalau Sipir Trisno ada sangkut pautnya dengan kehilangan Ratih Herlina. Bagaimana bisa, Sipir itu tidak menyadari ada CCTV di gudang?“Saya harus memanggil Sipir Trisno Pak Dendi.” Tanpa menunggu jawabanku Pak Heru keluar ruangan. Hanya beberapa menit, polisi yang menangani kasus Maminya Firman kembali.“Ini tidak boleh dibiarkan, harus diberi sanksi yang tegas!!” Pak Heru geram, merasa kecolongan dengan tingkah penjaga tahanan yang melakukan tindakan tak bermoral.“Harus, Pak. Demi menjaga nama baik kepolisian. Kalau kabar atau rekaman CCTV tersebar luas, masyarakat kemungkinan besar tidak mempercayai kinerja para aparat Negara lagi.” Pak Heru menarik napas panjang. Memijat pelipis. Kentara sekali kalau ia sedang pusing sebab dipermalukan oleh anak buahnya.“Saya juga khawatir kalau atasan tahu tentang
PoV Ayu“Kamu bilang apa, Nak? Ratih Herlina kabur dari penjara?” tanya Bunda menyentuh bahuku. Memang sewaktu Abang menelepon, aku tak sempat menjauh dari Bunda hingga wanita yang telah melahirkan suamiku mendengar apa yang aku sampaikan pada Abang.“Iya, Bunda.”Bunda mengubah posisi duduk, lebih menghadapku.“Terus, tadi apa kata Ayu. Rumah Ibu Eva diteror sama Ratih?” Cecar Bunda menatapku lekat. Sebenarnya risih dipandang seperti itu.“Iya, Bun. Makanya Ayu nyuruh Ibu dan Silvi tinggal di sini untuk sementara waktu.” Raut wajah Bunda berubah tak suka.“Kamu ini ceroboh amat, Nak. Kalau Eva dan anaknya tinggal di sini, keselamatan kamu dan Dendi jadi ikut terancam,” ujar Bunda.“Bunda jadi aneh, semenjak kenal sama Eva, kalian selalu saja kena masalah. Heran.” Gumaman Bunda kud
PoV Herlina‘Hahahahaha ... puas sekali menteror si Eva. Dapat kulihat ekspresi wajah ketakutannya. Ah, andai saja aku punya senjata pistol seperti dahulu, sudah aku tembak dari kejauhan. Aku harus segera menemukan si anak dungu, supaya uang yang aku miliki dapat digunakan untuk membeli alat-alat senjata. Rasanya sudah tak sabar, kedua tanganku menghabisi nyawa mereka.Motor yang aku sewa melesat cepat memasuki gang rumah kontrakan. Sudah telat dua puluh menit dari janji sewa. Tak apalah, toh pemilik motor ini orang yang baik.Di depan pintu kontrakanku, sudah berdiri Mang Supri, yang tiada lain pemilik motor yang baru saja aku pakai.Dengan tergesa-gesa Mang Supri mendekati, ia kelihatan marah.“Kau telat dua puluh menit! Aku sudah nungguin dari tadi. Cepat turun!!”Kenapa dia? Aku kira Cuma telat segitu ia tak marah.“Maaf, tadi jalanan mac
PoV PutriSampai kapan Mas Firman bertingkah seperti anak kecil? Sudah hampir satu jam ia masih saja bermain di arena permainan anak-anak. Walaupun yang ia permainkan balapan mobil, tapi tetap saja menjadi pusat perhatian orang-orang.Padahal sebentar lagi dia mau jadi seorang Ayah. Usia kandunganku sudah sembilan bulan, tubuhku pun jadi mudah lelah. Untung Bi Tumi bersedia menemaniku di rumah, membantu masak, beres-beres rumah sejak kami pindah rumah. Kalau saja, Mas Firman tidak menangis meraung-raung ingin ke sini, tentu saja aku malas mengantarnya.Tak lama handphone berdering. Kak Silvi?“Hallo, Kak?”“Kamu lagi di mana, Put?”“Mall. Ini Mas Firman pengen maen di Time Zone. Kenapa Kak?”“Pulang sekarang! Ratih Herlina kabur dari penjara!” Mengerutkan kening, tak percaya dengan apa yang baru saja aku
PoV AbangDion pergi ke tempat pengepungan kontrakan Herlina. Sementara aku dan Pak Supri berjaga-jaga di rumah. Khawatir kalau Herlina mengetahui lokasinya sudah dikepung oleh polisi, dan lagi – lagi ia melarikan diri.Ibu sudah beristirahat di kamar tamu. Mama Dahlia, Syifa dan Silvi duduk di ruang televisi. Sedari tadi, Silvi menelepon Putri, adiknya yang menikah dengan Firman. Firman tiada lain anak tunggal Herlina. Kemungkinan Herlina menemui Firman sangatlah besar. Mending kalau kedatangan Herlina menemui Firman hanya melepas rindu, bagaimana kalau kedatangan Herlina ke rumah Firman justru ingin membunuh anak dan menantunya? Apalagi menurut cerita Putri, Herlina pernah memberi racun pada segelas air susu yang ingin diteguk oleh Firman. Untung saja ketika itu diketahui oleh Putri, hingga Firman tak lantas meminumnya.Kini, aku dan Ayu masih duduk di sofa ruang tamu. Ayu memijat pundakku.&