Share

Peresmian dan Persalinan

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2021-08-28 05:34:09

PoV Abang

“Om gak nyangka secepat ini ditinggalkan Cindy. Padahal Om mulai yakin, kalau dia benar-benar sayang Om. Tidak hanya menginginkan uang Om.” Tutur Om Rahmat di tengah isak tangisnya. Aku menghela napas sebelum menanggapi.

“Jodoh, rejeki, kematian, itu semua rahasia Tuhan. Om harus sabar dan ikhlas, biar Cindy tenang di sana.” Kucoba menghibur Papanya Sabrina. Ia terlihat sedih sekali. Kepalanya merunduk. Sesekali menyeka cairan yang keluar dari hidung dan mata. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayangi. Saat kehilangan Ayah, berbulan-bulan kehilangan gairah hidup. Murung di kamar, enggan berbicara, bahkan kebiasaanku menjahili Ayu pun hilang dalam beberapa waktu.

“Iya, Den. Om akan berusaha untuk ikhlas. Terima kasih.”

Aku melongok ke atas, melihat keadaan apartemen yang sebagiannya sudah hangus terbakar. Api sudah tidak lagi berkobar. 

&

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Melahirkan

    PoV Abang Setelah acara peresmian selesai, aku segera meninggalkan tempat acara. Ingin cepat-cepat menemui Ayu. Tadi Bunda menelepon, katanya Ayu sudah dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang, Ayu sudah mulai pembukaan dua. “Bang, tunggu!” seru Sabrina yang memang ikut datang bersama Sudira. Aku menghentikkan langkah, membalikkan badan. Sabrina dan Dira mendekati. “Ada apa?” sabrina mengatur napas. “Papa gimana kabarnya?” Aku menghela napas. “Udah nemuin belum?” Aku balik tanya. Kali ini Sabrina harus mau menemui Papanya. Kasihan Om Rahmat, kesepian. Aku tidak akan membiarkan salah satu amggota keluarga hidup sebatang kara lagi. Sabrina menggeleng. “Kamu temui dulu. Sorry, gue lagi buru-buru.” Aku melanjutkan langkah dengan cepat menuju parkiran. tapi pasangan itu terus mengikuti. “Bang, aku serius. Papa gimana keadaannya?” Sabrina berusaha mensejajarkan langkah. “Nanti aku kirim alamat apartemennya.” Ucapku masuk ke dalam mobil. “Ada apa sih buru-buru?” Rina tidak sabaran. “Ay

    Last Updated : 2021-08-28
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Ketahuan

    Menikah Dengan AbangLagi, dan lagi Abangku berulah. Hanya karena tidak mau aku nikah terlebih dahulu, dia kerap kali mengaku-ngaku jadi suamiku. Cih, Abang macam apa itu? Sudah empat kali, pacarku kabur karena ulahnya."Bang, sampe kapan sih kayak gini?""Sampe abang nikahlah," sahutnya dengan enteng sambil memantik korek api di sebatang rokok."Ya kalo gitu cepetan nikah!" Jawabku ketus seraya mengambil rokok yang terselip dibibirnya, lalu mematikan rokok tersebut ke atas asbak."Songong! Lagian lo aneh, pacaran ama cowok F*. Eh, gimana kalo cowok itu tua bangka, mau emang lo?""Idiiihh sok tau! Pokoknya Abang harus jelasin ke Raka kalo Abang --""Ogah!" Sahutnya berlalu.Dasar Abang Bewoookkk ... Awas aja, kalau ketauan dia punya pacar. Aku kerjain balik!***Seharian cek F******k, berharap Raka mau buka blokir akun aku. Tapi nyatanya nihil. Aku masih tak bisa menghubunginya lewat messenger. Bukan cuma F******k, media sosial lainnya pun diblokir oleh Raka. Ah, semua ini gara-gara Ba

    Last Updated : 2021-07-14
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Memenuhi Undangan

    Kedua mata Abang mendelik ke arah buku yang aku jatuhkan di atas kasurnya.Sesaat, aku sempat salah tingkah.Meremas jari jemari. Menggigit bibir bawah. Khawatir kalau Abang marah. “Ngapain lo masuk kamar ini?” tanya Abang kesal. Aku gelagapan. “Eu ... Eu ... Hm ... Ya terserah akulah. Salah sendiri kenapa pintu kamar gak dikunci!” Jawabku sewot, menghilangkan rasa panik. Abang melihatku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu, tangan kiri Abang mengacak rambutnya. “Lo udah baca buku itu?” tanya Abang berjalan masuk kamar, meraih buku agenda, lalu mengangkatnya. Kulihat wajahnya memerah. Aku tak mengerti, memerah pertanda Abang marah atau pertanda menahan malu. “Idiiih ... Ngapain baca buku bulukan itu? Bau lagi kayak orangnya! Dah ah, aku mau keluar!” Dengan langkah cepat, aku keluar dari kamarnya. Brukkh!! Sengaja, aku membanting pintu kamar Abang dengan keras. “Pokoknya Abang gak boleh

    Last Updated : 2021-07-14
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Abang Gokil

    Usai acara syukuran, Bunda mengenalkanku pada laki-laki yang bernama Firman. “Ayu sekarang udah besar ya, cantik lagi!” ucap Tante Ratih saat aku mencium punggung tangannya. “Tante bisa aja.” Aku tersipu malu mendapat pujian dari Maminya Firman. “Ayu ini dari kecil emang sudah cantik, Jeng.” Timpal Bunda membuatku semakin bersemu merah. Aku celingak celinguk, rasanya lega si Abang gak ada di sekitarku. Kalau ada dia, pasti pujian ini dibantahnya. “Firman, sini, Nak!” Tante Ratih memanggil laki-laki yang sedari tadi sibuk dengan gadgetnya. Orang yang dipanggil Firman menghampiri. Wajahnya sih lumayan ganteng, pakaiannya juga rapi, dan rambutnya klimis. Sampai terlihat mengkilat. Kelihatannya Firman tipikal cowok yang suka memerhatikan penampilan. Beda sekali sama si Abang, yang tampangnya urak-urakkan. Ngomong-ngomong Abang kemana ya? “Iya, Mi?” sahut Firman menurunkan habdphone, aku melirik sekilas ke benda android miliknya, oh r

    Last Updated : 2021-07-14
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Tak Sengaja Dengar

    “Bunda setuju?” tanya Abang melirik dari kaca spion depan. “Tadinya setuju, tapi lihat tingkah dia kayak gitu, Bunda jadi mikir lagi.” “Jangan pake mikir, Bun. Lagian Bunda main jodoh-jodohin aja. Udah bukan zaman Siti Nurbaya, Bun.” Nada bicara Abang terdengar kesal. “Dendy, kok jadi kamu yang sewot?” “Sewot? Dendy biasa aja! Eh, Ayu, emang lo mau dinikahin ama banci itu?” tanya Abang memicingkan kedua matanya lewat kaca spion.Aku pura-pura berpikir. “Hmm ... mau gak mau sih! Tapi menurut Ayu ya Bun, Kak Firman gak banci kok. Orang badannya kekar gitu. Kalau banci kan kemayu, melambai.” “Ya elah! Tadi kan lo lihat sendiri dia nangis-nangis.” “Wajar, Bang ... dia nangis. Orang dikatain banci,” sahutku menatap luar jendela. Padahal dalam hati amit-amit punya laki kayak si Firman. “Geser otak si Ayu. Udah gak bisa bedain laki-laki sejati ama laki-laki banci.” Abang masih gak mau kalah. “Emang laki-la

    Last Updated : 2021-07-16
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Menyampaikan Rencana

    Masuk ke dalam rumah, aku senyam-senyum sendiri. Bersyukur banget sikap Abang tidak berubah. “Ayu, kenapa senyum-senyum gitu, Nak? Hmmm ... dianterin pacarnya ya?” Bunda menggodaku saat berpapasan di ruang tamu. “Pacar apaan? Gak ada cowok yang mau sama si Ayu, Bun. Cewek jelek begitu!” timpal Abang duduk di sofa ruang tamu. “Dih, sembarangan! Gini-gini banyak tau, cowok yang suka sama aku!” balasku memajukan bibir beberapa centi. “Masa? Gak caya! Pacaran aja ama cowok pesbuk! Cowok maya! Soalnya, cowok nyata gak pada mau ama lo kan? Hahahha.” Masih saja diledekin. Asem banget dah! “Sembarangan!” kutimpuk Abang dengan bantal sofa. “Dendy ....” panggil Bunda lembut. Mencoba melerai pertikaian diantara kami. “Bunda ....” “Minta maaf sama Ayu. Bilang kalau Ayu cantik. Cepetan, Nak ....” Abang menghela napas. Menatapku dengan memelas. Berdiri mendekatiku. “Maafin gue ya. Iya lo cantik. Cantik banget.” Aku tersenyum

    Last Updated : 2021-07-16
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Bakso dan Bukit

    Sesampainya di kedai bakso, aku langsung melepaskan helm. Abang mengajak duduk di bangku paling pojok.Suasana kedai ini lumayan ramai. Ditambah letaknya dekat sebuah taman. Tempatnya juga rapi, bikin nyaman. Beberapa pasang muda-mudi terlihat menikmati salah satu makanan favorit orang Indonesia itu.“Mang!” panggil Abang pada laki-laki berumur sekitar 30 tahunan. Yang dipanggil langsung menghampiri.“Wah tumben Mas Dendy bareng cewek. Pacarnya ya, Mas?”“Halah si Amang kepo.” Kilah Abang cuek.“Hehe ... Biasanya kan sendiri.”“Bakso dua, satu mie putih doang jangan pake kecap. Satunya biasa ... campur!” seru Abang diiringi anggukan si Amang.“Siap!” Laki-laki yang dipanggil Amang langsung membuatkan bakso.“Abang sering ke sini?” tanyaku menatapnya.“Napa emang?”“Idih, ditanya balik tanya

    Last Updated : 2021-07-16
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Kejujuran

    “Malah ngetawain,” ucap Abang membuang muka. Aku menutup mulut, menahan gelak tawa. “Sayang banget kalau Abang jadi suaminya Kambing. Kayak gak ada cewek yang mau aja.” Aku bergumam, menahan tawa yang mau meledak lagi. “Emang gak ada cewek yang mau.” Celetuk Abang cuek. “Masa? Itu sih tiap hari Valentine, banyak paket cokelat ama bunga! Cieee ... so insecure.” tukasku sembari mendorong pelan bahu Abang. “Tau dah!” jawabnya mengedikkan bahu. “Abang?” “Hm.” “Cewek idaman Abang emang kayak gimana sih?” Aku menguji kejujuran Abang. Laki-laki berwajah brewok tipis itu membuang napas. “Cewek idaman Abang?”Hm kebiasaan! Ditanya balik nanya. Gitu aja terus. “Iya, cewek idaman Abang. Bukan Kambing idaman Abang!” “Ngejek teruuuuusss....!” Hidungku dipencet ibu jari dan telunjuk Abang. “Lepasin dih! Sakit tau!” Aku bersungut, mengusap-usap hidung. “Mulai jail nih anak. Belajar dari s

    Last Updated : 2021-07-16

Latest chapter

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Melahirkan

    PoV Abang Setelah acara peresmian selesai, aku segera meninggalkan tempat acara. Ingin cepat-cepat menemui Ayu. Tadi Bunda menelepon, katanya Ayu sudah dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang, Ayu sudah mulai pembukaan dua. “Bang, tunggu!” seru Sabrina yang memang ikut datang bersama Sudira. Aku menghentikkan langkah, membalikkan badan. Sabrina dan Dira mendekati. “Ada apa?” sabrina mengatur napas. “Papa gimana kabarnya?” Aku menghela napas. “Udah nemuin belum?” Aku balik tanya. Kali ini Sabrina harus mau menemui Papanya. Kasihan Om Rahmat, kesepian. Aku tidak akan membiarkan salah satu amggota keluarga hidup sebatang kara lagi. Sabrina menggeleng. “Kamu temui dulu. Sorry, gue lagi buru-buru.” Aku melanjutkan langkah dengan cepat menuju parkiran. tapi pasangan itu terus mengikuti. “Bang, aku serius. Papa gimana keadaannya?” Sabrina berusaha mensejajarkan langkah. “Nanti aku kirim alamat apartemennya.” Ucapku masuk ke dalam mobil. “Ada apa sih buru-buru?” Rina tidak sabaran. “Ay

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Peresmian dan Persalinan

    PoV Abang“Om gak nyangka secepat ini ditinggalkan Cindy. Padahal Om mulai yakin, kalau dia benar-benar sayang Om. Tidak hanya menginginkan uang Om.” Tutur Om Rahmat di tengah isak tangisnya. Aku menghela napas sebelum menanggapi.“Jodoh, rejeki, kematian, itu semua rahasia Tuhan. Om harus sabar dan ikhlas, biar Cindy tenang di sana.” Kucoba menghibur Papanya Sabrina. Ia terlihat sedih sekali. Kepalanya merunduk. Sesekali menyeka cairan yang keluar dari hidung dan mata. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayangi. Saat kehilangan Ayah, berbulan-bulan kehilangan gairah hidup. Murung di kamar, enggan berbicara, bahkan kebiasaanku menjahili Ayu pun hilang dalam beberapa waktu.“Iya, Den. Om akan berusaha untuk ikhlas. Terima kasih.”Aku melongok ke atas, melihat keadaan apartemen yang sebagiannya sudah hangus terbakar. Api sudah tidak lagi berkobar.&

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Kebakaran

    PoV Abang Pukul delapan pagi, tiba di kantor. Bertepatan dengan kedatangan Dion. Kami bertemu di area parkir. “Dira udah datang dari jam tujuh katanya,” ujar Dion mensejajari langkahku. “Wah tumben? Ada apa?” “Ada yang mau dibicarain soal perumahan itu. Dia mau langsung ke sana hari ini.” Saat melewati lobby, terlihat Dira sedang berbincang dengan seorang wanita. Aku dan Dion menghampiri Dira seketika pembicaraan mereka terhenti. “Pagi, Pak Dendi, Pak Dion.” Sapa Dira berdiri. Wanita di sampingnya membuang muka, menyeka air mata. “Pagi. Eh, bukannya itu Rina ya?” tanyaku melongok wanita yang kini berdiri di samping Dira. “Iya, Bang. Aku Rina,” sahut anak kedua Om Rahmat. “Ya udah, Ayo kita naik ke atas.” Ajakku pada mereka. Dion sudah lebih dahulu naik ke atas. Mungkin mempersiapkan beberapa berkas terkait proyek perumahan yang ditangani Dira. “Aku nunggu di sini aja,” ucap Rina. “Kamu ikut. Ada yang mau saya bicarakan.” Kataku berjalan lebih dulu dari Sabrina dan Sudira. M

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Bidadari Dalam Mimpi

    PoV BundaAku hanya menghela napas. Bingung, harus bersikap bagaimana. Kakak kandungku menikah dengan wanita yang pernah dekat dengan Mas Bram. Haruskah berdiam diri, membiarkan Bang Yadi dikuras uangnya perlahan-lahan?“Riana, aku berani sumpah. Aku tidak pernah lagi menghubungi dia. Aku juga gak tahu, kalau dokter punya hubungan dengannya? Riana aku minta maaf.” Menoleh, menatap kedua netra laki-laki yang telah bertahun-tahun aku cintai. Kupaksakan bibir ini untuk tersenyum.“Aku percaya sama kamu, Mas.” Mas Bram terlihat lega. Ia menggenggam telapak tanganku lalu mengecupnya berkali-kali.“Aku janji! Gak akan mendekati wanita lain lagi. Apalagi mendekati Cindy atau Sari. Tidak akan, Riana!”“Sari? Maksud Mas apa?” Aku heran, kenapa Mas Bram menyebut nama Sari? Sikap suamiku salah tingkah kembali. Ia sekarang tampak gusar. Melepas

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Perubahan Dokter Rahmat

    PoV BundaTak kusangka, dokter Rahmat yang tak lain adalah Kakak kandungku bertandang ke rumah lagi. Mas Bram yang kebetulan sedang ada di rumah menyambutnya cukup ramah, seolah kejadian malam tempo hari itu tidak terjadi. Bang Yadi dan Mas Bram duduk di kursi teras, mereka berbincang seolah tidak terjadi apa-apa. Aku ke dalam membawa dua cangkir kopi, menyuguhkannya pada suamiku dan Bang Yadi.“Jadi, kau juga sudah menemui Ibu?”Degh!Pertanyaan Mas Bram yang dilontarkan untuk Bang Yadi membuatku tersentak. Maksud Mas Bram Ibu siapa ya? Aku menarik kursi satunya, duduk di sebelah Mas Bram.“Sudah. Aku yakin, kalau beliau memang wanita yang telah melahirkanku dan Tari.”Jawaban Bang Yadi membuatku salah tingkah. Mas Bram dan Bang Yadi sudah bertemu dengan wanita itu, dan mereka sangat yakin kalau wanita yang tinggal di rumah Dendi adalah Ibuku dan B

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Pemakaman

    PoV Abang“On, telepon Pak Heru. Kita nunggu di rumah Firman aja. Sekalian bilang ke Pak Heru, jenazah Herlina langsung urus di sana. Dari mulai dimandiin, dikafanin, dan juga dishalatin. Biar nanti di daerah kediaman Firman, kita persiapkan pemakamannya aja.” Kataku sambil menyetir.“Oke.” Dion langsung menghubungi komandan Heru Rudhiat.Sekian menit Dion berbicara dengan Komandan Heru. Sesekali aku menoleh, memastikan segala yang aku usulkan disanggupi.“Gimana, On?” tanyaku, begitu Dion mengakhiri sambungan telepon.“Iya. Jenazah Herlina diurus di sana. Tadi Pak Heru bilang, jam dua siang, Herlina dibawa ke rumah sakit. Sempat mengalami perawatan. Nah jam tiga, dia meninggal.”“Oh begitu. Sekarang udah dikafani belum?”“Tadi katanya lagi dimandiin sama pihak pemandi mayat rumah sakit

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Kabar Duka

    PoV AbangSetelah dua hari istirahat di rumah, akhirnya aku bisa keluar juga. Menghadiri acara pernikahan Mama Dahlia dan Pak Supriyatna. Acaranya dilaksanakan di kediaman baru Pak Supriyatna yang berlokasi tidak jauh dari rumah Ibu.“Kalau kata Ibu, Pak Supri sengaja beli rumah dekat rumah Ibu supaya Mama Dahlia ada temannya. Udah gitu kan, ibu sama Mama Dahlia lagi produksi usaha kue kering.” Jelas Ayu saat aku bertanya alasan Pak Supri membeli rumah di daerah situ.Tidak hanya aku dan Ayu yang datang di acara pernikahan orang tua Silvi itu, Nenek, Bi Sumi dan Bang Parto pun ikut datang.Setelah semuanya siap, kami meluncur ke lokasi acara tersebut. Bang Parto yang mengemudikan mobil.Tidak memerlukan waktu lama, kami telah sampai di tempat. Suasana sudah mulai ramai. Aku memapah dan memperkenalkan Nenek pada Ibu dan yang lainnya. Alhamdulillah mereka menerima dan percaya kalau N

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Dion Mengingatkan

    PoV AbangAku membiarkan Nenek dan Om Rahmat hanyut dalam isak tangis kerinduan. Meninggalkan mereka dan Masuk ke dalam kamar, air mataku turut mengalir. Ayu yang sedang berselonjor di atas pembaringan terhenyak.“Bang, Abang kenapa?” Bergegas Ayu menghampiriku, duduk di tepi ranjang. Menyeka air mata.“Om Rahmat mengakui Nenek sebagai Ibunya?” Aku menoleh, menganggukkan kepala.“Alhamdulillah ....” Ayu memeluk pinggangku. Aku membelai kepalanya, mengecup cukup lama.“Abang terharu ya?”“Iya. Tapi sayang, Abang gagal bikin Bunda mau menemui Nenek.” Ayu mengembuskan napas. Mengusap punggung tanganku.“Gak apa-apa. Insya Allah, Bunda juga sebentar lagi mau mengakui Nenek.”“Sebentar lagi kan, Ayu mau lahiran. Abang pengen semua keluarga berkum

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Ibu

    PoV dokter RahmatApa benar begitu? Perasaan sayang yang aku rasakan pada Tari, karena kami ada hubungan darah?Memang, kerap kali Tari merasa tersakiti, hatiku ikut tersakiti. Melihatnya bahagia, hatiku pun ikut bahagia. Apalagi jika mengingat kejadian malam itu. Di mana sebelumnya kami tertawa bersama, namun sikap kasar yang dilakukan oleh Bram terhadap Tari membuatku sangat amat marah.“Om, kalau ingin mendengar cerita lebih jelasnya, Om bisa ikut saya untuk ketemu Nenek. Kasihan Nenek, Om. Apakah Om tidak merindukan sosok wanita yang telah mengandung dan melahirkan Om?”“Kau ... telah bertemu dengan dia?” Bergetar aku melempar tanya.“Iya.”“Apa kau yakin, kalau dia wanita yang telah melahirkan Om dan Bundamu?”“Yakin. Walaupun kami belum melakukan tes DNA, tapi saya yakin kalau be

DMCA.com Protection Status