Share

Hampir Mengetahui

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-27 05:19:17

PoV Abang

Kuembuskan napas panjang saat Bunda memutuskan sambungan telepon. Aku yakin sekali, penyebab Ayu menangis adalah Bunda. Tidak habis pikir, kenapa Bunda sekarang seolah membenci Ayu? Padahal dulu sangat menyayanginya.

“Bro, lo baik-baik aja?” Dion menepuk pundakku. Ia sudah duduk di bangku teras. Aku merunduk, memainkan kunci mobil.

“Bunda yang telepon lo?” Aku mengangguk. Menatap ayunan yang dahulu sering aku mainkan bersama Ayah.

“Gue ... gak habis pikir sama Bunda. Kenapa jadi kayak gak suka gitu sama Ayu?” Dion mengembuskan napas. Menaikkan sebelah kaki kiri ke atas paha kanan.

“Gue gak tau. Apa mungkin karena Bunda udah tau keluarga kandung Ayu? Mungkin Bunda gak suka sama gue atau Ibu, pelampiasannya jadi ke Ayu.”

“Kayaknya bukan karena itu. Bunda dari awal tahu gue punya perasaan khusus ke

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Ingin Perhatian

    PoV AbangBagaimana pun caranya, suatu saat aku harus bisa masuk kamar itu lagi. Aku sangat yakin, kalau ada sesuatu yang Bunda sembunyikan di sana.“Ada Bunda ya, Bang?” tanya Ayu, saat sudah di halaman belakang. Aku menghela napas, mengangguk. Ayu mengelus pundakku.“Punten, Neng Ayu. Ini pemanggangnya.” Aku menoleh ke asal suara, Mang Asep.“Iya, Mang, makasih.” Ayu mengambil alih alat tersebut dari tangan lelaki usianya sekitar tujuh puluh tahunan itu.“Mang Asep kapan datang?” tanyaku pada lelalki yang telah menjaga Villa ini bertahun-tahun.“Belum lama. Tadi pas Mamang datang, Neng Ayu nanyain panggangan sate. Mamang simpan di dekat gazebo depan.” Aku mengangguk. Memasukkan tangan ke dalam saku celana.“Mang Asep! Ikut saya!!” kami semu menoleh ke belakang. Rupa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Harapan

    PoV AyuRaut wajah Bunda seketika berubah tegang setelah mendengar pertanyaan Abang. Sejujurnya aku sangat takut terjadi pertengkaran antara Abang dan Bunda. Bagaimana pun sikap Bunda padaku, sama sekali tidak mengurangi rasa sayang padanya. Bunda adalah wanita yang telah menolong, merawat dan membesarakanku dengan penuh kasih sayang. Andai dahulu Bunda mengabaikan bayi di dalam kardus itu atau malah menyerahkannya kepada pihak berwajib, entah bagaimana nasibku kini. Meski setelah aku menikah dengan Abang sikap Bunda berubah, tapi tidak ada sedikitpun kebencian dalam hati.“Kenapa bawa-bawa Papa Bram? Bunda Cuma mau kamu lebih perhatian sama Bunda! Misalnya kamu tidak bisa, ya tidak apa-apa.”“Bisa Bunda. Abang bisa memberi perhatian lebih sama Bunda.” Akhirnya aku memberanikan diri untuk bicara. Tidak mau hubungan Abang dengan Bunda semakin memburuk. Aku harus dapat memperbaiki semuanya.&

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Pengakuan Bram

    PoV BundaAkhirnya aku bisa bernapas lega. Dendi, Ayu, Dion dan istrinya sudah enyah dari Villa ini. Setidaknya untuk sementara waktu, rahasiaku aman. Meski aku yakin, Dendi tidak akan tinggal diam. Dia pasti akan selalu mencari tahu tentang apa yang aku sembunyikan. Untung saja, semalam dibantu oleh Mang Asep, beberapa foto dan buku harian sudah dipindahkan ke dalam gudang. Tidak lagi kusimpan di kamar itu.Lebih baik sekarang aku bergegas mandi, dan kembali pulang. Semalam Mas Bram menelepon, mencari keberadaanku tapi sengaja tidak aku beritahu. Biarkan saja, dia mengalami kesepian yang aku alami beberapa hari ini.Masuk kamar, handphoneku berdering. Pasti dari Mas Bram. Kuraih ponsel tersebut, ternyata nomor baru. Tidak penting! Meletakan benda canggih itu ke tempat semula. Aku paling malas mengangkat telepon dari nomor baru.Usai membersihkan diri, bersiap untuk pulang. Sambil mengenakan kerudung

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Pencarian

    PoV AbangAku melirik Ayu, sudah tertidur pulas. Untungnya, kram yang ia rasakan tidak berlangsung lama. Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi, aku beringsut keluar kamar.Di dapur, kulihat Dion sedang menyeduh kopi.“Gue kira lo tidur.” Cetusku, duduk di kursi meja makan. Dion menoleh, tangannya mengaduk kopi.“Kagak. Silvi doang. Lo mau kopi?”“Bolehlah.”Dion membuka sachet kopi, menuangkan pada secangkir gelas, lalu membawa pada dispenser bagian hot, menekannya.“Sebenarnya lo ada masalah apa sama Bunda?” Dion bertanya, meletakkan secangkir kopi di hadapanku.“Bunda ngerahasiain sesuatu lagi,” kataku mengaduk-aduk kopi buatan Dion. Sahabatku itu menunggu kelanjutan cerita tentang Bunda. Meniup kepulan asap kopi, menyesapnya perlahan.“Jadi semalam, pas

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Tiga Benda Usang

    PoV AbangKami keluar lewat jendela yang menggunakan kode. Merapat pada dinding seebelum melanjutkan langkah, memastikan keadaan aman. Lalu berlari menuju gudang.Masuk lewat jendela, menutup kembali agar tidak meninggalkan jejak. Aku dan Dion seperti terkejar oleh waktu. Waktu yang dapat mendatangkan Mang Asep ke Villa ini dan memeriksa keadaan.“Gerak cepat, On!” titahku, Dion mengangguk. Mencari tahu apa yang seharusnya aku ketahui. Mataku tertuju pada sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Dengan gerak cepat membuka kotak tersebut, tapi hasilnya nihil. Tidak ada apa-apa. Dion memeriksa lemari usang di sudut ruangan. Aku tak yakin kalau Bunda menyimpannya di sana. Terlalu mudah ditebak. Mendongak, melihat ke plafon. Mungkin gak ya simpan di atas sana? Saat hendak naik ke atas kotak, ternyata benda itu tidak seimbang, seolah ada sesuatu yang mengganjal di bawahnya.“On, sini! Bantu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Buku Harian

    PoV AbangBukan Cuma Dion yang kepikiran, aku pun sama. Apalagi seingatku, Ayah jarang sekali menceritakan Ibu. Menceritakan tentang persahabatannya dengan Ayah Dion saja bisa dihitung jari. Bagaimana mungkin Ayah melukis objek jika tidak ada alasannya? Andai saja Ayah masih ada, aku bisa menanyakan perihal ini secara langsung.Tiba di rumah, Dion turun lebih dahulu dari mobil menenteng tiga benda tersebut. Menekan bel berkali-kali, keluar Silvi dengan wajah berseri. Ia mencium punggung tangan suaminya. Aku pun turun mobil, setelah mematikan mesin dan mengunci mobil.Masuk ke dalam Villa, tidak kutemui Ayu di ruang keluarga. Sementara Dion sedang berbincang dengan istrinya.“Silvi, Ayu mana?”“Tadi ke toilet.”Aku duduk di atas karpet bulu bersama pasangan suami istri itu. Mengambil album foto usang yang Dion letakkan di depannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Asal Usul

    PoV AbangJantungku seketika berdetak lebih kencang. Sangat terkejut mengetahui kenyataan ini. Aku sudah tau alasan Bunda menyembunyikan semuanya, apalagi kalau bukan karena rasa gengsi??Lantas siapa Kakak kandung atau kembaran Bunda?Memandangi buku kusam itu. Masih banyak halaman per halaman cerita hidup Bunda. Aku membuka lembaran terakhir, curhatan tanggal 21 Desember 2020.Memejamkan kedua mata, belum siap membaca tulisan Bunda yang tampak lebih rapi. Aku mengulum senyum, mengingat usia buku ini lebih tua dari pada usiaku. Bunda ternyata orang yang sangat apik. Pantas saja, buku ini disimpan sangat baik dan rapi. Aku pikir, Ayah dan keluarga besar pasti tidak tahu menahu asal usul Bunda sebenarnya.Menarik napas, membaca kelanjutan halaman berikutnya.*Sekarang aku masuk sekolah baru. Teman-temannya sangat baik. Tidak ada yang mengejekku seperti di sekolah sebelumnya. Tentu saja t

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Curahan Hati

    PoV AbangUsai makan siang, aku hendak kembali lagi ke kamar, membaca buku harian Bunda dan Ayah.“Den, lo baik-baik aja?” Dion bertanya setelah menyelesaikan suapan terakhir. Aku mengangguk lemah.“Bang, buku harian itu Cuma masa lalu. Tolong jangan terlalu dipikiran ya, Bang?” ujar Ayu, menyentuh lenganku.“Iya. Abang ke kamar dulu. Ayu mau ikut?”“Nanti Ayu nyusul. Mau beresin ini dulu.”Melangkahkan kaki meninggalkan mereka, masuk kamar, duduk di tepi ranjang, lalu meraih buku harian Bunda. Kuamati buku tersebut, ada sedikit ketakutan dalam diri. Takut kalau isi curhatan Bunda membuatku sakit hati, sedih dan kecewa. Akan tetapi, jika tidak aku lanjutkan membaca, selamanya sikap Bunda tidak akan berubah. Menarik napas panjang, melanjutkan halaman berikutnya.*Harusnya, malam pertama penuh rasa cinta. Tidak bagiku da

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Melahirkan

    PoV Abang Setelah acara peresmian selesai, aku segera meninggalkan tempat acara. Ingin cepat-cepat menemui Ayu. Tadi Bunda menelepon, katanya Ayu sudah dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang, Ayu sudah mulai pembukaan dua. “Bang, tunggu!” seru Sabrina yang memang ikut datang bersama Sudira. Aku menghentikkan langkah, membalikkan badan. Sabrina dan Dira mendekati. “Ada apa?” sabrina mengatur napas. “Papa gimana kabarnya?” Aku menghela napas. “Udah nemuin belum?” Aku balik tanya. Kali ini Sabrina harus mau menemui Papanya. Kasihan Om Rahmat, kesepian. Aku tidak akan membiarkan salah satu amggota keluarga hidup sebatang kara lagi. Sabrina menggeleng. “Kamu temui dulu. Sorry, gue lagi buru-buru.” Aku melanjutkan langkah dengan cepat menuju parkiran. tapi pasangan itu terus mengikuti. “Bang, aku serius. Papa gimana keadaannya?” Sabrina berusaha mensejajarkan langkah. “Nanti aku kirim alamat apartemennya.” Ucapku masuk ke dalam mobil. “Ada apa sih buru-buru?” Rina tidak sabaran. “Ay

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Peresmian dan Persalinan

    PoV Abang“Om gak nyangka secepat ini ditinggalkan Cindy. Padahal Om mulai yakin, kalau dia benar-benar sayang Om. Tidak hanya menginginkan uang Om.” Tutur Om Rahmat di tengah isak tangisnya. Aku menghela napas sebelum menanggapi.“Jodoh, rejeki, kematian, itu semua rahasia Tuhan. Om harus sabar dan ikhlas, biar Cindy tenang di sana.” Kucoba menghibur Papanya Sabrina. Ia terlihat sedih sekali. Kepalanya merunduk. Sesekali menyeka cairan yang keluar dari hidung dan mata. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayangi. Saat kehilangan Ayah, berbulan-bulan kehilangan gairah hidup. Murung di kamar, enggan berbicara, bahkan kebiasaanku menjahili Ayu pun hilang dalam beberapa waktu.“Iya, Den. Om akan berusaha untuk ikhlas. Terima kasih.”Aku melongok ke atas, melihat keadaan apartemen yang sebagiannya sudah hangus terbakar. Api sudah tidak lagi berkobar.&

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Kebakaran

    PoV Abang Pukul delapan pagi, tiba di kantor. Bertepatan dengan kedatangan Dion. Kami bertemu di area parkir. “Dira udah datang dari jam tujuh katanya,” ujar Dion mensejajari langkahku. “Wah tumben? Ada apa?” “Ada yang mau dibicarain soal perumahan itu. Dia mau langsung ke sana hari ini.” Saat melewati lobby, terlihat Dira sedang berbincang dengan seorang wanita. Aku dan Dion menghampiri Dira seketika pembicaraan mereka terhenti. “Pagi, Pak Dendi, Pak Dion.” Sapa Dira berdiri. Wanita di sampingnya membuang muka, menyeka air mata. “Pagi. Eh, bukannya itu Rina ya?” tanyaku melongok wanita yang kini berdiri di samping Dira. “Iya, Bang. Aku Rina,” sahut anak kedua Om Rahmat. “Ya udah, Ayo kita naik ke atas.” Ajakku pada mereka. Dion sudah lebih dahulu naik ke atas. Mungkin mempersiapkan beberapa berkas terkait proyek perumahan yang ditangani Dira. “Aku nunggu di sini aja,” ucap Rina. “Kamu ikut. Ada yang mau saya bicarakan.” Kataku berjalan lebih dulu dari Sabrina dan Sudira. M

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Bidadari Dalam Mimpi

    PoV BundaAku hanya menghela napas. Bingung, harus bersikap bagaimana. Kakak kandungku menikah dengan wanita yang pernah dekat dengan Mas Bram. Haruskah berdiam diri, membiarkan Bang Yadi dikuras uangnya perlahan-lahan?“Riana, aku berani sumpah. Aku tidak pernah lagi menghubungi dia. Aku juga gak tahu, kalau dokter punya hubungan dengannya? Riana aku minta maaf.” Menoleh, menatap kedua netra laki-laki yang telah bertahun-tahun aku cintai. Kupaksakan bibir ini untuk tersenyum.“Aku percaya sama kamu, Mas.” Mas Bram terlihat lega. Ia menggenggam telapak tanganku lalu mengecupnya berkali-kali.“Aku janji! Gak akan mendekati wanita lain lagi. Apalagi mendekati Cindy atau Sari. Tidak akan, Riana!”“Sari? Maksud Mas apa?” Aku heran, kenapa Mas Bram menyebut nama Sari? Sikap suamiku salah tingkah kembali. Ia sekarang tampak gusar. Melepas

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Perubahan Dokter Rahmat

    PoV BundaTak kusangka, dokter Rahmat yang tak lain adalah Kakak kandungku bertandang ke rumah lagi. Mas Bram yang kebetulan sedang ada di rumah menyambutnya cukup ramah, seolah kejadian malam tempo hari itu tidak terjadi. Bang Yadi dan Mas Bram duduk di kursi teras, mereka berbincang seolah tidak terjadi apa-apa. Aku ke dalam membawa dua cangkir kopi, menyuguhkannya pada suamiku dan Bang Yadi.“Jadi, kau juga sudah menemui Ibu?”Degh!Pertanyaan Mas Bram yang dilontarkan untuk Bang Yadi membuatku tersentak. Maksud Mas Bram Ibu siapa ya? Aku menarik kursi satunya, duduk di sebelah Mas Bram.“Sudah. Aku yakin, kalau beliau memang wanita yang telah melahirkanku dan Tari.”Jawaban Bang Yadi membuatku salah tingkah. Mas Bram dan Bang Yadi sudah bertemu dengan wanita itu, dan mereka sangat yakin kalau wanita yang tinggal di rumah Dendi adalah Ibuku dan B

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Pemakaman

    PoV Abang“On, telepon Pak Heru. Kita nunggu di rumah Firman aja. Sekalian bilang ke Pak Heru, jenazah Herlina langsung urus di sana. Dari mulai dimandiin, dikafanin, dan juga dishalatin. Biar nanti di daerah kediaman Firman, kita persiapkan pemakamannya aja.” Kataku sambil menyetir.“Oke.” Dion langsung menghubungi komandan Heru Rudhiat.Sekian menit Dion berbicara dengan Komandan Heru. Sesekali aku menoleh, memastikan segala yang aku usulkan disanggupi.“Gimana, On?” tanyaku, begitu Dion mengakhiri sambungan telepon.“Iya. Jenazah Herlina diurus di sana. Tadi Pak Heru bilang, jam dua siang, Herlina dibawa ke rumah sakit. Sempat mengalami perawatan. Nah jam tiga, dia meninggal.”“Oh begitu. Sekarang udah dikafani belum?”“Tadi katanya lagi dimandiin sama pihak pemandi mayat rumah sakit

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Kabar Duka

    PoV AbangSetelah dua hari istirahat di rumah, akhirnya aku bisa keluar juga. Menghadiri acara pernikahan Mama Dahlia dan Pak Supriyatna. Acaranya dilaksanakan di kediaman baru Pak Supriyatna yang berlokasi tidak jauh dari rumah Ibu.“Kalau kata Ibu, Pak Supri sengaja beli rumah dekat rumah Ibu supaya Mama Dahlia ada temannya. Udah gitu kan, ibu sama Mama Dahlia lagi produksi usaha kue kering.” Jelas Ayu saat aku bertanya alasan Pak Supri membeli rumah di daerah situ.Tidak hanya aku dan Ayu yang datang di acara pernikahan orang tua Silvi itu, Nenek, Bi Sumi dan Bang Parto pun ikut datang.Setelah semuanya siap, kami meluncur ke lokasi acara tersebut. Bang Parto yang mengemudikan mobil.Tidak memerlukan waktu lama, kami telah sampai di tempat. Suasana sudah mulai ramai. Aku memapah dan memperkenalkan Nenek pada Ibu dan yang lainnya. Alhamdulillah mereka menerima dan percaya kalau N

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Dion Mengingatkan

    PoV AbangAku membiarkan Nenek dan Om Rahmat hanyut dalam isak tangis kerinduan. Meninggalkan mereka dan Masuk ke dalam kamar, air mataku turut mengalir. Ayu yang sedang berselonjor di atas pembaringan terhenyak.“Bang, Abang kenapa?” Bergegas Ayu menghampiriku, duduk di tepi ranjang. Menyeka air mata.“Om Rahmat mengakui Nenek sebagai Ibunya?” Aku menoleh, menganggukkan kepala.“Alhamdulillah ....” Ayu memeluk pinggangku. Aku membelai kepalanya, mengecup cukup lama.“Abang terharu ya?”“Iya. Tapi sayang, Abang gagal bikin Bunda mau menemui Nenek.” Ayu mengembuskan napas. Mengusap punggung tanganku.“Gak apa-apa. Insya Allah, Bunda juga sebentar lagi mau mengakui Nenek.”“Sebentar lagi kan, Ayu mau lahiran. Abang pengen semua keluarga berkum

  • Menikah Dengan Abang (Abang Angkat)   Ibu

    PoV dokter RahmatApa benar begitu? Perasaan sayang yang aku rasakan pada Tari, karena kami ada hubungan darah?Memang, kerap kali Tari merasa tersakiti, hatiku ikut tersakiti. Melihatnya bahagia, hatiku pun ikut bahagia. Apalagi jika mengingat kejadian malam itu. Di mana sebelumnya kami tertawa bersama, namun sikap kasar yang dilakukan oleh Bram terhadap Tari membuatku sangat amat marah.“Om, kalau ingin mendengar cerita lebih jelasnya, Om bisa ikut saya untuk ketemu Nenek. Kasihan Nenek, Om. Apakah Om tidak merindukan sosok wanita yang telah mengandung dan melahirkan Om?”“Kau ... telah bertemu dengan dia?” Bergetar aku melempar tanya.“Iya.”“Apa kau yakin, kalau dia wanita yang telah melahirkan Om dan Bundamu?”“Yakin. Walaupun kami belum melakukan tes DNA, tapi saya yakin kalau be

DMCA.com Protection Status