Home / Romansa / Mengukir Impian Baru / Bab 97 - Kemenangan Pertama

Share

Bab 97 - Kemenangan Pertama

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2021-10-04 00:07:44

Aku tahu bahwa ada yang aneh dengan tingkah Nevan dan Naura. Jika mereka hanya kenalan biasa, masalah yang pernah ada di antara mereka tidak akan berbuntut panjang. Tetapi mereka bertengkar tanpa peduli ada orang lain yang akan melihat mereka. Kemudian semalam Nevan malah mengajak Naura untuk menjadi rekannya menghadiri undangan pernikahan. Pagi ini adalah yang paling aneh.

Mereka melihat sendiri bahwa ada kamera CCTV di koridor. Koridor ini juga tidak sepi. Hampir semua kamar terisi. Lalu apa yang mereka lakukan di depan kamar Naura? Mereka berciuman begitu panas, entah karena mereka saling membenci atau tertarik terhadap satu sama lain.

Celeste yang berjalan di sisiku berhenti, lalu dia menarik tanganku untuk kembali ke koridor di mana elevator berada. Kami berdiri di balik tembok agar Nevan maupun Naura tidak menyadari kehadiran kami. Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi gadis itu meletakkan telunjuknya di depan mulutnya.

Hm. Untuk apa kami hanya berdiri diam

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mengukir Impian Baru   Bab 98 - Gajian

    “Celeste, kamu sudah periksa pesan yang masuk?” tanya Sari dari biliknya. Aku mengangkat kepala dan melihat ke arahnya dengan bingung. “Hari ini kita gajian!”“Oh!” Aku menghentikan pekerjaanku sejenak dan mengambil ponselku yang ada di samping keyboard. Ada satu pesan masuk, aku membacanya. Iya, gaji kami sudah masuk. Hanya setengah dari jumlah gaji kami yang sebenarnya karena kami baru dua minggu bekerja. Tetapi aku sangat bahagia membacanya. Gaji pertamaku.“Makan malam bersama nanti?” ajak Retno. Aku dan Sari serentak menganggukkan kepala kami.Aku memberitahu Jonah mengenai hal itu dan dia mengatakan agar aku berhati-hati. Dia tidak bisa ikut makan malam bersamaku dan teman-temanku. Walaupun aku sedikit kecewa dengan jawaban itu, aku tidak mengatakannya. Dia pasti sudah ada janji yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Dia bisa menjemputku agar kami bisa pulang bersama malam nanti sudah lebih dari cuku

    Last Updated : 2021-10-04
  • Mengukir Impian Baru   Bab 99 - Keras Kepala

    Tentu saja mereka berdua menyangkal hal itu. Kakak dan Naura serentak mengatakan bahwa dugaan Papa itu tidak benar. Mereka berdua bertengkar lagi. Tangan Jonah yang ada di pangkuanku mengusap-usap punggung tanganku. Aku menoleh ke arahnya dan melihat dia tersenyum penuh arti. Bukan hanya aku, dia pun menganggap pemandangan di hadapan kami itu sangat lucu.“Aku menyukaimu, Naura. Dan aku yakin, putraku juga menyukaimu. Maukah kamu memberinya satu kesempatan? Dia tidak akan pernah mengatakan ini kepadamu, jadi dia membutuhkan bantuan,” kata Papa membujuk atasanku. Papa memang orang tua yang sangat bijak.“Aku tidak pernah bilang,” kata Kakak, Papa segera menatapnya dengan tajam. Kak Nevan terpaksa menutup mulutnya.“Maaf, Om. Aku tidak bisa.”“Mengapa tidak? Dia tampan, seorang dokter yang sedang mengambil spesialis, dia belum pernah punya kekasih tetapi dia memperlakukan wanita dengan baik. Kamu bisa tanyakan itu k

    Last Updated : 2021-10-04
  • Mengukir Impian Baru   Bab 100 - Pernikahan Palsu

    “Kamu tidak bisa menghindariku selamanya, Jonah,” ucap Jovita yang berdiri penuh rasa percaya diri di depanku, menghalangi langkahku untuk masuk ke restoran. Siang ini aku punya janji makan siang dengan Ayah dan salah satu investor kami. Aku hanya berjalan melewatinya tanpa mengatakan apa pun. Dia memegang tanganku yang segera aku tepis sampai dia terdorong ke kiri dua langkah. Fabian segera menolong dengan memegang kedua lengannya agar dia tidak jatuh. Aku membuka pintu restoran itu. “Kamu harus datang besok ke gereja atau sesuatu yang buruk akan terjadi,” katanya mengancam. Aku sudah tidak takut pada apa pun lagi, jadi aku tidak ambil pusing dengan kalimatnya itu. Semua bukti yang aku butuhkan untuk membongkar kejahatan Om Gunawan sudah terkumpul. Aku hanya perlu memberi perintah, maka semua bukti itu bisa disebarkan di internet. Dalam waktu singkat, orang-orang perpajakan pasti akan memulai penyelidikan langsung dan polisi menangkap pria itu atas perbuatan

    Last Updated : 2021-10-05
  • Mengukir Impian Baru   Bab 101 - Penyelamat

    “Oh, tidak. Tidak. Jangan sekarang.” pekiknya panik. Ayahnya segera memegang tangannya kembali. “Vita, apakah kamu tidak apa-apa?” tanya Om Gunawan kebingungan. “Aku tidak apa-apa. Pernikahan harus diteruskan. Aku tidak apa-apa, Pa,” ucap Jovita yang mencoba untuk kembali berdiri dengan tegak, tetapi tidak bisa. Dia harus ditopang oleh ayahnya. “Tidak bisa. Kamu akan segera melahirkan.” Kalimat Om Gunawan itu mengundang istrinya juga beberapa tamu untuk maju ke altar. “Kita harus ke rumah sakit sekarang. Usia kandungannya baru tujuh bulan, air ketuban sudah pecah. Ini pertanda buruk.” ucap Tante Hesti panik. “Ayo, Pa. Kita tidak bisa menunggu sampai ambulans datang. Kita harus pergi sekarang.” “Tidak, Ma. Pernikahannya harus diteruskan,” ucap Jovita bersikeras. Beberapa orang menggotongnya keluar dari pintu yang baru saja dimasukinya tadi dengan penuh rasa percaya diri. Lydia melihat ke arahku dengan kesal, lalu mengikuti rombongan yan

    Last Updated : 2021-10-05
  • Mengukir Impian Baru   Bab 102 - Kritis

    Suara dan bunyi di sekitarku sangat mengganggu. Aku masih mengantuk, tetapi kumemaksa untuk membuka mata ingin meminta agar semuanya diam. Kepalaku terasa sakit sekali. Saat nyerinya berkurang, aku kembali membuka mata dan melihat ke sekelilingku. Aku hanya melihat warna putih. Langit-langit, tirai, semuanya berwarna putih. Apakah aku sedang berada di surga? Apa yang terjadi sehingga aku berada di ruangan ini? Merasakan sentuhan pada kedua tanganku, aku menoleh. Di sebelah kiri ada seorang pria, sedangkan di sebelah kanan seorang wanita. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku dengar. “Tidak apa-apa, Om. Dia hanya sedang membiasakan diri setelah beberapa jam tidak sadarkan diri.” Aku sayup-sayup mendengar suara Kakak. Kemudian dia berada dalam jangkauan penglihatanku. Dia berdiri di dekat kepalaku. “Hai, Este. Kamu sudah membuat kami semua khawatir.” “Kakak,” kataku pelan. Suaraku terdengar serak. Barulah aku menyadari bahwa aku sangat haus. “Aku haus.”

    Last Updated : 2021-10-06
  • Mengukir Impian Baru   Bab 103 - Sebuah Kebohongan

    Aku dan Celeste berlari menyusuri koridor, tidak peduli dengan peringatan yang disampaikan oleh setiap suster yang berpapasan dengan kami. Tunanganku sudah menangis sejak berada di dalam mobil. Aku juga ikut gelisah, Biar bagaimana pun, gadis itu telah menolong kekasihku. Aku tidak bisa tidak merasa bersalah andai sesuatu yang buruk terjadi kepadanya. Keadaan di luar ruang ICU benar-benar kacau. Para pria bertubuh tinggi dan kekar itu tidak lagi menahan diri mereka seperti yang aku lihat semalam. Wajah mereka semua basah oleh air mata, tanpa terkecuali. Aku sampai memikirkan hal yang terburuk telah terjadi. Ternyata tidak. Raven masih hidup dan sedang berjuang antara hidup dan mati. Aku menghela napas lega. “Apa yang terjadi?” tanyaku kepada Theo. Satu-satunya orang yang masih mampu menahan emosinya. Wajahnya basah oleh air mata, tetapi dia tidak menangis meraung seperti anak buahnya. “Scarlett,” jawabnya singkat. Hanya satu kata itu saja, aku sudah mengerti.

    Last Updated : 2021-10-06
  • Mengukir Impian Baru   Bab 104 - Kesalahan Besar

    Jonah tidak mengatakan apa pun saat dia terburu-buru mengajakku pergi dari butik. Ketika tiba di rumah sakit, aku menatapnya dengan bingung. Itu bukan rumah sakit yang sama di mana Raven sedang dirawat. Berarti ini adalah rumah sakit di mana Vita dan bayinya berada. Saat melihat sendiri bagaimana Vita bersikap seolah-olah Jonah adalah miliknya membuatku ingin muntah. Tetapi di sisi lain, aku kasihan kepadanya. Apakah tidak pernah ada kata cukup dalam hidupnya? Apakah menjadi istri Jason masih kurang sehingga dia menginginkan Jonah juga? Anak yang dilahirkannya adalah seorang laki-laki. Dia akan mendapatkan bagian juga dalam keluarga besar Ayah. Jadi, dia tidak perlu mengkhawatirkan masa depan anaknya dan Jason. Aku menahan diri untuk tidak marah kepadanya ketika dia mendorong tubuhku menjauh dari mobil Jonah. Aku duduk di jok belakang dan hanya diam melihat tangannya beberapa kali menyentuh bahu, tangan, atau paha tunanganku. Jonah yang tidak memedulikannya sudah cuk

    Last Updated : 2021-10-07
  • Mengukir Impian Baru   Bab 105 - Berduka Lagi

    “Tidaaaakkk!!” pekik Vita menyayat hati. Dia mendekati Yosef dan memukulinya. “Mengapa kamu melakukan itu?! Mengapa kamu mengambilnya dariku?! Jasooon …. Jaaaccee …. Dia tidak bersalah. Akulah yang bersalah. Bunuh saja aku. Aku sudah tidak kuat lagi. Jasoonn …!” Yosef hanya menangis di lantai. Dia bersimpuh dengan wajahnya beralaskan tangannya yang berada di atas karpet. Pandanganku mengabur karena air mata. Lebih mudah menerima kematian Jason karena sebuah kecelakaan dibandingkan dengan seseorang sengaja menginginkan kematiannya. Dia bukanlah pria yang sempurna tetapi dia dikagumi banyak orang. Bagaimana bisa orang sepertinya mati dengan cara yang mengenaskan? Dia dibunuh oleh saudara sepupunya sendiri. Bunda menangis meraung memanggil nama putranya. Bahkan Ayah tidak kuasa menahan diri dan mereka menangis bersama. Tetapi apa yang bisa kami lakukan lagi? Jason sudah pergi untuk selamanya. Dia bahkan tidak tahu bahwa dia menikahi wanita egois yang tidak mengandung an

    Last Updated : 2021-10-07

Latest chapter

  • Mengukir Impian Baru   Bab 114 - Memulai Kisah Baru

    Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka

  • Mengukir Impian Baru   Bab 113 - Pilihan Bunda

    Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.

  • Mengukir Impian Baru   Bab 112 - Tidak Menyesal

    Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi

  • Mengukir Impian Baru   Bab 111 - Hari yang Dinanti

    “Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men

  • Mengukir Impian Baru   Bab 110 - Diciptakan untuk Bersama

    “Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me

  • Mengukir Impian Baru   Bab 109 - Bicarakan dengan Baik

    Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh

  • Mengukir Impian Baru   Bab 108 - Perjanjian Pranikah

    Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan

  • Mengukir Impian Baru   Bab 107 - Kenanganmu

    Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,

  • Mengukir Impian Baru   Bab 106 - Sehari Tanpamu

    Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k

DMCA.com Protection Status