Aku sangat senang menanti hari ini tiba. Aku memakai kemeja berlengan panjang, celana panjang, dan sepatu hak tinggi. Sebagai pegawai bagian keuangan, aku tidak akan terlalu banyak bergerak ke sana kemari. Setelah merias wajah seadanya serta mengikat rambutku di belakang kepala, aku menuju ruang makan.
Papa dan Kak Nevan sudah lebih dahulu berada di kursi mereka masing-masing, menikmati sarapan mereka. Papa menawarkan diri untuk mengantarku ke tempat kerja. Tetapi aku menolak karena Jonah akan datang menjemput dan mengantarku ke sana. Kakak segera menggodaku.
“Sepertinya pernikahan Este dan Jonah semakin dekat, Pa.” Kak Nevan mengedipkan sebelah matanya kepadaku.
“Sudah saatnya kita mendengar kabar baik itu. Mereka berdua sudah terlalu dekat. Jika tidak berhati-hati, tahun depan akan lahir seorang bayi di rumah ini.” Papa ikut menambahkan.
“Papa!” pekikku terkejut. Mereka berdua hanya tertawa.
Jonah datang tepat dengan waktu yang dia janjikan.
Meskipun hari ini adalah hari pertamaku bekerja, aku tidak dimanjakan oleh Naura. Begitu dia melihat aku bisa mengerjakan satu laporan dengan cepat, dia memberi laporan keuangan berikutnya. Sampai akhirnya jam makan siang tiba. Ponsel di atas mejaku bergetar. Aku membaca nama yang muncul di layar. Aku segera menjawab panggilan masuk tersebut. “Hai!” sapaku tanpa menyembunyikan rasa bahagiaku. “Makan siang bersama?” tanyanya. Aku mengerutkan kening. “Kamu sudah ada di lobi?” tanyaku tidak percaya. Dia mengiyakannya. “Aku segera turun.” Aku mengantri bersama karyawan lainnya yang juga ingin turun ke lantai bawah untuk makan siang. Aku mencari Jonah di antara sofa yang ada di lobi, ternyata dia berdiri di dekat pintu masuk. Dia melambaikan tangannya kepadaku. Aku segera berlari mendekatinya, lalu tertawa melihat kantong plastik dengan label sebuah restoran di tangannya. Dia sedikit membungkuk, aku menatapnya tidak percaya. Yang benar saja. Aku ti
Jason bersikap sangat aneh pagi ini. Dia yang biasanya memilih joging di ruang kebugaran malah ikut berlari kecil di sisiku. Aku tidak keberatan atau terganggu dengan kehadirannya. Aku malah suka bila ada yang menemaniku berolahraga. Tetapi dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya.Kami melakukan beberapa putaran bersama. Saat dia berhenti, aku memutuskan untuk berlari satu putaran lagi. Aku tahu bahwa dia tidak akan mau kalah, jadi aku tidak heran melihatnya menyusulku dan menyamakan larinya denganku. Dia tertawa, aku ikut tertawa bersamanya.“Apakah kamu mencintai Celeste?” tanyanya saat kami sedang melakukan pendinginan di teras depan. Aku hanya diam, tidak menjawabnya. “Kamu tidak perlu menjawabnya, tindakanmu sudah berbicara lebih keras. Kamu tidak pernah melindungi seorang gadis sekeras kamu menjaganya.”“Terima kasih.”“Maafkan aku sudah mencoba mengambilnya darimu. Kami tidak pernah punya hubungan apa pun
Dua hari pertama bekerja, segalanya berjalan dengan lancar dan aku sangat menikmati setiap tugas yang dibebankan kepadaku. Begitu mengetahui bahwa Jonah dan Naura saling mengenal, aku semakin berhati-hati dalam pekerjaanku. Aku tidak ingin Naura kecewa denganku dan nama Jonah ikut terbawa. Aku juga ingin membuktikan kepada tunanganku bahwa aku bisa bekerja dengan baik.Bilik dengan penyekatnya yang begitu tinggi membuatku tidak bisa akrab dengan rekan-rekan satu timku. Aplikasi obrolan yang ada di komputer juga tidak bisa digunakan untuk membahas masalah pribadi. Semuanya harus ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi, sampai hari ketiga ini aku hanya tahu nama Naura saja.Mudah saja bagiku untuk akrab dengan orang-orang baru, tetapi bukan hanya dua wanita yang tidak sengaja aku dengar percakapannya yang suka membicarakan aku di belakang. Ternyata beberapa pegawai lain juga kurang menyukaiku dan mereka bahkan berani menjelek-jelekkan aku saat mereka pikir bahwa aku tidak
Kak Nevan sedang libur, maka dia yang menjemputku dari tempat kerja pada sore itu. Sebenarnya aku bisa saja pulang sendiri dengan kendaraan umum, tetapi Jonah tidak mengizinkan aku. Dia masih saja khawatir bahwa Vita akan melakukan sesuatu untuk menyakitiku. Bukannya melihat Kakak dengan mobilnya, aku malah berdiri berhadapan dengan Nola saat keluar dari pintu utama. Dia tersenyum kepadaku. “Hai, Cel. Kita sudah lama tidak bertemu.” “Aku tidak bisa melakukan ini sekarang, Nola.” Aku menggelengkan kepalaku. Keputusannya kembali kepada Pras masih belum bisa aku terima. Aku tidak sanggup melihat wajahnya. “Kita perlu bicara. Aku mohon.” Dia berjalan mendekatiku. Aku segera mundur selangkah. “Aku tidak akan melakukan ini bila tanpa alasan yang kuat, Cel. Aku juga tidak mau kehilangan persahabatan kita. Aku mohon, izinkan aku menjelaskannya kepadamu.” “Jangan sekarang. Aku belum siap,” kataku lagi. Dia menatapku dengan sedih. Mendengar bunyi klakson, aku m
Manajer itu keluar dari ruangan dengan wajah penuh penyesalan kepadaku. Dia tidak bisa berbuat banyak atas laporan yang aku sampaikan. Karena dia hanya bisa bertindak jika ada bukti. Mereka berdua keluar dari ruangan IT, tetapi Pak Varen masih sempat menoleh ke arahku dan tersenyum penuh arti. Aku mengepalkan tinjuku.“Cel, mereka mungkin tidak percaya kepadamu, tetapi aku percaya,” ucap Nola berusaha untuk menghiburku. “Wajah kamu pucat sekali. Sebaiknya kamu makan dahulu sebelum kembali bekerja.”“Aku tidak yakin aku masih sanggup bekerja.” Aku terduduk di kursi kosong yang ada di ruangan itu.“Kamu sedang lapar. Ayo, kamu makan dahulu.” Nola menarik tanganku untuk berdiri. Aku menurut. Lagi pula aku tidak mungkin berada di ruangan itu lebih lama. Mereka sudah kembali bekerja.Kami duduk di sofa pada ruang duduk yang ada di lantai tersebut. Aroma makanan yang lezat itu mudah saja membantu mengembalikan sel
Lampu lalu lintas berwarna merah sedang menyala saat ponselku bergetar. Aku memutuskan untuk menjawab panggilan masuk tersebut agar keadaan di dalam mobil tidak terlalu sepi. Tidak pernah terlintas di benakku bahwa aku akan pernah mendengar berita terburuk dalam hidupku. Setidaknya, bukan kabar itu. Ayah berusaha tegar di seberang telepon saat memberiku kabar tersebut.Jason meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kakakku yang akhir-akhir ini bersikap begitu baik dan melakukan banyak hal bersamaku. Kami berolahraga bersama, memeriksa stan pameran bersama, menemui investor, melakukan inspeksi terakhir di mal baru kami, bahkan mendiskusikan laporan bersama. Semua hal itu adalah hal terakhir yang aku lakukan bersamanya?Kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan bertengkar, berdebat, dan bersaing karena orang-orang di sekitar kami sering membanding-bandingkan kami berdua. Mengapa saat hubungan kami membaik, kami hanya bisa menjalaninya sesaat saja? Mengapa kakakku dijemput se
Seperti yang aku harapkan, aku terbangun. Aku melihat ke langit-langit ruangan. Ini adalah kamarku. Aku mengerang pelan merasakan kepalaku sangat sakit. Aku menoleh ke kanan untuk melihat jam digital yang ada di atas nakas. Pukul tujuh pagi. Aku terlambat bangun dari biasanya.Saat menoleh ke kiri, aku melihat seseorang berbaring dengan posisi miring di sisiku. Kedua tangannya memegang tanganku yang ada di depan wajahnya. Lalu kejadian semalam bermain di kepalaku. Aku sangat terpukul dengan kematian Jason sehingga tidak mau melepaskan tanganku darinya. Dan di sinilah dia. Berbaring bersamaku sampai pagi.Aku menarik tanganku perlahan agar dia tidak terbangun. Hal pertama yang aku lakukan adalah mandi. Aku tidak akan sempat untuk berolahraga. Ada hal penting yang harus aku lakukan pada pagi ini. Setelah mengenakan setelan kerjaku, aku memasukkan dompet dan ponsel ke saku jasku.Gadis itu masih tertidur pulas. Semalam dia pasti sangat kelelahan karena ulahku. Aku
Rumah terlihat ramai dengan mobil polisi, wartawan dari berbagai media, dan mobil yang sepertinya adalah milik para kenalan dan keluarga yang datang untuk mengucapkan belasungkawa. Lingkungan sekitar rumah kami yang biasanya sunyi menjadi ramai seperti mal pada akhir pekan. Aku melihat salah satu petugas keamanan kami menuntunku untuk bergerak terus sampai ke pekarangan rumah. Orang-orang hanya parkir di tepi jalan, halaman rumah kami tidak dipenuhi dengan mobil.Tidak ada kerumunan wartawan di depan rumah. Lokasi yang biasanya dijadikan Ayah sebagai tempat untuk menjawab pertanyaan mereka. Mungkin konferensi pers mengenai pemberitahuan kematian Jason sudah selesai. Dan dugaanku benar. Beberapa wartawan yang aku kenal sedang duduk di beberapa kursi yang tersedia sambil menikmati makanan.Pintu ruang tamu terbuka, aku melongokkan kepala dan melihat polisi sedang berbicara dengan Ayah dan Bunda. Aku memutuskan untuk mundur dan membiarkan mereka yang menanganinya. Keadaan
Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka
Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.
Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi
“Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men
“Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me
Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh
Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan
Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,
Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k