Lampu lalu lintas berwarna merah sedang menyala saat ponselku bergetar. Aku memutuskan untuk menjawab panggilan masuk tersebut agar keadaan di dalam mobil tidak terlalu sepi. Tidak pernah terlintas di benakku bahwa aku akan pernah mendengar berita terburuk dalam hidupku. Setidaknya, bukan kabar itu. Ayah berusaha tegar di seberang telepon saat memberiku kabar tersebut.
Jason meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kakakku yang akhir-akhir ini bersikap begitu baik dan melakukan banyak hal bersamaku. Kami berolahraga bersama, memeriksa stan pameran bersama, menemui investor, melakukan inspeksi terakhir di mal baru kami, bahkan mendiskusikan laporan bersama. Semua hal itu adalah hal terakhir yang aku lakukan bersamanya?
Kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan bertengkar, berdebat, dan bersaing karena orang-orang di sekitar kami sering membanding-bandingkan kami berdua. Mengapa saat hubungan kami membaik, kami hanya bisa menjalaninya sesaat saja? Mengapa kakakku dijemput se
Seperti yang aku harapkan, aku terbangun. Aku melihat ke langit-langit ruangan. Ini adalah kamarku. Aku mengerang pelan merasakan kepalaku sangat sakit. Aku menoleh ke kanan untuk melihat jam digital yang ada di atas nakas. Pukul tujuh pagi. Aku terlambat bangun dari biasanya.Saat menoleh ke kiri, aku melihat seseorang berbaring dengan posisi miring di sisiku. Kedua tangannya memegang tanganku yang ada di depan wajahnya. Lalu kejadian semalam bermain di kepalaku. Aku sangat terpukul dengan kematian Jason sehingga tidak mau melepaskan tanganku darinya. Dan di sinilah dia. Berbaring bersamaku sampai pagi.Aku menarik tanganku perlahan agar dia tidak terbangun. Hal pertama yang aku lakukan adalah mandi. Aku tidak akan sempat untuk berolahraga. Ada hal penting yang harus aku lakukan pada pagi ini. Setelah mengenakan setelan kerjaku, aku memasukkan dompet dan ponsel ke saku jasku.Gadis itu masih tertidur pulas. Semalam dia pasti sangat kelelahan karena ulahku. Aku
Rumah terlihat ramai dengan mobil polisi, wartawan dari berbagai media, dan mobil yang sepertinya adalah milik para kenalan dan keluarga yang datang untuk mengucapkan belasungkawa. Lingkungan sekitar rumah kami yang biasanya sunyi menjadi ramai seperti mal pada akhir pekan. Aku melihat salah satu petugas keamanan kami menuntunku untuk bergerak terus sampai ke pekarangan rumah. Orang-orang hanya parkir di tepi jalan, halaman rumah kami tidak dipenuhi dengan mobil.Tidak ada kerumunan wartawan di depan rumah. Lokasi yang biasanya dijadikan Ayah sebagai tempat untuk menjawab pertanyaan mereka. Mungkin konferensi pers mengenai pemberitahuan kematian Jason sudah selesai. Dan dugaanku benar. Beberapa wartawan yang aku kenal sedang duduk di beberapa kursi yang tersedia sambil menikmati makanan.Pintu ruang tamu terbuka, aku melongokkan kepala dan melihat polisi sedang berbicara dengan Ayah dan Bunda. Aku memutuskan untuk mundur dan membiarkan mereka yang menanganinya. Keadaan
Aku menatap pesan pada surelku cukup lama. Tanggal pengirimannya adalah hari Kamis yang lalu. Tetapi aku sedang sibuk dengan urusan pasca kematian Jason, jadi aku tidak sempat memeriksa apa pun yang ada di ponsel. Aku hanya menjawab panggilan masuk. Pesan dan surel total aku abaikan. Perusahaan lain yang juga aku kirim surat lamaran dan daftar riwayat hidup memanggilku untuk mengikuti psikotes pada hari Senin besok. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau sedih dengan kabar tersebut. Bahagia karena aku tidak terlambat membacanya, sedih karena aku terharu aku mendapatkan kesempatan kedua secepat ini. “Kamu seharusnya bahagia. Mengapa kamu malah terlihat seperti orang yang baru mendengar vonis sakit yang mematikan?” ucap Jonah yang ikut makan siang bersama kami. Hari ini hari Minggu, hari kencan kami. Tetapi kami memutuskan untuk berada di rumah saja. “Aku tidak yakin apakah aku akan siap untuk menghadapi psikotes besok.” Aku menerima ponselku dari Jonah dan m
Aku, Ayah, dan Bunda berada di ruang dokter keluarga kami dengan perasaan waswas. Seorang dokter spesialis forensik dan timnya juga berada di ruangan tersebut. Mereka sudah siap memberi keterangan mengenai hasil autopsi Jason.Penyebab kematiannya sudah tidak mengejutkan lagi. Jason meninggal di tempat kejadian akibat benturan keras pada kepalanya. Luka lain yang dialaminya dalam kecelakaan tersebut juga cukup fatal. Selain itu dia tidak punya riwayat penyakit apa pun. Dia adalah pria yang sehat. Tentu saja. Kami sekeluarga rutin melakukan pemeriksaan kesehatan setahun sekali.“Kami juga sudah memberikan laporan hasil autopsi kepada pihak kepolisian untuk mendukung penyelidikan mereka atas kecelakaan tersebut,” ucap dokter itu menambahkan.Mereka tidak membantu sama sekali. Aku berharap mereka menemukan sesuatu yang lebih dari itu. Theo dan timnya terpaksa melepaskan sopir truk itu beberapa hari setelah dia tidak mau buku mulut. Dua hari kemudian, di
Jonah sudah memiliki segalanya. Aku mencari beberapa barang yang cocok untuk dijadikan sebagai kado ulang tahun untuk seorang kekasih, tetapi tidak ada yang kelihatannya akan disukainya. Papa dan Kak Nevan sudah menyiapkan kado dari mereka sejak beberapa hari yang lalu.Akhirnya, aku menyerah dan memutuskan untuk memberikan apa yang paling dia inginkan. Iya, dia sering menggunakannya sebagai ancaman, namun aku yakin bahwa dia sebenarnya serius dengan keinginannya tersebut. Kami memang belum lama saling mengenal tetapi aku percaya kepada hatiku. Dia sudah memilih Jonah, jadi mengapa kami tidak meresmikan hubungan kami?“Aku juga mencintaimu, Celeste,” bisiknya. Aku tertegun mendengarnya. Apa? Apa yang baru saja dia katakan? Dia menciumku tetapi aku tidak membalasnya.Yang aku inginkan adalah memberinya kado yang tidak akan pernah dia lupakan. Tetapi dia malah memberiku sebuah kejutan yang besar. Aku tidak pernah menduga bahwa aku akan mendengar dia me
“Selamat pagi, rekan-rekan semua. Saya Naura Putri Mahardika, mewakili perusahaan mengucapkan selamat datang. Kalian adalah orang-orang terbaik dari ribuan pelamar yang memilih kami untuk menjadi tempat dalam berkarya. Saya sangat berharap kita semua bisa bekerja sama dengan baik.” Naura adalah team leader-ku di perusahaan sebelumnya. Bagaimana bisa dia juga adalah direktur keuangan di perusahaan ini?Naura membacakan beberapa peraturan dasar bagi pegawai yang bekerja di perusahaan ini, lalu duduk dan Tyas yang mempresentasikan bagaimana kami menggunakan setiap aplikasi kerja yang ada pada komputer kami masing-masing. Kami mendapatkan masing-masing satu orang senior yang akan menjadi mentor kami selama satu minggu pertama. Aku sangat lega mendengarnya. Aku bisa belajar lebih cepat dan tidak perlu autodidak lagi.“Aku senang sekali saat tahu kamu juga melamar ke perusahaan ini!” ucap Naura yang mendekatiku usai briefingsin
“Sebaiknya kamu mulai mengakhiri hubunganmu dengan Celeste, Jo,” ucap Jovita saat kami sedang sarapan pada Senin pagi itu. Aku tidak meresponsinya dan memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutku. Seorang pelayan ingin menambahkan kopi ke dalam cangkirku, aku menolak.Ayah dan Bunda juga tampak tidak tertarik dengan ucapannya itu. Mereka hanya diam menikmati sarapan mereka masing-masing. Kami sudah tidak terkejut lagi dengan omongannya dan tingkahnya. Aku terus berkata kepada diriku sendiri agar bersabar. Waktunya akan segera tiba bagi kami untuk mengetahui semua kebenarannya.Sejak dia keluar rumah pada hari Minggu yang lalu tanpa diantar oleh sopir pribadinya, aku meminta Theo untuk mengirim orang agar membuntutinya ke mana pun dia pergi. Dan jika memungkinkan, menyadap ponsel dan memeriksa semua pesan atau surel yang ada di dalamnya.“Aku mengandung bayi laki-laki. Penerus Jason satu-satunya.” Kalimatnya itu menarik perhatian Ayah dan Bu
Aku tahu bahwa pegawai yang berurusan dengan administrasi sudah pulang lebih dahulu daripada pegawai yang berhubungan langsung dengan tamu restoran. Jadi, aku meminta Jonah untuk mengantarku ke rumah sahabatku. Aku hanya memberi lima menit kepada Pras, maka hanya itu yang dia dapatkan dariku.“Cel?” Nola melihatku dan Jonah secara bergantian dengan tatapan bingung.“Aku harap kamu dan adik-adikmu belum makan malam.” Aku mengangkat kantong plastik berisi makanan yang aku bawa. Dia tersenyum, lalu membuka pintu pagar rumahnya untuk kami.Kami makan malam bersama sambil berbincang dengan santai. Aku lebih banyak bertanya kepada adik-adiknya mengenai perkembangan mereka di sekolah masing-masing. Topik yang aman. Jonah seperti biasa, hanya diam saja dan menatap dingin kepada mereka.Karena itu setelah selesai makan malam, mereka langsung mengambil alih tugas merapikan meja dan mencuci piring. Lalu masuk ke kamar mereka masing-masing unt
Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka
Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.
Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi
“Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men
“Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me
Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh
Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan
Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,
Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k