Aku mengenakan dress berwarna hitam dengan bagian rok bertumpuk dipadukan dengan blazer berwarna putih dan sepatu berhak datar berwarna putih gading. Aku memasukkan semua barang yang akan aku butuhkan ke tas. Setelah untuk terakhir kalinya melihat bayanganku di cermin, aku keluar dari kamar.
Papa dan Kak Nevan sedang menikmati sarapan mereka. Air liurku terbit melihat bacon disajikan di atas meja. Aku segera duduk dan membuat roti isiku sendiri. Aku mengambil selembar roti tawar, lalu secara berurutan meletakkan selada, irisan tomat, bacon, telur, garam, lada, dan saus tomat, kemudian meletakkan selembar roti tawar lagi di atasnya.
“Kamu bukannya mau ke kampus?” tanya Kak Nevan melihat penampilanku. Aku mengangguk pelan sambil mengunyah roti isiku. “Lalu mengapa kamu berpakaian seperti itu? Biasanya kamu hanya memakai blus dan celana panjang.”
“Bukan aku yang akan sidang hari ini, aku juga tidak
Papa menolak keras ketika aku mengatakan kepadanya mengenai rencana liburan bersama tersebut. Dia tidak percaya bahwa teman-teman akan menjagaku dengan baik. Walaupun aku sangat tidak suka dengan ide itu, aku benar-benar tidak mau mengatakan hal itu, tetapi demi kata iya darinya, aku terpaksa berkata bahwa Jonah juga akan ikut.Ajaib. Papa langsung setuju dan memberiku kartu kreditnya untuk memesan tiket pesawat dan kamar hotel. Aku hanya bisa bengong. Nola membenci ide itu saat aku memberitahunya lewat telepon. Namun karena kami benar-benar ingin pergi, kami akhirnya mengalah. Jonah hanya membalas pesanku dengan satu kata favoritnya, oke.Baru hari pertama liburan, Jonah sudah membuatku kesal. Dia menjemputku dari rumah dengan limousine. Katanya, fasilitas dari maskapai penerbangan. Oh, aku tidak mengeluhkan hal itu. Yang aku keluhkan adalah dia kembali sibuk sendiri dengan ponselnya. Apakah dia tidak mengajukan cuti karena akan ikut berlibur? Mengap
Reaksinya saat mengetahui bahwa kami akan tidur satu kamar sudah bisa aku tebak. Karena itu aku tidak mengatakan apa pun mengenai rencanaku tersebut. Kami sudah bertunangan, apa salahnya tidur dalam satu kamar? Kami tidak tidur dalam satu tempat tidur, apa yang dia khawatirkan?Aku memang tertarik kepadanya. Aku tahu bahwa aku sedang menyiksa diriku sendiri dengan berada dalam satu kamar dengannya tetapi tidak bisa menyentuhnya. Perasaan yang diam-diam tumbuh untuknya di dadaku tidak banyak membantuku. Hampir setiap malam aku memikirkannya. Setidaknya, aku ingin mencium bibirnya sebelum tidur.Tentu saja aku tidak mungkin melakukannya. Kami hanya bertemu pada hari Minggu atau hari lainnya bila ada hal yang tak bisa kami hindari. Hanya pada saat kami bertemu aku bisa mendapat satu ciuman. Aku masih punya harga diri. Aku tidak mungkin mampir setiap kali usai kerja ke rumahnya hanya untuk mencicipi bibirnya. Dia bisa curiga bahwa aku jatuh cinta kepadanya.“K
Papa benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa dia mengizinkan aku dan Jonah tidur dalam satu kamar? Sampai aku pamit untuk berangkat pagi tadi, Papa tidak mengatakan apa pun tentang ini kepadaku. Aku benar-benar tidak percaya papaku sendiri mengizinkan ini terjadi.Seharusnya kami berada di pulau ini untuk bersenang-senang dan menikmati alam. Semua rencana itu hancur karena masalah kamar. Mengapa dia tidak tidur di kamarnya sendiri saja dan aku bersama teman-temanku? Bukankah itu akan lebih nyaman baginya?“Aw!” Aku memekik terkejut ketika sesuatu yang dingin menyentuh wajahku. Nola tertawa.“Wajah apa itu? Kita ke sini untuk berlibur, bukan untuk memikirkan masalah,” ucap Nola sambil menyiramkan air laut ke arahku.“Nola, cukup!” kataku setengah marah. Dia terus saja menyerangku hingga akhirnya aku ikut tertawa bersamanya. Dan perang air pun tidak terhindarkan.Dia menyerah lebih dahulu. Aku tertawa penuh kemenan
Aku tidak nyaman mengenakan mantel mandi tersebut lebih lama, tetapi aku juga tidak berani berganti pakaian di kamar ini. Dia bisa keluar dari kamar mandi kapan saja, dan aku tidak mau dia melihatku tanpa pakaian.Kami akan bicara setelah dia selesai mandi. Apa dia pikir aku takut kepadanya? Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Dia bisa berenang di kolam dan membiarkan puluhan mata menikmati tubuh indahnya. Mengapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama? Aku tetap berpakaian, sama seperti dia. Lagi pula apa bedanya baju renang one pieceatau two piece?Peraturannya selalu saja hanya diberlakukan untukku, sedangkan dia tidak. Aku rasanya ingin menarik-narik wajah dinginnya itu karena sudah membiarkan banyak orang melihat tubuhnya. Nola dan teman-temanku juga seenaknya saja menatapnya tanpa berkedip. Mereka sebenarnya sahabatku atau bukan? Dan berani sekali mereka berharap bisa tidur satu kamar dengannya.Sebentar. Apa yang sedang aku pikir
Apa yang disampaikan di internet seratus persen benar. Aku sangat takjub saat melihat sendiri hasilnya. Ternyata menghadapi wanita yang sedang marah tidaklah sesulit yang aku bayangkan. Aku hanya perlu memeluknya sampai dia merasa tenang.Celeste bukan hanya tidak marah lagi kepadaku, dia bahkan tidak menolak ciumanku. Aku tidak percaya masih beberapa minggu lalu dia bukan hanya menolak, tetapi juga tidak tahu bagaimana cara mencium dengan benar. Sekarang dia bukan hanya membalas ciumanku, dia juga sudah belajar melakukannya dengan benar.Debaran di dadaku saat kami berada begitu dekat terhadap satu sama lain dan rasa sedih ketika harus menjauhkan diri hanya memiliki satu arti. Aku jatuh cinta semakin dalam kepada gadis ini. Karena kalau bukan itu alasannya, aku tidak akan bertingkah seperti tadi saat mengetahui dia memakai baju renang itu.Kami sedang berada di kolam renang, dia berencana untuk berenang bersama teman-temannya, tentu saja dia memakai baju renang
Hatiku terasa lebih ringan setelah kami bicara baik-baik di kamar. Kami duduk begitu dekat di sofa dan mendiskusikan banyak hal. Tentu saja banyak berciuman juga. Ehem. Sampai akhirnya perutku berbunyi merusak suasana indah tersebut.Kami keluar dari kamar sambil bergandengan tangan. Aku menekan bel kamar Nola, tetapi tidak ada respons. Aku menekan bel kamar teman kami, juga tidak ada respons. Sepertinya mereka sudah turun ke restoran lebih dahulu.Dan dugaanku benar. Nola menyambut kedatangan kami dan mengajak kami untuk duduk bersama mereka. Makan malam itu sangat menyenangkan sampai para pria kenalan teman-temanku datang ke meja kami. Salah satu dari mereka mengenal Jonah dan bersikap tidak sopan dengan meletakkan tangannya di atas meja agar bisa menjabat tanganku. Tepat di atas piring Jonah.“Pria yang banyak bicara itu adalah anak salah satu pengusaha besar di Jakarta,” ucap Jonah yang akhirnya membuatku mengerti mengapa dia bersikap seolah-olah
“Sialan kamu. Berengsek! Jangan sentuh aku! Jauhkan tanganmu dariku!” pekikku dengan kesal.“Apa yang sedang kamu lakukan?” Jonah berbicara dengan suara seraknya. Aku membuka mata dan melihat kami sedang berbaring bersama di salah satu tempat tidur.“Pergi kamu! Enak saja kamu mau menyentuh tubuhku sebelum menikah! Pindah! Tempat tidurmu bukan di sini!” Aku memberontak ingin lepas dari pelukannya.“Ini tempat tidurku. Kamu saja yang pindah.” Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga ke leher, lalu kembali terlelap. Aku menatapnya dengan heran. Apa yang telah terjadi? Bukankah dia ingin melakukan sesuatu denganku? Mengapa sikapnya malah acuh tak acuh begini?Aku melihat ke balik selimut. Pakaianku masih lengkap. Bahkan aku masih mengenakan pakaian yang aku ingat aku pakai saat makan malam. Apa yang terjadi? Aku duduk dan melihat ke sekujur tubuhku. Tidak ada yang berubah. Tidak ada yang terasa aneh j
Minggu ini benar-benar minggu yang melelahkan bagiku. Ucapan selamat yang tidak henti -hentinya berdatangan atas terjualnya seluruh unit apartemen kami. Celeste yang mengalami nyeri datang bulan. Penerbangan dari Jakarta ke Bali sekaligus pekerjaan yang menumpuk. Ditambah lagi aku harus menghadapi tunanganku yang tantrum, lalu trauma karena perbuatan pria kurang ajar itu, dan perkelahianku dengan mereka. Aku hanya ingin beristirahat pada hari Minggu.Sayangnya, aku tetap bangun pagi dan terpaksa menyibukkan diri dengan membaca berita terbaru di media berita daring. Aku akui aku iri dengan tunanganku yang bisa tidur begitu pulas di tempat tidurnya. Aku ingin sekali mengganggunya agar dia menemaniku berbincang, tetapi mengingat apa yang baru dialaminya, dia layak untuk mendapatkan waktu istirahat beberapa jam lebih lama.Aku mencium keningnya sebelum keluar dari kamar. Lebih baik aku mandi agar saat dia bangun, kami bisa ke ruang makan. Aku mengenakan salah satu kaus dan