Beranda / Romansa / Mengukir Impian Baru / Bab 48 - Keadaan Darurat

Share

Bab 48 - Keadaan Darurat

Penulis: Meina H.
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-11 13:26:32

Satu unit lagi dan aku akan lepas dari tanggung jawab pemasaran apartemen baru kami. Walaupun para agen penjual begitu bersemangat menawarkan unit terakhir, aku menyuruh mereka semua untuk istirahat makan siang. Tidak ada gunanya mereka memaksakan diri jika karena pekerjaan ini mereka menjadi sakit.

Aku menunggu laporan dari stan lain yang ada di beberapa mal yang berlomba menjual unit terakhir. Tetapi sampai jam makan siang tiba, belum juga ada berita. Fabian mengajakku untuk makan di salah satu restoran, aku menolak. Aku lebih memilih makan bersama karyawan lainnya di belakang stan. Hanya tinggal satu unit lagi, aku lebih baik menunggu bersama mereka.

Fabian baru saja datang membawakan makan siang yang dibelinya ketika ponsel dengan nomor pribadiku bergetar. Aku mengeluarkan benda itu dan terkejut melihat nama pada layar. Celeste tidak pernah meneleponku pada jam kerja. Biasanya hanya mengirim pesan.

“Halo,” sapaku sambil berjalan menjauh dari para

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengukir Impian Baru   Bab 49 - Tampil Beda

    Aku mengenakan dressberwarna hitam dengan bagian rok bertumpuk dipadukan dengan blazer berwarna putih dan sepatu berhak datar berwarna putih gading. Aku memasukkan semua barang yang akan aku butuhkan ke tas. Setelah untuk terakhir kalinya melihat bayanganku di cermin, aku keluar dari kamar.Papa dan Kak Nevan sedang menikmati sarapan mereka. Air liurku terbit melihat bacondisajikan di atas meja. Aku segera duduk dan membuat roti isiku sendiri. Aku mengambil selembar roti tawar, lalu secara berurutan meletakkan selada, irisan tomat, bacon, telur, garam, lada, dan saus tomat, kemudian meletakkan selembar roti tawar lagi di atasnya.“Kamu bukannya mau ke kampus?” tanya Kak Nevan melihat penampilanku. Aku mengangguk pelan sambil mengunyah roti isiku. “Lalu mengapa kamu berpakaian seperti itu? Biasanya kamu hanya memakai blus dan celana panjang.”“Bukan aku yang akan sidang hari ini, aku juga tidak

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • Mengukir Impian Baru   Bab 50 - Kelas Satu

    Papa menolak keras ketika aku mengatakan kepadanya mengenai rencana liburan bersama tersebut. Dia tidak percaya bahwa teman-teman akan menjagaku dengan baik. Walaupun aku sangat tidak suka dengan ide itu, aku benar-benar tidak mau mengatakan hal itu, tetapi demi kata iya darinya, aku terpaksa berkata bahwa Jonah juga akan ikut.Ajaib. Papa langsung setuju dan memberiku kartu kreditnya untuk memesan tiket pesawat dan kamar hotel. Aku hanya bisa bengong. Nola membenci ide itu saat aku memberitahunya lewat telepon. Namun karena kami benar-benar ingin pergi, kami akhirnya mengalah. Jonah hanya membalas pesanku dengan satu kata favoritnya, oke.Baru hari pertama liburan, Jonah sudah membuatku kesal. Dia menjemputku dari rumah dengan limousine. Katanya, fasilitas dari maskapai penerbangan. Oh, aku tidak mengeluhkan hal itu. Yang aku keluhkan adalah dia kembali sibuk sendiri dengan ponselnya. Apakah dia tidak mengajukan cuti karena akan ikut berlibur? Mengap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • Mengukir Impian Baru   Bab 51 - Satu Kamar

    Reaksinya saat mengetahui bahwa kami akan tidur satu kamar sudah bisa aku tebak. Karena itu aku tidak mengatakan apa pun mengenai rencanaku tersebut. Kami sudah bertunangan, apa salahnya tidur dalam satu kamar? Kami tidak tidur dalam satu tempat tidur, apa yang dia khawatirkan?Aku memang tertarik kepadanya. Aku tahu bahwa aku sedang menyiksa diriku sendiri dengan berada dalam satu kamar dengannya tetapi tidak bisa menyentuhnya. Perasaan yang diam-diam tumbuh untuknya di dadaku tidak banyak membantuku. Hampir setiap malam aku memikirkannya. Setidaknya, aku ingin mencium bibirnya sebelum tidur.Tentu saja aku tidak mungkin melakukannya. Kami hanya bertemu pada hari Minggu atau hari lainnya bila ada hal yang tak bisa kami hindari. Hanya pada saat kami bertemu aku bisa mendapat satu ciuman. Aku masih punya harga diri. Aku tidak mungkin mampir setiap kali usai kerja ke rumahnya hanya untuk mencicipi bibirnya. Dia bisa curiga bahwa aku jatuh cinta kepadanya.“K

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • Mengukir Impian Baru   Bab 52 - Bukan Anak Kecil

    Papa benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa dia mengizinkan aku dan Jonah tidur dalam satu kamar? Sampai aku pamit untuk berangkat pagi tadi, Papa tidak mengatakan apa pun tentang ini kepadaku. Aku benar-benar tidak percaya papaku sendiri mengizinkan ini terjadi.Seharusnya kami berada di pulau ini untuk bersenang-senang dan menikmati alam. Semua rencana itu hancur karena masalah kamar. Mengapa dia tidak tidur di kamarnya sendiri saja dan aku bersama teman-temanku? Bukankah itu akan lebih nyaman baginya?“Aw!” Aku memekik terkejut ketika sesuatu yang dingin menyentuh wajahku. Nola tertawa.“Wajah apa itu? Kita ke sini untuk berlibur, bukan untuk memikirkan masalah,” ucap Nola sambil menyiramkan air laut ke arahku.“Nola, cukup!” kataku setengah marah. Dia terus saja menyerangku hingga akhirnya aku ikut tertawa bersamanya. Dan perang air pun tidak terhindarkan.Dia menyerah lebih dahulu. Aku tertawa penuh kemenan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Mengukir Impian Baru   Bab 53 - Dalam Mimpimu

    Aku tidak nyaman mengenakan mantel mandi tersebut lebih lama, tetapi aku juga tidak berani berganti pakaian di kamar ini. Dia bisa keluar dari kamar mandi kapan saja, dan aku tidak mau dia melihatku tanpa pakaian.Kami akan bicara setelah dia selesai mandi. Apa dia pikir aku takut kepadanya? Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Dia bisa berenang di kolam dan membiarkan puluhan mata menikmati tubuh indahnya. Mengapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama? Aku tetap berpakaian, sama seperti dia. Lagi pula apa bedanya baju renang one pieceatau two piece?Peraturannya selalu saja hanya diberlakukan untukku, sedangkan dia tidak. Aku rasanya ingin menarik-narik wajah dinginnya itu karena sudah membiarkan banyak orang melihat tubuhnya. Nola dan teman-temanku juga seenaknya saja menatapnya tanpa berkedip. Mereka sebenarnya sahabatku atau bukan? Dan berani sekali mereka berharap bisa tidur satu kamar dengannya.Sebentar. Apa yang sedang aku pikir

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Mengukir Impian Baru   Bab 54 - Pencari Masalah

    Apa yang disampaikan di internet seratus persen benar. Aku sangat takjub saat melihat sendiri hasilnya. Ternyata menghadapi wanita yang sedang marah tidaklah sesulit yang aku bayangkan. Aku hanya perlu memeluknya sampai dia merasa tenang.Celeste bukan hanya tidak marah lagi kepadaku, dia bahkan tidak menolak ciumanku. Aku tidak percaya masih beberapa minggu lalu dia bukan hanya menolak, tetapi juga tidak tahu bagaimana cara mencium dengan benar. Sekarang dia bukan hanya membalas ciumanku, dia juga sudah belajar melakukannya dengan benar.Debaran di dadaku saat kami berada begitu dekat terhadap satu sama lain dan rasa sedih ketika harus menjauhkan diri hanya memiliki satu arti. Aku jatuh cinta semakin dalam kepada gadis ini. Karena kalau bukan itu alasannya, aku tidak akan bertingkah seperti tadi saat mengetahui dia memakai baju renang itu.Kami sedang berada di kolam renang, dia berencana untuk berenang bersama teman-temannya, tentu saja dia memakai baju renang

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Mengukir Impian Baru   Bab 55 - Dalam Mimpi

    Hatiku terasa lebih ringan setelah kami bicara baik-baik di kamar. Kami duduk begitu dekat di sofa dan mendiskusikan banyak hal. Tentu saja banyak berciuman juga. Ehem. Sampai akhirnya perutku berbunyi merusak suasana indah tersebut.Kami keluar dari kamar sambil bergandengan tangan. Aku menekan bel kamar Nola, tetapi tidak ada respons. Aku menekan bel kamar teman kami, juga tidak ada respons. Sepertinya mereka sudah turun ke restoran lebih dahulu.Dan dugaanku benar. Nola menyambut kedatangan kami dan mengajak kami untuk duduk bersama mereka. Makan malam itu sangat menyenangkan sampai para pria kenalan teman-temanku datang ke meja kami. Salah satu dari mereka mengenal Jonah dan bersikap tidak sopan dengan meletakkan tangannya di atas meja agar bisa menjabat tanganku. Tepat di atas piring Jonah.“Pria yang banyak bicara itu adalah anak salah satu pengusaha besar di Jakarta,” ucap Jonah yang akhirnya membuatku mengerti mengapa dia bersikap seolah-olah

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-14
  • Mengukir Impian Baru   Bab 56 - Malaikat Pelindung

    “Sialan kamu. Berengsek! Jangan sentuh aku! Jauhkan tanganmu dariku!” pekikku dengan kesal.“Apa yang sedang kamu lakukan?” Jonah berbicara dengan suara seraknya. Aku membuka mata dan melihat kami sedang berbaring bersama di salah satu tempat tidur.“Pergi kamu! Enak saja kamu mau menyentuh tubuhku sebelum menikah! Pindah! Tempat tidurmu bukan di sini!” Aku memberontak ingin lepas dari pelukannya.“Ini tempat tidurku. Kamu saja yang pindah.” Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga ke leher, lalu kembali terlelap. Aku menatapnya dengan heran. Apa yang telah terjadi? Bukankah dia ingin melakukan sesuatu denganku? Mengapa sikapnya malah acuh tak acuh begini?Aku melihat ke balik selimut. Pakaianku masih lengkap. Bahkan aku masih mengenakan pakaian yang aku ingat aku pakai saat makan malam. Apa yang terjadi? Aku duduk dan melihat ke sekujur tubuhku. Tidak ada yang berubah. Tidak ada yang terasa aneh j

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-14

Bab terbaru

  • Mengukir Impian Baru   Bab 114 - Memulai Kisah Baru

    Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka

  • Mengukir Impian Baru   Bab 113 - Pilihan Bunda

    Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.

  • Mengukir Impian Baru   Bab 112 - Tidak Menyesal

    Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi

  • Mengukir Impian Baru   Bab 111 - Hari yang Dinanti

    “Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men

  • Mengukir Impian Baru   Bab 110 - Diciptakan untuk Bersama

    “Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me

  • Mengukir Impian Baru   Bab 109 - Bicarakan dengan Baik

    Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh

  • Mengukir Impian Baru   Bab 108 - Perjanjian Pranikah

    Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan

  • Mengukir Impian Baru   Bab 107 - Kenanganmu

    Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,

  • Mengukir Impian Baru   Bab 106 - Sehari Tanpamu

    Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k

DMCA.com Protection Status