Share

Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku
Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku
Penulis: Rein_Angg

BAB 1 "MALAM PERTAMA"

Penulis: Rein_Angg
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-23 18:56:05

Malam ini adalah malam pernikahanku. Rasa penat, lelah, nyeri menghunjam di sekujur pergelangan kaki. Ya, berdiri berjam-jam memakai hak tinggi rupanya cukup menyiksa. Meski aku sudah biasa memakainya untuk bekerja, tetap saja rasanya sangat sakit.

“Sini, Mas pijetin,” ucap Mas Ricky menarik kakiku ke atas pangkuannya.

Suami yang lebih tua delapan tahun daripada usiaku. Wajahnya sangat tampan dengan kulit putih bersih. Ia bekerja sebagai manajer area di sebuah bank swasta terkenal, tempat kami bertemu hingga akhirnya menikah.

“Nggak nyangka, kita akhirnya nikah juga, ya, Mas,” celotehku asal berbunyi. Memang aku tipe orang yang ceplas-ceplos. 

“Yah, namanya jodoh, Cha,” sahutnya santai masih terus memijat kakiku.

Kutatap perbuatannya menyentuh tubuh ini. Ia tersenyum begitu tulus. Bahkan, rona bahagia terpancar jelas di wajahnya. Tidak kupungkiri, aura khas para raja memang memancar di sana. Mas Ricky berasal dari Solo, kotanya para raja. Ia pun memiliki gelar Raden Bagus di depan namanya. Keturunan ningrat, itulah dia.

Seandainya saja status darah biru bisa berbanding lurus dengan kelakuan, mungkin aku tidak akan ada dalam rasa muak, sesak, dan kalah pada malam pertamaku.

Kulirik telepon genggam yang ada di atas meja. Baru saja sebuah chat masuk dan terlihat di layar notifikasi saat Mas Ricky di kamar mandi. Ada nama Tanti, mantan yang sangat tergila-gila dengan Mas Ricky. Bisa-bisanya ia mengirim pesan menjijikkan.

[Jangan mikirin aku saat bercinta dengan Anissa.] Begitu yang aku baca tadi.

Dasar wanita bejat! Sudah punya suami, loh, dia itu! Masih saja meringsek ke lelaki lain, ke suamiku.

Namun, dimana ada asap, di situ ada api. Tanti tidak akan begitu kalau Mas Ricky tidak menanggapi, bukan?

Aku sengaja diam dan menanti reaksi suamiku. Apakah dia akan bercerita? Atau justru menghapus pesan dan bersikap seolah tidak ada apa-apa?

Gila! Begitu selesai mandi, Mas Ricky langsung menghapus pesan itu. Wajahnya pun tidak terlihat panik. Semua biasa saja. Apa-apaan ini? Aku menjerit dalam hati. Malam pernikahan yang kacau!

Bahkan, sekarang dengan santainya ia memijit kakiku seolah tidak terjadi apa-apa.

“Mas, cewek-cewek itu masih suka ngegodain kamu, nggak?” selidikku pura-pura merajuk. Mas Ricky tahu kalau aku suka cemburu dengan para wanita di sekelilingnya.

“Hmm, kamu sendiri gimana? Cowok-cowok masih suka ngajakin hang out, nggak?” balasnya ikutan merajuk. “Malam pertama kok bahas orang lain, toh, Cha?”

“Pengen aja. Kenapa? Nggak boleh?” sahutku semakin cemberut.

Ih, kenapa sih dia harus sembunyikan kehadiran Tanti. Aku benar-benar menanti Mas Ricky menceritakan semuanya.

“Nggak boleh, dong! Ini kan malam pertama. Kita harusnya … itu tuh!” Ia menaikkan pijatan ke atas pahaku.

“Hmm, terusin aja. Alih pembicaraan, kan?” tukasku kesal. Kutarik paha dan kutepis tangannya.

“Ayolah, Cha. Jangan begini. Yuk, kita matiin lampu, terus kita … ehm ehm,” rayunya tak kenal menyerah.

Ia menubruk tubuhku dengan peluk dan cium. Jemarinya mulai menggerayangi lingerie seksi hadiah dari Rini, sahabat baikku.

“Kamu seksi sekali malam ini, Beb!” bisiknya semakin mendesah. Bisa kurasakan jemari yang besar-besar itu menyelinap ke berbagai celah di area sensitif tubuhku.

Bukannya menikmati, aku justru wondering. Kenapa dia begitu ahli? Katanya belom pernah make love dengan siapa pun juga. Lalu, kalau memang benar, kenapa tidak ada lagi rasa canggung atau malu?

“Ah!” Aku menjerit kecil ketika merasakan tekanan di bawah pusar. Benar-benar ahli suamiku ini! Dari cerita yang aku dengar, malam pertama biasanya sama-sama malu dan bingung.

Sementara saat ini, aku yang malu dan bingung, sedangkan dia sudah ahli dan tak kepalang tanggung langsung membuatku melayang dengan rangsangan-rangsangan.

Otak mulai berkabut. Desiran dan rasa panas menjalar di seluruh tubuhku. Ah, semua ini terasa sungguh mendebarkan.

Kutinggalkan rasa curiga, cemburu, dan prasangka. Malam ini, adalah malam pertama kami. Kuputuskan untuk melupakan semua dan pasrah menyerahkan mahkota kesucian pada Mas Ricky, suami tercinta.

***

Mendekati waktu Subuh, aku terbangun. Udara dingin dari AC menusuk kulit lenganku yang polos tanpa pakaian. Mas Ricky melarangku untuk memakai pakaian. Ia ingin tidur dengan kami berdua sama-sama telanjang. Katanya, dengan begini akan lebih intim.

Ada sedikit rasa nyeri di bawah sana. Aku berdiri dan memegang kewanitaanku. Khawatir saja kalau ada apa-apa yang membuatnya sakit. Ketika aku bangkit, ada bercak merah di atas kasur. Aku bangga, menjadi perawan untuk suami tercinta.

Kembali masuk ke bawah selimut, aku berusaha tidur. Entah kenapa, sesuatu terus menggelayuti pikiran. Hati ini tidak tenang. Katakanlah ini firasat seorang wanita, karena setelah itu ponsel Mas Ricky berbunyi lagi dalam mode getar.

Aku penasaran. Kuintip wajah lelapnya. Ia tertidur sangat pulas. Setelah bercinta dua ronde sepertinya ia kehabisan tenaga. Ia tidak akan tahu kalau aku melihat ponselnya.

Sial! Lagi-lagi Tanti! Wanita jahanam! Aku terus memaki dalam hati.

[Sudah tidur, ya? Gimana malam pertama dengan Anissa? Enak?] tulis Tanti pagi ini.

Aku tidak tahan lagi! Kubangunkan Mas Ricky dengan mengguncang tubuhnya.

“Mas! Bangun! Aku mau bicara!” seruku persis di telinganya. “Cepat bangun!”

Dengan berat, ia membuka mata dan langsung menguap. “Apaan, Cha?” tanyanya kesal menatapku, mengantuk.

“Nih! Jelasin! Aku mau kamu buka chatnya! Aku mau lihat!” todongku tanpa basa-basi.

Mata Mas Ricky mendelik begitu melihat chat Tanti, sang mantan. “Ah, nggak usah dipeduliin! Dia itu cuman kesepian aja!”

“Pokoknya buka! Aku mau baca!” paksaku tidak peduli. Mau dia kesepian kek, mau dia keramean kek, tidak seharusnya dia chat suami orang jam tiga dini hari.

“Haduuuh! Ngeganggu aja! Nih, buka dan baca sendiri!” Mas Ricky menyerahkan ponsel setelah membuka layar dengan menekan pola password.

Mataku tak berkedip saat ia menekan layar dan membentuk pola garis untuk membuka layar. 1-2-5-4. Aku membuat pola garis itu menjadi seperti angka di ponsel ketika hendak menelepon. Kuhafalkan terus menerus di dalam otak.

Kutekan aplikasi hijau bundar. Nama Tanti langsung kuterjang. Aneh, tidak ada chat sebelumnya. Hanya ada chat yang barusan aku baca tadi. Ini sangat aneh!

“Mana chat sebelumnya?” tanyaku ketus.

“Nggak ada!” tandas Mas Ricky balik badan, membelakangiku.

“Bohong! Mana mungkin sebelumnya nggak ada chat terus ujug-ujug dia chat kayak gini? Sebut-sebut namaku lagi?”

“Terserah kamu mau percaya apa nggak. Yang jelas aku nggak bohong. Emang Tanti itu begitu. Suka iseng ngegodain!” Mas Ricky masih terus memberi alasan.

Aku terdiam. Mau bilang apa lagi? Tidak ada bukti konkret mereka berselingkuh. Malah sekarang dengan tenangnya Mas Ricky sudah mengorok lagi, tanpa beban.

Pernikahan ini sebenarnya sudah ingin aku batalkan sejak tiga bulan yang lalu. Waktu itu, aku memergoki Mas Ricky sedang menggombal di depan seorang gadis cantik. SPG rokok yang masih sangat muda.

Tidak hanya cantik, tapi juga seksi. Memakai rok mini dan kaos ketat setengah perut. Lelaki mana yang tidak kembang kempis melihatnya?

Mas Ricky tidak sadar bahwa aku bersama teman-temanku datang ke café yang sama dengannya. Aku malu, melihat calon suamiku tidak bisa menahan hasrat playboynya.

Kami bertengkar hebat sampai aku melepas cincin pertunangan dan melemparkan ke tubuhnya lalu pulang begitu saja.

Namun, ketika aku mengutarakan ini ke orang tuaku, Mama justru menangis. Mengatakan bahwa kami akan menanggung malu di hadapan saudara dan relasi karena tidak jadi menikah.

Mereka justru menasehatiku agar bersabar dan berusaha tampil semenarik mungkin agar Mas Ricky tidak tergoda perempuan lain. 

Yah, memang penampilanku biasa saja. Tidak secantik para SPG itu. Aku juga bukan anak orang kaya yang bisa perawatan wajah sampai habis jutaan biar sekedar glowing. 

Namun, kalau memang wajah yang jadi sasaran utama Mas Ricky, dia tidak akan melamarku, bukan? 

Setelah itu, Mas Ricky mendatangi dan meminta maaf. Ia berjanji tidak akan begitu lagi, sampai selamanya. Bahkan ia langsung chat SPG Rokok itu di depanku, dan menulis bahwa ia akan menikahi aku.

Selesai satu SPG rokok, datang seorang Tanti. Mereka bertemu di reuni kampus satu bulan lalu dan berlanjut dengan ajang chatting secara intens. Aku sudah katakan kalau aku keberatan, tetapi Mas Ricky tetap cuek dan terus berhubungan. Katanya, hanya berteman.

Aku tidak bisa menghentikan pernikahan yang hanya kurang tiga minggu lagi. Kubawa dalam doa, berharap Mas Ricky akan berubah dan tobat setelah kami benar-benar menikah.

Sebenarnya, bukan hanya itu saja. Aku terlanjur jatuh cinta padanya. Ya, aku sebenarnya sangatlah mencintai suamiku. Seberapa besar marahku, akan selalu luluh ketika ia meminta maaf dan merayu.

Ponsel Mas Ricky bergetar lagi. Duh, Tanti lagi. [Aku barusan mimpiin kamu, Ricky. Aku kangen kamu.]

Brengsek! Cukup sudah! Aku telepon wanita gila itu.

“Halo, Ricky,” jawabnya lembut dan manja.

“Heh! Perempuan tua dan gatel! Berhenti ganjen sama suami orang! Nggak malu apa jadi pelakor?” makiku kasar. Aku sudah tidak peduli, meledak sudah amarahku.

“Ih, kamu Anissa ya?” Tanti terdengar tenang, tanpa ada emosi. Macam pembunuh berdarah dingin.

“Iya! Ini Anissa! Istrinya Ricky! Berhenti ngeganggu suami aku!” bentakku keras.

“Yeee, suami kamu doyan kok sama aku. Mungkin kamu kurang cantik, jadi Ricky lari ke aku! Hahaha! Kenapa jadi aku yang dimarahin?” sahut Tanti mencibirku dengan sukses. Suaranya benar-benar menghina dan merendahkan.

“Dasar murahan!” balasku menjerit. Air mata mulai merebak. Aku melempar guling ke lantai saking marahnya.

Mas Ricky kaget dan langsung bangun,  menoleh. Ia makin mendelik karena melihat aku sedang memegang teleponnya di telingaku. Dengan cepat ia ambil benda pintar tersebut dan melihat layar. Ia langsung menekan tombol merah lalu kembali mengunci layar.

“Kamu gila telepon Tanti Subuh begini?” amuk Mas Ricky semakin membuatku sakit hati. Kenapa jadi aku yang diamuk?

“Kamu kok belain dia sih, Mas?” Aku ganti mengamuk. "Dia gatel! Dia ngegodain kamu, tau nggak?"

“Ya ampun, Cha! Jaga martabat suamimu ini, dong! Kalau kamu tanggapin Tanti, aku yang malu!” jelasnya panjang lebar.

“Kamu selingkuh sama dia, kan? Dia bilang kamu doyan sama dia!” Aku turun dari kasur dan menuju koper kecil di pojok ruangan.

Aku tidak ingin lagi telanjang begini. Rasanya memalukan sekali karena Mas Ricky lebih membela Tanti.

Tiba-tiba tanganku ditarik dengan lembut dari belakang. Mas Ricky membimbingku naik ke atas kasur lagi. “Sini, ayo kita chat dia bareng. Oke? Berhenti menangis, Sayang.” Kecupan lembut ia daratkan di bibirku.

Bagai kerbau dicocok hidung, aku menurut. Kami kembali masuk ke dalam selimut. Jemari Mas Ricky mulai menyentuh layar ponsel, membuka chatnya dengan Tanti.

[Maafkan istriku. Dia masih kekanak-kanakan. Tapi tolong, kamu juga berhenti menggodaku seperti itu supaya tidak ada salah paham di antara kita semua. Oke? Salam untuk Dio.]

“Dio itu suaminya Tanti. Nah, sudah aku chat, kan? Apa kamu sudah tenang?” Mas Ricky menaruh ponsel lalu memelukku erat.

“Ya, pokoknya, kamu jangan selingkuhin aku, Mas!” rengekku terisak. Rasanya hati masih sakit terkena masalah Tanti pada malam pertama.

“Ish, mana mungkin aku selingkuh dari kamu? Dapetinnya aja pakai nunggu setengah tahun! Susah banget macarin kamu, tau nggak?” kenangnya terkekeh lalu menciumi pipiku dengan gemas.

Aku terbawa suasana syahdu yang ia ciptakan. Akhirnya aku menyerah, kalah. Ya, aku kalah, demi atas nama cinta. Aku kembali ke atas peraduan, menganyam cinta bersama suamiku.

***

Tiga bulan berlalu dengan tenang tanpa ada chat atau telepon yang mencurigakan di ponsel Mas Ricky. Tanpa dia sadari, aku selalu mengecek ponselnya ketika ia tidur atau mandi. Tentu saja aku bisa membuka ponselnya, karena aku mengingat pola passwordnya. Aku merasa bahagia. Tiap malam kami bercinta dengan penuh gairah.

Namun, malam ini aku mendadak gelisah, sama seperti saat malam pertama. Seolah ada sesuatu yang mengaduk-aduk perutku. Rasa tidak tenang terus mencuat. Entah mengapa, tapi aku selalu berpikir Mas Ricky ada wanita lain.

Akan tetapi, ponselnya bersih, tidak ada chat apa-apa. Tiba-tiba, sesuatu melintas di otakku. Apakah kamu sudah mengecek medianya? Seolah ada suara yang membisiki untuk menyasar penyimpanan media.

Duh, perutku semakin mules! Akan tetapi, aku harus melakukannya. Kuambil ponsel Mas Ricky, kembali kubuka layar dan langsung menekan ikon media.

Ada banyak folder di sana. Bahkan ada folder di dalam folder, di dalam folder, dan di dalam folder lagi. Gila! Sampai banyak sekali folder tersembunyi untuk apa? Jantungku serasa mau lompat dari dalam dada. Mataku memicing dengan nanar.

Tanpa bisa dicegah, telapak tanganku menjadi sangat dingin, sedingin es batu.

Nah, ini sudah folder terakhir. Duh! Dikasih password pula! Aku berpikir keras apa angka yang sekiranya dibuat password? Aku coba ulang tahunnya. Ah, gagal! Ulang tahunku? Gagal juga! Huh! Menyebalkan!

Aku coba tanggal pernikahan kami, dan … wow! Folder terbuka. Aku gembira karena tanggal pernikahan dijadikan password. Berarti ia mengingatnya terus. Mungkin ini adalah gambar-gambar kami bermesraan. Mas Ricky suka sekali mengambil foto saat kami berciuman.

Kubuka folder dan melihat foto yang ada di sana. Seketika itu juga, aku lebih baik pingsan!

BERSAMBUNG

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ira Kirana
klu yg penulisnya rein ... ............ ne buku ketiga yg gw baca, sukses buatmu rein .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 2 "FOTO JOROK"

    Mataku terbelalak. Tidak hanya berkunang-kunang tapi juga berkaca-kaca. Apa-apaan ini? Aku menjerit sekencang mungkin di dalam hati. Tanganku sampai bergetar hebat dan hampir saja ponsel Mas Ricky terjatuh. Gambar seronok dan juga … vulgar, bahkan porno! Ada foto Tanti sedang … telanjang. Bahkan dalam bentuk close up! Aku tak mampu bernapas lagi. Sesak! Semua terlalu menyesakkan! Dadaku berat, seperti ada batu karang yang menahan untuk bernapas. Ya, Tuhan! Tolong aku! Inikah yang dinamakan kondisi shock? Rasa mual perlahan merayap di dalam perut. Mengacak-acak dan mengaduk-aduk seisi lambung, membuatku ingin muntah! Aku ingin menangis, tetapi air mata tidak mau keluar sama sekali! Mataku tetap saja kering tanpa setetes air mata pun. Kenapa aku tidak bisa menangis? Tangan masih saja bergetar, dengan telapak tangan yang makin dingin. Mata mendelik, tak berkedip, menatap layar. Menatap wanita seksi dengan buah dada besar dan montok, sedang berpose menant

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-25
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 3 "SUAMIKU PEBINOR"

    “Jangan becanda, Mbak! Aku lagi bad mood, loh!” tukasku cemberut.“Siapa juga yang becanda? Serius ini! Kamu udah dua bulan nggak haid, 'kan? Nggak KB juga, 'kan?” Mbak Lelly malah semakin tersenyum dengan mata berbinar.Aku terdiam. Jantungku seperti dipompa. Berdegup kencang sekali. Apa iya aku hamil secepat ini?“Tapi, aku masih nggak mau hamil dulu, Mbak,” jujurku menundukkan kepala.“Hah? Kenapa?” Mbak Lelly terkejut sampai tidak jadi menyesap white coffee kesukaannya.Aku diam sejenak. Masih ragu untuk mengatakannya. Apakah aku akan jadi orang yang bejat kalau kukatakan aku masih belum mau punya anak?“Kenapa, Cha? Ayo, cerita!” desak Mbak Lelly mencolek lenganku.Kuhela napas panjang. Sebenarnya masih enggak untuk bercerita. Akan tetapi, ah, sudahlah!“Aku … sempat punya pikiran mau cerai dari Mas Ricky. Kalau punya anak, nanti semakin susah cerainy

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-26
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 4 "AKU HAMIL"

    Mati aku! Benar kata Mbak Lelly! Aku hamil! Dua garis biru terlihat nyata di alat test pack. Pantas saja aku mual terus menerus. Lemas sudah tubuh ini. Kepala tertunduk lesu. Meratapi kenyataan.Hamil? Punya anak? Dengan kondisi Mas Ricky masih menebar pesona ke segala penjuru mata angin? Mampukah aku melewatinya?“Cha? Lama amat di kamar mandi? Ngapain?” Suara Mas Ricky berteriak dari luar. Ia menggedor-gedor kanar mandi.“Sakit perut! Sabar dikit, lah!” omelku masih mengusap-usap wajah dengan kedua telapak tangan.“Iya, aku sabar! Masalahnya aku juga kebelet pipis!” protesnya kembali.“Huuuh! Ngeganggu aja!”Kutekan tombol siram di kloset. Selesai membersihkan diri, kupakai kembali daster seksi berwarna merah muda pemberian Mas Ricky. Oleh-oleh dari Bali tiga minggu lalu saat ia rekreasi dengan teman kantornya.“Cha! Buruan!” teriak suamiku lagi.“Masih cuci mu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-27
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 5 "MANTAN TERINDAH"

    Mama Enik dan Dessy terlihat sangat sumringah mendapat paket tersebut. Aku cuma bisa melirik pada Mas Ricky. Protes dengan sikap ibu dan adiknya yang sangat tidak menghargai keberadaanku.Okelah mereka tidak suka padaku, tetapi apa iya harus seperti ini juga? Apa mereka tidak sadar aku tersinggung? Harusnya mereka lebih pro denganku, keluarga baru mereka. Bukan dengan Tanti, yang hanya sekedar mantan.Aku tidak tahan, aku harus bersuara meski sedikit. Kalau diam saja, nanti aku semakin dianggap tidak ada.“Oh, jadi Tanti masih suka kirim barang buat Mas Ricky ke alamat sini, ya, Ma?” tanyaku datar. Kupandang mereka dengan mata memicing. Kupastikan mereka tahu aku tersinggung.“Nggak, kok, Sayang. Tanti nggak pernah kirim apa-apa. Baru kali ini aja. Iya, kan, Ma?” jawab Mas Ricky mengamit tanganku. Ia tahu aku cemburu.“Buka dulu aja paketnya, Des!” perintah Mama Enik tidak menghiraukan pertanyaan maupun perasaank

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-30
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 6 "VIDEO YANG HILANG"

    “Cha? Kamu liat di mana nama Ardio Hendratmo?” desak Mas Ricky terus menerus.Aku melengos, berusaha cuek saja. “Tauk, lupa, Mas!” jawabku ketus. “Jawab dulu, Mas. Suaminya si Tanti bakal marah nggak kalau tahu kalian masih deketan?”“Kamu nggak hubungin Dio, kan?” tanya suamiku dengan wajah khawatir. "Kamu apa liat media sosialnya Tanti? Kamu stalking, ya?"Mas Ricky semakin terlihat khawatir. Aku juga semakin berpikir, kenapa dia takut sekali? Katanya cuma berteman? Bersahabat? Sampai kemarin bilang ke Tanti, "Salam untuk Dio."Aku kira, Mas Ricky kenal dengan Ardio, sampai titip salam begitu. Kenapa sekarang jadi panik begini? Sebenarnya bagaimana kisah mereka di waktu lalu? Aku semakin penasaran.“Dih, ngapain aku hubungan sama suami orang? Emangnya aku Tanti? Sorry, ya!” jawabku sinis. Kupastikan wajahku terlihat sinis supaya dia paham istrinya ini sedang cemburu lua

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-04
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 7 "SIAPA LAGI IIN?"

    Lelaki yang bernama Pak Andre itu duduk di depan meja penerima tamu, persis di depanku. Ia memanggil namaku dengan lantang dan jelas.“Duduk,” pintanya. Heran melihatku masih berdiri.Aku melirik ke Mbak Lelly. Ya ampun! Dia sudah duduk juga ternyata. Kenapa aku terpaku, berdiri sendirian seperti orang bodoh? Gerutuku dalam hati.“Sudah jual berapa unit bulan ini?” tanya Pak Andre begitu aku duduk.“Lima, Pak.” Aku menjawab dengan bangga. Lumayan banyak jumlah itu untuk tipe mobil seperti yang kujual.“Saya dengar kamu top seller di sini. Bagus! Pertahankan, ya!” pesannya mengacungkan jempol.“Eh, iya. Makasih, Pak,” jawabku salah tingkah. Kenapa orang ini terlihat charming sekali? Sampai aku masih silau dan salah tingkah.“Ya, sudah. Saya ke atas dulu. Oh, ya. Kalau ada teman mau jadi sekretaris, boleh melamar. Saya cari sekretaris.”“Syaratnya apa,

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-06
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 8 "ENAK, NGGAK?"

    “Ngapain direbut gitu HP-nya? Ayo, jawab! Siapa Iin?” tanyaku memakai nada tinggi. Beberapa orang di sekitar sampai melirik ke arah kami kemudian berghibah.Mas Ricky langsung mematikan layar ponsel dan berjalan menuju kasir, membayar semua makan malam dan kembali kepadaku. “Ayo, pulang! Malu-maluin aja kamu teriak-teriak!” desisnya menatapku kesal.Aku pun memberinya tatapan kesal dan marah. Apa dia pikir hanya dia yang bisa marah? Enak saja! Aku juga bisa marah! Kuhentakkan kaki menuju mobil. Pintu mobil kututup dengan cara membantingnya sekencang mungkin.“Woy! Copot itu pintu!” tegur Mas Ricky jengah denganku.“Biarin! Emang gue pikirin?” sahutku dengan judes yang semakin menjadi.Sambil menggelengkan kepala, Mas Ricky menyalakan mesin mobil dan segera meninggalkan warung bebek di belakang kami.“Siapa Iin?” tanyaku lagi semakin marah.“Teman kantor dulu, sebelum ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 9 "PERGI DENGAN SAUDARA?"

    Temani Pak Andre sarapan? Memangnya dia tidak ada teman lain selain aku? Eh, kenapa jadi GR begini akunya? Detik demi detik berlalu dengan aku masih membeku. Tidak tahu harus menjawab apa. Jadi gosip atau tidak kalau aku pergi dengannya?Sebuah mobil jaguar berwarna silver memasuki pelataran parkir. Pak Andre melihatnya dengan jengah. “Tidak jadi sarapan. Kalau ada yang cari, saya di ruang kerja, ya,” ucapnya datar kemudian kembali menaiki tangga dan menghilang ke lantai dua.Seorang wanita turun setelah supir membukakakan pintu. Wajahnya bagai artis korea. Sangat bening, sangat cantik. Tubuh tinggi semampai dan sangat seksi. Kedatangan memakai hem ketat press body berwarna hijau muda dengan rok span kain berwarna senada, sepanjang lutut. High heels sembilan sentimeter semakin memperjelas betapa elegan wanita ini.Sudah bisa jelas terlihat, dia orang kaya raya. Datang ke sini berarti hendak membeli mobil. Customer untukku! Dengan cepat, kurapikan pak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-17

Bab terbaru

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 36 "PERTEMUAN (Pt.1)

    Sepanjang hari aku gelisah. Sejak sore sudah berkali-kali memilih baju yang berbeda untuk dipakai bertemu Ardio dan Tanti di Tunjungan Plaza.Jelas, aku tidak mau terlihat kampungan atau jelek di hadapan wanita yang sudah merasakan tubuh suamiku. Jangan sampai dia mentertawakan aku yang tidak bisa dandan maksimal saat ke mall besar.Memoles make up minimalis dengan warna bibir agak cerah. Menampilkan manisnya wajah khas Jawa Timur. Mas Ricky selesai mandi dan menatapku tak berkedip ketika memasuki kamar. “Cantik banget kamu malam ini,” pujinya terdengar tulus. Dari sorot mata, aku tahu kalau dia merindukan kehangatanku.Salah sendiri membuang semua yang dia miliki bersamaku demi mengincipi aneka wanita di luar sana.“Hmm, iya, dong. Meskipun udah emak-emak, tetap harus cantik, kan?” Sekenanya aku menyahut.Obrolan yang kurasa aneh. Tidak ingin ada kedekatan seperti ini sebelumnya. Akan tetapi, harus berpura-pura supaya terlaksana pertemuan berempat.Mas Ricky mendekat. Berdiri di bel

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 35 SIAP BERTEMU BEREMPAT

    Masih berdua dengan Ardio di café yang dingin. Ditemani musik sepoi-sepoi. Setiap dia berbicara, ekspresi wajahnya selalu menarik untuk dilihat.Gilalah aku yang terpesona dengan lelaki ini. Usianya mungkin berbeda sepuluh tahun lebih denganku. Dia terlihat begitu dewasa dan matang. “Cha! Ngelamun?” protes Ardio memanggil namaku.Sontak aku terbelalak. Terkejut dengan panggilan darinya. Aduh, apa dia tahu kalau aku baru saja memperhatikan wajahnya tanpa jeda?“Ngelamunin apaan, sih?” selidiknya lagi menundukkan kepala sedikit dan melirik padaku. “Ehm, enggak, kok. Sampai mana tadi?” kilahku tersenyum salah tingkah.“Sampai kita mau makan malam berdua, tapi kamu belum jawab mau apa enggak?” jawab Ardio menatapku lekat.“Hah? Apaan? Makan malam berdua?” pekikku makin terkejut. Apa segitu hilangnya aku tadi sampai tidak tahu kalau dia mengajak makan malam?Namun, Ardio terbahak. Dari nada tawanya aku tahu dia sedang mentertawakan aku. Ternyata,

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 34 "SEPAKAT BERTEMU"

    Sudah hampir tengah malam dan aku masih tidak bisa memejamkan mata. Pikiranku terpaku dengan bagaimana kalau nanti kami berempat bertemu. Apakah akan ada masalah atau justru aku akan menikmati wajah Mas Ricky yang serba salah tingkah? Kalau dia bisa berlagak marah-marah di depan Pak Andre tadi, apa dia juga akan begitu di depan Ardio?Aku ingat, Mas Ricky takut sekali waktu dulu tahu aku buka-buka medsosnya Ardio. Kalau besok kami bertemu, setakut apa dia?Masih tidak bisa tidur dan mendengar suara gerbang dibuka. Mas Ricky memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Aku pura-pura meram saja. Akan tetapi, mata ini tidak mau diajak kompromi.Aku tetap tidak bisa memejamkan mata. Membular dan membuka lebar. Sial! Makiku dalam hati. Mau apa terusan kalau sudah begini? Kunyalakan televisi saja. Pura-pura belum tidur karena menonton film.Mas Ricky membuka kamar dan langsung menatapku lirih. “Belum tidur?” sapanya hambar.Aku hanya mengangguk. Terlalu malas untuk

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 33 "KASIHAN PAPA"

    Aku tidak tahu kenapa semua jadi seperti ini. Berkumpul di rumah kemudian saling meneriaki satu sama lain. Kehadiran Mama Enik merubah ketenangan di rumah ini.“Istri kamu itu ajarin sopan santun, Ricky!” sembur Mama Enik mendelik kepadaku.“Jangan tuduh aku selingkuh sama Pak Andre. Mama kan nggak tahu apa-apa! Ngapain nuduh yang bukan-bukan?” Membela diri. Menolak untuk direndahkan begini.“Sudah, diam!” Mas Ricky terus saja membentakku.“Kamu yang diam! Kamu juga bikin malu di restoran tadi! Apa kamu lupa dia bosku? Aku sampai harus minta maaf langsung ke kantornya tadi siang!” “Iiih! Udah, Ric! Ceraikan saja Anissa yang udah berani banget marah-marah dan bentak-bentak kamu kayak gini!”Wanita tua itu terus saja memprovokasi. Namun, aku senang sajalah kalau memang semua harus berakhir malam ini. Paling tidak bukan aku yang membuat keputusannya. “Apa-apaan ini? Kok malah anak-anaknya disuruh cerai? Saya nggak terima!” Papa mulai unjuk suara.

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 32 "LIDAH MERTUA"

    Kenapa bisa ada tanaman diberi nama Lidah Mertua? Apakah mengacu pada mertua sejenis Mama Enik? Begitu tajam lidahnya menyayat hati kami. Wajah Papa langsung merah padam. Menahan malu dan marah. “Mbakyu, bicaranya kok ngawur? Saya sakit! Mau menginap semalam di sini supaya besok bisa ke rumah sakit dengan Anissa!” hardik Papa. Napasnya terlihat berat sampai tersengal.Mama mengelus-elus dada Papa. “Sabar, Pak. Sabar.” “Ma, ini rumah saya dan Mas Ricky. Tolong Mama jangan menghina Papa seperti itu. Tiap bulan Mas Ricky kirim uang ke mama juga saya nggak pernah protes!” sambungku emosi.“Heh! Ricky mau kasih saya itu suka-suka dia. Seorang ibu lebih berhak harta anaknya daripada istri! Ngerti nggak kamu? Saya cuman nggak mau uang Ricky habis karena harus menghidupi kalian para benalu!”“Ya Allah, Mbak! Istighfar! Saya di sini juga bantu Anissa ngejagain Rafi, cucu Mbak! Anaknya Ricky!” tangkis Mama setengah menangis. Dadaku bergemuruh kencang. Aku haru

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 31 "HARI TERSIAL"

    Sepertinya hari ini akan jadi hari tersial dalam hidupku. Kalau tadi ribut dengan Mas Ricky, maka sekarang aku punya feeling kuat, bahwa aku akan diomeli Beverly.Wanita high class dengan kecantikan sempurna. Menatap tajam padaku. Bukan hanya tajam, tetapi juga merendahkan. Bibirnya berdecak. Meremehkan kehadiranku di ruangan tunangannya.“Saya permisi dul, Pak. Terima kasih untuk bantuannya,” ucapku pamit hendak meninggalkan ruangan.“Heh! Diam di situ. Bantuan apa? Dapat apa kamu dari calon suami aku?” hardik Beverly menghalangi langkahku keluar. Ia berdiri di belakang kursiku, dan mendorong pundak ini agar tidak terus bergerak keluar. “Maaf, saya hanya dibantu urusan pekerjaan dengan Pak Andre.” Aku menjawab dengan senyum miris. Berusaha terlihat natural, padahal jelas tidak mungkin.“Iya apa? Bantuan pekerjaan apa?” desak Beverly makin meninggikan suara.“Bev, what is wrong with you? Let her go!” perintah Pak Andre keberatan aku diperlakukan

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 30 "BIKIN MALU SAJA."

    Mendengar pertanyaan Mas Ricky, wajahku memanas. Menuduhku tidur dengan laki-laki lain. Ingin kutampar wajahnya. Tangan sudah gatal mau melayang. Namun, aku masih waras! Tidak boleh menyerang fisik. “Kalau iya, aku tidur dengan dia kenapa? Kamu juga tidur dengan Iin?" ejekku tersenyum sinis. Biar dia tahu rasa! “Jadi, beneran kamu balas dendam?” Napas Mas Ricky tersengal. Mata memerah dan melotot. Tangannya mencengkeram lenganku keras sekali. “Lepasin! Sakit!” rintihku meronta. Pak Andre bangkit dari kursi. Aku dan Mas Ricky jadi pusat perhatian di restoran mahal ini. Seseorang dari meja suamiku juga berdiri dan mulai mendekat. “Ada apa, ya? Tolong jangan kasar dengan wanita,” ingat Pak Andre dengan suara tenang. “Anissa itu istrimu. Jangan disakiti.” “Meski kamu bosnya Anissa, jangan ikut campur urusan rumah tanggaku! Ngapain kalian berduaan di sini? Hah?” hardik Mas Ricky melepaskan lenganku. Tubuh gagahnya dihadapkan pada Pak Andre. Wajah sengaja d

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 29 "RIBUT DI RESTORAN"

    Aku masih berduaan dengan Pak Andre di Restoran Royal Canteen. Kadang dia menatapku dengan curi-curi pandang. Aku sendiri selalu menunduk kalau sorot mata kami bertemu.Suasana hening untuk beberapa detik. Membuat kikuk baik diriku maupun lelaki yang duduk di seberang. Melempar senyum, sembari melempar tatap ke arah lain. Apa-apaan ini? Aku tidak mau begini! “Ehm, apa kabar anakmu? Sehat?” Pak Andre memulai untuk meruntuhkan keheningan.“Baik, Pak!” jawabku bersemangat. Akhirnya kita mengobrol lagi dengan santai. Tanpa kikuk, tanpa salah tingkah. Pak Andre sih terlihat lumayan tenang. Akunya yang kebingungan sendiri. Susah memang kalau sudah GR. Lupa posisi! Mana mungkin lelaki macam Pak Andre bisa ada tertarik dengan emak beranak satu macam aku? Dia orang kaya raya. Pemilik belasan showroom mobil di Surabaya. Tunangannya sangat cantik dengan nama yang indah pula, Beverly. Sementara aku? Anissa! Byuh, bagai langit dan bumi! Khayal! Aku berkhayal.

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 28 "FUN LUNCH"

    “Ayolah, Cha! Kita bisa puas mempermainkan mereka kalau nanti ketemuan berempat,” rajuk Ardio berusaha meyakinkanku.“Kalau mereka curiga kita merencanakan ini semua gimana? Nanti ketahuan kan berabe?” Aku masih terus ragu.“Mereka curiga dengan kita? Ya, langsung saja kita bongkar semuanya! Bahwa mereka masih berhubungan!” kekeh Ardio santai.“Hmm, aku pikir dulu, boleh?” Belum bisa memastikan iya dan tidaknya.“Aku balik ke Jakarta besok lusa. Aku kasih kamu waktu untuk berpikir sampai besok, ya? Setelah itu kita langsung action kalau memang jawabanmu iya.”Aku mengangguk. Sebenarnya, aku juga mau melihat bagaimana ekspresi Mas Ricky dan Tanti kalau ketemuan berempat. Itu akan jadi balas dendam yang seru pastinya! Namun, aku tetap harus memikirkannya ulang.“Kamu naik apa ke sini?” tanya Ardio. Ia mengeluarkan sebuah kartu kredit. Rupanya pertemuan ini akan berakhir.“Taksi online. Kenapa?”“Aku antar pulang.”“Eh? Nggak usah, Mas. Aku

DMCA.com Protection Status