Share

BAB 7 "SIAPA LAGI IIN?"

Penulis: Rein_Angg
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-06 17:24:13

Lelaki yang bernama Pak Andre itu duduk di depan meja penerima tamu, persis di depanku. Ia memanggil namaku dengan lantang dan jelas.

“Duduk,” pintanya. Heran melihatku masih berdiri.

Aku melirik ke Mbak Lelly. Ya ampun! Dia sudah duduk juga ternyata. Kenapa aku terpaku, berdiri sendirian seperti orang bodoh? Gerutuku dalam hati.

“Sudah jual berapa unit bulan ini?” tanya Pak Andre begitu aku duduk.

“Lima, Pak.” Aku menjawab dengan bangga. Lumayan banyak jumlah itu untuk tipe mobil seperti yang kujual.

“Saya dengar kamu top seller di sini. Bagus! Pertahankan, ya!” pesannya mengacungkan jempol.

“Eh, iya. Makasih, Pak,” jawabku salah tingkah. Kenapa orang ini terlihat charming sekali? Sampai aku masih silau dan salah tingkah.

“Ya, sudah. Saya ke atas dulu. Oh, ya. Kalau ada teman mau jadi sekretaris, boleh melamar. Saya cari sekretaris.”

“Syaratnya apa, Pak?” tanya Mbak Lelly.

“Bisa bahasa Inggris dan computer. Bahasa Indonesia saya belum terlalu lancar,” jawab Pak Andre.

“Baik, Pak. Nanti saya sebarkan informasinya.” Aku ikut bersuara, membantu.

“Oke. Thanks a lot. I will be in my room,” lanjutnya.

“Yes, Sir. Thank you for coming here and talk to us. It means a lot.” Aku mengucap terima kasih karena sudah mampir dan memberi semangat kepada kami berdua.

“You can speak English?” Pak Andre berbinar menatapku.

“Yes. Why?” tanyaku bingung.

“Temani saya kalau sometimes butuh teman for lunch with client.” Bahasa Pak Andre campur-campur. Intinya dia minta ditemani makan siang dengan klien, kapan-kapan.

Sekolah sepuluh tahun di luar negeri membuatnya hampir lupa bahasa Indonesia.

“Baik, Pak.” Aku mengiyakan. Jelas saja, mana mungkin aku menolak?

Tubuh gagah, tegap, dan tinggi itu menaiki tangga ke lantai dua. Tempat di mana kantornya berada.

“Kok aku bisa nggak tau soal Pak Andre sih, Mbak?” tanyaku heran sendiri.

“Lah, mana aku tau?” kekeh Mbak Lelly. “Kembali ke masalah video yang hilang. Gimana jadinya?”

“Nggak tau, Mbak. Pokoknya udah nggak ada itu video. Aku makin penasaran tau nggak sih?” gerutuku kesal.

“Mungkin emang udah dihapusin, Cha. Kan udah mau punya anak? Ricky tobat kali? Aminin aja udah!”

“Iya, amiiiiiin!” sahutku setengah hati.

***

Aku dan Mas Ricky sedang ke dokter kandungan untuk pertama kalinya. Memeriksakan kandunganku. Di sana, semua wanita didampingi suami masing-masing. Aku penasaran, apakah kisah perkawinan mereka warna warni seperti diriku? Apakah suami mereka juga dikelilingi wanita-wanita cantik?

Apakah mantan-mantan suaminya masih sering mengganggu? Masih berhubungan baik dengan keluarga suaminya? Kalau iya, apa yang kemudian akan dilakukan? Apakah mereka juga akan merasa terjebak seperti aku sekarang? Tidak ada tempat untuk lari, hanya bisa menjalani terus sampai selesai.

Giliran kami tiba. Sengaja aku memilih dokter kandungan wanita. Aku tidak mau daerah paling pribadiku dilihat lelaki lain, meski ia seorang dokter. Malu rasanya.

Usia kandungan sudah menginjak empat minggu atau satu bulan. Wajah Mas Ricky terlihat sangat bahagia. Berkali-kali tangannya meremas lembut jemariku saat dokter berbicara cara menjaga dan menyehatkan janin di dalam rahimku.

“Hindari stres, ya, Bu. Karena kalau ibunya stres, bayi ikut stres. Detak jantung bayi mengikuti ibunya,” pesan Dokter Ratna.

Aku melirik Mas Ricky. Tidak boleh stres. Tolong katakan itu pada ibu dan adikmu. Jangan membuatku stres karena mereka masih berhubungan baik dengan Tanti.

“Akan saya jaga istriku ini supaya tidak stres, Dokter,” ucap suamiku sumringah.

“Harus itu, Pak. Wanita hamil yang bahagia akan melahirkan anak yang bahagia pula!” sahut Dokter Ratna mengacungkan jempol.

Aku tersenyum pahit. Sebagian otakku masih kepikiran soal video yang hilang itu. Ditaruh mana sebenarnya oleh Mas Ricky? Kalau memang dihapus, rasanya tidak masuk akal. Begini dia bilang mau menjagaku supaya tidak stres? Menjaga dari Hongkong? Cuih!

***

Aku menunggu Mas Ricky yang sedang mengambil mobil di parkiran. Sudah hampir sepuluh menit suamiku tidak muncul juga. Aku telepon ponselnya memakai aplikasi chat juga tidak diangkat. Kemana orang ini?

Akhirnya aku telepon melalui nomor GSM. Tidak diangkat juga! Buset, deh! Ketiduran apa bagaimana suamiku ini?

Tiba-tiba ia muncul dan menepi di depanku.

“Kok lama?” tanyaku judes. "Dichat nggak dibaca. Ditelepon nggak diangkat. Ngapain, sih?”

“Ketemu sama Agus, teman kerja waktu dulu. Kantor dia ternyata di sebelahnya Dokter Ratna. Ngobrol sebentar aja, Sayang. Maaf, ya,” jelasnya terkekeh dan mencolek daguku. “Jangan ngambekan, nanti cantiknya hilang, loh.”

“Biarin!” tukasku semakin cemberut. Kaki ini pegal disuruh berdiri sepuluh menit sementara dia ngobrol dengan temannya.

Selesai periksa, kami segera menuju warung nasi bebek langganan dekat rumah. Aku tidak sempat masak karena sudah jam sembilan malam dan badanku rasanya lelah sekali.

“Kamu kok diam saja, Cha? Mikirin apaan?” tegur Mas Ricky.

“Mikirin kamu, Mas,” jawabku asal. Ingin ku-blow up sekarang saja rasanya perkara gambar vulgar kemarin. Akan tetapi, bibirku masih terkunci rapat, menimbang baik buruknya.

“Ngapain mikirin aku? Emang ada apa sama aku?” tanyanya keheranan.

“Tanti!” ketusku cemberut.

“Ya ampuuuuun, dia lagi?” Mas Ricky menggelengkan kepala, menatapku jengah.

“Iya emang dia lagi, dia lagi. Aku nggak percaya kamu sama dia cuman bersahabat. Kamu juga belum jawab, Ardio marah nggak kalau tau kalian masih berhubungan? Ayo, jawab,” tukasku gusar.

“Iya jelas dia marah. Karena dia lelaki. Emosinya berbeda. Meski dijelaskan kami hanya bersahabat, dia nggak akan mau terima.”

“Dih! Mana ada perbedaan emosi laki-laki dan perempuan? Aku juga marah! Apalagi kamu masih inget-inget dia terus!”

“Inget-inget gimana? Apanya yang aku inget, Cha?”

DEG!

Kan, hampir saja aku keceplosan bicara soal foto. Kalau Mas Ricky tahu aku bergerilya tiap malam di ponselnya, pasti dia marah besar.

Duh, kondisi hamil ini membuatku merasa tak berdaya. Masak iya, aku harus pisah dalam kondisi hamil begini? Apa kata orang tuaku? Apa kata dunia? Akan tetapi, setiap melihat Mas Ricky aku selalu teringat foto seronok dan jorok Tanti yang kemungkinan besar diambil oleh dia.

“Ya, kamu kayaknya masih kebayang dia terus. Masih baik-baik terus sama dia. Itu kan namanya belum move on?” kilahku sekenanya.

“Capek aku bahas Tanti melulu!” Suara Mas Ricky agak meninggi. Tatapnya juga mulai tajam memandangku. Hmm, dia marah.

“Iya, aku juga capek. Kapan sih kamu terakhir hubungan sama dia?”

“Minggu lalu,” jawabnya singkat.

“Ngapain itu?”

“Chatting. Bilang terima kasih udah ngirim hadiah buat mama dan Dessy.”

“Lihat chat-nya,” pintaku cepat, meski aku sudah melihat chat-nya sejak minggu lalu. Hanya mau mengetes saja apakah ponselnya akan diberikan atau tidak.

“Mulai, deh, ngecek-ngecek. Ponsel itu privacy. Ponselmu boleh aku cek gitu, nggak?” tanggap Mas Ricky keberatan.

Kuambil tas dan kuraih ponselku. “Nih, cek sesukamu. Aku tidak ada yang disembunyikan.”

“Ya, udah. Nih, HP-ku. Cek aja sesukamu.” Ganti Mas Ricky menyerahkan ponselnya padaku yang langsung kuterima dengan cekatan.

Posisi ponsel sudah dalam keadaan tidak terkunci. Huh, padahal aku mau tanya passwordnya, untuk mengecek apakah dia mau memberikan passwordnya padaku atau tidak.

Aku buka aplikasi chat berwarna hijau. Kucari nama Tanti. Hmm, tidak ada perubahan chat sejak terakhir aku lihat. Hanya mengucapkan terima kasih dan dijawab sama-sama oleh Tanti. Ini saja sebenarnya aku yakin sudah banyak yang dihapus chatnya.

Mataku terus menatap layar chat. Ada foto profil seorang perempuan cantik, menuliskan “Oke, Say.”

Siapa ini? Namanya Iin. Aku buka chatnya. Kosong melompong. Tidak ada chat sebelumnya. Waktu dia mengirim chat adalah saat aku tadi menunggu Mas Ricky di depan tempat praktek Dokter Ratna.

Sepuluh menit dia tidak muncul-muncul apakah karena sedang chatting dengan wanita ini? Kurang ajar! Hatiku langsung panas dan menderu.

“Ini Iin siapa lagi? Ngapain dia panggil kamu Say?” tanyaku marah. “Mana lagi chat sebelumnya?”

“Hah? Mana?” Mas Ricky langsung merebut ponselnya dari tanganku.

Bab terkait

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 8 "ENAK, NGGAK?"

    “Ngapain direbut gitu HP-nya? Ayo, jawab! Siapa Iin?” tanyaku memakai nada tinggi. Beberapa orang di sekitar sampai melirik ke arah kami kemudian berghibah.Mas Ricky langsung mematikan layar ponsel dan berjalan menuju kasir, membayar semua makan malam dan kembali kepadaku. “Ayo, pulang! Malu-maluin aja kamu teriak-teriak!” desisnya menatapku kesal.Aku pun memberinya tatapan kesal dan marah. Apa dia pikir hanya dia yang bisa marah? Enak saja! Aku juga bisa marah! Kuhentakkan kaki menuju mobil. Pintu mobil kututup dengan cara membantingnya sekencang mungkin.“Woy! Copot itu pintu!” tegur Mas Ricky jengah denganku.“Biarin! Emang gue pikirin?” sahutku dengan judes yang semakin menjadi.Sambil menggelengkan kepala, Mas Ricky menyalakan mesin mobil dan segera meninggalkan warung bebek di belakang kami.“Siapa Iin?” tanyaku lagi semakin marah.“Teman kantor dulu, sebelum ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 9 "PERGI DENGAN SAUDARA?"

    Temani Pak Andre sarapan? Memangnya dia tidak ada teman lain selain aku? Eh, kenapa jadi GR begini akunya? Detik demi detik berlalu dengan aku masih membeku. Tidak tahu harus menjawab apa. Jadi gosip atau tidak kalau aku pergi dengannya?Sebuah mobil jaguar berwarna silver memasuki pelataran parkir. Pak Andre melihatnya dengan jengah. “Tidak jadi sarapan. Kalau ada yang cari, saya di ruang kerja, ya,” ucapnya datar kemudian kembali menaiki tangga dan menghilang ke lantai dua.Seorang wanita turun setelah supir membukakakan pintu. Wajahnya bagai artis korea. Sangat bening, sangat cantik. Tubuh tinggi semampai dan sangat seksi. Kedatangan memakai hem ketat press body berwarna hijau muda dengan rok span kain berwarna senada, sepanjang lutut. High heels sembilan sentimeter semakin memperjelas betapa elegan wanita ini.Sudah bisa jelas terlihat, dia orang kaya raya. Datang ke sini berarti hendak membeli mobil. Customer untukku! Dengan cepat, kurapikan pak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-17
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 10 "MENCIUMI ATAS BAWAH"

    Sepasang manusia tanpa memakai sehelai kain pun sedang bermesraan di atas ranjang. Keduanya saling membelai tubuh satu sama lain. Sang lelaki sudah memakai cincin pernikahan di jemari manis, sementara sang wanita tidak memakai cincin serupa. Mereka baru saja selesai memadu kasih dua jam yang lalu. Setelah bercinta dengan panas, Ricky memesan makanan melalui room service. Keduanya makan, bahkan saling suap. Ciri khas seorang Ricky. Ia tidak memperbolehkan wanitanya memakai pakaian saat mereka berduaan. Sama seperti saat ia dengan Anissa di rumah. Ricky memangku Iin saat mereka melahap makan malam. Tubuh mereka berhadapan dengan posisi dada Iin tepat berada di depan wajah Ricky. Saat wanita itu menyuapi Ricky, sesekali tangan nakal si lelaki bergerilya ke dada montok kemudian meremasnya. Membuat Iin melenguh nikmat. Ingin membuat malam ini semakin liar, ia menggoda pacar gelapnya itu. Iin diminta untuk terus menyuapi sementara jari tengah Ricky bermain di sebua

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 11 "FOLDER RECENTLY DELETE"

    “Iya, buka bajumu! Aku kangen banget!” ulangnya memintaku untuk melakukan sesuatu yang sama sekali tidak ada di dalam pikiran. Aku menggelengkan kepala. “Apa-apaan? Malu, ah!” tolakku. “Ngapain malu? Kita kan udah nikah, Beb? Justru kayak begini ini semakin mempererat cinta kita,” rayunya begitu maut. “Ayoooo, please? Aku mau liat buah dada montok istriku!” pintanya terus memasang wajah melas. “Nggak mau! Kalau mau liat ya entar aja waktu pulang! Dah, sana tidur!” Aku tetap menolak. Risih sekali rasanya kalau aku harus melakukan apa yang dia minta. “Yah, kamu itu. Nyenengin suami pahalanya besar, loh!” gerutunya cemberut. “Banyak cara bikin kamu senang. Nih! Yang ada di perut aku emangnya nggak bikin kamu senang?” tukasku membalas omongannya. “He he he, seneng banget kalau itu. Jadi makin kangen! Tunggu, ya, besok lusa aku pulang, Beb.” “Hmm. Udah sana tidur! Besok kan harus pagi?” “Iya, Mama,” Mas Ricky bercanda dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 12 "CHAT MESUM"

    Wajah Mas Ricky langsung kaget ketika aku menanyakan asal usul ucapan nakalnya itu. Jelas saja dia kaget karena aku pun kaget. Kita sama-sama kaget! Gila benar, dari mana dia tahu adegan minta ampun seperti itu? Aku butuh jawaban! Dan aku butuh sekarang!“Jawab, Mas!” teriakku parau.“Apaan, sih? Pertanyaanmu selalu menuduh aku berselingkuh!” jawabnya ketus.“Tinggal jawab kenapa repot amat? Tinggal bilang kamu tahu dari mana segala enak sampai minta ampun?” desakku terus.“Iya … dari … ehm … aku kadang nonton film … itulah! Tau kan? Film dewasa!” jelas Mas Ricky malah menyeringai mesum.Keningku mengernyit. Iya, aku sendiri juga pernah melihat film dewasa, tetapi hanya sedikit-sedikit. Apa iya sampai minta ampun? Perasaan cuma mendesah teriak-teriak saja? Ih, yang bener seperti apa? Aku semakin bingung.Mas Ricky menggeser duduknya, semakin mendekatiku. “Udah

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-21
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 13 "INI BUKAN SINETRON"

    “Kamu ada tabungan bonus, Mas?” tanyaku setengah tidak percaya. “Sejak kapan?”“Udah lama, kenapa?” jawab Mas Ricky balik bertanya.“Kok aku nggak pernah tau? Di rekening apa?” desakku makin panik. Kenapa dia memiliki rekening bank yang sama sekali tidak kuketahui? “Berapa jumlah saldonya?”“Lumayan, rasanya cukup untuk nutupi kekurangan opname Papa.”“Lumayan berapa? Puluhan? Ratusan? Berapa, Mas?”“Kamu kenapa, sih? Kok malah marah dengar aku punya tabungan?”“Karena aku sama sekali tidak tau! Apa lagi yang kamu sembunyikan dari aku?” rintihku menangis.“Icha, kamu kenapa? Aku heran, ya, sama kamu! Tabungan itu buat kita. Masa depan kita. Kamu, aku, dan anak-anak! Kenapa jadi masalah?” Mas Ricky mulai kesal, membuatku terhenyak mendengar ucapannya. Masa depan kami?Mama mendekat. Sepertinya dari kejauhan ia

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-23
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 14 "BELAJAR PENGORBANAN"

    Diskusi siang ini dengan Mbak Lelly tergolong keras dan membuat patah hatiku. Jujur, aku berharap sahabatku itu mendukung keputusan untuk mengkonfrontasi semua temuanku tadi malam di ponsel Mas Ricky. Aku kira dia akan menyarankan supaya aku cepat pergi meninggalkan suamiku.Ternyata tidak, justru sahabatku ini mengajak agar aku menggunakan logika ketimbang perasaan. Berkali-kali dia mengatakan ini bukan sinteron. Ini kenyataan dan ada konsekuensi dari setiap pilihan yang kita ambil.“A-aku ng-nggak siap, Mbak,” jawabku lirih, menyerah.“Kamu hamil, papamu sakit. Satu-satunya yang bisa membiayai papamu Cuma Ricky. Masak iya kamu mau ribut sama dia sekarang? Kalau dia terus pergi dari kamu dan lari ke Iin gimana? Siap jadi wanita hamil tanpa suami? Kemana-mana sendiri?”“Mbak! Udah, stop! Aku nggak kuat!” protesku semakin miris mendengar andai-andai dari Mbak Lelly.“Orang sabar bukan berarti kalah, loh, Cha

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-23
  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 15 "VIDEO MESUM"

    Pertanyaan Mama Enik seperti suata guntur di siang bolong. Kenapa sih aku harus punya mertua seperti ini? Sesalku membatin. Papaku belum sadar, sudah meributkan urusan kamar VIP ini.“Ehm, duit aku dan Anissa, Ma,” jawab Mas Ricky ragu-ragu. Dia sendiri sungkan dengan gaya ceplas-ceplos ibunya.“Emangnya Anissa ada duit? Gaji sales mobil besar, ya?” Mama Enik jelas sedang bersarkasme ria.Kupandang wajah ibuku yang makin menunduk lesu. Sifatnya yang pendiam dan mengalah membuat dirinya sering memendam kesedihan.“Semua dibayar sama Mas Ricky, Ma. Nanti kalau aku ada rejeki, akan aku ganti semua biaya pengobatan Papa,” tukasku menghentikan semua omongan pedas mertua.Aku berjalan menuju mamaku dan memberi isyarat agar mengikutiku keluar ruangan. Suasana sudah terlalu pengap akibat kedatangan mertua dan adik ipar yang tidak bisa bicara baik-baik.“Sabar, Anissa. Mertuamu mungkin hanya takut uang Ricky

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-11

Bab terbaru

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 36 "PERTEMUAN (Pt.1)

    Sepanjang hari aku gelisah. Sejak sore sudah berkali-kali memilih baju yang berbeda untuk dipakai bertemu Ardio dan Tanti di Tunjungan Plaza.Jelas, aku tidak mau terlihat kampungan atau jelek di hadapan wanita yang sudah merasakan tubuh suamiku. Jangan sampai dia mentertawakan aku yang tidak bisa dandan maksimal saat ke mall besar.Memoles make up minimalis dengan warna bibir agak cerah. Menampilkan manisnya wajah khas Jawa Timur. Mas Ricky selesai mandi dan menatapku tak berkedip ketika memasuki kamar. “Cantik banget kamu malam ini,” pujinya terdengar tulus. Dari sorot mata, aku tahu kalau dia merindukan kehangatanku.Salah sendiri membuang semua yang dia miliki bersamaku demi mengincipi aneka wanita di luar sana.“Hmm, iya, dong. Meskipun udah emak-emak, tetap harus cantik, kan?” Sekenanya aku menyahut.Obrolan yang kurasa aneh. Tidak ingin ada kedekatan seperti ini sebelumnya. Akan tetapi, harus berpura-pura supaya terlaksana pertemuan berempat.Mas Ricky mendekat. Berdiri di bel

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 35 SIAP BERTEMU BEREMPAT

    Masih berdua dengan Ardio di café yang dingin. Ditemani musik sepoi-sepoi. Setiap dia berbicara, ekspresi wajahnya selalu menarik untuk dilihat.Gilalah aku yang terpesona dengan lelaki ini. Usianya mungkin berbeda sepuluh tahun lebih denganku. Dia terlihat begitu dewasa dan matang. “Cha! Ngelamun?” protes Ardio memanggil namaku.Sontak aku terbelalak. Terkejut dengan panggilan darinya. Aduh, apa dia tahu kalau aku baru saja memperhatikan wajahnya tanpa jeda?“Ngelamunin apaan, sih?” selidiknya lagi menundukkan kepala sedikit dan melirik padaku. “Ehm, enggak, kok. Sampai mana tadi?” kilahku tersenyum salah tingkah.“Sampai kita mau makan malam berdua, tapi kamu belum jawab mau apa enggak?” jawab Ardio menatapku lekat.“Hah? Apaan? Makan malam berdua?” pekikku makin terkejut. Apa segitu hilangnya aku tadi sampai tidak tahu kalau dia mengajak makan malam?Namun, Ardio terbahak. Dari nada tawanya aku tahu dia sedang mentertawakan aku. Ternyata,

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 34 "SEPAKAT BERTEMU"

    Sudah hampir tengah malam dan aku masih tidak bisa memejamkan mata. Pikiranku terpaku dengan bagaimana kalau nanti kami berempat bertemu. Apakah akan ada masalah atau justru aku akan menikmati wajah Mas Ricky yang serba salah tingkah? Kalau dia bisa berlagak marah-marah di depan Pak Andre tadi, apa dia juga akan begitu di depan Ardio?Aku ingat, Mas Ricky takut sekali waktu dulu tahu aku buka-buka medsosnya Ardio. Kalau besok kami bertemu, setakut apa dia?Masih tidak bisa tidur dan mendengar suara gerbang dibuka. Mas Ricky memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Aku pura-pura meram saja. Akan tetapi, mata ini tidak mau diajak kompromi.Aku tetap tidak bisa memejamkan mata. Membular dan membuka lebar. Sial! Makiku dalam hati. Mau apa terusan kalau sudah begini? Kunyalakan televisi saja. Pura-pura belum tidur karena menonton film.Mas Ricky membuka kamar dan langsung menatapku lirih. “Belum tidur?” sapanya hambar.Aku hanya mengangguk. Terlalu malas untuk

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 33 "KASIHAN PAPA"

    Aku tidak tahu kenapa semua jadi seperti ini. Berkumpul di rumah kemudian saling meneriaki satu sama lain. Kehadiran Mama Enik merubah ketenangan di rumah ini.“Istri kamu itu ajarin sopan santun, Ricky!” sembur Mama Enik mendelik kepadaku.“Jangan tuduh aku selingkuh sama Pak Andre. Mama kan nggak tahu apa-apa! Ngapain nuduh yang bukan-bukan?” Membela diri. Menolak untuk direndahkan begini.“Sudah, diam!” Mas Ricky terus saja membentakku.“Kamu yang diam! Kamu juga bikin malu di restoran tadi! Apa kamu lupa dia bosku? Aku sampai harus minta maaf langsung ke kantornya tadi siang!” “Iiih! Udah, Ric! Ceraikan saja Anissa yang udah berani banget marah-marah dan bentak-bentak kamu kayak gini!”Wanita tua itu terus saja memprovokasi. Namun, aku senang sajalah kalau memang semua harus berakhir malam ini. Paling tidak bukan aku yang membuat keputusannya. “Apa-apaan ini? Kok malah anak-anaknya disuruh cerai? Saya nggak terima!” Papa mulai unjuk suara.

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 32 "LIDAH MERTUA"

    Kenapa bisa ada tanaman diberi nama Lidah Mertua? Apakah mengacu pada mertua sejenis Mama Enik? Begitu tajam lidahnya menyayat hati kami. Wajah Papa langsung merah padam. Menahan malu dan marah. “Mbakyu, bicaranya kok ngawur? Saya sakit! Mau menginap semalam di sini supaya besok bisa ke rumah sakit dengan Anissa!” hardik Papa. Napasnya terlihat berat sampai tersengal.Mama mengelus-elus dada Papa. “Sabar, Pak. Sabar.” “Ma, ini rumah saya dan Mas Ricky. Tolong Mama jangan menghina Papa seperti itu. Tiap bulan Mas Ricky kirim uang ke mama juga saya nggak pernah protes!” sambungku emosi.“Heh! Ricky mau kasih saya itu suka-suka dia. Seorang ibu lebih berhak harta anaknya daripada istri! Ngerti nggak kamu? Saya cuman nggak mau uang Ricky habis karena harus menghidupi kalian para benalu!”“Ya Allah, Mbak! Istighfar! Saya di sini juga bantu Anissa ngejagain Rafi, cucu Mbak! Anaknya Ricky!” tangkis Mama setengah menangis. Dadaku bergemuruh kencang. Aku haru

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 31 "HARI TERSIAL"

    Sepertinya hari ini akan jadi hari tersial dalam hidupku. Kalau tadi ribut dengan Mas Ricky, maka sekarang aku punya feeling kuat, bahwa aku akan diomeli Beverly.Wanita high class dengan kecantikan sempurna. Menatap tajam padaku. Bukan hanya tajam, tetapi juga merendahkan. Bibirnya berdecak. Meremehkan kehadiranku di ruangan tunangannya.“Saya permisi dul, Pak. Terima kasih untuk bantuannya,” ucapku pamit hendak meninggalkan ruangan.“Heh! Diam di situ. Bantuan apa? Dapat apa kamu dari calon suami aku?” hardik Beverly menghalangi langkahku keluar. Ia berdiri di belakang kursiku, dan mendorong pundak ini agar tidak terus bergerak keluar. “Maaf, saya hanya dibantu urusan pekerjaan dengan Pak Andre.” Aku menjawab dengan senyum miris. Berusaha terlihat natural, padahal jelas tidak mungkin.“Iya apa? Bantuan pekerjaan apa?” desak Beverly makin meninggikan suara.“Bev, what is wrong with you? Let her go!” perintah Pak Andre keberatan aku diperlakukan

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 30 "BIKIN MALU SAJA."

    Mendengar pertanyaan Mas Ricky, wajahku memanas. Menuduhku tidur dengan laki-laki lain. Ingin kutampar wajahnya. Tangan sudah gatal mau melayang. Namun, aku masih waras! Tidak boleh menyerang fisik. “Kalau iya, aku tidur dengan dia kenapa? Kamu juga tidur dengan Iin?" ejekku tersenyum sinis. Biar dia tahu rasa! “Jadi, beneran kamu balas dendam?” Napas Mas Ricky tersengal. Mata memerah dan melotot. Tangannya mencengkeram lenganku keras sekali. “Lepasin! Sakit!” rintihku meronta. Pak Andre bangkit dari kursi. Aku dan Mas Ricky jadi pusat perhatian di restoran mahal ini. Seseorang dari meja suamiku juga berdiri dan mulai mendekat. “Ada apa, ya? Tolong jangan kasar dengan wanita,” ingat Pak Andre dengan suara tenang. “Anissa itu istrimu. Jangan disakiti.” “Meski kamu bosnya Anissa, jangan ikut campur urusan rumah tanggaku! Ngapain kalian berduaan di sini? Hah?” hardik Mas Ricky melepaskan lenganku. Tubuh gagahnya dihadapkan pada Pak Andre. Wajah sengaja d

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 29 "RIBUT DI RESTORAN"

    Aku masih berduaan dengan Pak Andre di Restoran Royal Canteen. Kadang dia menatapku dengan curi-curi pandang. Aku sendiri selalu menunduk kalau sorot mata kami bertemu.Suasana hening untuk beberapa detik. Membuat kikuk baik diriku maupun lelaki yang duduk di seberang. Melempar senyum, sembari melempar tatap ke arah lain. Apa-apaan ini? Aku tidak mau begini! “Ehm, apa kabar anakmu? Sehat?” Pak Andre memulai untuk meruntuhkan keheningan.“Baik, Pak!” jawabku bersemangat. Akhirnya kita mengobrol lagi dengan santai. Tanpa kikuk, tanpa salah tingkah. Pak Andre sih terlihat lumayan tenang. Akunya yang kebingungan sendiri. Susah memang kalau sudah GR. Lupa posisi! Mana mungkin lelaki macam Pak Andre bisa ada tertarik dengan emak beranak satu macam aku? Dia orang kaya raya. Pemilik belasan showroom mobil di Surabaya. Tunangannya sangat cantik dengan nama yang indah pula, Beverly. Sementara aku? Anissa! Byuh, bagai langit dan bumi! Khayal! Aku berkhayal.

  • Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku   BAB 28 "FUN LUNCH"

    “Ayolah, Cha! Kita bisa puas mempermainkan mereka kalau nanti ketemuan berempat,” rajuk Ardio berusaha meyakinkanku.“Kalau mereka curiga kita merencanakan ini semua gimana? Nanti ketahuan kan berabe?” Aku masih terus ragu.“Mereka curiga dengan kita? Ya, langsung saja kita bongkar semuanya! Bahwa mereka masih berhubungan!” kekeh Ardio santai.“Hmm, aku pikir dulu, boleh?” Belum bisa memastikan iya dan tidaknya.“Aku balik ke Jakarta besok lusa. Aku kasih kamu waktu untuk berpikir sampai besok, ya? Setelah itu kita langsung action kalau memang jawabanmu iya.”Aku mengangguk. Sebenarnya, aku juga mau melihat bagaimana ekspresi Mas Ricky dan Tanti kalau ketemuan berempat. Itu akan jadi balas dendam yang seru pastinya! Namun, aku tetap harus memikirkannya ulang.“Kamu naik apa ke sini?” tanya Ardio. Ia mengeluarkan sebuah kartu kredit. Rupanya pertemuan ini akan berakhir.“Taksi online. Kenapa?”“Aku antar pulang.”“Eh? Nggak usah, Mas. Aku

DMCA.com Protection Status