Share

Waduh

Penulis: Centong ajaib
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 22:45:02

“Nabila!”

Govan memegang pinggangnya erat, menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

Jantung Nabila langsung berdegup kencang. Wajahnya begitu dekat dengan dada bidang pamannya. Aroma maskulin yang khas tercium begitu jelas.

Untuk beberapa detik, mereka hanya diam.

Lalu, Nabila buru-buru menjauh, wajahnya memerah.

“Uh, makasih, Om…”

“Kamu nggak apa-apa?” Govan menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian.

Nabila mengangguk cepat, padahal dalam hatinya, ia sedang berusaha menenangkan diri.

“Kalau jalan, hati-hati,” kata Govan sambil menepuk kepalanya pelan.

Nabila hanya bisa tersenyum canggung.

Mereka berdua pun akhirnya naik motor, dengan Govan di depan dan Nabila duduk di belakang, membawa kantong belanjaan yang mereka beli di pasar.

“Aku kangen dibonceng Om,” ujar Nabila sambil tersenyum manis, membuat Govan hanya bisa menghela napas pasrah.

“Pegangan yang kencang,” kata Govan sebelum menyalakan mesin.

Nabila menelan ludah. Ini pertama kalinya dalam waktu yang cukup lama ia naik motor ber
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Menggoda Sang Paman   Lembur katanya

    Malam itu, Nabila berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berantakan.Setiap kali ia memejamkan mata, bayangan kejadian sore tadi kembali muncul. Tatapan Govan yang begitu dekat, kehangatan tubuhnya, dan cara pria itu menggenggam tangannya di akhir sesi yoga mereka.Jantungnya kembali berdegup kencang hanya dengan mengingatnya.Nabila berbalik, menarik selimut hingga menutupi wajahnya. "Aduh, kenapa aku jadi begini?" gumamnya sendiri.Ia memukul bantalnya pelan, frustrasi dengan perasaannya sendiri.Ia tak pernah membayangkan bisa sedekat ini dengan Govan. Selama ini, pria itu selalu bersikap sebagai sosok pelindung baginya, pamannya yang selalu perhatian. Tapi sekarang… rasanya berbeda.Setiap tatapannya, setiap sentuhannya. Semuanya mulai terasa terlalu berarti bagi Nabila.‘Aku nggak boleh seperti ini,’ batinnya.Tapi semakin ia mencoba mengusir perasaan itu, semakin kuat perasaan itu tumbuh.• • •Keesokan paginya, Nabila turun ke ruang makan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Menggoda Sang Paman   Bioskop

    Hari itu, setelah selesai kelas, Nabila bersiap pulang seperti biasa. Namun, sebelum ia sempat melangkah keluar dari gedung kampus, sebuah suara menghentikannya."Nabila!"Ia menoleh dan mendapati Berlian berjalan ke arahnya dengan senyum khasnya."Eh, Berlian?" Nabila agak terkejut."Kamu sibuk malam ini?" Pria itu menghentikan langkahnya di hadapan Nabila, menatapnya dengan ekspresi santai tapi penuh maksud."Enggak sih, kenapa?" Nabila mengerutkan kening."Kamu mau gak ikut nonton bioskop, aku ada 2 tiket," ajak Berlian tanpa basa-basi, "Habis itu kita makan malam."Nabila langsung terdiam.Bioskop? Makan malam? Berdua?"Nggak deh, aku harus pulang." Ia segera menggeleng."Kamu langsung nolak, ya?" Berlian menatapnya sejenak, la

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Menggoda Sang Paman   Restoran

    "Maksudnya?" Nabila bertanya.Berlian mengedikkan dagunya ke arah layar, di mana sang pemeran utama pria masih menatap wanita yang dicintainya dengan tatapan penuh perasaan.“Cowok yang diem-diem romantis, tapi perhatian.”“Nggak tahu. Aku nggak pernah kepikiran.” Nabila mendengus pelan, lalu pura-pura menyesap minuman soda di tangannya.“Boong banget! Dia tuh sebenarnya suka cowok kek gitu, dingin tapi diem-diem peduli.” Riska tiba-tiba berseru pelan.“Oh, gitu?” Berlian melirik Nabila dengan senyum tertahan.“Riska!” Nabila berdecak, kesal karena Riska membongkar seleranya.Riska tertawa, sementara Berlian hanya tersenyum kecil sebelum kembali fokus ke layar.Film terus berjalan, tapi e

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Menggoda Sang Paman   Ketemu

    Setelah selesai makan malam, Nabila, Berlian, dan Riska masih duduk mengobrol di restoran. Suasana nyaman, lampu-lampu restoran memberikan pencahayaan hangat yang menenangkan.Namun, di tengah obrolan mereka, Nabila tanpa sengaja menoleh dan matanya langsung membelalak saat melihat sosok yang sangat dikenalnya.Govan.Pamannya mengenakan kemeja hitam yang elegan, berbincang dengan seorang pria yang juga tampak berwibawa, mereka bicara sambil berjalan menuju pintu keluar. Nabila langsung merasakan jantungnya berdegup lebih cepat."Kenapa, Nab?" tanya Riska, menyadari perubahan ekspresi temannya.Nabila cepat-cepat menggeleng. "Enggak, nggak apa-apa."Tapi tanpa sadar, matanya kembali melirik ke arah Govan.Dan saat itu juga, pria itu menoleh ke arahnya.Mata mereka bertemu.Dug... Dada Nabila terasa sesak sesaat. Govan sedikit mengernyit, tampak terkejut melihat keberadaannya di sana.Namun, ekspresinya segera kembali datar, lalu ia mengalihkan pandangan dan melanjutkan percakapannya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Menggoda Sang Paman   Kecupan sebelum tidur

    Nabila terbaring di tempat tidurnya, memeluk guling erat-erat. Matanya menatap langit-langit kamar dengan perasaan campur aduk.Ia sudah mencoba memejamkan mata berkali-kali, tapi tetap saja tidak bisa tidur, Nabila menggigit bibirnya, hatinya semakin gelisah.Akhirnya, setelah beberapa menit berguling-guling di tempat tidur, ia menyerah.Ia butuh udara segar.Perlahan, ia bangkit dan membuka pintu kamarnya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Suasana rumah sudah sunyi. Semua lampu sudah dimatikan kecuali lampu kecil di ruang tengah yang memberikan pencahayaan redup.Nabila berjalan tanpa suara menuju dapur, berpikir untuk minum segelas air agar pikirannya lebih tenang.Namun, langkahnya terhenti di ambang pintu dapur.Di sana, di bawah cahaya lampu redup, Govan berdiri dengan satu tangan menyandarkan diri ke meja dapur, sementara tangan satunya menggenggam gelas yang berisi air putih.Pria itu terlihat lelah. Kemeja yang tadi ia kenakan sudah dilepas, menyisakan kaus putih

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Menggoda Sang Paman   Hmm

    Govan berdiri di dapur cukup lama setelah Nabila menghilang ke dalam kamarnya. Ia menghela napas panjang, mengusap wajahnya dengan satu tangan."Sial."Apa yang baru saja ia lakukan? Ciuman itu... hanya sekilas, hanya di kening, dan dulu ia memang sering melakukannya saat Nabila masih kecil. Tapi sekarang? Kenapa rasanya berbeda?Kenapa dadanya merasakan sesuatu yang aneh?Tangannya masih bisa merasakan lembutnya kulit kening gadis itu. Dan entah kenapa, Govan bisa merasakan wajahnya sedikit memanas setiap kali mengingatnya."Apa-apaan ini..." gumamnya, mendesah pelan.Ia tidak seharusnya merasa seperti ini.Nabila adalah keponakannya. Gadis kecil yang dulu selalu ia timang, yang ia anggap sebagai adik sendiri. Seharusnya tidak ada yang berubah, seharusnya dia bisa tetap bersikap seperti biasa."Aku hanya terlalu lelah." Govan mengacak rambutnya frustrasi. Ia memutuskan untuk mengabaikan pikirannya sendiri dan kembali ke kamarnya.Namun, meski ia berusaha sekuat tenaga untuk tidur, p

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Menggoda Sang Paman   Telat bangun

    Sinar matahari sudah tinggi ketika Govan akhirnya membuka matanya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, masih dalam keadaan setengah sadar."Kenapa rasanya terang banget?" Govan menoleh ke jam digital di meja samping ranjangnya.09.30 AM"Sial." Mata Govan membelalak.Ia jarang sekali bangun kesiangan, bahkan di hari libur sekalipun. Tapi hari ini, ia benar-benar tidur lebih lama dari biasanya.Tubuhnya masih terasa sedikit berat, mungkin karena tekanan pekerjaan yang cukup menguras tenaganya akhir-akhir ini. Tapi tetap saja, bangun hampir jam sepuluh pagi membuatnya merasa bersalah.Setelah mengumpulkan kesadarannya, Govan bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan keluar kamar dengan rambut sedikit berantakan dan kaus kusut.Begitu keluar, ia mencium aroma sesuatu yang familiar langsung menyeruak ke hidungnya."Nasi goreng?" Alisnya mengernyit.Ketika Govan tiba di dapur, matanya menangkap sosok Nabila yang sedang berdiri di depan kompor, mengenakan kaus oversized dan celana pendek.Gadi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Menggoda Sang Paman   Kado untuk Laras

    "Kamu ini ya..." Govan mendecak menatapnya sekilas. Nabila tertawa kecil, lalu kembali makan. Namun, pipinya masih merah. Setelah sarapan selesai, Nabila membawa piring-piring kotor ke wastafel dan mulai mencuci.Govan menghampirinya, menyandarkan tubuhnya ke meja dapur sambil menatapnya."Mau dibantuin gak," katanya."Santai Om, aku bisa sendiri." Nabila menoleh dan tersenyum. Govan menghela napas, lalu tiba-tiba mengulurkan tangannya dan mengacak rambut Nabila dengan lembut.Nabila terkejut, matanya membesar."Apa-apaan sih," gerutu Nabila dengan wajah yang seketika memerah."Makasih udah masakin sarapan." Govan hanya tersenyum kecil. Nabila menatapnya beberapa detik, lalu buru-buru menunduk, kembali mencuci piring dengan panik.Govan tersenyum kecil melihat telinga Nabila yang ikut memerah.***Di ruang tamu, suasana cukup tenang.Govan duduk di salah satu ujung sofa, laptopnya terbuka di atas meja dengan beberapa dokumen yang perlu ia tinjau. Ia mengetik dengan tenang, sesekal

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22

Bab terbaru

  • Menggoda Sang Paman   Sunrise

    Sinar mentari pertama menelusup masuk melalui celah gorden, menyapu lembut wajah Nabila yang masih terlelap. Udara dingin pagi menggelitik, membuatnya menggeliat pelan dan mengerjapkan mata. Ia menoleh ke samping, melihat Riska masih memeluk guling dengan mulut sedikit terbuka dan suara napas pelannya. Nabila melihat jam di ponselnya. Pukul 05.12 pagi. Ia tersenyum kecil, mengingat rencana mereka menonton matahari terbit di danau tak jauh dari penginapan.Dengan semangat, ia turun dari ranjang dan merapikan hoodie-nya. Rambutnya diikat setengah, dan wajahnya masih segar tanpa riasan, tapi tetap manis. Ia menepuk-nepuk kaki Riska.“Ris… bangun. Udah jam lima lewat. Ayo ke danau,” bisiknya.“Hmm…” Riska meringkuk. “Dingin, Bil… lima menit lagi…”“Lima menit kamu bisa tidur selamanya kalau kita gak keburu liat sunrise,” canda Nabila sambil menepuk Riska.Tak lama, ketiganya sudah berada di luar, berjalan menyusuri jalan menuju danau. Udara pagi masih menusuk kulit, tapi langit perlahan

  • Menggoda Sang Paman   Mimpi govan

    Musik mengalun santai, lampu-lampu gantung menerangi area dengan cahaya kuning redup yang menciptakan suasana hangat sekaligus menggoda. Gelas-gelas minuman berderet di atas meja. Riska dan Wiwin sudah mulai sedikit mabuk, tertawa-tawa sambil berceloteh tak jelas.Nabila, yang biasanya hanya menyentuh jus, malam ini entah kenapa menuruti ajakan mereka. Satu tegukan, dua… tiga… hingga pipinya mulai memerah, kepalanya ringan, dan suara di sekitarnya terasa mengambang.“Hei, kamu masih kuat?” tanya Berlian sambil tertawa, mencondongkan tubuhnya ke arah Nabila yang sedang menyandarkan dagu ke tangan.“Aku... aku baik-baik aja kok,” jawab Nabila dengan suara yang nyaris seperti bisikan. Matanya mengerjap pelan, fokusnya buyar. “Cuma pusing dikit...”“Kamu gak biasa minum, ya?” Berlian mendekat, wajahnya hanya berjarak beberapa jengkal dari wajah Nabila. “Tapi kamu cantik banget malam ini…”“Hah?” Nabila mengerutkan kening. “Aku serius.” Berlian tersenyum, lalu tangannya terulur menyentuh

  • Menggoda Sang Paman   Makan malam penuh rasa

    Di kamar hotel, lantai delapan.Laras masuk ke dalam kamarnya dengan langkah pelan, namun jantungnya masih berdetak tak beraturan. Seolah udara malam tadi menyisakan sesuatu yang berbeda di dalam dadanya.Tangannya masih menggenggam erat mantel milik Govan yang tebal, hangat, dan wangi. Wangi yang selama ini hanya ia rasakan sekilas saat mereka bekerja bersama, tapi malam ini, terasa jauh lebih dekat… lebih personal.Ia menutup pintu, mematikan lampu utama dan membiarkan lampu meja kecil menyala temaram. Setelah melepas sepatunya, Laras berjalan cepat menuju tempat tidur, seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari dirinya sendiri. Ia membenamkan wajah ke dalam mantel itu, menghirup dalam-dalam.“Duh, Pak Govan…” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan rahasia. “Kenapa sih harus sebaik ini…”Ia tertawa pelan, malu sendiri. Jantungnya masih deg-degan. Laras tidak pernah membayangkan akan memiliki momen seperti tadi, makan malam berdua, Govan memberinya perhatian kecil, dan akhirnya menye

  • Menggoda Sang Paman   Obrolan yang ngalir

    Govan melemparkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang empuk. AC menyala dingin, menyejukkan udara panas yang menempel di kulitnya sejak tadi. Rambutnya masih basah karena baru saja mandi setelah seharian penuh rapat dengan klien. Kemeja putih santai membalut tubuhnya, dan celana kain longgar memberikan kenyamanan yang telah lama ia rindukan setelah duduk seharian.Ia mengambil ponsel dari atas nakas. Layarnya menyala, ada notifikasi dari WhatsApp.Nabila.Senyum tipis terbit di bibir Govan saat jempolnya menyapu layar. Beberapa foto masuk. Nabila dengan latar pegunungan hijau, danau biru yang tenang, dan satu selfie dengan teman-temannya, termasuk Berlian. “Akhirnya sampai juga! Pemandangannya bener-bener kayak di TV ya, Om! Wish you were here…”Govan menyentuh satu foto lebih lama, memperbesar wajah Nabila yang tersenyum lebar dengan kacamata hitam dan rambut dikuncir ke atas. Bahunya terbuka, terlihat dari tank top putih yang ia kenakan, namun tetap tertutup dengan jaket tipis yang s

  • Menggoda Sang Paman   Sampai di tujuan

    Sinar matahari sore menembus jendela mobil, menciptakan bayangan-bayangan hangat di dashboard. Setelah hampir delapan jam perjalanan, akhirnya mobil yang ditumpangi Nabila dan teman-temannya memasuki kawasan resort pegunungan yang sejuk dan rindang. Jalanan menanjak, diapit pepohonan yang menjulang tinggi dan aroma tanah lembap yang menenangkan.“Wah... tempatnya keren banget!” seru Riska dari kursi belakang, hidungnya nyaris menempel ke jendela.“Kita nginep di sini?” tanya Riska lagi antusias, matanya tak lepas dari bangunan penginapan yang berdiri di tepi tebing, menghadap langsung ke hamparan danau biru yang tenang.“Iya. Aku booking tempat ini karena paling deket sama spot sunrise. View-nya cakep banget,” sahut Nabila .Nabila membuka pintu mobil dan turun perlahan. Angin sejuk langsung menyambutnya, meniup helai-helai rambutnya yang tergerai. Ia mendongak menatap langit, menghirup udara segar dalam-dalam dan tersenyum puas.“Udara di sini seger banget... asli nagih,” gumamnya p

  • Menggoda Sang Paman   Govan pergi

    Langit di bandara dipenuhi warna abu kebiruan, pesawat-pesawat hilir mudik di landasan, sibuk seperti semut-semut raksasa yang tak pernah tidur. Di salah satu ruang tunggu gate keberangkatan, Govan duduk dengan tubuh tegak namun wajah lesu. Koper hitam kecil berada di samping kursinya. Di sebelahnya, Laras sang asisten pribadi tengah sibuk memeriksa email di tablet."Boarding jam berapa?" tanya Govan pelan, suaranya sedikit serak.Laras menoleh, “Sekitar lima belas menit lagi, Pak. Tapi biasanya mereka mulai panggil sepuluh menit sebelumnya.”Govan mengangguk, lalu memalingkan wajah ke jendela besar di hadapannya. Di luar sana, pesawat-pesawat terlihat seperti makhluk asing yang hendak terbang ke dunia lain. Tatapan matanya kosong, namun pikirannya justru penuh. Bayangan wajah Nabila muncul jelas, dia tersenyum, tertawa, marah, hingga manja. Semua campur aduk.Laras melirik pria itu, ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, “Masih kepikiran Nabila, Pak?”“Ya… Gak tahu kenapa rasanya g

  • Menggoda Sang Paman   Nabila pergi

    Pagi itu, rumah masih diselimuti udara dingin sisa embun malam. Matahari baru saja naik, mewarnai langit dengan semburat jingga pucat. Di dalam rumah, suasana sedikit berbeda. Ada aroma harum dari kopi yang baru diseduh, suara langkah kaki yang sibuk di lantai atas, dan sesekali suara resleting koper yang dibuka-tutup tergesa.Govan berdiri di dapur, memegang cangkir kopi yang belum disentuh sejak tadi. Matanya mengarah ke jam dinding—07.49. Lima menit lagi, jemputan Nabila akan datang. Lima menit lagi, rumah akan terasa lebih hening. Dan kosong.“Nabila…” panggilnya, sedikit keras.Dari atas terdengar jawaban, “Iya, Om! Udah mau turun ini!”Beberapa detik kemudian, Nabila turun dari tangga sambil membawa ransel. Koper kecilnya sudah ditinggalkan di dekat pintu.Govan langsung menoleh. Mata laki-laki itu menyapu seluruh penampilan Nabila. Hoodie oversized warna abu, jeans gelap, dan sneakers putih bersih. Rambutnya dikuncir kuda tinggi, wajah tanpa riasan, tapi tetap terlihat segar.“

  • Menggoda Sang Paman   Gak boleh bawa itu

    Malam itu, rumah sudah sepi. Lampu-lampu sebagian besar telah dimatikan, menyisakan cahaya redup dari kamar Nabila yang masih menyala terang. Di balik pintu yang terbuka sedikit, terdengar suara gemerisik kain dan gemerincing resleting koper.Govan yang baru saja keluar dari kamar mandi hendak menuju dapur untuk mengambil air, namun langkahnya terhenti saat melihat pintu kamar Nabila yang terbuka. Rasa penasaran membuatnya mendekat.Saat ia mengintip ke dalam, Nabila terlihat sedang duduk di lantai, dikelilingi tumpukan pakaian. Koper terbuka lebar, dan isinya seperti habis diacak-acak.“Belum tidur?” Govan mengetuk pintu pelan. “Belum. Lagi bongkar ulang koper.” Nabila menoleh. “Bongkar ulang? Bukannya udah siap dari kemarin?”“Iya, tapi temen-temenku katanya kita mau nyesuaiin outfit biar matching buat foto-foto,” jawab Nabila santai, sambil mengangkat sehelai atasan warna pastel. “Jadi aku ubah semua rencananya.”“Banyak banget. Kamu cuma pergi tiga hari, bukan pindahan rumah.” G

  • Menggoda Sang Paman   Jangan terlalu mengekang

    Malam itu, Govan berbaring di tempat tidurnya yang terasa terlalu luas dan terlalu sepi. Lampu kamar sengaja dibiarkan menyala redup, tapi matanya sama sekali tak mau terpejam. Pikirannya terus melayang pada satu nama.Nabila.Wajah kesalnya, suara tingginya saat berdebat, dan punggungnya yang menjauh dari ruang tengah sore tadi… semua itu terus mengulang di kepalanya. Bukan karena Nabila membantahnya, bukan karena dia bersikeras pergi. Tapi karena Govan tahu… dia menyakiti gadis itu.“Bodoh…” gumamnya pelan sambil menatap langit-langit. “Harusnya Om gak ngomong kayak tadi…”Ia membalikkan badan. Berkali-kali. Tapi tak ada posisi yang membuatnya nyaman. Akhirnya, ia bangkit, berjalan ke dapur, dan menuang segelas air putih. Hening malam hanya diisi suara detik jam dan denting gelas saat disentuh meja.Matanya melirik ke arah kam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status