"Ya ampun, ini banyak sekali, Pak Jacob!" Lidya tidak berhenti menganga melihat dua orang sopir Jacob yang menurunkan barang-barangnya. "Ah, tujuanku ke sini selain berkenalan juga ingin melamar Sierra jadi semua ini harus kuberikan, Bu Lidya. Tidak usah sungkan!"Lidya pun tidak bisa berkata-kata lagi, namun ia hanya terus menganga melihat begitu banyaknya barang yang dibawa masuk ke rumah. "Yeay, ada paket! Julio mau buka, Grandma!" pekik Julio yang begitu antusias melihat semua seserahan itu. "Ini Grandpaku yang bawa! Jangan dibuka! Nanti Grandmamu saja yang buka!" kata Lalita. Lalita sendiri terlihat begitu antusias melihat semua barang itu, tapi ia terus mencegah saat Julio ingin membukanya. Lidya pun berterima kasih pada Jacob, sebelum akhirnya mengajak semua orang untuk langsung makan karena memang hari sudah malam dan keluarga Sagala pasti lelah dengan perjalanan jauh mereka. Semua orang pun tertawa begitu senang sambil makan malam bersama di rumah keluarga Sierra. Jac
"Terima kasih untuk makan malam yang berkesan ini, besok kita bertemu lagi, Bu Lidya! Menyenangkan sekali berkumpul bersama kalian semua." Jacob tidak berhenti tertawa senang saat ia berpamitan malam itu. "Aku juga senang sekali, Pak Jacob. Terima kasih lagi untuk semua pemberiannya." "Ah, tidak usah sungkan, kita ini keluarga! Haha!" Jacob kembali tertawa sebelum ia mengalihkan tatapannya pada Sierra. "Sierra, Om pergi dulu!" Jacob pun melambaikan tangannya pada Sierra. "Iya, hati-hati, Om!" seru Sierra yang sangat bahagia merasakan hubungan dengan Jacob yang begitu baik. Jacob pun masih tertawa menatap Sierra sampai sedetik kemudian Jacob menaikkan alisnya. "Oh ya, mengapa kau masih memanggil Om, Sierra! Seharusnya kau sudah memanggilku Ayah! Bukankah sebentar lagi kau juga akan menjadi menantuku?""Eh?" Sierra terdiam sejenak sambil melirik ke arah Bastian dan Lidya. "Haha, ayo cobalah, Sierra! Cobalah memanggilku Ayah! Aku mau mendengarnya seperti Bastian dan Stephanie yang
Ada banyak agenda yang sudah Jacob jadwalkan selama satu minggu berada di kota itu, salah satunya adalah melihat kantor cabang baru dan berkenalan dengan beberapa klien di sana. Namu, agenda yang paling banyak akan menyita waktunya, tentu saja adalah berkenalan lebih jauh dengan keluarga Sierra. Bahkan Jacob dan yang lain merasa begitu antusias dan menganggap perjalanan mereka kali ini adalah liburan. "Setelah Ayah mengunjungi klien bersama Bastian, Ayah akan menyusul kalian ke Lidya's Bakery," kata Jacob pagi itu. Baik Jacob maupun Bastian memutuskan untuk tidak membahas lagi masalah kemarin. Mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan apa yang sudah terjadi sekarang dan tidak mengungkit lagi yang sudah lalu. Dan tentu saja keputusan ini terdengar sangat bijak karena mereka toh lebih bahagia tanpa banyak pertanyaan mengapa. Bastian pun membawa Jacob pagi itu untuk mengunjungi kantor Harrison Group, klien besar Bastian. Jacob pun bertemu dengan Marco yang sudah menunggunya di san
Sejak pulang kembali ke kotanya, Jacob dan yang lain pun mulai sibuk mempersiapkan pernikahan Bastian dan Sierra. Pernikahan diputuskan akan diselenggarakan secara sederhana. Walaupun jujur saja Bastian dan Jacob merasa berat karena mereka sama-sama ingin menunjukkan kepada dunia kebahagiaan mereka. Namun sekali lagi, demi reputasi Sierra yang dulunya sempat menjadi istri Jacob dan mantan istri, tentu saja rasanya publikasi akan dirasa kurang cocok. Sekalipun Jacob tetap bertahan dengan pura-pura lupa, tapi ternyata ia dan Bastian punya pikiran yang sama. Sierra sendiri untungnya juga lebih nyaman dengan pesta sederhana dan Lidya pun tidak keberatan dengan apapun itu. "Selama menurutmu itu baik, Ibu akan mendukungmu, Sierra. Bahkan Ibu juga berterima kasih karena semua orang tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri tapi memikirkan reputasimu juga." "Biasanya pengusaha apalagi yang sekaya Pak Jacob itu paling menyukai pesta besar, dengan gedung mewah dan dengan undangan yang s
Layaknya pasangan lain yang akan menikah, Bastian dan Sierra pun mengalami yang namanya stres menjelang pernikahan. Lebih tepatnya Sierra sendiri yang stres karena Bastian tidak terlalu mempedulikan detail, yang penting ia dan Sierra menikah. Tapi justru ketidakpedulian Bastian itu yang membuat Sierra makin stres. "Kau saja bisa memikirkan detail lamaran, mengapa sekarang kau seolah tidak peduli dengan detail pernikahan?""Bukan tidak peduli, Sayang. Tapi aku menyerahkan semua padamu, Sayang. Aku ikut saja apa pun yang kau mau.""Tidak bisa begitu, Bastian! Aku juga tidak punya waktu memilih semua detailnya sendiri tapi kau tidak mau membantuku!" "Bukankah kita sudah memakai jasa Wedding Organizer, Sayang? Kau bisa meminta bantuan mereka atau kalau kau tidak mau repot, serahkan saja semuanya pada mereka." "Tapi selera mereka berbeda dengan seleraku, Bastian. Aku tidak bisa memasrahkan semuanya begitu saja pada mereka," seru Sierra kesal. Dan Bastian pun hanya bisa tertawa menden
"Baru satu hari tidak bertemu tapi aku sudah merindukanmu, Sayang," seru Bastian di teleponnya malam itu. Kemarin malam Bastian berpamitan ke keluarga Sierra untuk pulang ke kotanya karena ia dan Sierra akan dipingit selama satu minggu sampai hari H pernikahan nanti. Tentu saja awalnya Bastian tidak setuju dengan pingitan ini, tapi mengingat hal ini adalah tradisi, ia pun akhirnya pasrah. Sierra yang mendengar ucapan Bastian pun tersenyum. "Aku juga merindukanmu, Bastian. Akhir-akhir ini kau lebih sering di sini dan aku bisa melihatmu setiap hari." "Nanti setelah kita menikah, kau juga bisa melihatku setiap hari, Sierra.""Hmm, kau benar. Aku bahagia sekali, Bastian.""Apalagi aku, Sierra. Aku sudah tidak sabar menantikan hari pernikahan kita dan keluarga yang lain juga." Bastian pun menceritakan bagaimana sibuknya rumah keluarga Sagala hari itu menjelang pernikahan mereka. Dan Sierra pun terus tertawa mendengarnya. "Haha, mereka seperti itu karena mereka begitu antusias, Basti
"Apa gaunnya bisa dilonggarkan sedikit?" Sierra terus bernapas gugup saat melihat tampilan dirinya di cermin. Ia sedang berada di ruangan VIP di dekat tempat resepsi acara dan ia baru saja selesai di make up. Tentu saja hasil make upnya begitu menakjubkan dan Sierra terlihat begitu cantik. Bahkan Sierra sempat pangling melihat dirinya sendiri yang terlihat seperti ratu sehari itu.Namun, karena rasa tegangnya, ia terus merasa gaunnya terlalu sempit."Eh, itu sudah ukuran yang sama saat fitting, Bu," jawab wanita yang mengatur gaun Sierra. "Astaga, apa aku menggendut? Rasanya sempit sekali!" Sierra terus memegangi bagian perut dan dadanya yang seolah tertekan. "Mungkin karena Anda terlalu tegang, Bu. Sebenarnya ini tidak sempit, di bagian ini juga masih ada space."Sierra kembali mengembuskan napas panjang. Entah benar atau tidak gaunnya sempit karena ia terlalu tegang namun Sierra merasa tidak bisa bernapas sekarang. Lidya yang melihat ketegangan di wajah Sierra pun hanya tersen
"Hoi, Sebastian Sagala! Aku tidak menyangka kau menjadi yang pertama menikah di antara kita, hah!" Empat orang pria yang begitu ribut mendadak masuk ke dalam ruangan tempat Bastian berada. Bastian pun langsung tertawa sumringah menatap para sahabatnya yang datang khusus untuk menghadiri pernikahannya. Mereka semua tinggal di luar negeri dan baru tiba tadi malam. Mereka khusus menghadiri pesta dan ada yang akan langsung pulang lagi setelah pesta. Para sahabat Bastian adalah pria dewasa yang juga masih lajang di umurnya yang sudah di atas 30 tahun, dan mereka masih betah bermain-main sama seperti Bastian dulu. Tapi jangan salah, semuanya pengusaha sukses yang mempunyai moto work hard, play harder, termasuk salah satunya adalah Jonathan, hanya saja, Jonathan adalah salah satu tipe yang kalem. "Akhirnya aku melihat kalian lengkap, hah? Susah sekali mencari waktu berkumpul seperti dulu lagi," sembur Bastian sambil memeluk sahabatnya satu persatu. "Kau tahu kami ini orang sibuk kan,
Kalau di rumah Jacob, kondisinya sangat menyedihkan, di rumah keluarga Adipura, kondisinya tidak lebih baik. Imelda mengurung diri di kamar dengan air mata yang terus meleleh. Imelda sama sekali belum keluar dari kamar sejak Rosella pergi tadi, bahkan Imelda juga belum mandi sampai malam itu. Ia hanya duduk di ranjangnya sambil menangis tanpa mengucapkan sepatah kata pun, seolah ia mengalami kesedihan yang teramat sangat karena kehilangan orang yang ia cintai. Adipura sendiri pun tidak lebih baik. Adipura terus meringis sambil memegangi dadanya, namun ia tidak mau minum obat dan tidak mau siapa pun memperhatikannya. Saat jam makan malam tiba, ia hanya duduk di tempat yang biasanya tapi ia tidak benar-benar makan melainkan hanya mengacak-acak makanannya, sebelum ia memutuskan kembali ke ruang kerjanya. Jessica dan Jordan yang melihatnya pun ikut tidak berniat makan karena suasana hati mereka juga tidak baik. Tidak ada yang bicara lagi dan tidak ada yang membahas masalah Rosella sa
"Semuanya sudah berakhir, Stephanie. Semuanya sudah berakhir." Rosella tidak dapat menahan kesedihannya lagi dan ia menangis sedih di pelukan Stephanie begitu ia tiba di rumahnya. Stephanie yang kebetulan pulang dari kantor untuk melihat Lalita dan Julio pun sampai tidak berniat kembali ke kantor karena ia juga begitu sedih mendengar semua cerita Rosella. Stephanie memeluk Rosella begitu erat dan ikut menangis bersamanya. "Jangan sedih, Rosella! Jangan sedih! Ada aku bersamamu. Ada aku bersamamu." "Aku berusaha untuk tidak sedih, tapi rasanya sakit sekali, Stephanie. Sakit sekali. Bahkan aku yang seharusnya sudah tahu kalau kejadiannya akan seperti ini saja masih terasa sakit, Stephanie. Sakit sekali ...." Rosella terus merintih sakit di pelukan Stephanie, bukan di tubuhnya namun di hatinya. Rasanya begitu sesak seperti ditusuk-tusuk benda tumpul dan Rosella tidak bisa bernapas. "Aku tahu, Rosella. Aku tahu. Aku bersamamu, Rosella. Aku bersamamu," ulang Stephanie tanpa henti.
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam