Bastian tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Mungkin ada setan yang merasukinya sampai ia melihat wanita di hadapannya sekarang ini sebagai seorang wanita, bukan istri dari ayahnya. Berada di dekat Sierra selalu menaikkan tegangan dalam diri Bastian, entah itu emosi maupun hasrat yang mendadak meroket tak terkendali. Wajah cantik yang begitu tegas, sorot mata yang tanpa kenal takut, bibir indah yang selalu mengaum, dan aroma tubuh yang begitu memabukkan. Sierra tidak pernah seiya sekata dengan Bastian. Wanita itu selalu membantahnya dan melawannya hingga sebuah desakan kuat muncul dalam diri Bastian untuk menaklukan wanita itu. Ya, kalau dulu hasrat Bastian begitu menggebu untuk menyingkirkan Sierra, namun hasrat itu mulai terbelah saat ini, ada sebagian hasrat yang sangat kuat untuk menaklukan Sierra dan membuat wanita itu patuh kepadanya. Mungkin, itu juga yang membuat Bastian mencari alasan untuk membungkam wanita itu dan membuat bibir yang selalu membantah itu takluk pad
Sierra menggosok bibirnya di depan cermin wastafel setelah ia mandi malam itu, berharap bisa menghilangkan rasa bibir Bastian di sana. Tidak dapat dipungkiri rasa itu menempel di bibirnya, bagaimana bibir Bastian mencecap bibirnya dengan mendesak, namun tetap lembut dengan napas hangat pria itu yang beraroma mint. Sungguh, Sierra tergoda untuk membalasnya tadi, namun untung saja Sierra masih sadar akan status hubungan mereka. "Dasar Bastian brengsek! Bahkan dengan status ibu tiri pun dia masih melakukan itu padaku! Di mana otaknya!" Sambil mendengus kesal, Sierra terus menyentuh bibirnya, namun mendadak ia terdiam saat sebuah ingatan muncul. Sierra bersumpah ia melihat luka di sudut bibir Bastian tadi sebelum Sierra menggigitnya. Apa mungkin itu bekas pukulan? Bastian juga terus mengatakan tentang anak, apakah benar Bastian yang menyelamatkan Julio? Seketika Sierra pun merinding membayangkan kemungkinan kalau Uncle superhero itu adalah Bastian yang sama. Dengan cepat, Sierra
"Eh ... apa ... apa maksudnya? Mengapa aku?" Sierra langsung salah tingkah dan memutuskan untuk berpura-pura bodoh. Stephanie pun menatap Sierra dengan penuh kebencian. "Dasar wanita sinting! Belum cukup kau mengusir Noah dan sekarang kau juga mau mencelakakan Bastian, hah? Apa kau seorang psikopat?"Laura ikut bergidik mendengarnya. "Ck, sebenarnya apa yang sudah dilakukan Sierra padamu, Bastian? Kalau memang dia melakukan kekerasan, kita harus melaporkannya ke polisi bukan? Mungkin saja dia memang punya jiwa psikopat!"Sierra tertawa kesal dan gemas mendengarnya. "Yang benar saja! Kalian itu yang punya jiwa psikopat sampai bisa berpikir kalau aku berusaha mencelakakan Bastian!" "Lalu kalau bukan begitu, mengapa bibir Bastian bisa terluka, hah?" sembur Stephanie dengan nada meninggi. Bastian yang sejak tadi terus mengamati ekspresi Sierra pun akhirnya tersenyum penuh kemenangan karena dugaannya benar bahwa Sierra tidak lebih dari seorang wanita pembohong. Bastian yakin Sierra tid
Beberapa hari berlalu dan Sierra pun makin merasa tidak nyaman dengan anak tirinya itu. Saat rapat berlangsung, Bastian akan secara terang-terangan menatap Sierra sampai Sierra merasa salah tingkah. Saat makan bersama di rumah pun, Bastian yang memang duduk di samping Sierra juga selalu berusaha mencari perhatian. Untuk sementara, kontak fisik memang berkurang, namun tatapan intens itu malah membuat jantung Sierra terus berdebar kencang tidak terkendali. Dan Sierra mulai sesak napas. Rasanya babak baru dalam tugasnya sebagai istri Jacob sudah dimulai. Saat kemarin ia harus menghadapi Bastian yang sinis dan kasar, sekarang ia harus menghadapi Bastian yang mengintimidasi dengan cara lain, yang entah mengapa Sierra malah merasa makin tertekan sekarang. Untung saja, akhir pekan datang dengan cepat sehingga Sierra punya sedikit waktu untuk bernapas lega dengan mengunjungi Julio di yayasan. Sierra pun sudah menyiapkan banyak alibi sebelum meminta ijin pada Jacob sore itu. "Be
Bastian melirik jam tangannya begitu ia tiba di restoran tempat ia dan Julio akan bertemu. Julio belum tiba dan Bastian pun memutuskan untuk menunggu sambil bekerja dengan ponselnya. Sampai tidak lama kemudian, pintu restoran terbuka dan Julio masuk ke sana. Bertepatan dengan itu, Bastian pun menoleh dan tatapannya langsung menangkap sosok Julio yang kecil itu. "Julio, di sini!" panggil Bastian dengan sedikit keras. Julio yang melihatnya pun langsung tertawa sumringah. "Aunty, itu Uncle Bastian!" seru Julio sambil mendongak menatap seseorang yang digandengnya. Refleks, tatapan Bastian pun mengarah ke seorang wanita dengan kaki jenjangnya. Tatapan Bastian pun naik ke arah dress santai di atas lutut yang dipakai oleh wanita itu yang mencetak dengan jelas tubuh ramping itu. Bastian pun dapat melihat rambut ikal yang tergerai indah, sebelum Bastian menatap betapa cantiknya wajah wanita itu. Namun, begitu tatapan Bastian benar-benar sampai pada wajah wanita itu dan saat ta
Bastian benar-benar belum bisa percaya bahwa Sierra ternyata adalah Aunty-nya Julio, bukan mamanya. Bastian sampai tidak mampu berkata-kata lagi. Namun, baik Bastian maupun Sierra memutuskan untuk duduk saja di meja kotak mereka tanpa membahas masalah itu lagi. Mereka tidak mau menjadi bahan tontonan. "Kau mau minum apa, Julio?" tanya Sierra yang sudah mengabaikan Bastian dan sibuk membolak-balik buku menu. Julio mau milkshake coklat, Aunty." "Milkshake coklat. Baiklah!" "Aunty, gambar apa ini? Nanti kita belikan Mama yang seperti ini ya!" "Baik, Sayang! Nanti kita belikan Mama yang ini. Tapi itu saja pesanannya," kata Sierra sambil menyerahkan buku menunya pada pelayan yang berdiri di samping mejanya. "Apa Uncle sering makan di sini?" tanya Julio saat mereka sedang menunggu makanan. "Tidak juga. Uncle hanya datang ke sini saat sedang menjamu orang penting saja." Apa itu berarti Julio dan Aunty adalah orang penting?" Bastian terdiam sejenak mendengarnya, sebelum ia meli
"Apa kau mau memakai garpu ini lagi?" Bastian menyodorkan garpu milik Sierra sambil tersenyum miring. "Tidak!" jawab Sierra tegas sambil langsung meminta sendok baru pada pelayan. Bastian pun tidak berhenti tersenyum menatap Sierra. Bahkan, Bastian sengaja terus memakai garpu Sierra untuk memakan sisa steaknya dan terus mengulum garpu itu sampai membuat Sierra makin kesal. "Wah, Julio kenyang sekali, Uncle!" "Hmm, baguslah kalau kau kenyang, Julio! Tapi kau bilang mau membelikan makanan untuk Mamamu kan? Pesan saja, nanti Uncle akan membayarnya." "Tidak perlu! Aku bisa membayarnya sendiri," sela Sierra cepat. Tanpa mempedulikan Bastian, Sierra pun segera bangkit berdiri dan pergi dari sana untuk memesan makanan untuk Rosella. Dan Julio yang melihatnya pun terkikik. "Hehe, Aunty memang galak, Uncle. Tapi sebenarnya dia baik kok. Aunty cantik kan, Uncle?" Bastian memicingkan mata mendengarnya. "Hmm, cantik! Tentu saja dia cantik," aku Bastian jujur. "Hehe, Uncle suka ya sa
Bastian melangkah perlahan saat Sierra akhirnya menyerah dan membawanya masuk ke bangunan yayasan. Ada dua bangunan rumah yang letaknya berdekatan. Yang satu adalah tempat berkumpulnya anak-anak yatim piatu dan yang satu lagi adalah tempat berkumpulnya para wanita dewasa. Yayasan itu sendiri memang menampung wanita korban pelecehan dan anak yatim piatu. Ada beberapa ibu dan anak kandung yang bisa tidur di kamar yang sama, salah satunya adalah Rosella dan Julio yang menempati sebuah kamar di gedung untuk para wanita dewasa. Beberapa orang terlihat lalu lalang di rumah yang mirip asrama itu dan mereka menyapa Sierra dengan ramah karena memang mereka sudah mengenal Sierra. Sierra sendiri tersenyum ramah sambil terus melangkah. Sesekali Sierra akan menoleh ke belakang dan tatapannya bertemu dengan tatapan Bastian yang masih menatapnya penuh tanya. Bastian pun masih terus mengikuti langkah Sierra sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menunduk singkat saat ada yang terseny
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan
"Sial, berani sekali dia menghina Cedric! Dia pikir siapa dia? Keluarga bukan, teman juga bukan!" "Dia benar-benar sudah melunjak! Aku makin tidak menyukainya sekarang! Sial!" Jessica mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan kesal yang luar biasa. Setelah mendengar semua ucapan Rosella, bukannya Jessica tidak gelisah. Namun, Jessica gelisah bukan karena percaya pada Rosella, tapi gelisah karena amarah untuk Rosella. Semakin dipikir, amarahnya malah semakin besar. Bisa-bisanya wanita itu mendadak muncul dengan membawa anak, diterima oleh semua orang dengan begitu mudah, dan sekarang makin melunjak. "Sial!" rutuk Jessica lagi tanpa henti. Jessica pun masih terus mengumpat kesal saat pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan dibuka. Jessica yang mengira Rosella kembali lagi pun langsung membentak keras. "Aku tidak mau mendengarmu! Tidak usah datang ke sini lagi!" Namun, ternyata yang datang Livy dan Livy cukup kaget mendengar teriakan Jessica. Jessica sendiri menbelalak m
"Aku sudah selesai, Rosella." "T-Tami ...." "Eh, kau kenapa? Kau pucat, Rosella!" Rosella menggeleng dan berusaha untuk tidak menoleh sama sekali agar Cedric tidak mengenalinya. Namun, beberapa pria di meja Cedric sempat menoleh menatap Tami dan punggung Rosella karena memang Rosella duduk memunggungi meja para pria itu. "Aku tidak apa, Tami. Ayo kita pulang!" "Eh, iya." Tami pun membawa Rosella masuk ke mobil dan ia segera menyetir kembali ke perusahaan. Rosella sendiri hanya bisa duduk di mobil sambil menenangkan dirinya dan memikirkan tentang Jessica. Ia tidak mungkin membiarkan Jessica dilecehkan oleh pria brengsek itu, tapi apa yang harus ia lakukan? Apa?"Kau yakin kau tidak apa, Rosella?" tanya Tami yang menyetir mobilnya. "Tidak apa, Tami. Jangan khawatir! Aku sudah lebih tenang sekarang." "Eh, sudah lebih tenang? Memangnya tadi kau kenapa, Rosella? Kau pucat sekali tadi! Kau mau minum kopi agar lebih segar?" "Tidak. Aku tidak apa, Tami. Hanya mendadak teringat ses