"Bagaimana keadaan di sana, Tory?" Bastian menelepon Tory malam itu setelah ia menghabiskan siang sampai sore hari bersama Sierra. Tentu saja Bastian tidak benar-benar menceritakan tentang pengalaman cintanya. Reputasi Bastian sebagai perayu ulung bukan hanya sekedar reputasi belaka karena ia memang bisa membuat seorang wanita merasa nyaman sampai melupakan pertanyaan awalnya. Begitu juga dengan Sierra yang akhirnya tenggelam dalam obrolan lainnya, walaupun tetap saja, ke-kepo-an Sierra itu bagaikan bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan Bastian sendiri harus menyiapkan mentalnya kalau mendadak pertanyaan itu muncul lagi ke permukaan. Sierra pun akhirnya mandi di kamar Bastian tadi, namun ia tetap menolak tidur di kamar Bastian sampai Bastian pun gemas melihatnya. Dan setelah makan malam, Sierra pun langsung bermain bersama Lalita. Kesempatan itu digunakan oleh Bastian untuk menelepon Tory yang sudah menggantikan Valdo menjaga Jacob. "Semua baik-baik saja, Bos, tapi ini Pa
Sierra mengernyit merasakan cahaya matahari yang mengintip dari celah gordennya pagi itu. Namun, Sierra masih belum mau bangun karena ia masih begitu menikmati tidurnya, tidur yang benar-benar berkualitas, nyaman, dan tanpa mimpi sama sekali. Bahkan Sierra tersenyum sambil tetap memeluk sesuatu yang ia kira Lalita. Lalita ijin tidak bersekolah beberapa hari karena ia masih syok dan harus menenangkan dirinya dulu jadi Sierra merasa Lalita pasti masih tidur bersamanya. Sierra pun menciumi kepala anak itu beberapa kali dan memeluknya, namun mendadak Sierra merasakan tubuh Lalita terlalu empuk dan dingin. Sontak Sierra membuka matanya kaget. "Astaga, guling? Kupikir Lalita! Ke mana Lalita? Bastian juga tidak ada, bukankah kemarin dia bilang akan tidur di sini juga?"Sierra pun segera bangun dan kembali membelalak melihat jam yang sudah menunjukkan jam sembilan pagi. "Astaga, apa aku melewatkan sarapan? Perutku lapar sekali!" Sierra masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, se
"Ah, Aunty! Haha!"Lalita nampak memekik senang saat ia dan Sierra bermain bersama di kolam renang. Lalita memakai baju renang dan pelampungnya sedangkan Sierra memakai kaos dan celana pendeknya.Mereka berendam bersama sambil Sierra mengajari Lalita berenang. Sesekali Sierra akan memercikkan air ke wajah Lalita dan anak itu akan memekik keras lalu mereka pun akan langsung tertawa bersama. "Haha, ayo lepas pelampungnya, Sayang! Aunty akan memegangimu!" "Tapi janji jangan tinggalkan Lalita!""Janji, Sayang!"Sierra membantu Lalita melepas pelampungnya dan Sierra pun mengajari Lalita berenang dengan sabar. Mereka pun bermain dengan gembira sambil menunggu Bastian menyelesaikan pekerjaannya baru mereka akan ke rumah sakit untuk menjenguk Jacob. Sementara Bastian sendiri sedang serius bekerja di lantai atas, namun sungguh bayangan Sierra dan Lalita yang sedang bermain di kolam renang membuyarkan fokusnya. Bastian pun akhirnya menelepon sambil melangkah ke balkon atas yang membuatny
"Ayah, bagaimana kondisimu?" Bastian membawa Sierra, Lalita, dan Bik Mala ke rumah sakit siang itu dan Jacob terlihat begitu segar. "Kalian sudah datang? Haha, Ayah sudah sehat. Dokter sudah ke sini dan katanya Ayah sudah boleh pulang.""Secepat ini?""Tentu saja! Toh Ayah memang sudah baik-baik saja! Hei, Lalita! Kemarilah!"Lalita mengangguk patuh dan segera berlari ke arah ranjang Jacob. "Grandpa, cepat sembuh ya!""Haha, Grandpa sudah sembuh, Lalita. Grandpa ingin segera pulang agar bisa bermain lagi dengan Lalita.""Yeay! Tadi Lalita main sama Aunty Sierra, Grandpa!""Ah, benarkah?" Jacob mendongak menatap Sierra dan tersenyum.Sierra yang masih belum terbiasa dengan situasi ini pun hanya ikut tersenyum. "Terima kasih sudah menemani cucuku bermain, Sierra!""Ah, tidak masalah, Pak.""Eh, mengapa Pak lagi? Haha, panggil aku Om! Om! Haha!"Bastian dan Valdo yang ada di sana pun saling melirik dan tersenyum kecil sedangkan Sierra sendiri mengangguk. "Om Jacob ....""Haha, begit
Stephanie sendiri tidak bisa menahan kesedihannya dan membungkuk di samping ranjang Jacob. Dan untuk sesaat suasana hening, hanya terdengar tangisan lirih Stephanie sampai akhirnya Sierra yang kembali berbicara. "Stephanie, Stephanie! Katakan yang jelas ada apa?"Lagi-lagi Stephanie menggeleng. "Ibuku ... tekanan darahnya terus menurun dan jantungnya juga. Menurut dokter, dia tidak akan bertahan lama lagi. Bahkan dia sudah tidak dapat bernapas walau dengan alat bantu napas yang sudah maksimal."Stephanie berhenti berbicara hanya untuk menyelesaikan tangisannya, sebelum ia kembali berbicara dengan sesenggukan. "Tolong, tolong semuanya saja! Siapa saja yang pernah disakiti olehnya, tolong berikan maaf kalian untuknya, tolong biarkan dia pergi dengan tenang ...."Stephanie kembali memohon dengan begitu lirih sampai semua orang tetap terdiam dengan saling melirik iba. Jacob pun hanya menepuk tangan Stephanie, sebelum akhirnya ia meminta diantar ke kamar Laura. Semua orang pun masuk k
Beberapa hari berlalu sejak meninggalnya Laura dan semua ritual pun sudah selesai mereka lakukan. Jacob dan keluarga Sagala membantu semua prosesnya dan Stephanie pun tidak berhenti berterima kasih pada Jacob karena Jacob tetap mau merepotkan dirinya untuk Laura yang sudah begitu jahat padanya. "Terima kasih sekali lagi, Ayah, dan semuanya! Terima kasih sudah mau melakukan semua ini untuk ibuku!" ucap Stephanie tulus. Beberapa hari ini Stephanie tidak berhenti melow dan terus menangis. Rasanya ia masih tidak percaya ibunya harus meninggalkannya seperti ini. Mungkin akan lebih baik kalau saat ini Laura masih ada di penjara jadi ia masih bisa menjenguknya kapan saja. Tapi kalau meninggal? Ke mana lagi Stephanie bisa melihat ibunya itu?Setiap membayangkan kejadian buruk itupun tubuh Stephanie tidak berhenti gemetar. Namun, Stephanie tetap bersyukur semuanya telah selesai. Stephanie pun harus menerima kenyataan kalau sekarang Laura memang sudah tidak ada. Bahkan Gery yang katanya
"Lalita, ayo makan dulu!" seru Sierra yang sudah menyiapkan makanan untuk Lalita itu di meja makan. "Lalita tidak ada, Sierra," sahut Stephanie. "Eh, sepertinya barusan aku mendengar suaranya," kata Sierra lagi.Stephanie hanya menggeleng dan kembali membantu Sierra menyusun makanan di meja makan. Satu minggu berlalu dengan Stephanie yang sudah kembali tinggal di rumah keluarga Sagala. Dan banyak hal yang terjadi dalam satu minggu ini. Sierra sendiri masih tetap tinggal di rumah itu dan mengambil cuti panjangnya dan banyak perubahan berarti yang dirasakan oleh Sierra, terutama dalam hubungannya dengan Jacob dan juga Stephanie. Banyak hal yang membahagiakan dan begitu menenangkan jiwa, walaupun banyak kegalauan perasaan juga. Salah satu kegalauan adalah setiap kali Sierra harus berinteraksi dengan Jacob dan setiap kali Stephanie harus berinteraksi dengan Lalita. Sierra berusaha untuk bersikap tenang dan nyaman, namun tetap saja hatinya tidak benar-benar tenang setiap ada Jacob
"Hei, apa yang kalian lakukan di sana?" Bastian yang baru saja keluar dari kamarnya langsung melihat Sierra dan Bik Mala yang masih mengintip ke kamar Lalita dan Bastian pun mendekat. Sierra sendiri yang mendengar suara Bastian langsung meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya, kali ini ia meminta Bastian untuk diam dan Bastian pun langsung menutup mulutnya, walaupun ia masih belum tahu mengapa ia harus diam. Sampai akhirnya Bastian pun tiba di sana dan berdiri tepat di belakang Sierra. Sambil memeluk pinggang Sierra, Bastian pun mencoba mengintip dan ia malah tersenyum mendengar tangisan Stephanie. Hanya seseorang yang tulus yang bisa menangis sesedih itu dan tinggal bersama Stephanie selama satu minggu ini cukup membuat Bastian mengetahui ketulusan Stephanie dan bahwa Stephanie benar-benar telah berubah. "Ini indah sekali," bisik Bastian di telinga Sierra. "Hmm," gumam Sierra pelan. "Tapi mari kita urus urusan kita sendiri, Sayang!" bisik Bastian lagi yang langsung menarik
Setelah serangkaian acara selesai, anak-anak pun makan bersama lalu bermain bersama. Gelak tawa dan teriakan anak-anak memenuhi pinggir kolam renang sampai membuat Jacob dan Lidya pun terus tertawa senang. "Masa tua kita akan terus bahagia melihat para cucu kita yang tumbuh besar, aku senang sekali akhirnya kita menjadi keluarga besar, Bu Lidya." "Aku juga senang, Pak Jacob. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Masih teringat jelas bagaimana semua hal buruk itu terjadi dulu, tapi semua benar-benar sudah berubah beberapa tahun terakhir ini. Dan selama beberapa tahun ini aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bersyukur sekali." "Haha, kau benar, Bu Lidya. Kau benar. Karena aku juga merasakan yang sama. Sejak Bastian menikah dengan Sierra, aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bahagia sekali." Lidya yang mendengarnya hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak-anak yang bermain bersama. Kali ini Bastian dan Jonathan mengobrol bersama, sedangkan Rosella dan Sierra pun mengobro
Satu tahun kemudianSpanduk bertuliskan "Happy birthday Victor Sagala" membentang di pinggir kolam renang rumah Jacob pagi itu. Jacob ngotot menjadi tuan rumah dalam acara ulang tahun cucunya itu dan keluarga Sierra pun akhirnya merayakan ulang tahun Victor di sana. Lidya dan Sierra pun berangkat ke rumah Jacob membawa Santos dan Sania yang sudah berlarian kesana kemari dan tidak bisa diam itu. Namun, Santos dan Sania sangat menyayangi Victor. Perbedaan umur mereka yang hanya 1.5 tahun membuat mereka terlihat lucu saat bersama. Santos dan Sania akan menggandeng Victor di tengah dan Victor yang baru belajar berjalan itu begitu senang setiap kali digandeng oleh kakak kembarnya itu. Seperti pagi itu di pinggir kolam renang rumah Jacob. "Hati-hati, Santos! Jangan miring-miring jalannya! Nanti kalian bertiga bisa masuk ke dalam kolam!" seru Sierra yang masih sibuk menyusun kue-kue di meja untuk foto. Santos dan Sania membawa Victor berkeliling dan mereka berjalan zigzag. Kadang mere
Beberapa bulan berlalu dan perut para Ibu hamil pun sudah membola. Rosella sendiri sudah mendekati waktu melahirkan, namun ia masih begitu aktif bekerja sampai Adipura tidak tahan melihatnya. "Aduh, Rosella! Kau di rumah saja ya! Istirahat saja! Tinggal menghitung hari kau akan melahirkan! Ayah tidak mau cucu Ayah lahir di kantor!" "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula aku tidak setiap hari ke kantor kan?" "Tapi Ayah takut sekali melihatmu berjalan dengan perut sebesar itu!" "Haha, benar, Rosella! Dengarkan ayahmu, dia sampai tidak bisa tidur memikirkanmu." Imelda mengulum senyumnya. Rosella sendiri ikut tersenyum. "Haha, baiklah, Ayah! Baiklah, besok aku tidak akan ke kantor ya," kata Rosella akhirnya. "Ah, iya, iya." Adipura pun bernapas lega dan jantungnya terus berdebar kencang karena terlalu antusias. Bahkan Adipura ikut diam di rumah bersama Rosella keesokan harinya. "Makan yang banyak, Rosella! Kau harus punya tenaga untuk melahirkan," pesan Adipura yang terus menghitung
Hamil dalam keadaan sadar dan hamil dalam keadaan gila tentu saja adalah dua hal yang sangat berbeda. Dulu waktu Rosella hamil Julio, setiap hari ia hanya bisa berteriak dan memukuli perutnya, menolak kehadiran Julio dan terus mengamuk. Rosella benar-benar gila dulu dan rasanya apa yang terjadi dulu sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di atas semua itu, Rosella bersyukur karena semua hal buruk sudah berlalu dan digantikan hal baik yang tiada henti di kehidupannya yang sekarang. Rosella memiliki keluarga yang hebat, suami yang hebat, mertua yang hebat, dan anak yang hebat. Pekerjaan yang hebat juga dan semua hal yang membuatnya tidak pernah menyesal telah dilahirkan, yang membuat Rosella tidak pernah menyesali lagi semua yang sudah terjadi di masa lalunya. Dan yang membuat Rosella paham bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup kita. Mungkin seringkali kita bertanya mengapa aku yang harus mengalami semua hal buruk itu, aku tidak kuat, aku tidak sanggup.
Lidya dan Sierra masih begitu syok sampai mereka tidak tahu harus senang atau tidak, namun semua anggota keluarga yang lain malah memekik senang, terutama Jacob yang tidak berhenti tertawa senang. "Selamat ya, Sierra! Selamat! Haha! Ayah senang sekali akan bertambah cucu! Hahaha!" Sierra pun hanya memaksakan senyumnya sampai tidak lama kemudian, Bastian pun pulang ke rumah karena Sierra mengirimkan hasil tespeknya ke ponsel Bastian.Bastian yang baru memarkir mobilnya pun langsung berlari masuk dan mencari istrinya. "Sierra, Sayang, benarkah itu? Kau hamil lagi, Sayang?" Bastian langsung menangkup kedua bahu Sierra. "Entahlah, tespeknya bilang begitu!" Bastian yang mendengar jawaban Sierra pun langsung tertawa sumringah. "Bukankah tespek tidak pernah bohong, Sayang? Sekarang kita tanya ke dokter ya! Ayo, Sayang! Ayo!" Bastian pun langsung mengajak Sierra pergi ke dokter kandungan siang itu dan jantung Sierra pun terus berdebar tidak karuan sampai akhirnya ia dipanggil masuk dan
Hampir satu minggu setelah acara pernikahan dan semua orang akhirnya bisa bersantai lagi dari padatnya acara mereka. Saking banyaknya undangan yang diundang oleh Adipura dari berbagai kota dan negara membuat jadwal keluarga mereka pun begitu padat untuk menjamu semuanya. Dan ketika semuanya berakhir, Rosella sendiri mengalami kelelahan yang tidak biasa. Ia lelah sekali sampai lemas dan tidak bernafsu melakukan apa pun, bahkan nafsu makan pun tidak ada. Selama tiga malam Rosella dan Jonathan masih menginap di hotel lalu setelahnya mereka pun pulang ke rumah Adipura. Jonathan memang belum mengajak Rosella tinggal berdua di apartemen karena keluarga Adipura masih begitu menikmati kumpul bersama seperti ini, apalagi sekarang Julio sudah tinggal bersama mereka. "Kau tidak apa, Sayang? Kau kelelahan ya?" Jonathan membelai kepala Rosella yang sedang berbaring tidur siang itu. "Hmm, aku lelah sekali, Jonathan. Aku sedikit meriang, kurasa aku tidak mau melakukan apa-apa dulu." "Kau mau
Sebuah papan bertuliskan "The Wedding of Jonathan and Rosella" terpasang di pintu masuk sebuah taman di sebuah hotel mewah yang akan menjadi tempat pemberkatan pernikahan pagi itu. Hanya sedikit undangan yang diundang pada pagi hari, namun mereka akan mengadakan pesta besar lagi di ballroom mewah nanti malam. Semua undangan pun sudah hadir di sana dan mereka begitu antusias menantikan pasangan pengantin yang berbahagia. Rosella sendiri nampak begitu gugup saat berada di ruang VIP untuk menunggu saat ia harus keluar. Setelah mengalami persiapan pernikahan yang cukup membuat emosi labil dan setelah mengalami pingitan yang membuatnya begitu merindukan Jonathan, hari ini akhirnya mereka akan mengikat janji suci dan jantung Rosella tidak berhenti berdebar kencang sejak subuh tadi. "Tenang, Rosella! Tenang! Kau terlalu gugup!" Lidya terus tersenyum menatap Rosella dari pantulan cerminnya. "Bagaimana aku tidak gugup, Ibu? Entahlah, aku gemetar!" "Haha, aku juga begitu waktu itu, Rosel
Semua anggota keluarga menyambut bahagia lamaran yang dilakukan oleh Jonathan dan mereka pun begitu tidak sabar untuk menikahkan anak-anak mereka. Mereka pun langsung memilih hari baik dan persiapan pernikahan pun mulai digelar. Semua orang langsung sibuk dengan tugasnya masing-masing karena Adipura ingin membuat pesta besar untuk Jonathan dan Rosella. "Sungguh tidak usah pesta sebesar itu, Ayah. Bagiku yang penting pernikahan kami sah.""Tidak bisa! Kau akan menikah, tentu saja pestanya harus besar dan mewah. Ayah tidak mau tahu, pestanya harus besar!" seru Adipura lagi dengan lantang. Semua anggota keluarga pun tidak berani membantah lagi dan akhirnya menuruti Adipura. Mereka menyewa gedung resepsi mewah dan menyewa jasa WO, namun tetap saja Adipura yang begitu sibuk mengatur semua detailnya karena memang Adipura sendiri adalah orang yang sangat detail. Sedangkan Lidya dan keluarganya yang sudah kembali ke rumah mereka sendiri, tidak banyak ikut campur dan memilih untuk mengik
"Mari, silakan, Pak Jacob!" "Silakan, Pak Adipura!" Keluarga Adipura, keluarga Jacob, dan keluarga Lidya sedang berkumpul bersama malam itu di sebuah ruang VIP di sebuah hotel mewah untuk makan malam. Setelah melalui banyak hal, mereka menjadi semakin dekat satu sama lain. "Rosella, kapan kau baru akan kembali ke WHA, hah? Om menunggumu. WHA membutuhkanmu," seru Adipura. Sejak kejadian itu sampai Adipura keluar dari rumah sakit bahkan sampai hari ini, Rosella memang belum kembali bekerja di WHA. Walaupun semua masalah sudah selesai dan namanya sudah bersih, tapi Rosella masih ragu untuk kembali. Bahkan Livy sudah mengundurkan diri dan memilih pindah ke luar negeri. "Ah, itu ...." "Besok Rosella akan kembali bekerja, Ayah." celetuk Jonathan tiba-tiba. Rosella pun membelalak menatap Jonathan karena sebelumnya mereka belum pernah membicarakannya. "Jonathan!" desis Rosella. Namun, Jonathan tidak menanggapinya dan malah menggenggam tangan Rosella yang ada di atas meja. "Besok