"Sayang, kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka kan?"Bastian begitu cemas memeriksa Sierra yang sejak tadi sudah berapa kali terjatuh itu. "Aku tidak apa, Bastian! Tapi Tante Laura ....""Ck, biarkan saja, Sierra! Tory, Valdo, dan para polisi sudah mengejar mereka! Yang penting semuanya selamat! Ayo kita lihat Ayah!"Sierra pun mengangguk sambil mengembuskan napas leganya. Begitu banyak polisi yang mengejar Laura dan para pria itu, tidak mungkin mereka bisa lolos. Bastian pun membantu Sierra berdiri dan Sierra pun menatap wajah Bastian yang banyak memar. "Wajahmu, Bastian! Apa kau baik-baik saja?""Ini tidak ada apa-apanya, Sierra! Ayo, Sayang!" Bastian menggandeng tangan Sierra dan mereka pun berlari kecil ke tempat Jacob yang sekarang sudah duduk dengan tenang di kursinya. Beberapa polisi nampak membantu Jacob bangun tadi sedangkan Stephanie sekarang sedang memeluk Lalita erat-erat dengan air mata yang tidak berhenti mengalir dari matanya. "Pak Tua ...," sapa Sierra
Tanpa Stephanie ketahui, saat ini Laura sedang bersama Gery. Laura bersembunyi di mobil Gery dan keluar pada saat yang tepat sampai Gery yang melihatnya pun memekik kaget. "Arrgghh!" Gery berteriak keras sampai ia membanting setirnya ke arah yang berbeda. Untuk sesaat, mobilnya oleng ke kanan dan ke kiri karena Gery begitu ketakutan sementara Laura hanya terus tertawa menatap Gery yang ketakutan, seolah Laura sendiri tidak punya rasa takut padahal mobil yang mereka tumpangi sudah bergerak tidak karuan sekarang. "Mengapa kau begitu takut, Gery? Mengapa? Ini aku, Sayang! Laura, kekasihmu! Hahaha ...."Laura terus tertawa, sedangkan Gery sudah menelan salivanya ketakutan. Bagaimana mungkin ia bisa bersikap biasa setelah menghajar Laura seperti tadi dan mengatakan tidak mencintainya. Gery bahkan sampai tidak bisa konsentrasi menyetir saat ini. Fokusnya terbelah antara kabur dari polisi tapi kabur juga dari Laura. "Kau ... kau ... bagaimana bisa kau bisa ada di sini, Laura? Sial!" G
Reno masih melajukan mobilnya begitu kencang dan menekan klaksonnya kuat-kuat, bermaksud untuk menghentikan mobil Gery. Namun, sialnya mobil Gery melaju makin kencang dan makin tidak terkendali. "Brengsek! Apa-apaan itu? Mengapa dia malah menyetir seperti itu, Brengsek!"Reno yang belum mengetahui apa pun terus mengumpat dan mulai mengeluarkan senjatanya, bersiap mengancam Gery dengan tembakannya. Gery sendiri yang masih bergelut di dalam mobilnya sama sekali tidak mengetahui kondisi di luar. Boro-boro memikirkan tentang polisi yang mengejarnya, apakah ia bisa menghentikan mobil ini dalam kondisi tetap hidup saja Gery tidak tahu karena Laura masih menyerangnya dengan begitu brutal. Kepala, bahu, dan lengan Gery terasa perih saat ini, bahkan terasa lembab dan berbau anyir. Gery tahu lukanya berdarah karena Laura terus memukulnya tanpa henti. Bahkan rasa sakit akibat pukulan tadi dan tusukan Laura di lehernya pun rasanya masih tidak karuan. Sekarang malah ditumpuk lagi oleh hujam
Gredek gredek. ...Suara ranjang dorong pasien terdengar begitu keras di koridor rumah sakit itu. Stephanie pun terus menangis syok melihat kondisi Laura yang bersimbah darah. "Ibu ... Ibu ...." Stephanie sudah sesenggukan dan melangkah dengan cepat, sedangkan Sierra terus menenangkan Stephanie dengan memeluk bahunya dan membelainya sayang. Perasaan ini sama persis seperti saat Sierra menangisi Lidya dulu. Lidya juga mengalami kecelakaan sampai kondisinya kritis, walaupun saat ini kondisi Laura terlihat jauh lebih parah. "Mohon keluarga menunggu di sini, kami akan segera melakukan tindakan!" kata suster, sebelum ia membawa Laura yang sudah tidak sadarkan diri itu masuk ke ruang tindakan. Semua orang begitu syok tadi saat mendengar kabar bahwa Laura mengalami kecelakaan bersama Gery. Mobil yang mereka tumpangi menabrak pagar pembatas beton dan terlempar cukup jauh. Mobil mereka pun sempat berputar cepat dalam keadaan terbalik sampai akhirnya tubuh dua orang manusia terlempar ta
Sierra menyandarkan kepalanya di bahu Bastian malam itu dan mereka pun tidur bersama di ruang tunggu di dekat ruangan operasi. Operasi Laura baru selesai menjelang pagi, namun Laura masih ditempatkan di ruangan khusus untuk observasi karena kondisinya masih kritis. Rasa kantuk dan lelah pun tidak bisa tertahan lagi sampai semua orang tidur di kursi termasuk Stephanie yang tertidur dengan air mata yang tetap mengalir. Sampai pagi itu, akhirnya suara seorang anak membuat semua orang terbangun. "Aunty ... Uncle ...."Lalita yang sudah bangun duluan meminta Tory untuk mengantarnya bertemu dengan Bastian dan Sierra yang begitu dirindukan dan Tory pun mengantarnya. Bastian dan Sierra sendiri refleks membuka matanya tegang. Rasanya ketegangan kemarin masih membuat syaraf mereka waspada.Namun saat membuka mata, mereka pun menyadari kalau tidak kondisi tegang lagi.Sierra bangkit duluan dari kursi dan menatap sayang pada Lalita. "Lalita Sayang ...." Sierra membuka kedua lengannya dan an
Rasanya seperti mendapat angin sejuk saat Bastian dan Sierra mau menerimanya kembali. Stephanie pun tidak berhenti mengucap syukur dalam hatinya dan rasa syukur pun malah membuatnya terus menangis haru. Stephanie berpelukan dengan Sierra sambil memejamkan matanya dan saat ia membuka matanya, tatapannya pun bertemu dengan tatapan Lalita, anak kandungnya, anak kandung yang sudah ia sia-siakan. Perlahan Stephanie melepaskan pelukannya dari Sierra dan terus menatap Lalita."Lalita ... Lalita, anak Mama ...," ucap Stephanie sambil bangkit berdiri dari kursinya. Bastian dan Sierra yang melihatnya pun sedikit menyingkir, memberikan jalan untuk Stephanie sampai Stephanie pun bisa melangkah perlahan mendekati Lalita. Namun, Lalita malah melangkah mundur, seolah masih ketakutan. Stephanie yang melihatnya pun menghentikan langkahnya dengan ragu, takut kalau Lalita malah akan berlari ketakutan. "Lalita, ini Mama, Sayang! Maafkan Mama, Lalita ... maafkan Mama ...."Stephanie menatap Lalita
"Apa posisinya sudah pas, Pak?"Seorang suster membantu Jacob dalam posisi duduk bersandar di ranjang pasiennya. Jacob mengalami syok yang cukup lumayan kemarin sampai ia sempat lemas dan tidak sadarkan diri. Tubuh tuanya pun sakit semua dan ada memar di beberapa bagian. Namun, untungnya memarnya termasuk tidak parah. Jacob pun diberi bantuan oksigen dan perawatan intensif sepanjang malam sampai akhirnya siang ini Jacob sudah lebih segar setelah selesai makan siang. "Ah, posisi ini sudah pas, aku bisa bernapas lega sekarang.""Anda juga terlihat lebih segar, Pak.""Ya, terima kasih pada kalian semua! Kurasa aku masih bisa hidup beberapa tahun lagi."Suster itu tersenyum mendengarnya. "Oh ya, aku sudah memanggil keluarga Anda dan sebentar lagi mereka akan kemari jadi kalau tidak ada hal lain, aku permisi dulu, Pak!""Ya, baiklah!" Jacob mengangguk dan menatap punggung suster yang melangkah keluar itu. Tidak lama kemudian, pintu dibuka lagi dan Jacob pun langsung menoleh ke sana. J
Terkadang tidak mempunyai ingatan mungkin itu lebih baik, apalagi bagi pria tua yang sudah melakukan banyak hal buruk seperti Jacob. Bahkan Jacob sering kali berandai-andai kalau masa lalunya dulu tidak pernah terjadi, ia tidak pernah meninggalkan istrinya dan Bastian. Atau minimal hapus saja ingatan buruk itu dari otaknya. Ya, itu harapan Jacob walaupun nyatanya harapan itu tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan dengan penyakitnya yang sekarang, ingatan tentang hal yang disesalinya itu masih tetap melekat erat di otaknya. Karena itu, Jacob berpikir berpura-pura melupakan Sierra mungkin akan menjadi keputusan terbaiknya saat ini. Bukan karena Jacob belum menerima Sierra, bukan karena itu. Jacob tidak tahu apa Sierra adalah benar jodoh Bastian dan wanita yang terbaik untuk Bastian, namun Jacob cukup tahu kalau Sierra adalah wanita yang baik, walaupun hidup Sierra sendiri terbilang cukup sial dan berat. Memutuskan menerima Sierra begitu saja sebagai kekasih Bastian, mungkin akan