Reno masih melajukan mobilnya begitu kencang dan menekan klaksonnya kuat-kuat, bermaksud untuk menghentikan mobil Gery. Namun, sialnya mobil Gery melaju makin kencang dan makin tidak terkendali. "Brengsek! Apa-apaan itu? Mengapa dia malah menyetir seperti itu, Brengsek!"Reno yang belum mengetahui apa pun terus mengumpat dan mulai mengeluarkan senjatanya, bersiap mengancam Gery dengan tembakannya. Gery sendiri yang masih bergelut di dalam mobilnya sama sekali tidak mengetahui kondisi di luar. Boro-boro memikirkan tentang polisi yang mengejarnya, apakah ia bisa menghentikan mobil ini dalam kondisi tetap hidup saja Gery tidak tahu karena Laura masih menyerangnya dengan begitu brutal. Kepala, bahu, dan lengan Gery terasa perih saat ini, bahkan terasa lembab dan berbau anyir. Gery tahu lukanya berdarah karena Laura terus memukulnya tanpa henti. Bahkan rasa sakit akibat pukulan tadi dan tusukan Laura di lehernya pun rasanya masih tidak karuan. Sekarang malah ditumpuk lagi oleh hujam
Gredek gredek. ...Suara ranjang dorong pasien terdengar begitu keras di koridor rumah sakit itu. Stephanie pun terus menangis syok melihat kondisi Laura yang bersimbah darah. "Ibu ... Ibu ...." Stephanie sudah sesenggukan dan melangkah dengan cepat, sedangkan Sierra terus menenangkan Stephanie dengan memeluk bahunya dan membelainya sayang. Perasaan ini sama persis seperti saat Sierra menangisi Lidya dulu. Lidya juga mengalami kecelakaan sampai kondisinya kritis, walaupun saat ini kondisi Laura terlihat jauh lebih parah. "Mohon keluarga menunggu di sini, kami akan segera melakukan tindakan!" kata suster, sebelum ia membawa Laura yang sudah tidak sadarkan diri itu masuk ke ruang tindakan. Semua orang begitu syok tadi saat mendengar kabar bahwa Laura mengalami kecelakaan bersama Gery. Mobil yang mereka tumpangi menabrak pagar pembatas beton dan terlempar cukup jauh. Mobil mereka pun sempat berputar cepat dalam keadaan terbalik sampai akhirnya tubuh dua orang manusia terlempar ta
Sierra menyandarkan kepalanya di bahu Bastian malam itu dan mereka pun tidur bersama di ruang tunggu di dekat ruangan operasi. Operasi Laura baru selesai menjelang pagi, namun Laura masih ditempatkan di ruangan khusus untuk observasi karena kondisinya masih kritis. Rasa kantuk dan lelah pun tidak bisa tertahan lagi sampai semua orang tidur di kursi termasuk Stephanie yang tertidur dengan air mata yang tetap mengalir. Sampai pagi itu, akhirnya suara seorang anak membuat semua orang terbangun. "Aunty ... Uncle ...."Lalita yang sudah bangun duluan meminta Tory untuk mengantarnya bertemu dengan Bastian dan Sierra yang begitu dirindukan dan Tory pun mengantarnya. Bastian dan Sierra sendiri refleks membuka matanya tegang. Rasanya ketegangan kemarin masih membuat syaraf mereka waspada.Namun saat membuka mata, mereka pun menyadari kalau tidak kondisi tegang lagi.Sierra bangkit duluan dari kursi dan menatap sayang pada Lalita. "Lalita Sayang ...." Sierra membuka kedua lengannya dan an
Rasanya seperti mendapat angin sejuk saat Bastian dan Sierra mau menerimanya kembali. Stephanie pun tidak berhenti mengucap syukur dalam hatinya dan rasa syukur pun malah membuatnya terus menangis haru. Stephanie berpelukan dengan Sierra sambil memejamkan matanya dan saat ia membuka matanya, tatapannya pun bertemu dengan tatapan Lalita, anak kandungnya, anak kandung yang sudah ia sia-siakan. Perlahan Stephanie melepaskan pelukannya dari Sierra dan terus menatap Lalita."Lalita ... Lalita, anak Mama ...," ucap Stephanie sambil bangkit berdiri dari kursinya. Bastian dan Sierra yang melihatnya pun sedikit menyingkir, memberikan jalan untuk Stephanie sampai Stephanie pun bisa melangkah perlahan mendekati Lalita. Namun, Lalita malah melangkah mundur, seolah masih ketakutan. Stephanie yang melihatnya pun menghentikan langkahnya dengan ragu, takut kalau Lalita malah akan berlari ketakutan. "Lalita, ini Mama, Sayang! Maafkan Mama, Lalita ... maafkan Mama ...."Stephanie menatap Lalita
"Apa posisinya sudah pas, Pak?"Seorang suster membantu Jacob dalam posisi duduk bersandar di ranjang pasiennya. Jacob mengalami syok yang cukup lumayan kemarin sampai ia sempat lemas dan tidak sadarkan diri. Tubuh tuanya pun sakit semua dan ada memar di beberapa bagian. Namun, untungnya memarnya termasuk tidak parah. Jacob pun diberi bantuan oksigen dan perawatan intensif sepanjang malam sampai akhirnya siang ini Jacob sudah lebih segar setelah selesai makan siang. "Ah, posisi ini sudah pas, aku bisa bernapas lega sekarang.""Anda juga terlihat lebih segar, Pak.""Ya, terima kasih pada kalian semua! Kurasa aku masih bisa hidup beberapa tahun lagi."Suster itu tersenyum mendengarnya. "Oh ya, aku sudah memanggil keluarga Anda dan sebentar lagi mereka akan kemari jadi kalau tidak ada hal lain, aku permisi dulu, Pak!""Ya, baiklah!" Jacob mengangguk dan menatap punggung suster yang melangkah keluar itu. Tidak lama kemudian, pintu dibuka lagi dan Jacob pun langsung menoleh ke sana. J
Terkadang tidak mempunyai ingatan mungkin itu lebih baik, apalagi bagi pria tua yang sudah melakukan banyak hal buruk seperti Jacob. Bahkan Jacob sering kali berandai-andai kalau masa lalunya dulu tidak pernah terjadi, ia tidak pernah meninggalkan istrinya dan Bastian. Atau minimal hapus saja ingatan buruk itu dari otaknya. Ya, itu harapan Jacob walaupun nyatanya harapan itu tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan dengan penyakitnya yang sekarang, ingatan tentang hal yang disesalinya itu masih tetap melekat erat di otaknya. Karena itu, Jacob berpikir berpura-pura melupakan Sierra mungkin akan menjadi keputusan terbaiknya saat ini. Bukan karena Jacob belum menerima Sierra, bukan karena itu. Jacob tidak tahu apa Sierra adalah benar jodoh Bastian dan wanita yang terbaik untuk Bastian, namun Jacob cukup tahu kalau Sierra adalah wanita yang baik, walaupun hidup Sierra sendiri terbilang cukup sial dan berat. Memutuskan menerima Sierra begitu saja sebagai kekasih Bastian, mungkin akan
"Apa yang sebenarnya terjadi padanya, Dokter? Dia terlihat baik-baik saja dan mengingat semuanya tapi dia melupakan Sierra. Hanya satu orang saja yang dia lupakan. Bagaimana ini bisa terjadi?"Bastian dan Sierra langsung menemui dokter setelah selesai berbicara dengan Jacob. Walaupun jujur mereka senang karena reaksi Jacob yang begitu ramah pada Sierra, namun tetap saja reaksi itu tidak normal dan Bastian maupun Sierra pun merasakan sedikit kecemasan di dalam kelegaan mereka. "Baiklah, secara fisik, kondisi Pak Jacob tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua lukanya hanya luka luar dan akan pulih, walaupun mungkin sedikit lebih lama dibanding anak muda karena umurnya sendiri sudah tua.""Tapi mengenai mengapa dia melupakan Bu Sierra, baiklah, kita tahu sendiri kalau Pak Jacob mengidap penyakit Alzheimer, yang salah satu gejalanya adalah mengalami penurunan daya ingat.""Memang secara teori, penurunan daya ingat ini bertahap dan biasanya pasien akan melupakan ingatan jangka pendeknya
"Benarkah dia melupakanmu, Sierra?" Valdo yang barusan datang ke rumah sakit pun begitu kaget mendengar Jacob melupakan Sierra. "Ya, dia melupakanku. Tapi dokter bilang selain dia yang mendadak melupakan aku, kondisinya yang lain masih sama dan tidak memburuk. Kurasa itu cukup melegakan kan?""Ya, aku tidak tahu harus berkomentar seperti apa. Aku lega karena Pak Jacob bisa menerimamu, tapi aku turut sedih karena dia melupakanmu, Sierra.""Tapi aku tidak apa, Valdo, sungguh! Malahan kalau dia mengingatku, belum tentu dia bisa menerimaku kan? Jadi aku baik-baik saja. Seperti yang Bastian bilang, mungkin memang jalannya harus begini."Valdo pun mengangguk. "Tentu, Sierra! Tentu!" Jacob sendiri sempat dirawat di ICU karena takut kondisinya yang akan kolaps, tapi setelah melihat semuanya stabil, Jacob pun akhirnya bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Cukup lama semua menunggu sampai akhirnya Jacob pun selesai dipindahkan ke ruang rawat inap biasa dan semua orang bisa masuk sekal
Setelah serangkaian acara selesai, anak-anak pun makan bersama lalu bermain bersama. Gelak tawa dan teriakan anak-anak memenuhi pinggir kolam renang sampai membuat Jacob dan Lidya pun terus tertawa senang. "Masa tua kita akan terus bahagia melihat para cucu kita yang tumbuh besar, aku senang sekali akhirnya kita menjadi keluarga besar, Bu Lidya." "Aku juga senang, Pak Jacob. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Masih teringat jelas bagaimana semua hal buruk itu terjadi dulu, tapi semua benar-benar sudah berubah beberapa tahun terakhir ini. Dan selama beberapa tahun ini aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bersyukur sekali." "Haha, kau benar, Bu Lidya. Kau benar. Karena aku juga merasakan yang sama. Sejak Bastian menikah dengan Sierra, aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bahagia sekali." Lidya yang mendengarnya hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak-anak yang bermain bersama. Kali ini Bastian dan Jonathan mengobrol bersama, sedangkan Rosella dan Sierra pun mengobro
Satu tahun kemudianSpanduk bertuliskan "Happy birthday Victor Sagala" membentang di pinggir kolam renang rumah Jacob pagi itu. Jacob ngotot menjadi tuan rumah dalam acara ulang tahun cucunya itu dan keluarga Sierra pun akhirnya merayakan ulang tahun Victor di sana. Lidya dan Sierra pun berangkat ke rumah Jacob membawa Santos dan Sania yang sudah berlarian kesana kemari dan tidak bisa diam itu. Namun, Santos dan Sania sangat menyayangi Victor. Perbedaan umur mereka yang hanya 1.5 tahun membuat mereka terlihat lucu saat bersama. Santos dan Sania akan menggandeng Victor di tengah dan Victor yang baru belajar berjalan itu begitu senang setiap kali digandeng oleh kakak kembarnya itu. Seperti pagi itu di pinggir kolam renang rumah Jacob. "Hati-hati, Santos! Jangan miring-miring jalannya! Nanti kalian bertiga bisa masuk ke dalam kolam!" seru Sierra yang masih sibuk menyusun kue-kue di meja untuk foto. Santos dan Sania membawa Victor berkeliling dan mereka berjalan zigzag. Kadang mere
Beberapa bulan berlalu dan perut para Ibu hamil pun sudah membola. Rosella sendiri sudah mendekati waktu melahirkan, namun ia masih begitu aktif bekerja sampai Adipura tidak tahan melihatnya. "Aduh, Rosella! Kau di rumah saja ya! Istirahat saja! Tinggal menghitung hari kau akan melahirkan! Ayah tidak mau cucu Ayah lahir di kantor!" "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula aku tidak setiap hari ke kantor kan?" "Tapi Ayah takut sekali melihatmu berjalan dengan perut sebesar itu!" "Haha, benar, Rosella! Dengarkan ayahmu, dia sampai tidak bisa tidur memikirkanmu." Imelda mengulum senyumnya. Rosella sendiri ikut tersenyum. "Haha, baiklah, Ayah! Baiklah, besok aku tidak akan ke kantor ya," kata Rosella akhirnya. "Ah, iya, iya." Adipura pun bernapas lega dan jantungnya terus berdebar kencang karena terlalu antusias. Bahkan Adipura ikut diam di rumah bersama Rosella keesokan harinya. "Makan yang banyak, Rosella! Kau harus punya tenaga untuk melahirkan," pesan Adipura yang terus menghitung
Hamil dalam keadaan sadar dan hamil dalam keadaan gila tentu saja adalah dua hal yang sangat berbeda. Dulu waktu Rosella hamil Julio, setiap hari ia hanya bisa berteriak dan memukuli perutnya, menolak kehadiran Julio dan terus mengamuk. Rosella benar-benar gila dulu dan rasanya apa yang terjadi dulu sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di atas semua itu, Rosella bersyukur karena semua hal buruk sudah berlalu dan digantikan hal baik yang tiada henti di kehidupannya yang sekarang. Rosella memiliki keluarga yang hebat, suami yang hebat, mertua yang hebat, dan anak yang hebat. Pekerjaan yang hebat juga dan semua hal yang membuatnya tidak pernah menyesal telah dilahirkan, yang membuat Rosella tidak pernah menyesali lagi semua yang sudah terjadi di masa lalunya. Dan yang membuat Rosella paham bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup kita. Mungkin seringkali kita bertanya mengapa aku yang harus mengalami semua hal buruk itu, aku tidak kuat, aku tidak sanggup.
Lidya dan Sierra masih begitu syok sampai mereka tidak tahu harus senang atau tidak, namun semua anggota keluarga yang lain malah memekik senang, terutama Jacob yang tidak berhenti tertawa senang. "Selamat ya, Sierra! Selamat! Haha! Ayah senang sekali akan bertambah cucu! Hahaha!" Sierra pun hanya memaksakan senyumnya sampai tidak lama kemudian, Bastian pun pulang ke rumah karena Sierra mengirimkan hasil tespeknya ke ponsel Bastian.Bastian yang baru memarkir mobilnya pun langsung berlari masuk dan mencari istrinya. "Sierra, Sayang, benarkah itu? Kau hamil lagi, Sayang?" Bastian langsung menangkup kedua bahu Sierra. "Entahlah, tespeknya bilang begitu!" Bastian yang mendengar jawaban Sierra pun langsung tertawa sumringah. "Bukankah tespek tidak pernah bohong, Sayang? Sekarang kita tanya ke dokter ya! Ayo, Sayang! Ayo!" Bastian pun langsung mengajak Sierra pergi ke dokter kandungan siang itu dan jantung Sierra pun terus berdebar tidak karuan sampai akhirnya ia dipanggil masuk dan
Hampir satu minggu setelah acara pernikahan dan semua orang akhirnya bisa bersantai lagi dari padatnya acara mereka. Saking banyaknya undangan yang diundang oleh Adipura dari berbagai kota dan negara membuat jadwal keluarga mereka pun begitu padat untuk menjamu semuanya. Dan ketika semuanya berakhir, Rosella sendiri mengalami kelelahan yang tidak biasa. Ia lelah sekali sampai lemas dan tidak bernafsu melakukan apa pun, bahkan nafsu makan pun tidak ada. Selama tiga malam Rosella dan Jonathan masih menginap di hotel lalu setelahnya mereka pun pulang ke rumah Adipura. Jonathan memang belum mengajak Rosella tinggal berdua di apartemen karena keluarga Adipura masih begitu menikmati kumpul bersama seperti ini, apalagi sekarang Julio sudah tinggal bersama mereka. "Kau tidak apa, Sayang? Kau kelelahan ya?" Jonathan membelai kepala Rosella yang sedang berbaring tidur siang itu. "Hmm, aku lelah sekali, Jonathan. Aku sedikit meriang, kurasa aku tidak mau melakukan apa-apa dulu." "Kau mau
Sebuah papan bertuliskan "The Wedding of Jonathan and Rosella" terpasang di pintu masuk sebuah taman di sebuah hotel mewah yang akan menjadi tempat pemberkatan pernikahan pagi itu. Hanya sedikit undangan yang diundang pada pagi hari, namun mereka akan mengadakan pesta besar lagi di ballroom mewah nanti malam. Semua undangan pun sudah hadir di sana dan mereka begitu antusias menantikan pasangan pengantin yang berbahagia. Rosella sendiri nampak begitu gugup saat berada di ruang VIP untuk menunggu saat ia harus keluar. Setelah mengalami persiapan pernikahan yang cukup membuat emosi labil dan setelah mengalami pingitan yang membuatnya begitu merindukan Jonathan, hari ini akhirnya mereka akan mengikat janji suci dan jantung Rosella tidak berhenti berdebar kencang sejak subuh tadi. "Tenang, Rosella! Tenang! Kau terlalu gugup!" Lidya terus tersenyum menatap Rosella dari pantulan cerminnya. "Bagaimana aku tidak gugup, Ibu? Entahlah, aku gemetar!" "Haha, aku juga begitu waktu itu, Rosel
Semua anggota keluarga menyambut bahagia lamaran yang dilakukan oleh Jonathan dan mereka pun begitu tidak sabar untuk menikahkan anak-anak mereka. Mereka pun langsung memilih hari baik dan persiapan pernikahan pun mulai digelar. Semua orang langsung sibuk dengan tugasnya masing-masing karena Adipura ingin membuat pesta besar untuk Jonathan dan Rosella. "Sungguh tidak usah pesta sebesar itu, Ayah. Bagiku yang penting pernikahan kami sah.""Tidak bisa! Kau akan menikah, tentu saja pestanya harus besar dan mewah. Ayah tidak mau tahu, pestanya harus besar!" seru Adipura lagi dengan lantang. Semua anggota keluarga pun tidak berani membantah lagi dan akhirnya menuruti Adipura. Mereka menyewa gedung resepsi mewah dan menyewa jasa WO, namun tetap saja Adipura yang begitu sibuk mengatur semua detailnya karena memang Adipura sendiri adalah orang yang sangat detail. Sedangkan Lidya dan keluarganya yang sudah kembali ke rumah mereka sendiri, tidak banyak ikut campur dan memilih untuk mengik
"Mari, silakan, Pak Jacob!" "Silakan, Pak Adipura!" Keluarga Adipura, keluarga Jacob, dan keluarga Lidya sedang berkumpul bersama malam itu di sebuah ruang VIP di sebuah hotel mewah untuk makan malam. Setelah melalui banyak hal, mereka menjadi semakin dekat satu sama lain. "Rosella, kapan kau baru akan kembali ke WHA, hah? Om menunggumu. WHA membutuhkanmu," seru Adipura. Sejak kejadian itu sampai Adipura keluar dari rumah sakit bahkan sampai hari ini, Rosella memang belum kembali bekerja di WHA. Walaupun semua masalah sudah selesai dan namanya sudah bersih, tapi Rosella masih ragu untuk kembali. Bahkan Livy sudah mengundurkan diri dan memilih pindah ke luar negeri. "Ah, itu ...." "Besok Rosella akan kembali bekerja, Ayah." celetuk Jonathan tiba-tiba. Rosella pun membelalak menatap Jonathan karena sebelumnya mereka belum pernah membicarakannya. "Jonathan!" desis Rosella. Namun, Jonathan tidak menanggapinya dan malah menggenggam tangan Rosella yang ada di atas meja. "Besok