Rasanya seperti mendapat angin sejuk saat Bastian dan Sierra mau menerimanya kembali. Stephanie pun tidak berhenti mengucap syukur dalam hatinya dan rasa syukur pun malah membuatnya terus menangis haru. Stephanie berpelukan dengan Sierra sambil memejamkan matanya dan saat ia membuka matanya, tatapannya pun bertemu dengan tatapan Lalita, anak kandungnya, anak kandung yang sudah ia sia-siakan. Perlahan Stephanie melepaskan pelukannya dari Sierra dan terus menatap Lalita."Lalita ... Lalita, anak Mama ...," ucap Stephanie sambil bangkit berdiri dari kursinya. Bastian dan Sierra yang melihatnya pun sedikit menyingkir, memberikan jalan untuk Stephanie sampai Stephanie pun bisa melangkah perlahan mendekati Lalita. Namun, Lalita malah melangkah mundur, seolah masih ketakutan. Stephanie yang melihatnya pun menghentikan langkahnya dengan ragu, takut kalau Lalita malah akan berlari ketakutan. "Lalita, ini Mama, Sayang! Maafkan Mama, Lalita ... maafkan Mama ...."Stephanie menatap Lalita
"Apa posisinya sudah pas, Pak?"Seorang suster membantu Jacob dalam posisi duduk bersandar di ranjang pasiennya. Jacob mengalami syok yang cukup lumayan kemarin sampai ia sempat lemas dan tidak sadarkan diri. Tubuh tuanya pun sakit semua dan ada memar di beberapa bagian. Namun, untungnya memarnya termasuk tidak parah. Jacob pun diberi bantuan oksigen dan perawatan intensif sepanjang malam sampai akhirnya siang ini Jacob sudah lebih segar setelah selesai makan siang. "Ah, posisi ini sudah pas, aku bisa bernapas lega sekarang.""Anda juga terlihat lebih segar, Pak.""Ya, terima kasih pada kalian semua! Kurasa aku masih bisa hidup beberapa tahun lagi."Suster itu tersenyum mendengarnya. "Oh ya, aku sudah memanggil keluarga Anda dan sebentar lagi mereka akan kemari jadi kalau tidak ada hal lain, aku permisi dulu, Pak!""Ya, baiklah!" Jacob mengangguk dan menatap punggung suster yang melangkah keluar itu. Tidak lama kemudian, pintu dibuka lagi dan Jacob pun langsung menoleh ke sana. J
Terkadang tidak mempunyai ingatan mungkin itu lebih baik, apalagi bagi pria tua yang sudah melakukan banyak hal buruk seperti Jacob. Bahkan Jacob sering kali berandai-andai kalau masa lalunya dulu tidak pernah terjadi, ia tidak pernah meninggalkan istrinya dan Bastian. Atau minimal hapus saja ingatan buruk itu dari otaknya. Ya, itu harapan Jacob walaupun nyatanya harapan itu tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan dengan penyakitnya yang sekarang, ingatan tentang hal yang disesalinya itu masih tetap melekat erat di otaknya. Karena itu, Jacob berpikir berpura-pura melupakan Sierra mungkin akan menjadi keputusan terbaiknya saat ini. Bukan karena Jacob belum menerima Sierra, bukan karena itu. Jacob tidak tahu apa Sierra adalah benar jodoh Bastian dan wanita yang terbaik untuk Bastian, namun Jacob cukup tahu kalau Sierra adalah wanita yang baik, walaupun hidup Sierra sendiri terbilang cukup sial dan berat. Memutuskan menerima Sierra begitu saja sebagai kekasih Bastian, mungkin akan
"Apa yang sebenarnya terjadi padanya, Dokter? Dia terlihat baik-baik saja dan mengingat semuanya tapi dia melupakan Sierra. Hanya satu orang saja yang dia lupakan. Bagaimana ini bisa terjadi?"Bastian dan Sierra langsung menemui dokter setelah selesai berbicara dengan Jacob. Walaupun jujur mereka senang karena reaksi Jacob yang begitu ramah pada Sierra, namun tetap saja reaksi itu tidak normal dan Bastian maupun Sierra pun merasakan sedikit kecemasan di dalam kelegaan mereka. "Baiklah, secara fisik, kondisi Pak Jacob tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua lukanya hanya luka luar dan akan pulih, walaupun mungkin sedikit lebih lama dibanding anak muda karena umurnya sendiri sudah tua.""Tapi mengenai mengapa dia melupakan Bu Sierra, baiklah, kita tahu sendiri kalau Pak Jacob mengidap penyakit Alzheimer, yang salah satu gejalanya adalah mengalami penurunan daya ingat.""Memang secara teori, penurunan daya ingat ini bertahap dan biasanya pasien akan melupakan ingatan jangka pendeknya
"Benarkah dia melupakanmu, Sierra?" Valdo yang barusan datang ke rumah sakit pun begitu kaget mendengar Jacob melupakan Sierra. "Ya, dia melupakanku. Tapi dokter bilang selain dia yang mendadak melupakan aku, kondisinya yang lain masih sama dan tidak memburuk. Kurasa itu cukup melegakan kan?""Ya, aku tidak tahu harus berkomentar seperti apa. Aku lega karena Pak Jacob bisa menerimamu, tapi aku turut sedih karena dia melupakanmu, Sierra.""Tapi aku tidak apa, Valdo, sungguh! Malahan kalau dia mengingatku, belum tentu dia bisa menerimaku kan? Jadi aku baik-baik saja. Seperti yang Bastian bilang, mungkin memang jalannya harus begini."Valdo pun mengangguk. "Tentu, Sierra! Tentu!" Jacob sendiri sempat dirawat di ICU karena takut kondisinya yang akan kolaps, tapi setelah melihat semuanya stabil, Jacob pun akhirnya bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Cukup lama semua menunggu sampai akhirnya Jacob pun selesai dipindahkan ke ruang rawat inap biasa dan semua orang bisa masuk sekal
"Jadi kau tidak punya rumah di sini? Kalau begitu, tinggallah di rumah kami! Bastian, bawa dia ke rumah!"Jacob meminta semua orang pulang untuk beristirahat siang itu, menyisakan Valdo yang menemaninya. Jacob pun menanyakan di mana rumah Sierra dan Sierra memberitahu bahwa rumahnya ada di luar kota. "Aku akan melakukannya, Ayah! Sierra akan tinggal bersamaku di rumah!" jawab Bastian cepat. "Ah, haha, baiklah! Pulanglah! Tidur di rumah saja! Tidak usah ke sini lagi nanti! Ayah juga baik-baik saja! Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!""Eh, tapi, Om ...," protes Sierra. "Tapi apa? Kalian pasti tidak tidur dari semalam! Dengan tubuh yang begitu lelah, kalau kalian terus menemaniku di sini, kalian juga bisa jatuh sakit! Jadi dengarkan aku! Pulanglah dan tidur di rumah! Besok baru ke sini lagi! Lagipula, kasihan Lalita! Dia juga harus ditemani di rumah!"Jacob menatap cucu kesayangannya itu yang sedang duduk sambil memeluk Bik Mala. Sierra belum sempat menyahut lagi, tapi Bastian lang
Sierra masih membelalak kaget mendengar ucapan Bastian. Wajah pria itu pun masih begitu dekat dan sejajar dengan wajah Sierra dan pria itu masih tersenyum. Namun, Sierra yang lebih dulu memundurkan wajahnya menjauh. "Kau sudah gila, Bastian! Untuk apa aku tidur denganmu di kamarmu?""Memangnya kenapa, Sayang? Tidak ada kamar lagi untukmu di sini selain kamarku," jawab Bastian santai. "Aku bisa memakai kamarku yang lama kan? Mana kuncinya, ayo buka!""Kamar itu sudah tidak bisa ditempati karena kotor, Sayang. Belum dibersihkan.""Jangan membohongiku, Bastian! Aku tinggal di sini cukup lama dan aku tahu kalau semua kamar selalu dibersihkan walaupun tidak ada yang tidur di sana."Bastian tertawa lepas mendengarnya. "Haha, ya, ya, kau benar. Kau benar-benar sudah mengenal keluarga ini ya.""Tentu saja, jadi aku tidak mau sekamar denganmu. Buka kamarku!""Tidak mau!""Bastian!" Sierra mendesis kesal. "Haha, Sayang ... kau ingat kalau sekarang kau adalah tamu kan? Jadi tamu seharusnya
"Bagaimana keadaan di sana, Tory?" Bastian menelepon Tory malam itu setelah ia menghabiskan siang sampai sore hari bersama Sierra. Tentu saja Bastian tidak benar-benar menceritakan tentang pengalaman cintanya. Reputasi Bastian sebagai perayu ulung bukan hanya sekedar reputasi belaka karena ia memang bisa membuat seorang wanita merasa nyaman sampai melupakan pertanyaan awalnya. Begitu juga dengan Sierra yang akhirnya tenggelam dalam obrolan lainnya, walaupun tetap saja, ke-kepo-an Sierra itu bagaikan bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan Bastian sendiri harus menyiapkan mentalnya kalau mendadak pertanyaan itu muncul lagi ke permukaan. Sierra pun akhirnya mandi di kamar Bastian tadi, namun ia tetap menolak tidur di kamar Bastian sampai Bastian pun gemas melihatnya. Dan setelah makan malam, Sierra pun langsung bermain bersama Lalita. Kesempatan itu digunakan oleh Bastian untuk menelepon Tory yang sudah menggantikan Valdo menjaga Jacob. "Semua baik-baik saja, Bos, tapi ini Pa