Setelah berteriak penuh amarah dan menegaskan sikapnya, Lidya pun tidak mempedulikan Ellyas lagi dan masuk ke dalam rumah. Lidya terus menggandeng Rosella dan tidak melepaskannya sama sekali, begitu juga dengan Bik Ita yang menggendong Julio masuk ke rumah. Bastian pun mengembalikan teman Julio ke rumahnya dan masuk paling belakang, mencegah apa pun yang mungkin akan dilakukan Ellyas yang masih juga belum mau beranjak dari sana. "Rosella, Sayang! Lupakan wajah itu! Lupakan ya! Lupakan, Sayang!" Lidya terus membelai kepala Rosella dan alih-alih menenangkan hatinya sendiri yang masih tidak menentu, Lidya lebih memilih untuk menenangkan Rosella dulu. Lidya tidak banyak bicara setelahnya dan hanya terus memeluk Rosella sambil berbisik di sana. Entah apa yang Lidya bisikkan, namun Rosella memejamkan matanya dan mencengkeram erat-erat tangan Lidya. Sementara Julio terus bertanya pada Bik Ita. "Siapa itu? Mengapa Mama berteriak dan mengapa Grandma marah-marah?""Siapa orang tadi itu?
"Aku akan mengantarmu kembali ke rumah sakit, Pak." Tory dan Saga terus melirik Ellyas yang sekarang sudah duduk manis di jok belakang mobil mereka. Bastian menelepon Tory tadi dan Tory pun langsung mengajak Saga bersamanya karena untuk membawa Ellyas, ia tidak mungkin melakukannya seorang diri. Dan saat mereka tiba di rumah pun, Bastian langsung meminta mereka membawa Ellyas. Tentu saja Ellyas memberontak tadi bahkan menolak untuk dibawa pergi. "Bastian, jangan lakukan ini pada Ayah, Bastian! Lepaskan aku, Tory! Lepaskan aku ...." "Bastian, Ayah mohon, jangan begini! Biarkan Ayah bertemu dengan istri dan anak-anak Ayah!" Ellyas terus berlutut, memohon pada Bastian, sambil menangis dengan pilu. Namun, Bastian hanya melirik ke arah Tory dan Saga yang langsung mengangguk siaga, sebelum ia mengalihkan tatapannya pada Ellyas lagi. "Dengarkan aku, Pak El! Kalau kau memang beritikad baik, seperti yang kubilang tadi, ikut ke rumah sakit, sembuhkan dirimu, jangan mempersulit siapa pu
"Rosella, kau tidak apa kan? Lihat aku, Rosella!" Tempat pertama yang Jonathan kunjungi setelah ia mendarat adalah rumah Lidya dan orang pertama yang ia cari adalah Rosella. Bahkan Jonathan mengabaikan rasa lelahnya akibat perjalanan panjang hanya demi bertemu Rosella. Lidya dan Sierra yang saat itu ada di rumah pun langsung mempersilakan Jonathan masuk ke kamarnya karena Rosella sekarang memang tidur bersama Lidya sejak kejadian itu dan Jonathan pun langsung memeriksa respon Rosella seperti biasa. Kedua mata Rosella nampak goyah dengan sedikit berbinar saat menatap Jonathan, seolah kedua mata itu berbicara dan ingin mengungkapkan sesuatu pada Jonathan, namun ia tidak bisa. Jonathan yang melihatnya pun tidak tahan lagi dan tanpa mempedulikan Lidya dan Sierra yang masih ada di kamar, Jonathan pun merengkuh Rosella ke dalam pelukannya. "Tidak apa, Rosella. Aku di sini. Aku di sini. Aku sudah kembali. Maaf aku pergi begitu lama. Maaf aku tidak ada di sini waktu itu ...." Jonathan
"Tos! Mari kita lupakan sejenak masalah yang ada dan aku senang sekali kau menginap di sini, Jonathan!"Bastian mengangkat gelas minumannya saat ia dan Jonathan duduk bersama di pinggir kolam renang dan Jonathan pun ikut mengangkat gelasnya. "Haha, aku tidak membayangkan akan menginap di sini, Bastian. Tapi ya, aku mengerti kekhawatiran Tante Lidya dan kupikir aku juga akan lebih tenang di sini karena aku tidak akan kepikiran Rosella lagi." "Hmm, kau sangat mencintainya ya? Cinta yang luar biasa, Jonathan," puji Bastian kagum. Jonathan hanya tertawa pelan melirik Bastian, sebelum ia kembali meneguk minumannya. "Cinta ... bagaimana mengatakannya ya! Kalau aku bilang mencintainya, bukankah itu aneh? Kami bahkan tidak pernah berinteraksi secara normal. Tapi ya, mungkin kau bisa menyebutnya cinta ... aku sudah menganggap mereka, Rosella dan Julio, adalah dua orang terpenting yang kumiliki saat ini.""Wow, itu mengagumkan, Jonathan! Tidak hanya menerima masa lalunya, tidak hanya meneri
Ellyas masih tertidur nyenyak saat mendadak ia merasa sakit yang luar biasa di kakinya sampai membuat kepalanya seketika berdenyut hebat. Sontak Ellyas pun membuka matanya dan saat ia melihat siapa yang ada di kamarnya, Ellyas pun membelalak lebar dan jantungnya berdebar begitu kencang. "K-kalian ... kalian ...," lirih Ellyas ketakutan melihat para rentenir yang waktu itu memukulinya sebelum ia ditemukan oleh Bastian. "Kita bertemu lagi, Ellyas ...," sapa seorang pria yang merupakan Bos rentenir itu. Ellyas pun sempat terdiam syok sambil menelan salivanya, sebelum ia bisa kembali bersuara. "T-Tory! Tory!" teriak Ellyas memanggil Tory namun para pria itu malah tertawa melihatnya. "Siapa yang kau panggil, Ellyas? Pria muda yang tadi duduk di depan kamar itu? Tadi dia sudah pergi," seru pria itu santai. "Tidak! Dia tidak mungkin meninggalkan aku. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Suster! Suster!" teriak Ellyas lagi sambil dengan panik ia mencari tombol untuk memanggil suster.
"Dasar pria sinting! Ck, Bos pasti akan mengomel ini!""Apa perlu kutelepon Bos? Tapi ini sudah malam! Siapa tahu saja dia sedang bermain kuda-kudaan dengan Bu Sierra! Dia pasti akan mengumpatiku kalau aku mengganggunya!""Haiizz, mengapa aku sial sekali! Mobil diam-diam juga bisa ditabrak!" Tory tidak berhenti mengeluh melihat bagian belakang mobilnya yang penyok. Seorang pria bertubuh ceking mengaku tidak sengaja menabrak mobil Tory dan terus meminta maaf. Ia pun mengaku kalau ia hanya sopir yang tidak akan sanggup untuk mengganti rugi. Walaupun Tory kesal, tapi ia pun akhirnya tidak ingin memperpanjang masalah karena takut pria itu juga akan dipecat kalau ketahuan bosnya. Tory pun merelakan tidak mendapat kompensasi sama sekali karena biasanya walau Bastian mengomel dan mengumpat, Bastian tetap tidak keberatan mengeluarkan uang untuk menyervis mobilnya. "Kau benar-benar tidak apa tanpa ganti rugi, Pak? Mobilmu penyok sekali. Servisnya pasti tidak murah," tanya security yang ta
"Ya ampun, Tory! Ini parah sekali. Dan kau masih membawanya ke sini? Mengapa tidak langsung membawanya ke bengkel?" seru Bastian pagi itu yang melihat mobil Tory yang penyok."Aku kan mau menunjukkannya padamu dulu, Bos. Sopir jelek itu menabraknya saat akan memarkir mobilnya, tapi anehnya mobilnya baik-baik saja. Aku membayangkan kalau mobilnya lecet mungkin dia bisa digorok oleh bosnya." "Ck, kau berlebihan sekali, Tory! Tapi ini parah sekali!" Bastian berdecak memandangi bagian belakang mobil Tory yang benar-benar penyok. "Aku tidak berlebihan, Bos. Bosnya itu benar-benar seperti mafia. Mengerikan sekali, Bos!" "Ck, sudahlah, tidak usah mengurusi orang lain! Cepat bawa ke bengkel saja! Dan siapa yang ada di rumah sakit sekarang?" "Saga baru saja datang karena itu, aku ke sini untuk melapor tentang mobil ini. Si Pak El itu kakinya mendadak sakit lagi, aku juga tidak tahu kenapa, tapi kata suster ada memar seperti bekas pukulan atau benturan dengan benda keras." Bastian pun men
Satu minggu berlalu dan keluarga Sierra pun sudah beraktivitas seperti biasa. Ellyas yang masih di rumah sakit tidak bisa melakukan apa-apa sampai rasanya hari-hari kembali tenang. Bahkan, saat akhirnya Ellyas diijinkan keluar dari rumah sakit, Tory dan Saga pun mengantarnya ke sebuah rumah di pedesaan yang cukup jauh dari kota. Kondisi Ellyas sudah jauh lebih baik dan lebih kuat, walaupun ia tetap harus memakai kruk agar bisa berjalan lebih nyaman, tapi tanpa kruk pun ia bisa menyeret kakinya dengan rasa sakit yang sudah tidak terlalu parah lagi. Ellyas pun ngotot tidak punya rumah dan ingin kembali ke keluarganya, tapi Bastian tidak mau mengambil resiko apa pun dan memilih menyediakan rumah untuk Ellyas. Ellyas sempat menganga melihat rumah indah di daerah itu. Tidak besar dan mewah seperti rumah Lidya, tapi rumah itu sangat nyaman dan di dalamnya pun semua perabotnya bagus. Ada dua kamar di dalam rumah sederhana itu dan rumah itu sudah lebih dari cukup untuk Ellyas yang katany
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po