"Maaf Mas, aku hanya ingin kamu memperhatikanku," lirih Mawar dengan suara yang diselingi isakkan.
"Gak gitu caranya, War! Kamu membuat rumah tanggaku hancur, bahkan karirku," hardik Hamdan menyalahkan istri keduanya.
"Itu juga karna kamu, Mas! Kamu menjanjikan akan membuat aku bahagia, tapi kamu malah sibuk dengan istri tuamu itu," ungkap Mawar membuat Hamdan memijit keningnya.
"Sudahlah kalian kenapa jadi bertengkar begini," ujar Indah menatap kedua sejoli itu.
"Terus aku harus bagaimana, Bu! Karna keegoisan dia aku bercerai dengan Maura," seru Hamdan membuat Mawar membeliakkan mata tak terima.
"Itu salah kalian berdua, bukan salah Mawar doang! Jadi jangan saling menunduh begini seperti anak kecil saja, ingat dari hasil perbuatan kalian ada janin yang harus kalian jaga!" hardik Indah.
"Sial!" maki Hamdan ia memukul sofa dengan penuh emosi melampiaskan amarahnya.
"Sudahlah, mendingan kalian cek kandungan Mawar saja." Hamdan dan Mawar
"Mbak Mawar," gumam Delia saat melihat Mawar berdiri di tempaf satpam."Apa Sayang?" tanya Maura berjongkok mensejajarkan tingginya dengan gadis dihadapannya ini."Itu Bun. Ada Mbak Mawar," seru Delia menunjukan tempat satpam lalu Maura menoleh tatapan mereka beradu."Mawar? Kamu ke sini. Oh ... mau bawain bekal sama Mas Hamdan, ayo bareng aku masuknya," ajak Maura saat mendekati Mawar, wanita itu terdiam lalu mengangguk."Mbak ke sini ngapaian? Mau nemuin Mas Hamdan, Lia pasti kangen ya," ujar Mawar menebak Delia yang menatap ia sinis dan tak melepaskan genggaman tangan pada Maura."Itu Mas Hamdan, War. Ajak aja nanti pas istirahat makannya, dia harus profesional ya harus utama pekerjaan dulu," seru Maura menunjuk Hamdan yang tengah membawa cangkir."Mas ...," panggil Maura membuat Hamdan menoleh ke arahnya dan membulat saat melihat Mawar disamping wanita yang sudah menjadi atasannya itu."Ada apa, Bos?" tanya Hamdan pelan membuat Ma
Selalu dukung otor ya.Maura tergesa-gesa menuju rumah sakit, bahkan Aji ikut. Wanita itu langsung menerobos masuk ke ruangan, menatap anaknya yang berbaring. Delia yang melihat Maura cepat melebarkan tangan dan memeluk sang Bunda."Bunda ... badan Lia gatel semua," lapor Delia menunjukan badan yang merah-merah.Maura mengusap punggung anaknya lalu melepaskan pelukkan dan membuat kepala Delia mendongak. Air mata terus terurai di pelupuk gadis kecil itu, Ibu mana tidak merasa sedih. Tatapan Maura langsung beralih menatap Hamdan dan Mawar yang menunduk."Apakah kamu lupa jika anakmu alergi udang, ha!" geram Maura menatap murka ke arah Hamdan."Maaf, Mbak. Mawar tidak tau jika Delia alergi udang, Mas Hamdan tak salah. Dia saat itu tidak ada di rumah," jelas Mawar membuat Maura semakin membulatkan mata larena emosi."Kenapa kamu gak ada di rumah saat Delia ada di sana ha! Katanya mau menjaga malah membuat anakku j
Sebulan berlalu Maura masih belum menjawab lamaran Aji. Lelaki itu sama seperti biasa, mengajak Delia bermain. Maura menatap Aji yang sangat akrab dengan anaknya, jantung tiba-tiba berdebar dan menghangat saat memandang mereka."Ra ...," panggil Mama Aji membuat Maura menoleh karena bahunya disentuh."Boleh kita bicara, Sayang?" tanya Aulia sebagai jawaban Maura mengangguk kepala, mereka langsung berjalan menuju halaman belakang."Ada apa, Tan?" tanya Maura saat duduk di kursi memandang pohon mangga yang telah berbunga."Kamu sudah mempertimbangkan lamaran Aji, Ra? Dia sudah lama menyukai kamu, tapi sayang pas dia mau melamarmu. Kamu sudah bersama mantan suami kamu," ujar Aulia membuat Maura terdiam."Yang benar saja, Tan. Kenapa tidak dari dulu mengungkapkannya?" tanya Maura heran."Aji ingin sukses dulu, baru melamarmu," ucap Aulia menjelaskan."Apa kamu belum memutuskan untuk menerima atau menolak? Kasihan, Aji sudah wa
Extra part ini seperti season 2, selamat membaca.Maura tengah menimang anak Mawar yang baru berusia satu bulan. Wanita itu berkunjung melihat baby Fauzia, gadis kecil Maura merengek meminta bertemu buah hati Mawar. Delia yang telah berusia enam tahun ini terus menciumi gemas pipi Fauzia."Dede Ia, Kakak kangen banget sama kamu," seru Delia saat Maura sudah menidurkan Fauzia di kasur."Stttt, Dede Ia lagi bobo. Jangan berisik, kasian," nasehat Maura pelan, membuat Delia mengerucutkan bibirnya."Ih ... Bunda, mah. Lia, kan, ke sini pengen main sama Dede Ia," keluh Delia menatap marah Maura yang terkekeh pelan."Tapi sekarang waktunya Dede Ia, bobo Sayang. Lia gak boleh begitu, kasian Dede Ia ngantuk," nasehat Maura dibalas anggukan pelan Delia."Ya sudah, Lia mau ke Ayah sama Papa dulu ya," kata Delia pamit pada Bunda dan Mamanya, lalu bergegas pergi saat dibalas anggukan Maura."Ayah ... Lia kangen Ayah," ucap Delia memeluk kaki
Ayo share karya ini agar otor semangat ngetiknya."Bunda! Bunda, kenapa," pekik Delia menatap Ibunya yang memegang perut, ia terlihat mengatur napas dan dahi berkeringat.Gadis kecil itu langsung mendekati sang Bunda, lalu matanya membulat saat melihat Maura bangkit dari duduk. Terlihat dengan jelas darah di daster wanita itu, Delia semakin terkejut dan berteriak memanggil semua orang. Mertua Maura lekas berlari tergesa-gesa kala mendengar pekikkan sang cucu, dia mendekat memandang Delia bingung."Itu Nek, baju Bunda ada darahnya, merah-merah gitu," seru Delia menunjuk Maura yang bersandar di sofa lagi, ia terus mengatur napasnya."Ra! Kamu mau lahiran," pekik Aulia, lalu segera menelepon anaknya."Aji! Maura mau lahiran," pekik Aulia saat sambungan telepon terhubung, handphone lelaki itu hampir terlempar saking terkejut."Langsung bawa ke rumah sakit, Mah. Nanti aja nyusul, Aji langsung berangkat ke rumah sakit yang suda
Terus dukung author, dengan memberi bintang 5 dan gams"Ra, jangan teriak. Lihat cucuku nangis," tegur Aulia membuat Maura menoleh dan meminta maaf."Maafin, Mama ya, Sayang," lirih Maura pelan, mengusap sayang kepala anaknya lalu melihat sang suami tengah meminta dibukakan gerbang dan masuk membuka pintu utama."Lo masuk dulu ya, gue parkirin mobil dulu," seru Aji dengan santai mengulas senyum mempersilakan gadis itu masuk ke kediaman lalu melangkah ke mobil."Mas," panggil Maura terhenti saat melihat suaminya tengah menerima telepon."Ahh ... ayo berkumpul, kalian ke rumahku saja," seru Aji lalu mematikan sambungan telepon dan memasuki gerbang, tak lupa memarkirkan kendaraan roda empat miliknya."Ayo keluar," ajak Aji membantu sang istri menuju ke rumah.Gadis itu memandang Maura yang dipapah oleh Aji. Melihat perlakuan sayang Aji pada wanita yang menyandang sebagai istri, membuat ia cemburu, menatap Maura dengan
Tolong berikan bintang 5, agar saya semakin smngt untuk nulis. Jangan lupa kasih gams jga ya, biar karya ini dipromosikan oleh pihak GNSedangkan tatapan Maura ke arah mereka sulit sekali diartikan. Melihat suaminya mengangguk serasa beribu jarum menancap di jantung, sakit tapi tak berdarah. Angel melihat tingkah Shilla pada Aji jadi serba salah, seperti ia harus mengingatkan sahabatnya."Ya sudah, gue sama Angel pergi beli makanan. Kalian buat tenda ya! Mengenang masa dulu," perintah Shilla membuat semua orang saling memandang."Gue beli tenda kalau gitu," seru Bagas lalu pergi."Bocah itu maen nyolong aja," gerutu Shilla menatap kepergian Bagas."Ampun ... gak nyadar kalau dia sendiri yang bocah, udahlah dia ngerasa jadi nenek-nenek kali," ucap Dimas membuat Shilla menatapnya dengan tajam."Awas ya, lo!" geram Shilla lalu mendekati Dimas yang sudah kabur takut kena amukan Shilla."Shilla kadang masih bertingkah sep
Terimakasih dukungannya, terus dukung saya ya.Waktu berlalu begitu saja, sudah tiga hari Shilla menginap di kediaman mereka. Gadis itu terus menempel pada suaminya. Maura mengembuskan napas kesal, memilih fokus dengan sang buah hati."Mas berangkat kerja dulu ya, Sayang," pamit Aji mencium kening sang anak dan istrinya."Mas, Shilla ikut ya," ucap Shilla yang telah rapi tak lupa menenteng tas."Boleh," kata itu meluncur dari bibir Aji, membuat Maura terdiam seketika."Ngapain dia ikut, Mas. Mendingan dia bantuin Mama," seru Maura menatap sinis ke arah Shilla membuat gadis itu mendengkus marah."Enak saja, Shilla ke sini buat liburan sambil belajar, masa disuruh di rumah terus, bosen dong! Apalagi Shilla anak gaul," seru Shilla protes memandang Maura penuh permusuhan."Udah-udah, jangan berantem. Biar Shilla ikut sama aku, Ma. Kasian udah beberapa hari dia diem di rumah bantuin Mama," ujar Aji membuat Maura hanya mengerucu
"Sudahlah, La! Kamu menyerah saja," geram sang Papa menatap murka ke arah Shilla."Gak bisa, Pah. Mas Aji harus jadi suami Shilla," rengek Shilla akhirnya memilih menitihkan air mata dan sang Mama langsung mendekap anak gadisnya. "Jangan terlalu keras pada Shilla, Pah," tegur Mama Shilla membelai rambut anaknya merasa sakit kala melihat Shilla menitihkan air mata."Papa kesal, Mah. Shilla berbohong pada kita, kalau Aulia gak beritahu kita, kita gak bakal tau kelakukan anak kita, Mah," lirih Papa Shilla pelan, ia sangat terlihat frustasi dan memijit keningnya."Aku gak bohong, Pah. Mas Aji gak bakal bahagia dengan wanita lain, dia hanya akan bahagia bersamaku," teriak Shilla seraya menangis, sang Mama semakin mendekap anaknya."Mas akan luruskan, La. Mas hanya mengangap kamu sebagai adik, tidak lebih, tolong jangan ganggu kebahagiaann Mas. Mas sudah bahagia bersama Ma dan anak-anak," jelas Aji membuat Shilla semakin terisak. "Sadarlah, La. Masa depanmu masih panjang, kamu bukan cinta
Sebelas hari berlalu setelah kepergian Aulia, Aji masih terlihat murung. Maura wanita itu sibuk mengurus ini dan itu, beruntung ia memiliki pengasuh untuk menjaga anak-anaknya. Sehabis selesai melakukan semua, Maura bergegas melihat sang suami di kamar, terlihat Shilla tengah berusaha membujuk Aji. "Ayo, Mas. Kamu makan ya," bujuk Shilla menyodorkan sendok yang berisi nasi ke bibir Aji. "Sana keluar, Mas gak mau makan," usir Aji membuat Shilla sedikit gemas."Kamu punya telinga, kan, kamu udah diusir. Tolong keluar, biar Mbak yang kasih makan Mas Aji," cecar Maura merebut mangkuk yang berisi bubur, lalu Shilla menghentakan kaki kesal. "Nyebelin! Aku yang beli bubur ini lho," sunggut Shilla menatap kesal ke arah Maura."Ini, Mbak bayar harga buburnya. Sana kamu pergi, oh iya. Kalau mau bantuin tolong urusin aja yang lain, biar Mas Aji aku yang urus saja, karena dia adalah suamiku," sembur Maura membuat Shilla mengepalkan tangannya lalu memilih pergi."Mas ...," panggil Maura dengan
"Enggak, Ma. Ibu mau beli gamis warna kuning aja tuh," ujar Aulia menaruh daster tersebut dan melangkah mendekati jejeran gamis."Ini, Ibu beli ini, tolong pegangin ya," pinta Aulia menyerahkan gamis set dengan hijabnya."Wah ... mukenanya bagus banget, Ibu juga mau beli ini deh," ucap Aulia lagi lalu memgambil mukena berwarna hijau. "Bu, bukannya Ibu suka pake mukena warna putih ya?" tanya Maura mendekati wanita yang menjadi mertuanya. "Emang gak boleh Ibu pengen warna ini," kata Aulia langsung disambut gelengan Maura. "Kamu udah milihnya belum?" tanya Aulia memandang menantunya yang disambut gelengan Maura."Enggak ah, Bu. Baju baru Ma masih banyak yang belum kepake," kata Maura membuat Aulia mengangguk."Ya sudah, ayo antar Ibu bayar dulu," ucap Aulia yang langsung disambut anggukan Maura."Wah, bajunya gemesin," tutur Maura membuat Aulia menoleh memandang menantunya dan ikut melihat apa yang dipandang wanita itu."Iya gemesin, ayo kita ke sana, Ibu pengen beliin. Sekalian buat
Waktu beranjak siang, matahari sudah diatas kepala. Suhu badan Aulia kembali normal, ia sekarang sedang mengajak main di ruang tengah. Wanita itu sempat menanyakan dimana Shilla, bahkan Aulia langsung menelepon gadis tersebut. Setelah tau keberadaan Shilla, Aulia akhirnya fokus bersenang-senang dengan anak, menantu dan sang cucu. "Aku buat makan siang dulu ya," pamit Maura bangkit dari duduknya lalu menyerangkan Kenzie pada Aji karena habis menyusui. "Ayo Ibu bantu, Ibu lagi pengen masak bareng kamu," seru Aulia ikut bangkit dan akhirnya mereka melangkah ke dapur bersama, biarkan Aji menjaga anak-anak. "Pah," panggil Delia membuat Aji mendongak memandang putri sambungnya."Ada apa, hmmm ...," sahut Aji mengeryitkan alis kala melihat Delia seperti menimang-nimang mengatakan sesuatu. "Eummm ... anu, Lia pengen ikut bantu masak ya," ujar Delia membuat Aji terus memandangnya."Boleh ya, Pah. Kalo Papa udah bilang boleh, Bunda gak bakal larang aku," tutur Delia menangkupkan tangannya d
Aji langsung menarik lengannya kala menyadari bahwa ada Maura. Karena tadi tangan itu ternyata menggenggam jemari lentik Shillaa. Terlihat paras Maura memancarkan kekecewaan, Aulia pun merasa bersalah. "Nenek, Nenek jangan sakit. Delia sayang, Nenek," kata Delia dengan nada cemring ia menaiki kasur dan memeluk tubuh Aulia. "Nenek gak sakit kok, cuma lemes aja," balas Aulia menoleh ke arah Delia dan membalas pelukkan gadis kecil itu lalu mencium pucuk kepala Delia. "Huh, Nenek bohong! Katanya gak sakit, tapi ini apa, badan dan kening Nenek sangat panas," gerutu Delia, gadis kecil itu mengusap sayang wajah Aulia."Semoga cara Lia ampun ya," tutur Delia terus membelai sayang puncuk kepala Aulia."Ma ...," ucap Aji pelan, ia bangkit hendak mendekati sang istri, tetapi keduluan oleh Maura yang berjalan ke arahnya. "Bu, berobat yuk! Ma gak tega liat Ibu," ajak Maura melewati sang suami, lalu ikut duduk di ranjang dan membelai puncuk kepala Aulia. "Nenek pasti cepet sembuh, karna sekara
"Papa, aku pinjem handphone. Maim games, boleh ya, Pah ...," rayu Delia memandang Aji dengan pupy eyes. Aji tersenyum geli melihat wajah sang anak sambung, ia mengangguk sebagai jawaban lalu mulai melahap hidangan saat sudah tersedia di piring. Delia langsung bersorak girang, dia bergegas mengambil ponsel Aji dan membawanya ke ruang makan. Karena gadis kecil tersebut akan makan disuapi oleh sang Bunda."Papa, Nenek sakit," kata Delia kala selesai mengeja huruf demi huruf dari pesan whatsapp Shilla. "Kata siapa, Lia?" tanya Aji mendongak memandang anak sambungnya seraya mengeryitkan alis. "Ini Pah, whatsapp dari Tante Shilla," balas Delia menyodorkan handphone lalu ia langsung turun dari kursi. "Ayo Pah, Bun. Kita ke rumah Nenek, kasian Nenek sakit, gak tega Lia lihat fotonya," pinta Delia memegang tangan sang Bunda."Astagfirullah, Ibuu ... ayo Ma! Kita langsung ke rumah Ibu," ajak Aji bangkit dari duduknya lalu menggendong Delia agar ikut ke mobil sedangkan Maura meminta Kenzie
Seminggu berlalu, Aji kini lebih fokus ke anak dan istrinya. Shilla juga pura-pura ngambek semenjak kejadian itu. Wanita tersebut sangat kesal karena ketidak pedulian sang lelaki pujaan. "Ahhh ... sial! Teleponku bahkan gak diangkat," maki Shilla kala menelepon Aji, memang hari ini libur jadi tak ada kepentingan. "Ini semua gara-gara, Mbak Maura," geram Shilla dengan nada frutasi dan memberantakan meja riasnya. "Uhuk, uhuk, La, ayo keluar! Kamu harus makan," panggil Aulia mengetuk pintu kamar Shilla, wanita itu memang belum keluar dari kamarnya. "Ahhh ... iya sebentar, Tan." Shilla segera merapikan rambutnya yang berantakan lalu setelah dirasa rapi ia melangkah menuju pintu dan membukanya. "Muka Tante kenapa pucet banget, Tante juga panas," ucap Shilla kala memegang wajah Ibunya Aji, ia segera menuntun Aulia menuju kamar milik wanita tersebut."Tante harus istirahat di kamar, nanti Shilla telepon Mas Aji agar ke sini," lanjut Shilla lalu membaringkan Aulia di tempat tidur lalu me
"Hey, kamu beneran marah," kata Aji mengejar langkah sang istri. "Pikirin aja sendiri, udah ah mendingan aku tidur aja," sahut Maura dengan nada ketus, ia menepis lengan sang suami yang hendak memegang tangannya."Dengerin dulu kelanjutannya, lah, Sayang. Aku belum selesai lho," tutur Aji membuat Maura mendengkus lalu menatap malas sang suami, ia memilih berhenti di depan pintu agar tak menganggu sang anak yang terlelap."Apa yang mau kamu katakan, Mas," seru Maura dengan nada ketus membuat Aji terkekeh mendengarnya. "Ngapain kamu ketawa, ih ... bikin kesal aja, gak jadi deh kasih kamu kesempatan bela diri," cicit Maura dengan mata memerah karena merasa terhina."Dih marah-marah mulu, lagi PMS ya," goda Aji membuat Maura menggeram dan memilih pergi dan menutup pintu kamar. "Eh, Sayang. Kok dikunci sih," panggil Aji mengetuk pintu dan berusaha membuka benda tersebut."Bodo! Kamunya nyebelin," cecar Maura dibalik pintu membuat Aji mengembuskan napasnya."Sayang ... emang kamu gak mau
maaf ya baru update, beberapa hari meriang. terus kemaren liat ponakan baru😅 jadi baru kekeja segini lgi subuh. happy readers Shilla melakukan pekerjaannya dengan wajah tertekuk. Maura memilih berkeliling dari pada tidur, wanita itu cepat akrab dengan karyawan baru ditemuinya. Sedangkan Aji mulai bekerja lagi dan mengembuskan napas kala melihat riak muka Shilla yang terus masam."Bu, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya seorang karyawati dengan nada pelan membuat Maura menoleh menatapnya."He, bertanya apa? boleh kok," balas Maura dengan nada ramah, tak ada kesombongan dalam dirinya."Itu ... apa benar kalau si Shilla bakal jadi madu, Ibu?" tanya ragu-ragu membuat Maura mengerutkan alisnya."Heh, kata siapa?" seru Maura balik bertanya, membuat karyawati itu semakin gugup."Eumm ... itu, Bu," karyawati itu berkata dengan nada terbata-bata. "Si Shilla sendiri yang ngomongnya, Bu. Saya pun sejak dulu tak percaya, beruntung Ibu ke sini dan Ibu bisa klafikasikan," tukas karyawati yang me